Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan konversi diklasifikasikan sebagai salah satu gangguan somatoform
dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders of the American
Psychiatric Association, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Membuat
bingung, dalam ICD-10 gangguan konversi diklasifikasikan sebagai gangguan
disosiatif, manakala gangguan somatoform dimasukkan ke kategori yang berbeda
segalanya. Gangguan konversi melibatkan gejala atau defisit mempengaruhi motorik
atau fungsi sensorik yang menyarankan kondisi neurologis atau medis umum. Namun,
setelah evaluasi menyeluruh, yang mencakup pemeriksaan neurologis rinci dan
laboratorium yang sesuai dan tes diagnostik radiografi, tidak ada penjelasan
neurologis untuk gejala, atau temuan pemeriksaan tidak sesuai dengan keluhan.
insidens gangguan konversi adalah antara 11/ 100,000 sampai 500/ 100,000 populasi
umum. Contoh yang paling sering dari gejala konversi termasuk kebutaan, diplopia,
paralisis, distonia, psychogenic nonepileptic seizures (PNES), anestesia, aphonia,
amnesia, demensia, unresponsiveness, kesulitan menelan, tik motorik, halusinasi,
pseudocyesis dan kesulitan berjalan. Menurut DSM-IV kriteria konversi gangguan
dicirikan oleh: Satu atau lebih gejala yang mempengaruhi motorik atau fungsi
sensorik; Kemiripan dengan penyakit neurologis atau medis; Keterlibatan faktor
psikologis; Gejala-gejala yang tidak disengaja atau dibuat-buat. Penatalaksanaannya
terdiri dari konseling, psikoterapi dan farmakoterapi.

1
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk lebih mengerti dan
memahami Gangguan Konversi dan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Jiwa, RSJ
Provinsi Sumatera Utara, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan.

1.3. Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat secara
umumnya agar mengetahui dan memahami Gangguan Konversi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Gangguan konversi adalah suatu ditandai oleh hilangnya atau
ketidakmampuan dalam fungsi motoric yang volunteer atau fungsi sensoris , namun
tidak ada penyebab organis yang jelas. DSM-IV mendefiniskan gangguan konversi
sebagai suatu gangguan yang ditandai oleh adanya satu atau lebih gejala neurologis
(sebagai contoh, paralisis, kebutuan, dan parestesia) yang tidak dapat dijelaskan oleh
gangguan neurologis atau medis yang diketahui. Di samping itu, diagnosis
mengharuskan bahwa faktor psikologis berhubungan dengan awal atau eksaserbasi
gejala.1,2,3

2.2. Epidemiologi
Data insidens gangguan konversi sangat bervariasi, antara 11/ 100,000 sampai
500/ 100,000 populasi umum.1 Factor budaya mungkin memainkan peran yang sangat
penting dalam kejadian gangguan konversi. Kejadian gangguan konversi terdapat
lebih sering pada wanita daripada pada laki-laki, dengan ration wanita terhadap laki-
laki adalah sekurnagnya 2:1 dan sebanyaknya 10:1.1 laki-laki dengan gangguan
konversi sering kali terlibat dalam kecelakaan perkerjaan atau militer.1, 2 Gangguan
konversi dapat muncul pada umur berapapun, dari masa anak-anak sampai lanjut usia,
tetapi pada umumnya mulai dari masa anak-anak akhir sampai awal dewasa, jarang
terjadi pada usia sebelum 10 tahun atau setelah usia 35 tahun.1 Data menyatakan
bahwa gangguan konversi lebih sering terjadi di populasi pedesaan, orang dengan
sosial ekonomi rendah, orang dengan pendidikan rendah, mereka dengan nilai
inteligensia yang rendah dan anggota militer yang mengalami situasi peperangan.
Gangguan konversi sering disertai dengan diagnosis komorbid gangguan depresif
berat, gangguan kecermasan, dan skizofrenia.1,2

3
2.3. Etiologi
Faktor psikoanalitik
Menurut teori psikoanalitik, gangguan konversi adalah disebabkan oleh
represi konflik intrapsikis bawah sadar dan konversi kecemasan ke dalam suatu gejala
fisik. Konflik adalah antara impuls instinctual (sebagai contoh, agresif atau seksual)
dan penghalangan terhadap ekspesinya. Gejala memungkinkan ekspresi sebagian
keinginan atau dorongan yang dilarang tetapi tersembunyi, sehingga pasien tidak
perlu secara sadar berhadapan denganimpuls mereka yang tidak dapat diterima; yaitu,
gejala gangguan konversi memiliki hubungan simbolik dengan konflik bawah sadar.
Gejala gangguan konversi juga memungkinkan pasien mengomunikasikan bahwa
mereka membutuhkan perhatian khusus dan pengobatan khusus. Gejala tersebut dapat
berfungsi sebagai cara nonverbal untuk mengendalikan atau memanipulasi orang
lain.2,4

Faktor biologis
Semakin banyak data yang melibatkan faktor biologis dan neuropsikologis
dalam perkembangan gejala gangguan konversi. Penelitian pencitraan otak awal telah
menemukan hipometabolisme di hemisfer dominan dan hipermetabolisme di hemisfer
nondominan dan telah melibatkan gangguan komuniksasi hemisferik di dalam
penyebab gangguan konversi. Gejala mungkin disebabkan oleh kesadaran kortikal
tang berlebihan yang mematikan loop umpan balik negative antara korteks serebral
dan formasi retikularis batang otak. Peningkatkan tingkat keluaran kortikofugal,
sebaliknya, menghambat kesadaran pasien akan sensasi tubuh, di mana beberapa
pasien gangguan konversi, uji neuropsikologis menemukan gangguan cerebral yang
samar-samar dalam komunikasi verbal, daya ingat, kewaspasaan, ketidaksesuaian
afek, dan perhatian.2

Sosiokultural
Formulasi sosiokultural dari gangguan konversi mengamati bahwa dalam
beberapa budaya ekspresi langsung dari emosi yang intens dilarang. Seperti
disebutkan di atas, hal ini dapat mempengaruhi orang untuk menunjukkan gejala

4
konversi sebagai bentuk yang lebih dapat diterima komunikasi. Gangguan konversi
dengan demikian akan mewakili komunikasi non-verbal dari ide dilarang atau
perasaan. Larangan tersebut dapat diperkuat oleh peran gender, keyakinan agama dan
pengaruh sosial budaya. Ekspresi emosi yang intens dalam ritual budaya
didefinisikan dapat menjadi bagian dari proses penyembuhan.4

2.4. Gambaran Klinis


Paralisis, kebutaan, dan mutisme adalah gejala gangguan konversi yang paling
sering. Gejala gangguan depresif dan kecemasan sering kali dapat menyertai gejala
gangguan konversi, dan pasien yang terkena berada dalam risiko untuk bunuh diri.2

Gejala-gejala Gangguan Konversi yang sering


Gejala Sensorik Gejala Motorik
Diplopia, kebutaan, ketulian, Paralisis, ataxia, disfasia, tremor,
rasa kebas-kebas aphonia, seizures

Table 1. Gejala-gejala Gangguan Konversi yang sering.4

Gejala Sensorik. Pada gangguan konversi, anesthesia dan parestesia adalah sering
ditemukan, khususnya pada anggota gerak. Distribusi gangguan sensorik biasanya
tidak konsisten dengan yang ditemukan pada penyakit neurologis sentral atau perifer.
Kehilangan sensorik atau distorsi sering tidak sesuai ketika diperiksa lebih dari satu
kali dan berrtentangan dengan saraf perifer dan distribusi asal. Anesthesia yang
dikarakteristik dengan stocking- and glove atau hemianestesia pada tubuh yang tepat
dimulai di garis tengah. Gejala sensorik gangguan konversi sering melibatkan pada
organ indera, yang menyebabkan kebutaan, ketulian dan sebagainya. Gejala tersebut
boleh unilateral atau bilateral. Pada pemeriksaan neurologis biasanya menemukan
hasil yang utuh. 2,5,6,7

Gejala motorik. Gejala motorik adalah kelainan pergerakan, cara berjalan,


kelemahan, dan paralisis. Kelainan gerakan seperti: tremor ritmikal yang jelas, tik,
sentakan-sentakan mungkin ditemukan. Pergerakan biasanya memburuk jika
diberikan perhatian padanya. Gangguan gaya berjalan yang dapat ditemukan pada

5
gangguan konversi adalh astasia-abasia, yaitu gaya berjalan yang sangat ataksik dan
sempoyongan yang disertai oleh gerakan batang tubuh uang menyentak, irregular,
kasar dan gerakan lengan yang menggelepar dan bergelombang. Pasien dengan
gangguan tersebut biasanya dapat berjalan dengan normal jika mereka berfikir
mereka tidak sedang diamati. Terkadang bila sedang diamati, pasien secara aktif
berusaha untuk jatuh. Hal ini bertentangan dengan pasien dengan penyakit organic
yang akan berusaha untuk melindungi diri sendiri. Kelemahan biasanya melibatkan
seluruh gerakan daripada kelompok otot tertentu. Kelemahan otot pada ekstremitas
bawah lebih sering jika dibandingkan pada ekstremitas atas atau di wajar.6,7

Gejala kejang. Kejang semu (pseudoseizure) adalah gejala lain pada gangguan
konversi.2 selama serangan, ditandai keterlibatan otot-otot truncal dengan
opistotonuus dan kepala atau badan berputar kea rah lateral. Semua ekstremitas
mungkin menunjukkan gerakan meronta-ronta, yang mungkin akan meningkatkan
intensitas jika engekangan diterapkan. Sianosis jarang terjadi kecuali pasien dengan
sengaja menahan nafas mereka. Menggigit lidah atau inkontenensia jarang terjadi
kecuali pasien memiliki beberapa tingkat pengetahuan medis tantang penyakit. Gejala
ini berbeda dengan kejang yang sebenarnya, pseudoseizures terutama terjadi di
hadapan orang lain dan bukan ketika pasien sendirian atau tidur.2,6

2.5. Diagnosis
Mendiagnosis gangguan mungkin adalah agak sulit. Kemungkinan penyebab
organic harus disingkirkan lebih dahulu dan hal ini dapat berakibat pemeriksaan yang
lebih ekstensif. Hal-hal ini perlu di pertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-
buatnya gejala tersebut.1,2,3

Diagnosis gangguan konversi mengharuskan bahwa klinis menemukan suatu


hubungan yang diperlukan dan penting antara penyebab gejala neurologis dan faktor
biologis, walaupun gejala tidak boleh diakibatkan oleh berpura-pura (malingering)
atau gangguan buatan (factitious disorder).2 Pada gangguan buatan, gejala-gejala

6
dibuat dengan sengaja untuk mendapatkan perawatan medis, sedangkan pada
berpura-pura untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

Diagnosis gangguan konversi juga mengeluarkan gejala nyeri dan disfungsi


seksual dan gejala yang terjadi hanya pada gangguan somatisasi. DSM-IV
memungkinkan untuk menyebutkan tipe gejala atau defisit yang terlihat pada
gangguan konversi.1,2,3

Menurut DSM-IV kriteria, konversi gangguan dicirikan oleh:4

 Satu atau lebih gejala yang mempengaruhi motorik atau fungsi sensorik
 Kemiripan dengan penyakit neurologis atau medis
 Keterlibatan faktor psikologis
 Gejala-gejala yang tidak disengaja atau dibuat-buat

Kriteria diagnostic untuk Gangguan Konversi


A Satu atau lebih gejala atau defisit yang mengenai fungsi motoric volunteer
atau sensorik yang mengarahkan pada kondisi neurologis atau kondisi
medis lain.
B Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit
karena awal atau eksaserbasi gejala atau defisit adalah didahului oleh
konflik atau stressor lain.
C Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
(seperti gangguan buatan atau berpura-pura)
D Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan,
dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek lansung
suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara
kultural.
E Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dlam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain atau
memerulukan pemeriksaan medis.

7
F Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak
terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan tidak dapat
diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit:
Dengan gejala atau defisit motoric
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran
Tabel 2. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Konversi dari DSM-IV. 1,2

2.6. Diagnosa Banding6,7


Kondisi medis yang mungkin meniru gejala konversi adalah sebagai berikut:

 Multiple sclerosis (kebutaan sekunder akibat neuritis optic)


 Myasthenia gravis (kelemahan otot)
 Kelumpuhan periodik
 Miopati
 Polimiositis
 Guillain-Barre syndrome

Kondisi psikiatris yang harus dibedakan antara lain:

 Gangguan psikotik
 Gangguan mood
 Gangguan buatan atau berpura-pura
 Gangguan somatisasi

8
2.7. Penatalaksanaan
Setiap pendekatan terhadap pasien dengan konversi gangguan adalah penting
mendirikan sebuah terapi aliansi dan untuk memungkinkan pemulihan dengan
martabat dan tanpa kehilangan mukanya. Adalah penting bahwa keperawatan dan staf
medis menghindari pelabelan-orang sebagai manipulatif, tergantung atau melebih-
lebihkan mereka kesulitan.4,6,7

Terapi dimulai dengan presentasi dari diagnosis. Gejala konversi, terutama


ketika terjadi secara akut, dapat mengalami resolusi spontan mengikuti penjelasan
dan saran. Pasien yang memiliki gejala konversi kronis dan mengakar mungkin
memerlukan masuk ke sebuah unit psikiatris yang memiliki keahlian dalam gangguan
konversi. Individu tersebut dapat mengalami dekompensasi kejiwaan sebagai gejala
membaik, mengungkapkan depresi bahkan psikosis sebelumnya yang
tersembunyi.4,6,7

Pemulihan kemungkinan dapat dipermudahkan oleh terapi suportif


berorientasi tilikan atau terapi perilaku. Ciri yang paling penting dari terapi adalah
hubungan terapeutik yang merawat dan menguasai. Pada pasien yang kebal terhadap
ide psikoterapu, dapat menganjurkan bahwa psikoterapi dipusatkan pada masalah
stress dan mengatasinya. Hypnosis, ansiolitikm dan latihan relaksasi perilaku adalah
efektif pada beberapa kasus. Pendekatan psikodinamika adalah termasuk
psikoanalisis dan psikoterapi berorientasi tilikan, di aman pasien menggali konflik
intrapsikis dan simbolisme dari gejala gangguan konversi.2,4,5,6,7

Terapi farmakologi dapat digunakan pada beberapa kasus, anti-depresan


ternyata dapat mempercepatkan pemulihan, ada penelitian telah menujukkan bahwa
anti-depresan dapat membantu pasien dengan gangguan konversi.6,7

2.8. Prognosis
Hasil beberapa studi prognosis adalah bervariasi, dengan tingkat pemulihan
anatra 15-74%. Sebahagian besar pasien, kemungkinan 90-100%, dengan gangguan
konversi mengalami pemulihan gejala pertanmanya dalam beberapa hariu atau

9
kurang dari satu bulan. Dalam suatu 15 tahun studi yang tentang tindak laju, sekitar
25% pasien mengalami rekuren dengan gejala konversi yang sama atau berbeda.
Faktor yang terkait prognosis yang baik adalah jenis kelamin pria, onset yang tiba-
tiba, stressor yang mudah dikenali, penyesuaian premorbid yang baik, dan tidak
adanya gangguan organik atau kejiwaan, tidak ada tuntutan yang terus menerus dan
intelijen yang tinggi.2,6,7

10
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan konversi adalah ditandai oleh hilangnya atau ketidakmampuan


dalam fungsi fisik, namun tidak ada penyebab organis yang jelas. Gangguan ini
dinamakan konversi karena adanya keyakinan psikodinamika bahwa gangguan
tersebut mencerminkan penyaluran, atau konversi dari energy seksual atau agresif
yang direpresikan ke gejala fisik. Etiologi yang sebenarnya belum diketahui, tetapi
kebanyakan menganggap gangguan konversi disebabkan sebelumnya oleh stress yang
berat, konflik emosional, atau gangguan kejiwaan yang terkait. Gangguan konversi
yang sebenarnya jarang didapatkan. Seseorang dengan gangguan konversi sering
memiliki tanda-tanda fisik tetapi tidak memiliki tanda-tanda neurologis untuk
mendukung gejala mereka seperti kelemahan otot, gangguan fungsi sensorik maupun
motoric. Kemungkinan penyebab organic harus disingkirkan lebih dahulu dan hal ini
dapat berakibat pemeriksaan yang ekstensif. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan
adalah kemungkinan dibuat-buatnya gejala tersebut. Yang penting dalam
penatalaksanaannya yaitu setelah penyebab fisik untuk gejala telah dikesampingkan,
pasien dapat mulai merasa lebih baik dan gejala mungkin mulai memudar. Pilihan
pengobatan dapat mencakup konseling dan terapi farmakologi seperti anti-depresan.
Prognosis gangguan konversi umumnya baik jika mendapatkan terapi yang adekuat.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of


Mental Disorder, 4th edition, Text Revision. Washinton, DC, American
Psychiatric Association, 2000: 492-498.
2. Kaplan, Sadock. Sinopsis Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis, Jilid 2. Binarupa Aksara, 2010: 90-94.
3. Tasman, A., Kay J., Leiberman, J.A., First, M.B., Maj, M. Psychiatry:
Somatoform Disorder. 3rd edition. Willey - Blackwell. England, 2008: 1538-
1540.
4. Owens C., Dein S. Conversion Disorder. Advances in Psychiatric Treatment,
vol. 12, The Royal College of Psychiatrists, 2006: 152–157.
5. Stonnington CM., Barry JJ., Fisher RS. Clinical Case Conference: Conversion
Disorder. Am J Psychiatry 163:9. ajp.psychiatryonline.org, September 2006:
1510-1517.
6. Marshall SA, Bienenfeid D., et all. Conversion Disorder. Medscape Reference.
http://emedicine.medscape.com/article/287464. Updated at Sep 16, 2009.
7. Powsner S., Brenner BE., et all. Conversion Disorder in Emergency Medicine.
Medscape Reference. http://emedicine.medscape.com/article/805361.
Updated at Apr 14, 2011.

12

Anda mungkin juga menyukai