Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis,
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendiks disebut
juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di
masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah
sekum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks
sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah
kesehatan.2
Apendiks merupakan organ yang berbentuk tabung panjang dan sempit.
Panjangnya kira-kira 10cm (kisaran 3-15cm) dan berpangkal di sekum.
Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Adanya
hambatan dalam pengaliran tersebut, tampaknya merupakan salah satu
penyebab timbulnya appendisits. Di dalam apendiks juga terdapat
immunoglobulin sekretoal yang merupakan zat pelindung efektif terhadap
infeksi (berperan dalam sistem imun). Dan immunoglobulin yang banyak
terdapat di dalam apendiks adalah IgA. Namun demikian, adanya pengangkatan
terhadap apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Ini dikarenakan
jumlah jaringan limfe yang terdapat pada apendiks kecil sekali bila
dibandingkan dengan yang ada pada saluran cerna lain.2
Apendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun
perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.

I.2 RUMUSAN MASALAH


I.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan apendisitis?

I.3 TUJUAN
I.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan apendisitis.

1
I.4 MANFAAT
I.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya apendisitis.
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit bedah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis, dan
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering1. Apendisitis akut menjadi
salah satu pertimbangan pada pasien yang mengeluh nyeri perut atau pasien yang
menunjukkan gejala iritasi peritoneal. Apendisitis akut adalah frekuensi terbanyak
penyebab persisten, progressive abdominal pain pada remaja. Belakangan ini
gejalanya kadang-kadang dibingungkan karena akut abdomen dapat menyerang
semua usia. Tidak ada jalan untuk mencegah perkembangan dari apendisitis. Satu-
satunya cara untuk menurunkan morbiditas dan mencegah mortalitas adalah
apendiktomi sebelum perforasi ataupun gangrene3.

2. EPIDEMIOLOGI
Insiden apendisitis akut di Negara maju lebih tinggi daripada di Negara
berkembang. Namun dalam tiga-empat dasawarsa terakhir kejadiannya turun secara
bermakna. Hal ini diduga disebabkan oleh oleh meningkatnya penggunaan makanan
berserat dalam menu sehari-hari.
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun,
setelah itu menurun. Insiden pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali
pada umur 20-30 tahun, insiden lelaki lebih tinggi.

3. INSIDEN
Insiden apendisitis akut menurun ditandai antara tahun1940 dan 1960,
kemungkinan karena adanya penggunaan antibiotic secara luas. Saat ini apendiktomi
merupakan salah satu pilihan pembedahan. Apenndisitis jarang terjadi pada bayi,
menjadi semakin sering pada masa anak-anak, dan insiden tertinggi terjadi pada umur
belasan hingga 20 tahunan. Setelah insiden apendisitis menurun, meskipun masih

3
banyak keingin tahuan mengenai apendisitis, tapi kenyataannya apendisitis jarang
dilaporkan dalam berbagai literature sejak 500 tahun yang lalu3.
Ketika pertama kali penyakit ini ditemukan pada abad ke-16, apendisitis
disebut sebagai “perityphitis” karena terjadi proses inflamasi yang menyebabkan
kematian dianggap berasal dari sekum. Sekarang jelas menunjukkan bahwa yang
dimaksud adalah apendisitis perforasi.
Meskipun Melier, pada tahun 1827, telah menunjukkan kebenaran bahwa
purulen “iliac tumor” pada inflamasi apendiks, sudah tidak berlaku sejak tahun 1886
setelah Fitz mengemukakan bahwa apendisitis jelas terjadi pada awal kasus yang
sebelumnya dianggap sebagai “perityphitis”. Fitz beranggapan bahwa apendiktomy
penting untuk menyembuhkan pasien.
Ahli bedah pertama yang mendiagnosa apendisitis akut yang sebelumnya
telah rupture dan dilakukan apendiktomy, setelah itu pasiennya sembuh dan
peneilitian ini dilaporkan adalah Senn, pada tahun 1889. Groves, dokter di daerah
rural Kanada telah berhasil melakukan apendiktomy 6 tahun sebelumnya, sayangnya
kasus ini tidak dipublikasikan sampai tahun 1961. Tahun 1889, McBurney
menjelaskan temuan klinis pada apendisitis akut yang sebelumnya telah rupture,
termasuk gambaran abdominal tenderness yang sekarang diberi nama sesuai dengan
namanya. Irisan lapangan operasi biasanya dikaitkan dengan McBurney sebenarnya
dibuat oleh McArthur3.

4. ANATOMY
Appendix merupakan organ berbentuk cacing, panjangnya kira-kira 10 cm
(kisaran 3-15 cm) dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal
dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi, appendix berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65% kasus,
apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak
dan geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnyas.

4
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang
sekum, dibelakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis
apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n. Vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal
dari n.torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di sekitar
umbilicus.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri kolateral.
Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan
mengalami gangrene.
Menurut letaknya, apendiks dibagi menjadi beberapa macam :
• Appendix retrocecalis, terletak dibelakang coecum
• Appendix pelvicum, terletak menyilang a. iliaca externa dan masuk ke dalam
pelvis
• Appendix postcecalis terletak dibelakang atas kiri dari ileum
• Appendix retroileal
• Appendix decendentis, terletak descenden ke caudal.

5
5. ETIOLOGI
a. Obstruksi lumen apendiks yang disebabkan oleh:
1. Fekalit (feses yang mengeras) adalah penyebab tersering yang
mengakibatkan obstruksi
2. Oleh karena sebab lain termasuk:
a. Limfoid hipertrofi
b. Barium
c. Cacing di intestinal
d. Kanker sekum
b. Sekresi mukosa apendiks yang persistent, distensi yang bertahap dengan
inflamasi pada apendiks, pertumbuhan bakteri yang berlebihan, dan pada
kondisi yang diikuti oleh progresivitas, iskemia, gangrene, dan perforasi yang
diikuti oleh obstruksi lumen.

6. PATOFISIOLOGY
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi yang diikuti oleh infeksi. Kira-kira
60% kasus berhubungan dengan hyperplasia submukosa yaitu pada folikel limfoid,
35% menunjukkan hubungan dengan adanya fekalit, 4% kaitannya dengan benda
asing dan 1% kaitannya dengan stiktur atau tumor dinding apendiks ataupun sekum.
Hiperplasi limfatik penting pada obstruksi dengan frekuensi terbanyak terjadi pada
anak-anak, sedangkan limfoid folikel adalah respon apendiks terhadap adanya infeksi.
Obstruksi karena fecalit lebih sering terjadi pada orang tua. Adanya fekalit didukung
oleh kebiasaan, seperti pada orang barat urban yang cenderung mengkonsumsi
makanan rendah serat, dan tinggi karbohidrat dalam diet mereka3.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma1.
Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding

6
apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium1.
Bila sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut sebagai
apendisitis supuratif akut1.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi1.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang1.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh
yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah1.

7. GEJALA
1. Gejala klasik yaitu nyeri sebagai gejala utama
a. Nyeri dimulai dari epigastrium, secara bertahap berpindah ke region
umbilical, dan akhirnya setelah 1-12 jam nyeri terlokalisir di region
kuadrant kanan bawah.
b. Urutan nyeri bisa saja berbeda dari deskripsi diatas, terutama pada anak
muda atau pada seseorang yang memiliki lokasi anatomi apendiks yang
berbeda.

7
2. Anoreksia adalah gejala kedua yang menonjol dan biasanya selalu ada untuk
beberapa derajat kasus. Muntah terjadi kira-kira pada tiga perempat pasien.
3. Urutan gejala sangat penting untuk menegakkan diagnose. Anoreksia diikuti
oleh nyeri kemudian muntah (jika terjadi) adalah gejala klasik. Muntah
sebelum nyeri harus ditanyakan untuk kepentingan diagnosis5.

Gambaran klinis apendisitis akut


− Tanda awal  nyeri mulai di epigastrium atau region umbilikalis
disertai mual dan anoreksia
− Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan
peritoneum local dititik McBurney
• Nyeri tekan
• Nyeri lepas
• Defans muskuler
− Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
• Nyeri kanan bawah pada tekanan kiri (rovsing sign)
• Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg sign)
• Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan
Dikutip dari buku ajar ilmu bedah wim de Jong hal. 641

8. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang ditemukan tergantung dari tahapan penyakit dan
lokasi dari apendiks.
1. Suhu dan nadi sedikit lebih tinggi pada awal penyakit. Suhu yang lebih tinggi
mengindikasikan adanya komplikasi seperti perforasi maupun abses.
2. Nyeri pada palpasi titik McBurney ( dua pertiga jarak dari umbilicus ke spina
iliaca anterior) ditemukan bila lokasi apendiks terletak di anterior. Jika lokasi

8
apendiks pada pelvis, pemeriksaan fisik abdomen sedikit ditemukan kelainan,
dan hanya pemeriksaan rectal toucher ditemukan gejala significant.
3. Tahanan otot dinding perut dan rebound tenderness mencerminkan tahap
perkembangan penyakit karena berhubungan dengan iritasi peritoneum.
4. Beberapa tanda, jika ada dapat membantu dalam menegakkan diagnosis
a. Rovsing’s sign yaitu nyeri pada kuadran kanan bawah pada palpasi
kuadran kiri bawah.
b. Psoas sign yaitu nyeri rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi
panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang
meradang menempel di m.psoas mayor, tindakan tersebut akan
menyebabkan nyeri2.
c. Obturator sign adalah nyeri pada gerakan endotorsi dan fleksi sendi
panggul kanan, pasien dalam posisi terlentang5.

Pemeriksaan rectal toucher pada


apendisitis

rovsing sign

PSOAS sign

9
9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Leukositosis moderat/ sedang (10.000-16.000 sel darah putih) dengan
predominan neutrofil. Jumlah normal sel darah putih tidak dapat
menyingkirkan adanya apendisitis5.
2. Urinalisis kadang menunjukkan adanya sel darah merah.

10. PEMERIKSAAN X-Ray


1. Foto polos abdomen menunjukkan lokal ileus kuadran kanan bawah atau
fecalith radiopak.
2. USG abdomen
3. Barium enema mungkin dapat membantu pada kasus sulit ketika akurasi
diagnosis tetap sukar untuk ditegakkan. Barium enema akan mengisi defek
pada sekum, hal ini adalah indicator yang sangat bisa dipercaya pada banyak
penelitian apendisitis.

11. DIAGNOSA BANDING


• Kelainan ovulasi  folikel ovarium yang pecah mungki memberikan nyeri
perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri
yang sama pernah timbul lebih dahulu. Tidak ada tanda radang, dan nyeri
biasa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat mengganggu selam 2
hari.
• Infeksi panggul  salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan
apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri
perut bagian bawah perut lebih difus. Infeksi panggul pada wanita biasanya
disertai keputihan dan infeksi urin.
• Kehamilan di luarr kandungan  hamper selalu ada riwayat terlambat haid
dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus

10
kehamilan diluar rahim dengan perdarahan, akan timbul nyeri yang mendadak
difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
• Kista ovarium terpuntir  timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang
tinggi dan teraba masa dalam rongga pelvis pada pemmeriksaan perut, colok
vaginal atau colok rectal. Tidak ada demam. USG untuk diagnosis.
• Endometriosis eksterna  nyeri ditempat endometrium berada.
• Urolitiasis  batu ureter atau batu ginjal kanan. Riwayat kolik dari pinggang
ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas.
Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi intravena dapat
memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi,
menggigil, nyeri kostovertebral di sebelah kanan dan piuria2.

12. PENATALAKSANAAN
1. Apendiktomi adalah terapi utama
2. Antibiotic pada apendisitis digunakan sebagai:
a. Preoperative, antibiotik broad spectrum intravena diindikasikan untuk
mengurangi kejadian infeksi pasca pembedahan.
b. Post operatif, antibiotic diteruskan selama 24 jam pada pasien tanpa
komplikasi apendisitis
1. Antibiotic diteruskan sampai 5-7 hari post operatif untuk kasus
apendisitis ruptur atau dengan abses.
2. Antibiotic diteruskan sampai hari 7-10 hari pada kasus apendisitis
rupture dengan peritonitis diffuse.
Apendiktomi
Apendiktomi dapat dilakukan secara terbuka ataupun dengan cara
laparoskopi. Bila apendiktomi terbuka, incise McBurney paling banyak dipilih
oleh ahli bedah.
TEKNIK APENDIKTOMI McBurney
1. Pasien berbaring terlentang dalam anastesi umum ataupun regional. Kemudian
dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah perut kanan bawah.

11
2. Dibuat sayatan menurut Mc Burney sepanjang kurang lebih 10 cm (gambar
40.1.a) dan otot-otot dinding perut dibelah secara tumpul menurut arah
serabutnya, berturut-turut m. oblikus abdominis eksternus, m. abdominis
internus, m. transverses abdominis, sampai akhirnya tampak peritoneum
(gambar 40.1.b).

3. Peritoneum disayat sehingga cukup lebar untuk eksplorasi (gambar 40.2.a)


4. Sekum beserta apendiks diluksasi keluar (gambar 40.2.b)

5. Mesoapendiks dibebaskan dann dipotong dari apendiks secara biasa, dari


puncak kea rah basis (gambar 40.3.a dan 40.3.b)
6. Semua perdarahan dirawat.

12
7. Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks
kemudian dijahit dengan catgut (gambar 40.4.a)
8. Dilakukan pemotongan apendiks apical dari jahitan tersebut (gambar 40.4.b)

9. Puntung apendiks diolesi betadine


10. Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut.
Mesoapendiks diikat dengan sutra (gambar 40.5.a dan 40.5.b)
11. Dilakukan pemeriksaan terhadap rongga peritoneum dan alat-alat didalamnya,
semua perdarahan dirawat.
12. Sekum dikembalikan ke abdomen.

13
13. Sebelum ditutup, peritoneum dijepit dengan minimal 4 klem dan didekatkan
untuk memudahkan penutupannya. Peritoneum ini dijahit jelujur dengan
chromic catgut dan otot-otot dikembalikan (gambar 40.6)

13. KOMPLIKASI
Beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1. Perforasi
Keterlambatan penanganan merupakan alasan penting terjadinya perforasi.
Perforasi appendix akan mengakibatkan peritonitis purulenta yang ditandai
dengan demam tinggi, nyeri makin hebat meliputi seluruh perut dan perut
menjadi tegang dan kembung. Nyeri tekan dan defans muskuler di seluruh
perut, peristaltik usus menurun sampai menghilang karena ileus paralitik.
2. Peritonitis
Peradangan peritoneum merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi
dalam bentuk akut maupun kronis. Keadaan ini biasanya terjadi akibat
penyebaran infeksi dari apendisitis. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas
pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis generalisata.
Dengan begitu, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke
dalam lumen usus menyebabkan dehidrasi, gangguan sirkulasi, oligouria, dan
mungkin syok. Gejala : demam, lekositosis, nyeri abdomen, muntah,
Abdomen tegang, kaku, nyeri tekan, dan bunyi usus menghilang (Price dan
Wilson, 2006).

14
3. Massa Periapendikuler
Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi
pendindingan oleh omentum. Umumnya massa apendix terbentuk pada hari
ke-4 sejak peradangan mulai apabila tidak terjadi peritonitis generalisata.
Massa apendix dengan proses radang yang masih aktif ditandai dengan
keadaan umum masih terlihat sakit, suhu masih tinggi, terdapat tanda-tanda
peritonitis, lekositosis, dan pergeseran ke kiri. Massa apendix dengan proses
meradang telah mereda ditandai dengan keadaan umum telah membaik, suhu
tidak tinggi lagi, tidak ada tanda peritonitis, teraba massa berbatas tegas
dengan nyeri tekan ringan, lekosit dan netrofil normal.

14. PROGNOSIS
Apendiktomi yang dilakukan sebelum perforasi prognosisnya baik.
Kematian dapat terjadi pada beberapa kasus. Setelah operasi masih dapat terjadi
infeksi pada 30% kasus apendix perforasi atau apendix gangrenosa.

15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks. Etiologi terbanyak
disebabkan oleh adanya fekalit. Diagnose ditegakkan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu Tanda awal  nyeri mulai di
epigastrium atau region umbilikalis disertai mual dan anoreksia.
Nyeri pindah ke kanan bawah menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
local dititik McBurney: Nyeri tekan, Nyeri lepas dan Defans muskuler
Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung: Nyeri kanan bawah pada
tekanan kiri (rovsing sign), Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan
(Blumberg sign), Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak, seperti bernafas
dalam, berjalan, batuk, mengedan

16
DAFTAR PUSTAKA

[1] Mansjoer, A., Suprohaita., Wardani, W.I., Setiowulan, W., editor., “Bedah
Digestif”, dalam Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Cetakan Kelima.
Media Aesculapius, Jakarta, 2005, hlm. 307-313.

[2] Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan
Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-645.

[3] Sabiston. Textbook of surgery, the biological basis of modern surgical practice
fourteenth edition. 1991. International edition; W.B. Saunders

[4] Lawrence W.Way., editor., Current surgical diagnosis & treatment international
edition. Edition 9. 1990. Lange medical book.

[5] Jarrell, B. E and Carabasi R.A., the national medical series for independent study
2nd edition Surgery., national medical series., Baltimore, Hong Kong, London,
Sydney.

[6] Grace P.A & Borley N.R., At a Glance Ilmu Bedah edisi ketiga. 2005. Jakarta;
Erlangga Medical Series.

[7]Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed:
Ke-6. Jakarta: EGC.

[8] Koesoemawati, H. dkk. Editor. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29.
Jakarta: EGC.

[9] Indratni, Sri. 2004. Abdomen Et Situs Viscerum Abdominis. Surakarta: Sebelas
Maret University Press.

[10] Wibowo,S, dkk. Editor. 1987. Pedoman Teknik Operasi “OPTEK” hal.75-88.
Surabaya: Airlangga University press.

17
[11] Putz, R & Pabst, R. 2000. Atlas Anatomi Manusia SOBOTTA jilid 2 edisi 21.
Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai