Anda di halaman 1dari 29

KEPERAWATAN JIWA - II

“ ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN KEPUTUSASAAN ”

Disusun Oleh :

Amelia Renjani S 11171008


Bunga Baharli 1171010
Desycha Natalia Cristyani 11171012
Eli Sunarya 11171013
Fransiska Lidya M 11171016
Hervira Anissa 11171018
Hosimah 11171019
Ika Marliani 11171020
Ika Mulyani 11171021
Jihan Fadila 11171022
Mega Aulia 11171026
Mei Zahra 11171027
Nur Fadila Yusrini 11171031
Wahyuning Sri Utami 11171042
Wahyuningtyas Pamitasih 11171043
Watin Rumaniyah 11171044
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMINA

TAHUN AJARAN 2019/2020

Jl.Bintaro Raya, No. 10, Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta, 12240

(021) 723412
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah -Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang
“Asuhan Keperawatan Klien dengan keputusasaan”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan dalam
pembuatan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum maksimal dan jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu, kami mengharapkan masukan, kritik dan saran pada para pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Asuhan Keperawatan
Kebutuhan Klien dengan keputusasaan dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Jakarta, 16 September 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang............................................................................................................ 1
B. Tujuan Masalah .......................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................................. 3
A. Definisi Keputusasaan ................................................................................................ 3
B. Rentang Respon .......................................................................................................... 4
C. Tanda dan Gejala ........................................................................................................ 5
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEPUTUSASAAN ..... 9
A. Pengertian ................................................................................................................... 9
B. Tanda dan Gejala ........................................................................................................ 9
C. Intervensi .................................................................................................................... 9
D. Tindakan Keperawatan ............................................................................................. 10
E. PEMBAHASAN JURNAL : .................................................................................... 20
BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 25
A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 25
B. SARAN..................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

keputusasaan merpakan keadaan subjektif seseorang individu yang melihat


keterbatsaan atau tidak ada alternatif pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat
memobilisasi energi yang dimilikinya (NANDA, 2005). keputusasaan sangat
umum dialami oleh setiap orang dalam hidupnya. Secara psikologis, keputusasaan
sangat erat kaitannya dengan harapan. Keduanya memiliki kaitan yang erat, namun
merupakan dua pengalaman yang berbeda. Orang yang putus asa, akan mampu
mengatasi keputusasaan tersebut dengan menghadirkan harapan dalam dirinya
ketika menghadapi situasi sulit. Semakin seorang individu menyadari dan
memahami keputusasaannya, maka semakin dirinya berpotensi untuk
mengembangkan harapan akan situasi yang lebih baik, begitu juga sebaliknya.

berdasarkan penelitian sebagian besar pasien yang didiagnosa oleh penyakit-


penyakit kronis yang memerulukan waktu penyembuhan yang lama akan
berdampak terhdap kondisi psikososialnya. seperti perasaan harga diri rendah,
perasaan tidak berunutng, perasaan ingin mendapatkan kembali kemampuan yang
menurun, berduka, takut, putus asa. hal ini merupakan manifestasi dari
keputusasaan bahkan tanda dari depresi.

Dari survei terbaru didapatkan bahwa depresi memiliki prevalensi paling


tinggi (hampir 17%) dibandingkan gangguan jiwa lainnya (Sadock & Sadock,
2007). Menurut WHO, 25% dari penduduk dunia pernah menderita masalah
kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah gangguan jiwa berat (Depkes, 2009).
Prevalensi selama kehidupan, pada perempuan mencapai 10-25% dan laki-laki 5-
12% (Amir, 2007). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007, Indonesia
menunjukkan prevalensi gangguan mood seperti gangguan kecemasan dan depresi
sebesar 11,6% dari populasi orang dewasa (Depkes, 2010). Sekitar 10% pada
perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah didapatkan
prevalensi sekitar 2%. Pada usia remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas
memiliki gangguan depresif berat (Ismail dan Siste, 2010).

Depresi terjadi mulai dari usia anak sampai usia tua. Sebelum pubertas,
anak-anak berisiko sama untuk depresi, sedangkan setelah masa pubertas tingkat
depresi adalah sekitar dua kali lebih tinggi pada anak perempuan (Brant &
Birmaher, 2002). Alasan untuk perbedaan tingkat depresi antara perempuan dan
laki-laki diduga faktor hormon dan stresor psikososial yang berbeda (Sadock &
Sadock, 2007).

1
B. Tujuan Masalah

1. Tujuan umum

Mahasiswa diharapkan memperoleh pengetahuan mengenai asuhan


keperawatan psikososial pada klien dengan keputusasaan

2. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian terkait dengan keputusasaan.
2. Mahasiswa mampu mengetahui proses terjadinya masalah psikososial pada
klien dengan keputusasaan.
3. Mahasiswa mampu mengetahui tanda dan gejala terkait dengn klien dengan
keputusasaan.
4. Mahasiswa mampu mengetahui mekanisme koping klien dengan
keputusasaan
5. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan dan pemeriksaan
penunjang terkait dengan klien dengan keputusasaan.
6. Mahasiswa mampu meningkatkan pemahaman dan pengetahuan mengenai
asuhan keperawatan psikososial pada klien dengan keputusasaan

2
BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi Keputusasaan
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang tersedia dan tidak
dapat memobilisasi energy yang dimilikinya (NANDA, 2005).

Depresi adalah suatu jenis gangguan alam perasaan atau emosi yang di
sertai komponen psikologi : rasa susah,murung,sedih,putus asa,dan tidak
bahagia,serta komponen somatic : anoreksia,konstipasi,kulit lembab (rasa
dingin),tekanan darah dan denyut nadi menurun. Depresi adalah salah satu bentuk
gangguan jiwa pada alam perasaan (Hidayat,2008 : hal 275).

Keputusasaan merupakan kondisi subyektif yang ditandai dengan


individu memandang hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada alternatif atau
pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi energi demi kepentingannya sendiri
(Nanda, 2011).

A. Proses terjadinya masalah psikososial


a) Faktor predisposisi

faktor predisposisi dari keputusasaan yaitu faktor Biologis dan psikologis .


faktor bilogis disebabkan adanya penyakit infeksi yang kronis.Faktor
psikologis antara lain perasaan terbuang, kehilangan kepercayaan pada
kegiatan spiritual.Faktor sosial dan budayaadalah pembatasan aktivitas jangka
panjang.

b) Faktor presipitasi

Faktor presipitasi secara biologis, Riwayat keluarga menderita depresi,


status nutrisi, status kesehatan secara umum, pembatasan aktivitas jangka
panjang. Faktor Psikologis, Stres jangka panjang, retardasi mental, kemampuan
komunikasi verbal kurang, pengalaman masa lalu kurang menyenangkan dan
konsep diri kurang baik . Faktor sosial budaya antara lain Adanya hambatan
pelaksanaan interaksi sosial, Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual,
Kehilangan kepercayaan pada nilai penting, Kurang dukungan sosial, Putus
sekolah dan pemutusan hubungan kerja.

Klien yang mengalami depresi biasanya diawali dari persepsinya yang


negative terhadap stressor. Klien menganggap masalah terhadap sesuatu yang
seratus persen buruk.tidak ada hikmah di balik semua masalah yang di
terimanya. Misalnya pada saaat kakinya fraktur ia sulit untuk menerimanya,
padahal hikmahnya ia akan terhindar dari wajib militer, terhindar dari jalan
3
menuju kemaksiatan dan lebih banyak waktu membaca di rumah dan
sebagainya. Hampir semua masalah yang muncul ia anggap negative. Karena
persepsi yang salah tersebut maka akan menuntun klien untuk berfikir dan
bertindak salah. Pikiran yang selalu muncul adalah ‘’saya sial,saya
menderita,saya tidak mampu,tidak ada harapan lagi,semua buruk’’, kondisi ini
di perburuk dengan tidak adanya support system yang adekuat seperti
keluarga, sahabat, ibu, tetangga, adanya tabungan, terutama keyakinannya
pada yang Maha Kuasa. Muncullah fase akumulasi stressor dimana stressor
yang lain turut memperburuk keadaan klien. Klien akan makin terasa tidak
berdaya dan akhirnya ada niat untuk mencederai diri dan mengakhiri hidup.
Hal ini menjadi pemicu munculnya harga diri rendah yang akan menjadi
internal stressor.
Depresi di sebabkan oleh banyak faktor antara lain : faktor heriditer dan
genetic, faktor konstitusi, faktor kepribadian premorbid, faktor fisik, faktor
psikobiologi, faktor neurologi, faktor biokimia dalam tubuh, faktor
keseimbangan elektrolit dan sebagainya. Depresi biasanya di cetuskan oleh
trauma fisik seperti penyakit infeksi, pembedahan, kecelakaan, persalinan dan
sebagainya, serta faktor psikis, seperti kehilangan kasih sayang dan harga diri.

B. Rentang Respon
Rentang responsosial

Respon adaptif Respon mal adaptif

Menyendiri Menarik diri


Merasa sendiri
Otonomi Ketergantungan
Dependensi
Bekerja sama Manipulasi
Curiga
Interdependen Curiga

4
C. Tanda dan Gejala
Menurut, Keliat, Dkk (2006) adalah:

1. Mayor ( harus ada)


Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang mendalam,
berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon situasi yang dirasakan sebagai
hal yang mustahil isyarat verbal tentang kesedihan.
a) Fisiologis :

1) respon terhadap stimulus melambat

2) tidak ada energi

3) tidur bertambah

b) emosional :

1) individu yang putus asa sering sekali kesulitan mengungkapkan


perasaannya tapi dapat merasakan

2) tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan pertolongan


tuhan

3) tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup

4) hampa dan letih

5) perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa tidak berdaya,tidak


mampu dan terperangkap.
c) Individu memperlihatkan :
1) Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan

2) Penurunan verbalisasi

3) Penurunan afek

4) Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.

5) Ketidakmampuan mencapai sesuatu

6) Hubungan interpersonal yang terganggu

7) Proses pikir yang lambat

8) Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan kehidupannya


sendiri.

d) Kognitif :

1) Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan kemampuan


membuat keputusan

5
2) Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang bukan
masalah yang dihadapi saat ini.
3) Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir

4) Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali )

5) Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap

6) Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan tujuan yang


ditetapkan

7) Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta membuat keputusan

8) Tidak dapat mengenali sumber harapan

9) Adanya pikiran untuk membunuh diri.

2. Minor ( mungkin ada )

a) Fisiologis

1) Anoreksia

2) BB menurun

b) Emosional

1) Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang lain

2) Merasa berada diujung tanduk

3) Tegang

4) Muak ( merasa ia tidak bisa)

5) Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang ia jalani

6) Rapuh

c) Individu memperlihatkan
1) Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari pembicara

2) Penurunan motivasi

3) Keluh kesah

4) Kemunduran

5) Sikap pasrah

6) Depresi

6
d) Kognitif
1) Penuruna kemampuan untuk menyatukan informasi yang diterima
2) Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa sekarang , masa
datang

3) Bingung

4) Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif

5) Distorsi proses pikir dan asosiasi

6) Penilaian yang tidak logis

e) Pohon Masalah

Ketidakberdayaan

Keputusasaan

Harga Diri Rendah

f) Mekanisme koping
1) Mekanisme koping yang konstrukstif.
2) Melakukan perubahan perilaku yang menurunkan keputusasaan.
3) Beradaptasi dengan lingkungannya.
4) Membangun kepercayaan diri dan bersikap optimis.
5) Memanfaatkan dukungan keluarga/orang terdekat.
6) Fokus pada masalahMekanisme koping dektrukstif.

g) Data yang Perlu Dikaji


1) Kaji dan dokumentasikan kemungkinan bunuh diri
2) Pantau afek dan kemampuan membuat keputusan
3) Pantau nutrisi: Asupan dan berat badan

h) Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1) Harga diri rendah
2) Ketidak berdayaan
3) Risiko bunuh diri

7
i) Penatalaksaan medis

1) Psikofarmaka
Terapi dengan obat-obatan sehingga dapat meminimalkan
gangguankeputusasaan.
2) Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah
diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana
kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri
sudah baik. Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain
psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan,
semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan
semangat juangnya.
3) Terapi Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri,
mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak
menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial
ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.
4) Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan
jiwa. Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen
agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi
keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan,
kajian kitab suci dsb.
5) Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan
kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di
lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam
program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi
kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian,
terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus,
bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program rehabilitasi
ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi
paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti
program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan
dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat.

8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
KEPUTUSASAAN

A. Pengertian
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seseorang individu yang melihat
keterbatasan atau tidak ada alternative atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak
dapat memobilisasi energi yang dimilikinya (NANDA, 2005).

B. Tanda dan Gejala

1. Ungkapan klien tentang situasi kehidupan tanpa harapan dan terasa hampa
(“saya tidak dapat melakukan sesuatu”)
2. Sering mengeluh dan tampak murung
3. Nampak kurang bicara atau tidak mau berbicara sama sekali
4. Menunjukkan kesedihan, efek datar atau tumpul
5. Menarik diri dari lingkungan
6. Kontak mata kurang
7. Mengangkat bahu tanda masa bodoh
8. Nampak selalu murung atau blue mood
9. Menunjukkan gejala fisik kecemasan (takikardia, takippneu)
10. Menurun atau tidak adanya selera makan
11. Peningkatan waktu tidur
12. Penurunan keterlibatan dalam perawatan
13. Bersikap pasif dalam menerima perawatan
14. Penurunan keterlibatan atau perhatian pada orang lain yang bermakna

C. Intervensi
15. Tujuan umum : Klien mampu mengekspresikan harapan positif tentang masa
depan, mengekspresikan tujuan dan arti kehidupan
16. Tujuan khusus: klien mampu
a) Membina hubungan saling percaya
b) Mengenal masalah keputusasaan
c) Berpartisipasi dalam aktivitas
d) Menggunakan keluarga sebagai sistem pendukung

9
D. Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
a) Ucapkan salam
b) Perkenalkan diri: sebutkan nama dan panggilan yang disukai
c) Tanyakan nama klien dan panggilan yang disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Dengarkan klien dengan penuh perhatian
f) Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya
2. Klien mengenal masalah keputusasaannya
a) Beri kesempatan bagi klien untuk mengungkapkan perasaan
sedih/kesendirian/keputusasaannya
b) Tetapkan adanya perbedaan antara cara pandang klien terhadap kondisinya
dengan cara pandang perawat terhadap kondisi klien
c) Bantu klien mengidentifikasi tinghkah laku yang mendukung putus asa:
pembicaraan abnormal/negative, menghindari interaksi dengan kurangnya
partisipasi dalam aktivitas
d) Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan untuk atasi masalahnya,
tanyakan manfaat dari cara yang digunakan
e) Dukung klien untuk menggunakan koping efektif yang selama ini
digunakan oleh klien.
f) Beri alterbatif penyelesaian masalah atau solusi
g) Bantu klien identifikasi keuntungan dan kerugian dari tiap alternative
h) Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri (putus asa adalah factor
risiko terbesar dalam ide untuk bunuh diri): tanyakan tentang rencana,
metode, dan cara bunuh diri.
3. Klien berpartisipasi dalam aktivitas
a) Identifikasi aspek positif dari dunia klien
b) Dorong klien untuk berfikir yang menyenangkan dan melawan rasa putus
asa
c) Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman yang mendukung pikiran
dan perasaan positif
d) Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh terhadap usaha klien dalam
mencapai tujuan, memulai perawatan diri, dan berpartisipasi dalam aktifitas
4. Klien menggunakan keluarga sebagai sistem pendukung
a) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga:
b) Ucapkan salam
c) Perkenalkan diri: sebutkan nama dan panggilan yang disukai
d) Tanyakan nama keluarga, panggilan yang diisukai dan hubungan dengan
klien
e) Jelaskan tujuan pertemuan
f) Buat kontrak pertemuan
g) Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait kondisi putus asa klien
h) Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga untuk membantu klien
atasi masalah dan bagaimana hasilnya

10
i) Tanyakan harapan keluarga untuk membantu klien atasi masalahnya
j) Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan:
k) Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut bila tidak diatasi
l) Psikofarmaka yang diperoleh klien: manfaat, dosis, efek samping, akibat
bila tidak patuh minum obat
m) Cara keluarga merawat klien
n) Askes bantuan bila keluarga tidak dapat mengatasi kondisi klien
(puskesmas, RS)

11
PENGALAMAN KEPUTUSASAAN STROKE SURVIVOR DI KOTA SEMARANG
(Hopelessness Experience among Stroke Survivor in Semarang)

Sawab*, Moch. Bahrudin*, Novy Helena Catharina Daulima*


*Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang
Jl. Tirto Agung Pedalangan, Banyumanik, Semarang
E-mail: sawabfatih@yahoo.com

ABSTRAK
Pendahuluan: Keputusasaan merupakan penilaian negatif terhadap hasil yang akan dicapai dan ketidakberdayaan
terhadap suatu harapan. Keputusasaan dapat terjadi pada stroke survivor karena adanya disabilitas akibat defi sit
neurologisnya serta waktu yang lama dalam penyembuhannya. Kondisi ini dapat berlanjut pada gangguan mental
emosional maupun tindakan suicide. Oleh karena itu gambaran pengalaman keputusasaan stroke survivor dibahas dalam
penelitian ini. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif fenomenologi terhadap 6 partisipan.
Hasil: Hasil penelitian didapatkan tujuh tema utama yaitu (1) Perubahan fi sik sebagai akibat respons keputusasaan, (2)
Respons kehilangan sebagai stressor keputusasaan, (3) Disfungsi proses keluarga, (4) Kehilangan makna hidup, (5)
Dukungan dan motivasi diri sebagai sumber koping menghadapi keputusasaan, (6) Hikmah spiritual dibalik keputusasaan
stroke survivor, dan (7) dapat menjalani kehidupan dengan lebih baik. Diskusi: Penelitian ini menyarankan
dikembangkannya standar asuhan keperawatan keputusasaan dan pemberian dukungan keluarga serta psikoedukasi
keluarga bagi stroke survivor. Kata kunci: Stroke survivor, pengalaman keputusasaan, kualitatif

ABSTRACT
Introduction: Hopelessness was a negative feelings about goal achievement and powerlessness feeling against an
expectation. Hopelessness in stroke survivors can occur due to prolonged disability and neurologic defi cit. This
condition can lead to emotional and mental disorders even a suicide action. Therefore, it was a need to explore
hopelessness experience in stroke survivors. Method: This study was a qualitative descriptive phenomenology with 6
participants. Results: 7 themes were revealed in this study, (1) Physical changes as a response on hopelessness, (2) Loss
response as a hopelessness stressor, (3) Dysfunction of the family process, (4) Loss of meaning of life, (5) Self support
and motivation as a coping resource against hopelessness, (6) The spiritual meaning behind hopelessness, (7) Can go
through a better life. Discussion: This study suggests to develop a nursing care standards in hopelessness, encourage a
family support and family psychoeducation for stroke survivors.

Keywords: Stroke survivor, hopelessness experiences, qualitative

PENDAHULUAN berisiko
Stroke
mengalami
survivor takut
mengalami
dan sakit
putus yang
asa
merupakan
berlangsung manifestasi
lama, gangguan mental
sehingga dapat
Disabilitas klien paska stroke sebagai
emosional.
mempengaruhi Di harga
sisi lain
diri.dari keputusasaan
Harga diri yang
akibat defi sit neurologis memerlukan waktu
bahkan
rendah tanda
akan dari
dapatdepresi. stroke
berlanjut ke survivor
kondisi
penyembuhan yang lama dan berdampak
dengan keputusasaan
keputusasaan, depresi bahkan tindakan
Menurut
suicide. Abramson, Alloy dan Metalsky
terhadap kondisi psikososial stroke survivor. (1989) membutuhkan penanganan jangka
Teasdale dan Eingberg (2001) menjelaskan panjang keputusasaan pada hakekatnya
Terjadinya perubahan psikososial, seperti merupakan untuk mengembangkan
stroke survivor berisiko mengalami tindakan mekanisme koping precursor dalam
perasaan harga diri yang rendah, perasaan perjalanan depresi. Hasil riset yang adaptif
suicide pada 5 tahun pertama sakitnya. dan mencegah berkembangnya di India
Kondisi tidak beruntung, perasaan ingin 35,29% stroke survivor mengalami stressor
mendapatkan ini menyebabkan stroke disabilitas menjadi kondisi depresi.
survivor dengan kembali kemampuan yang maladaptif.
menurun, berduka, keputusasaan sangat
12
Upaya antisipasi menurunkan angka gangguan pendidikan partisipan terdiri atas SMP,
jiwa adalah dengan mengelola klien yang Diploma III dan Sarjana. Lama menderita
mempunyai risiko mengalami gangguan menderita stroke mulai 1 sampai 3,5 tahun
mental emosional supaya tidak mengalami dengan 4 orang mengalami kelemahan pada
masalah gangguan jiwa, salah satunya adalah ektremitas kanan dan 2 orang mengalami
klien stroke survivor dengan keputusasaan. kelemahan pada ektremitas kiri. Keseluruhan
Berdasarkan fenomena tersebut penting untuk stroke survivor pernah mempunyai
dilakukan kajian yang mendalam terhadap pengalaman keputusasaan sedang dan
troke survivor dengan masalah psikososial mempunyai kognitif baik.
keputusasaan. Oleh karena itu, penelitian ini Berdasarkan wawancara mendalam,
ingin menjawab pertanyaan “Bagaimanakah diperoleh berbagai pengalaman stroke survivor
pengalaman keputusasaan stroke survivor di dalam menghadapi keputusasaan dalam 7 tema
Kota Semarang?” utama, antara lain:

Perubahan fisik akibat respons


BAHAN DAN METODE keputusasaan
Desain penelitian ini menggunakan Perubahan fisik yang diungkapkan
penelitian kualitatif fenomenologi deskriptif. sebagai akibat dari keputusasaan adalah
Partisipan penelitian ini adalah stroke survivor perasaan fatigue seperti lemas dan tidak
dengan riwayat lebih dari tiga bulan, serangan bertenaga seperti ungkapan partisipan berikut:
lebih dari 1 kali, usia dewasa pertengahan (40- “Rasanya saat saya down seperti tidak
60 tahun), pernah mempunyai pengalaman ada tenaga, tangan dan kaki yang lemes
keputusasaan kategori sedang yang diukur tambah lemes.....”(P1)
dengan skor Beck Hopelessness Scale (BHS) Akibat yang dirasakan partisipan lain
dan gangguan kognitif ringan yang dilihat adalah merasa letih dan penurunan
dengan skor Mini Mental State Examination kemampuan kerja fi sik dengan contoh
(MMSE). Jumlah sampel yang berpartisipasi ungkapan di bawah ini:
pada penelitian ini enam orang. Lokasi “Terus terang badan saya sepertinya
penelitian di Kelurahan Srondol Kulon wilayah loyo tenaganya kok hilang, tangan dan kaki
kerja Puskesmas Srondol Kota Semarang dan kanan saya tambah lemas saat semangat dan
dilaksanakan pada bulan April sampai dengan kondisi saya menurun atau dwon”(P4)
Juni 2013. Akibat keputusasaan juga dirasakan
Pengumpulan data dilakukan dengan dalam gangguan pencernaan dan gangguan
wawancara mendalam (indepth interview) dan tidur sebagaimana ungkapan partisipan berikut
catatan lapangan. Analisis data menggunakan ini:
langkah Colaizzi, dengan membuat transkripsi “Biasanya kan saya kalau pagi itu
verbatim, membaca trankrip secara rasanya lapar walaupun seadanya saya makan
berulangulang, mengumpulkan pernyataan sama minum air putih, tapi waktu itu pas saya
signifi kan, menentukan arti setiap pernyataan dwon saya setiap mau makan rasanya kenyang,
yang penting, mengumpulkan kata kunci, nafsu makan tidak ada sampai sampai istri
mengelompokkan ke dalam kategori, seperti marah.”(P4)
kemudian disusun dan dikelompokkan menjadi Gangguan tidur yang dialami oleh
tema hasil penelitian. partisipan diungkapkan seperti:
“.......terus terang saat saya serangan
HASIL lagi, kemudian perasaan putus asa saya muncul
semalam tidak tidur rasanya tidak kantuk, itu
Partisipan dalam penelitian ini adalah bisa sampai 2 hari, saat mau tidur kepikir terus
stroke survivor, dengan 4 orang berjenis kalau saya jadi merepotkan”(P5)
kelamin laki-laki dan 2 orang berjenis kelamin Akibat keputusasaan mempengaruhi
perempuan dengan usia antara 45 sampai 51 perfusi cerebral dengan rasa pusing seperti
tahun dan berstatus menikah. Tingkat ungkapan berikut ini:
13
“Kondisi pas saya semangatnya hilang, Disfungsi proses keluarga
sepertinya les-lesan (berkunang- kunang
Pengalaman disfungsi keluarga yang
seperti mau pingsan) sama pusing pak.”(P3)
dialami partisipan disebabkan
ketidakmampuan dalam menjalankan fungsi
Respons kehilangan sebagai stressor
peran dirinya dan ketidakmampuan anggota
keputusasaan
keluarga memberikan penghargaan bagi
Respon kehilangan diungkapkan anggota keluarganya, sebagaimana
partisipan dengan ketidakpercayaan atau tawar diungkapkan sebagai berikut:
menawar sebagaimana ungkapan berikut ini: “Sempat waktu itu istri bilang tidak enak
“Mengapa kok sudah 1 tahun kaki saya ke saya, saya bilang pada istri mau saya pukul
malah tambah berat”.(P4) tapi saya masih sadar, bahkan sempat ingin
Respons kehilangan dalam dirinya saya bunuh, terus terang..”(P1)
berusaha di atasi dengan menekan (supresi) Sedangkan ketidak mampuan
permasalahan yang dihadapi seperti yang memberikan penghargaan antar anggota
diungkapkan partisipan: keluarga diungkapkan sebagai berikut:
“saya gak mau ngomong sama istri “kalau di rumah saya minta bantuan
kasihan nanti kalau malah kepikiran istri sama anak saya memasak air untuk mandi
saya”(P1) saya kadang-kadang anak saya itu tidak
Selain itu par tisipan juga langsung mau, nunggu di suruh sampai
mengungkapkan perasaan marah atas beberapa kali, seperti tidak mengormati
kondisinya ibunya”(P3)
“kadang-kadang tangan dan kaki kanan
saya, saya pukul-pukulkan di dipan bagaimana Dukungan dan motivasi diri sebagai sumber
sih kok saya seperti ini terus gitu lho, marah koping menghadapi keputusasaan
pada diri sendiri”(P5)
Sumber koping stroke survivor berasal
Perilaku depresi seperti kehilangan
dari dukungan keluarga, lingkungan,
semangat,perasaan sedih, serta khawatir
keyakinan diri serta motivasi untuk aktivitas.
diungkapkan sebagai berikut:
Sumber koping dari keluarga inti sebagaimana
anak anak saya masih kecil, sementara
diungkapkan:
saya tidak bisa bekerja, pokoknya sepertinya
“Anak saya yang kuliah waktu itu
saya sudah menyerah”.(P4)
kebetulan libur kalau pas saya diam di kamar
“sepertinya kok seperti ini rasanya
menemani saya terus kemudian bilang ibu
sedih, kuatir, pak saya jadi malas melakukan
sabar tabah, terus suami ya ngasih semangat,
apa-apa, saya cuma menangis”.(P3)
nah kalau anak dan bilang suami memberi
semangat saya rasanya semangat hidup muncul
Kehilangan makna hidup
lagi”(P5)
Ketidakberdayaan dalam mencapai Selain dukungan keluarga keyakinan
tujuan hidup dimaknai sebagai hilangnya atau semangat dari dalam diri stroke survivor
makna hidup bahkan muncul keinginan diungkapkan seperti berikut:
mengakhiri hidupnya seperti ungkapan berikut: “Tapi yang perlu ketahui pokoknya ya
“Ya saya kan perempuan, suami saya semangat dari dalam diri sendiri, pas waktu
kerja kalau sebelumnya saya bisa membantu itu saya parkir mau terima uang jatuh, kan
kerja di pabrik masak, bersih bersih rumah tangan kanan saya masih belum seperti
tetapi sekarang saya malah jadi merepotkan sekarang saya diomelin pokoknya
suami saya..........”.(P3) dikatakatain, saya tidak peduli sampai
“dipikiran saya muncul kalau memang sekarang itu yang terus saya ingat”.(P2)
saya waktunya meninggal dunia atau diambil Hikmah spiritual dibalik keputusasaan
nyawa saya tidak apa-apa saya kasihan sama stroke survivor
suami dan anak anak repot”. (P5)
Stroke survivor mendapatkan hikmah
atau makna hidup kembali melalui proses
14
memaknai ulang akan nilai-nilai spiritual yang dilakukan oleh Chen (2011)
dalam kondisi ketidakberdayaannya dan menyebutkan kelemahan motorik yang terjadi
makna terhadap dirinya seperti berikut ini: pada klien paska stroke merupakan faktor
“saya bersyukur, sebetulnya saya penting terjadinya depresi paska stroke.
mungkin ditunjukkan ke jalan yang lebih Penelitiannya menyebutkan 61,3% responden
terang dan hikmah yang paling mendalam yang memiliki fungsi motorik buruk
saya diberi kesempatan untuk beribadah mengalami depresi post stroke sedangkan
memperbaiki hidup”.(P3) 38,7% responden dengan fungsi motorik bagus
“sejak saya pernah down sampai mengalami depresi.
sekarang saya bisa bekerja semampu saya Perubahan fisik akibat keputusasaan
menjadikan saya lebih sabar”(P4) antara lain fatigue, anoreksia serta insomnia.
Perasaan fatigue diungkapkan oleh partisipan
Dapat menjalani kehidupan dengan lebih berupa perasaan ekstremitas tambah lemas dan
baik perasaan loyo serta tidak bertenaga. Menurut
Naess, Lunde dan Brogger (2012) perasaan
Makna dibalik keputusasaannya
fatigue berhubungan dengan adanya nyeri dan
partisipan mendorong partisipan untuk
depresi klien paska stroke. Hasil penelitiannya
berkeinginan mempunyai harapan hidup yaitu
menyebutkan terdapat tiga manifestasi yang
kembali sembuh dan sehat, dapat menjalankan
sering muncul pada klien stroke yaitu depresi
fungsi perannya sebagaimana ungkapan
(19%), fatigue (46%) dan nyeri (48%). Selain
berikut:
itu, dalam studi korelasi, depresi dan fatigue
“Harapan saya sembuh, bisa cari
menunjukan hubungan yang kuat sedangkan
rongsoknya lancar, terus anak anak
antara nyeri dan depresi mempunyai hubungan
sehat”(P4)
yang sedang.
Pengalaman nyeri stroke survivor tidak
PEMBAHASAN didapatkan dalam penelitian ini. Menurut
peneliti hal ini dimungkinkan pengaruh dari
Karakteristik partisipan penelitian ini faktor budaya. Budaya Jawa, khususnya di
belum dapat menggambarkan pengalaman Jawa Tengah, rasa nyeri sulit diungkapkan ke
keputusasaan dari individu yang tidak orang lain/lawan bicara karena adanya
mempunyai sistem pendukung seperti suami, perasaan khawatir dapat mengganggu lawan
istri serta pengalaman di tinggalkan orang bicara. Faktor lain yang dapat mempengaruhi
yang dicintai. Keputusasaan dalam proses adalah usia. Menurut Kozier, Erb, Berman dan
perjalanannya masih terdapat perdebatan, Snyder (2010) orang dewasa dapat
khususnya mengenai penyebab keputusasaan mengabaikan rasa nyeri karena pengakuan rasa
itu sendiri. Penelitian ini menunjukkan nyeri dapat dianggap sebagai tanda kelemahan
manifestasi keputusasaan terjadi pada stroke atau kegagalan.
survivor dengan gangguan fisik berupa Klien paska stroke merasakan
hemiplegi dektra pada empat partisipan dan kehilangan kemampuan fungsional karena
dua partisipan mengalami hemiplegi sinistra. penyakit yang dapat mengubah citra tubuhnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Robinson Pada kondisi ini klien stroke mendapatkan
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara stressor yang menyebabkan klien tersebut
lesi area frontal, sub kortikal dan ganglia mempunyai harapan negatif dan muncul
basalis dalam terjadinya depresi paska stroke ketidakberdayaan terhadap harapannya
dengan hipotesis sentralnya adalah lesi di tersebut. Hal ini sejalan dengan penelitian pada
hemisfer kiri merupakan faktor utama penyakit kronik seperti kanker payudara yang
timbulnya depresi paska stroke (dalam Meifi menyebutkan 80% mempunyai perasaan
& Agus, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa khawatir akan masa depannya, 30% merasakan
keputusasaan tidak hanya disebabkan oleh ketakutan (Gumus, Cam & Malak, 2011).
faktor organik akan tetapi dapat disebabkan Hasil penelitian ini mengungkap bahwa
karena faktor reaksi psikologis sebagai respons kehilangan stroke survivor tidak lagi
konsekuensi klinis akibat stroke. Penelitian
15
berada pada tahap penolakan (denial), akan mendukung dan saling menghargai antar
tetapi masuk pada tahap marah (angry). Hal ini anggota keluarga. Gambaran hasil penelitian
sebagai bentuk perasaan frustasi dengan ini juga didukung penelitian yang dilakukan
kondisi ketidakberdayaan dalam menjalankan oleh Clark et al (2004, dalam Gillespie &
peran dirinya. Rasa marah yang diungkapkan Campbell, 2011) yang menyebutkan bahwa
oleh stroke survivor ini sebenarnya merupakan 32% disfungsi keluarga pada sembilan bulan
salah satu bentuk koping. Selain perasaan pertama paska stroke disebabkan
marah, mekanisme koping lain yang dilakukan ketidakmampuan keluarga menjalankan
oleh stroke survivor berupa supresi, yaitu fungsinya dan 66% terjadi karena adanya konfl
keengganan menceritakan permasalahan yang ik dalam keluarga.
ada pada dirinya pada orang lain. Sejalan dengan hasil penelitian Jones
Bertambahnya jumlah stressor dapat dan Moris (2012), sumber koping yang
menyebabkan bertambahnya waktu yang menjadi pilihan utama stroke survivor pada
dibutuhkan partisipan untuk sampai pada kondisi keputusasaan adalah dukungan
kondisi acceptance. Pengalaman partisipan ini keluarga, khususnya keluarga inti, yaitu istri,
sejalan dengan hasil penelitian Jones dan suami atau anak-anaknya. Signifi cant other
Morris (2012) yang mengungkapkan salah satu dinilai mempunyai makna dan arti penting
tema yaitu perasaan tidak berguna dan dalam menumbuhkan stroke survivor dengan
perasaan kehilangan pada orang dewasa keputusasaan.
dengan pengalaman stroke. Usaha stroke survivor untuk tetap
Ketidakmampuan menjalankan peran semangat dilakukan melalui usaha untuk
memunculkan rasa ketidakberdayaan, yaitu menumbuhkan keyakinan internal diri, dan
persepsi bahwa situasi perubahan dirinya tidak motivasi untuk beraktivitas agar terbebas dari
mampu mempengaruhi hasil yang ingin keputusasaannya. Keyakinan internal diri atau
dicapai sehingga stroke survivor merasa tidak positive belief ini biasa disebut juga sebagai
memiliki makna hidup. Hal ini sejalan dengan self effi cacy. Menurut Bandura (1997 dalam
penelitian Kariasa, Sitorus dan Afi yanti Stuart & Laraia 2006) self efficacy merupakan
(2009) yang mengungkapkan bahwa kapabilitas dari kepercayaan diri individu.
perubahan makna hidup klien paska stroke Individu yang mempunyai self effi cacy yang
terjadi karena adanya perasaan kurang tinggi akan memberikan efek terhadap
dihargai, tidak diperhatikan dan tidak berguna. pemikiran, motivasi, suasana hati serta
Kondisi tersebut sebenarnya merupakan kesehatan fi sik individu tersebut sehingga
ketidakberdayaan yang juga diungkap dalam stressor dianggap sebagai tantangan. Penelitian
penelitian ini. Penelitian ini juga menunjukkan Albal dan Kultu (2010) menjelaskan terdapat
bahwa klien paska stroke mengalami perasaan hubungan antara koping self effi cacy dan
tidak berguna sehingga muncul ide atau sosial support pada klien depresi, di mana
keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini klien dengan depresi mempunyai skor self effi
sesuai penelitian yang dilakukan oleh Towfi cacy yang rendah.
ghi (2013) bahwa stroke survivor di Amerika Peranan dukungan sosial mengatasi
sebanyak 7,8% memiliki niat bunuh diri. keputusasaan stroke survivor juga terungkap
Hasil penelitian ini mengungkapkan dalam penelitian ini. Panzarella, Alloy dan
adanya konfl ik antar anggota keluarganya dan Whitehouse (2006) menjelaskan dukungan
ketidakmampuan memberikan penghargaan sosial merupakan bagian dari adaptive
terhadap anggota keluarganya. Hal ini inferential feedback (AIF) yang bekerja
disebabkan oleh karena efek dari perubahan menurunkan sensitivitas kognitif depresi
peran dan harga diri stroke survivor sehingga dengan menurunkan kesimpulan negatif
keluarga tidak mampu melakukan fungsi individu, selain itu juga menurunkan perilaku
afektif keluarga. Menurut Friedman (2010) maladaptive sebagai hasil dari kesimpulan
fungsi afektif keluarga yaitu fungsi internal negatif dari pengalaman yang menyebabkan
keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga. Di keputusasaan.
dalamnya terkait rasa saling mengasihi, saling

16
Menurut Bastaman (2007) makna hidup meningkatkan harga dirinya. Berdasarkan hal
dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang tersebut dapat disimpulkan bahwa stroke
menyenangkan dan tidak menyenangkan, survivor dengan keputusasaan dan harapan
keadaan bahagia, dan penderitaan, ungkapan yang tinggi merupakan suatu motivasi untuk
seperti “makna dalam penderitaan” (meaning menuju hasil yang diinginkan. Hal ini
in suffering) atau “hikmah dalam musibah” bermanfaat bagi stroke survivor karena dapat
(blessing in disguise). Makna hidup stroke meningkatkan harga dirinya.
survivor didapatkan melalui proses memaknai
ulang terhadap nilai-nilai spiritual bagi dirinya.
Penelitian ini mengungkapkan perbedaan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
dengan penelitian terdahulu pada penyakit Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kronis yang dilakukan oleh Sasmita, Hamid pengalaman keputusasaan stroke survivor
dan Daulima (2011) di mana makna spiritual antara lain berupa adanya perubahan fi sik
pada penelitiannya didapat pada saat kondisi sebagai akibat respons keputusasaan, terjadi
acceptance sedangkan stroke survivor dengan respons kehilangan sebagai stressor
keputusasaan makna hidupnya diperoleh dalam keputusasaan, disfungsi proses keluarga, serta
kondisi ketidakberdayaan menuju ke kondisi kehilangan makna hidup. Hilangnya makna
acceptance. Pengalaman partisipan ini hidup stroke survivor justru menambah temuan
merupakan manifestasi perjalanan tahapan pengalaman baru yaitu keinginan untuk
kehilangan sebagaimana dijelaskan mengakhiri hidup dan dapat menjadikan
sebelumnya bahwa setiap individu tidak sama domain penting dalam menentukan kualitas
dalam melalui suatu proses kehilangan. Ada hidup stroke survivor dalam hal psycological
yang bisa langsung mencapai fase penerimaan being khususnya dalam kontrol diri.
ada yang sangat lama bahkan berbulan-bulan Munculnya berbagai dampak dari
untuk akhirnya dapat menerima kondisi keputusasaan membuat stroke survivor
sakitnya (Yosep, 2009). Penelitian lain melakukan pilihan dan strategi koping, antara
dilakukan oleh Wachholtz dan Pearce (2009 lain mencari dukungan dari keluarga dan
dalam Lewis & Peterson, 2013) menjelaskan lingkungan. Dukungan keluarga inti bagi
bahwa peranan spiritualitas dalam penyakit stroke survivor merupakan signifi cant others
konis dan kecacatan dapat mendorong klien dalam menghadapi keputusasaannya.
menemukan perasaan positif pada dirinya. Sementara itu usaha untuk menumbuhkan
Menurut Snyder (dalam Cheavens, keyakinan diri dan kemandirian stroke survivor
Feldman, Woodward & Snyder, 2006) harapan juga merupakan sumber koping pilihan dalam
merupakan motivasi positif untuk memenuhi menghadapi keputusasaan.
tujuan. Terdapat empat kategori tujuan harapan Dibalik keputusasaannya stroke survivor
yaitu tujuan untuk menuju hasil yang mendapatkan makna hidup akan nilai-nilai
diinginkan, tujuan untuk menghalangi atau spiritual yang diperoleh dengan memaknai
menunda kejadian yang tidak diinginkan, ulang kondisi ketidakberdayaannya. Sebagai
tujuan pemeliharaan atau mempertahankan seorang individu, dibalik keputusasaannya
status quo, dan peningkatan tujuan untuk stroke survivor mempunyai harapan terhadap
menambah hasil yang sudah positif. Dalam penyakitnya, yaitu harapan sembuh kembali,
kontek ini, harapan dan keputusasaan adalah harapan tidak terjadi serangan ulang serta
dua hal yang berbeda namun saling terkait mampu menjalankan peran dirinya kembali
dalam konstruksi psikoterapi. Terapi kognitif dan menginginkan motivasi dan pelayanan
untuk mengatasi keputusasaan dapat dilakukan kesehatan yang baik dari petugas kesehatan.
dengan menggali pikiran-pikiran akan Hasil penelitian ini juga
harapannya dalam hidupnya. Studi yang menggambarkan bahwa pengalaman
dilakukan oleh Curry, Snyder, Cook, Ruby, keputusasaan klien stroke berhubungan erat
dan Rehm (1997 dalam Cheavens, Feldman, dengan proses adaptasi klien saat mendapat
Woodward & Snyder, 2006) juga memaparkan stressor, baik stressor fisik maupun stressor
bahwa harapan orang dewasa yang tinggi dapat psikologis. Proses tersebut melibatkan

17
beberapa fungsi antara lain fungsi fi siologis, Friedman, M.M., 2010. Family Nursing:
konsep diri, peran maupun interdependensi Research, Theory & Practice.
yang dapat dimaknai sebagai support sistem. Connecticut: Appleton & Lange.
Gilespie, D., dan Campbell, F., 2011. Effect of
Saran Stroke on Family Carers and Family
Perlu adanya terapi kognitif bagi stroke Relationships. Nursing Standard, 26(2),
survivor. Terapi kognitif yang telah ada di 39–46.
Keperawatan Kesehatan Jiwa dapat Gumus, A.B., Cam, O. dan Malak A.T., 2011.
dikembangkan bagi stroke survivor melalui Relationships Between Psychososial
modifi kasi, yaitu dengan menambahkan sesi Adjustment and Hopelessness in
tentang membangun harapan positif. Sesi ini Women with Breast Cancer. Asian
akan dapat membangkitkan motivasi dan harga Pasifi c Journal of Cancer Prevention,
diri stroke survivor yang mengalami 14(1), 571–578.
keputusasaan. Jones, L., dan Morris R., 2012. Experiences of
Perlu adanya penempatan perawat Adult Stroke Survivors and Their Parent
spesialis jiwa di poliklinik rawat jalan maupun Carer: Qualitative Study. Clinical
di puskesmas untuk membantu memperbaiki Rehabilitation, 27(3), 272–280.
respons koping keluarga dalam pengambilan Kariasa, I.M., Sitorus, R. dan Afi yati, Y.,
keputusan untuk menyelesaikan masalah yang 2009. Persepsi Pasien Paska Serangan
dirasakan oleh stroke survivor terkait disfungsi Stroke Terhadap Kualitas Hidupnya
proses keluarga dengan melakukan terapi dalam Perspektif Asuhan Keperawatan.
keluarga triangle. Tesis Fakultas Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia. Tidak
dipublikasikan.
KEPUSTAKAAN Kozier, Erb, Berman dan Snyder, 2010. Buku
ajar fundamental keperawatan; Konsep,
Abramson, L.Y., Alloy, L.B. dan Metalsky,
Proses dan Praktek. (Alih Bahasa:
G.I., 1989. Hopelessness Depression: A
Wahyuningsih E et al. Jakarta: EGC.
Theory-Based Subtype of Depression.
Lewis, M.B., dan Peterson, E.J., 2013.
Psychological Review, 96 (2), 358–372.
Spirituality as Coping Mechanism for
Albal, E., dan Kultu Y., 2010. The
Chronic Illness. Clinical Scholars
Relationship
Review, 6.
Between The Depression Coping Self
Meifi & Agus, D., 2009. Stroke dan Depresi
Efficacy Level and Perceived Sosial
Paska Stroke. Majalah Kedokteran
Support Resources. Journal of
Damianus, 8(1).
Psychiatric Nursing, 1(3), 115–120.
Naess, H., Lunde, L., dan Brogger, J., 2012.
Bastaman, H.D., 2007. Logoterapi; Psikologi
The Triad of Pain, Fatigue and
untuk Menemukan Makna dan Meraih
Depression in Ischemic Stroke Patient:
Hidup Bermakna. Jakarta: Raja
The Bergen Stroke Study.
Grafi ndo Persada.
Cerebrovascular Disease, 33(5), 461–
Chen, Y., 2011. Investigation of Prevalence
465.
and Assosiated Risk Factor of
Panzarella, C., Alloy, L.B. dan Whitehouse,
Depressive Symptom Following Acute
W.G., 2006. Expanded Hopelessness
Ischemic Stroke (PSD) in Aged.
Theory of Depression: on The
Scientific Research, 2(5), 522–525.
Mechanisms by Which Social Support
Cheavens, J.S., Feldman, D.B., Woodward,
Protects Against Depression. Cognitive
J.T., dan Snyder, C.R., 2006. Hope in
Therapy and Research, 30(3), 307– 333.
Cognitive Psychotherapies: On Working
Sasmita. H., Hamid. A.Y., dan Daulima, H.C.,
With Client Strengths.
2011. Makna Kehidupan Klien Dengan
Journal of Cognitive Psychotherapy: An
Diabetes Mellitus Kronik di Kelurahan
International Quarterly, 20, 135–145.
Bandarjo Semarang, Sebuah Studi

18
Fenomenologi. Tesis Fakultas Ilmu
Keperawatan, Universitas Indonesia.
Tidak dipublikasikan.
Stuart G.W, Laraia M.T., 2006. Principles and
Practice of Psychiatric Nursing, 7th
Edition. Philadelphia: Mosby.
Teasdale, A.W., dan Engberg, A.W., 2001.
Suicide After Stroke. Journal of
Epidemiology Community Health,
55(12), 863–866.
Towfighi, A., 2013. Depression Almost 8
Percent of US Stroke Survivor May
Have Suicide Thought. News Health &
Science. May 21, 2013.
Yosep, I. 2009. Keperawatan Jiwa. Edisi
Revisi, Bandung: Refi ka Aditama.

19
E. PEMBAHASAN JURNAL :
hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pasien stroke mengalami perasaan furstasi
dengan kondisi ketidakberdayaan dalam menjalankan peran pada dirinya. pasien mengalami
masalah harga diri karena pasien stroke tidak mampu menjalankan peran dirinya
sebagaimana sebelum sakit. hal ini dapat berdampak pada penolakan dari keluarga . harga

20
diri rendah cenderung menyimpulkan bahwa peristiwa negatif dan menyebabkan
keonsekuensi degatif yang berat dan menilmbukan keputusasaan.

pengalaman keputusasaan antara lain berupa adanya perubahan fisik sebagai akibat
respons keputusasaaan, terjadi juga respon kehilangan sebagai stressor keputusasaan,
disfungsi proses keluarga, serta kehilangan makna hidup. kehilangan makna hidup dapat
mengakibatkan munculnya rasa ingin mengakhiri hidup. seseorang yang menderita
ketidakmampuan fisik akan menimbulkan berbagai respon psikologis seperti tkut, sedih,
amrah, depresi, kehilangan konrol, dan keputusasaan.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa klien paska stroke mengalami perasaan tidak
berguna sehingga muncul ide atau keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini sesuai
penelitian yang dilakukan oleh Towfi ghi (2013) bahwa stroke survivor di Amerika sebanyak
7,8% memiliki niat bunuh diri.

Sejalan dengan hasil penelitian Jones dan Moris (2012), sumber koping yang menjadi
pilihan utama stroke survivor pada kondisi keputusasaan adalah dukungan keluarga,
khususnya keluarga inti, yaitu istri, suami atau anak-anaknya. Signifi cant other dinilai
mempunyai makna dan arti penting dalam menumbuhkan stroke survivor dengan
keputusasaan.

Usaha stroke survivor untuk tetap semangat dilakukan melalui usaha untuk
menumbuhkan keyakinan internal diri, dan motivasi untuk beraktivitas agar terbebas dari
keputusasaannya. Keyakinan internal diri atau positive belief ini biasa disebut juga sebagai
self effi cacy. Menurut Bandura (1997 dalam Stuart & Laraia 2006) self efficacy merupakan
kapabilitas dari kepercayaan diri individu. Individu yang mempunyai self effi cacy yang
tinggi akan memberikan efek terhadap pemikiran, motivasi, suasana hati serta kesehatan fi sik
individu tersebut sehingga stressor dianggap sebagai tantangan. Penelitian Albal dan Kultu
(2010) menjelaskan terdapat hubungan antara koping self effi cacy dan sosial support pada
klien depresi, di mana klien dengan depresi mempunyai skor self effi cacy yang rendah.

Peranan dukungan sosial mengatasi keputusasaan stroke survivor juga terungkap dalam
penelitian ini. Panzarella, Alloy dan Whitehouse (2006) menjelaskan dukungan sosial
merupakan bagian dari adaptive inferential feedback (AIF) yang bekerja menurunkan
sensitivitas kognitif depresi dengan menurunkan kesimpulan negatif individu, selain itu juga
menurunkan perilaku maladaptive sebagai hasil dari kesimpulan negatif dari pengalaman
yang menyebabkan keputusasaan. sehingga Perlu adanya terapi kognitif bagi stroke survivor.
Terapi kognitif yang telah ada di Keperawatan Kesehatan Jiwa dapat dikembangkan bagi
stroke survivor melalui modifi kasi, yaitu dengan menambahkan sesi tentang membangun
harapan positif. Sesi ini akan dapat membangkitkan motivasi dan harga diri stroke survivor
yang mengalami keputusasaan.

Perlu adanya penempatan perawat spesialis jiwa di poliklinik rawat jalan maupun di
puskesmas untuk membantu memperbaiki respons koping keluarga dalam pengambilan
keputusan untuk menyelesaikan masalah yang dirasakan oleh stroke survivor terkait disfungsi
proses keluarga dengan melakukan terapi keluarga triangle.

21
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Masalah utama : keputusasaan


Nama :
22
Pertemuan :
Tanggal :

i. proses keperawatan
1. kondisi klien
ds : klien mengatakan sedih, klien merasa bersalah, putus asa dalam menjalani kehidupan
ini
do : klien terlihat depresi
2. diagnosa keperawatan
keputusasaan
3. tujuan khusus
a. klien dapat membina hubungan saling percaya
b. klien tidak akan melakukan aktifitas yang mencederakan dirinya
c. klien akan mengidentifikasi aspek-aspek positif yang ada pada dirinya
d. klien akan mengimplementasikan aspek-aspek positif yang ada pada dirinya
e. klien akan mengidentifikasi dua sumber dukungan sosial yang manfaat
f. klien akan mampu menguraikan rencana pengobatan dan rasionalnya
4. tindakan keperawatan
a. bina hubungan saling percaya
b. identifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
c. amankanbenda-benda yang dapat membahayakan pasien
d. lakukan kontrak treatmen
e. ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
f. latih cara mengendalkan dorongan bunuh diri

ii. proses pelaksanaan tindakan


1. fase orientasi
a. salam terapeutik
“assalamualaikum, selamat pagi pak, perkenalkan saya perawa... senang dipanggil...
nama bapak siapa? senang dipanggil apa? kedatangan saya kesini untuk membantu
menyelesaikan maslaah bapak
evaluasi /validasi
“bagaimana perasaan bapaka hari ini? apakah semalam tidurnya nyenyak?”
b. kontrak
“baiklah bagaimana kalau pagi ini kita berbincang-bincang tentang hal yang membuat
bapak sedih? berapa lama kita bisa berbincang? bagaimana kalau 15 menit? bisa pak.
bapa ingin kita berbincang-bincang dimana? bagaimana kalau diruang tamu saja?
2. fase kerja
“coba bapak ceritakan kepada saya tentang perasaan sedih yang bapak rasakan saat
ini? (pasien menjawab : saya sedih sekali, karena saya sudah tidak mempunyai
pekerjaan, sudah melamar pekerjaan dimana-mana tapi susah sekali. ditambah istri
saya menceraikan saya karna saya sudah tidak mempunyai pekerjaan lagi). ya saya
sangta mengerti perasaan bapak, sudah berpaa lama perasaan ini bapak rasakan?”

23
“kalau boleh saya simpulkan, bapak saat ini mengalami hal yang disebut dengan
keputusasaan. keputusasaan adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa tidak ada
pilihan lain lagi untuk menyelesaikan masalahnya, walaupun sebenarnya ia memiliki
potensi kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya.
“pak, bagaimana kalua saya beritahukan tentang bagaimana cara yang baik untuk
mrenyelesaikan masalah bapak? ada beberapa hal yang bisa bapak lakukan, misalnya
menceritakan masalah bapa kepada orang lain yang bapak percaaya. dengan demikian
beban yang bapa rasaakan bisa berkurang. selain itu bapa juga bisa mengingat atau
menuliskan kemampuan positif yang bisa bapak laukan. coba bapak ingat kembali apa
saja gal yang baik yang dulu bapak lakukan.. waah dulu bapak bisa melukis? nah
sekarang buat daftar sebanyak-banyaknya kemampuan lain yang bapak punya,
kegiatan ini sangat berguna \, untuk membantu membangkitkan semangat dan harapan
bapak kembali dalam menjalani kehidupan”. “ mesikpun tidak dapay membuatnya
sendiri, tetapi bapak masih bisa mengajarkan ke orang lain. tulis dan buat daftar
tersebut. ini akan membuktikan bahwa bapak mempunyai kemampuan yang
bermanfaat bagi diri bapak dan orang lain.
3. fase terminasi
a. fase subjektif
“apa yang bapa rasakan setelah berbincang-bincang dengan saya? apa bapak merasa
ada manfaatnya kita berbincang-bincang saat ini?”
b. evaluasi objektif
“bapa masih ingat bagaimana cara mengatasi rasa sedih yang bapak rasakan? coba
bapak praktekan sekau lagi cara mengatasi sedih yang bapa rasakan? iya benar sekali,
hebat yaa
c. rencana tindak lanjut
“jika bapa merasakan perasaan sedih lagi. bapa bisa melakukan kegiatan positif
seperti misalnya bapa melakukan hal yang bapa suka, berbincang –bincang dengan
teman dan hal-hal lain ya pak”
4. kontrak yang akan datang
“ baiklah bapak, bagaimana kalau besok kita berlatih kegiatan melukis, besok bapak
mau jam berapa? apa sama seperti tadi jam 11.00? baik bapa tempatnya disini lagi
saja ya? baiklah bapa saya permisis dulu, sampai bertemu besok ya pak,
assalamualaikum..”

24
BAB IV PENUTUP

A. KESIMPULAN
Keputusasaan adalah suatu kondisi yang sangat umum dialami oleh setiap orang dalam
hidupnya. Secara pisikologis, keputusasaan sangat erat kaitannya dengan harapan. Keduanya
memiliki kaitan yang erat, namun merupakan dua pengalaman yang berbeda. Orang yang
putus asa, akan mampu mengatasi keputusasaan tersebut dengan menhadirkan harapan dalam
dirinya ketika menhadapi situasi yang sulit. Semakin seorang individu menyadari dan
memahami keputusasaannya, maka semakin dirinya berpotensi untuk mengembangkan
harapan akan situasi yang lebih baik, begitu juga sebaliknya

B. SARAN
1. Bagi seorang perawat perlu memperhatikan kondisi kelien secara komperhensif, tidak
hanya fisik tetapi semua aspek manusia sebagai satu kesatuan yang utuh meliputi
biopsikososialkultural.
2. Bagi mahasiswa diharapkan dapat makin memperbanyak pengetahuan dari berbagai
refrensi tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan keputusasaan.
3. Bagi duinia keperawatan diharapkan berperan serta dalam peningkatan kualitas
perawat dengan cara menyediakan akses yang mudah bagi perawat untuk memperoleh
ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan untuk mengatasi masalah pada
pasien dengan keputusasaan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A., & Akemat. (2010).Model praktek keperawatan Jiwa Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Nanda, ( 2011) Nursing diagnosa & intervensi

Stuard, G. W. (2013), Principles and Practice of Psychiatric Nursing(9 ed.). Missouri:


Mosby, inc.

Townsend. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in Evidence-


Based Practice. Sixth Edition. Philadelphia. F.A Davis Company

Anda mungkin juga menyukai