Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN AIR

PENGARUH PERUBAHAN SUHU PANAS DAN SUHU DINGIN


MEDIA AIR TERHADAP MEMBUKA DAN MENUTUP
OPERCULUM BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum
Mata Kuliah Fisiologi Hewan Air semester ganjil

Disusun oleh :

Diana Safitri 230110160101


Tri Nazar Ulfi Nugrahi 230110160127
Vera Anggraeni Dewi 230110160139

Kelas :
Perikanan B / Kelompok 16

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat melaksanakan
praktikum dan menyelesaikan laporan mata kuliah Fisiologi Hewan Air yang
berjudul “Pengaruh Perubahan Suhu Panas Dan Suhu Dingin Media Air Terhadap
Membuka Dan Menutup Operculum Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” ini
tepat waktu.
Pada kesempatan ini kami, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pelaksanaan praktikum dan penyelesaian laporan
praktikum ini terutama kepada:
1. Tim Dosen yang terdiri dari Bapak Drs. Walim Lili, M.Si, Ibu Dra.
Titin Herawati, M.Si, Bapak Irfan Zidni, S.Pi., MP selaku dosen mata kuliah
Fisiologi Hewan Air.
2. Tim Asisten yang selalu membantu dan membimbing selama proses
praktikum berlangsung.
Akhirnya, tiada kata yang dapat kami sampaikan selain mengharapkan
agar laporan akhir praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
khususnya kepada kami, maupun umumnya untuk pembaca dimasa sekarang
maupun yang akan datang.

Jatinangor, Oktober 2017

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. vii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................. 2
1.3 Kegunaan ............................................................................ 2

II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ......................... 3
2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) .................... 3
2.1.2 Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ..................... 4
2.1.3 Habitat Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ......................... 5
2.2 Sistem Peredaran Darah Pada Ikan ..................................... 5
2.3 Konsumsi Oksigen Pada Ikan ............................................. 7
2.4 Suhu ................................................................................... 8
2.4.1 Suhu Ruang ......................................................................... 9
2.4.2 Suhu Tinggi ......................................................................... 10
2.4.3 Suhu Rendah ....................................................................... 10
2.4.4 Pengaruh Suhu Terhadap Membuka Menutup Operkulum 10
III BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu .............................................................. 12
3.2 Alat dan Bahan .................................................................... 12
3.2.1 Alat –Alat Praktikum .......................................................... 12
3.2.2 Bahan – Bahan Praktikum .................................................. 13
3.3 Metode Praktikum ............................................................... 13
3.3.1 Studi Observasi ................................................................... 13
3.4 Prosedur Praktikum ............................................................. 14
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan ............................................................... 15
4.1.1 Pengamatan Data Kelompok .............................................. 15
4.1.2 Pengamatan Data Kelas ...................................................... 16
4.2 Pembahasan ........................................................................ 17
4.2.1 Pembahasan Data Kelompok .............................................. 17
4.2.2 Pembahsan Data Kelas ........................................................ 18
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ......................................................................... 20
5.2 Saran ................................................................................... 20

iii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 21
LAMPIRAN .................................................................................. 23

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


1 Alat Yang Digunakan Dalam Praktikum ........................................ 12
2 Bahan Yang Digunakan Dalam Praktikum .................................... 13

v
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


1 Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ................................................. 4
2 Proses Respirasi Pada Ikan.............................................................. 6
3 Prosedur Perhitungan Hematokrit Ikan Nila .................................. 14
7 Grafik Suhu Terhadap Laju Bikaan Operculum Benih Ikan Nila
Kelompok 16 .................................................................................. 15
8 Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Laju Bukaan Operculum Benih
Ikan Nila Kelas Perikanan B .......................................................... 16

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman


3 Alat Praktikum ............................................................................... 23
4 Bahan Praktikum ............................................................................ 24
5 Kegiatan Praktikum ........................................................................ 27
6 Data Pengaruh Suhu Terhadap Laju Bukaan Operculum Benih
Ikan Nila Kelompok 16 .................................................................. 26
7 Data Pengaruh Suhu Terhadap Laju Bukaan Operculum Benih
Ikan Nila Kelas Perikanan B ........................................................... 26

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan. Kenaikan suhu
air akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Ikan
yang hidup didalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami
kenaikan kecepatan respirasi. Hal tersebut dapat diamati dari perubahan gerakan
operkulum pada ikan (Kanisius 1992).
Kisaran toleransi suhu antar spesies ikan satu dengan yang lainnya berbeda,
misalnya pada ikan salmon suhu terendah yang dapat menyebabkan kematian
berada tepat di atas titik beku, sedangkan suhu tinggi dapat menyebabkan
gangguan fisiologis ikan (Kanisius 1992).
Reaksi enzimatis sangat bergantung pada suhu, karena aktivitas
metabolisme di berbagai jaringan atau kehidupan suatu organisme bergantung
pada kemampuan untuk mempertahankan suhu yang sesuai dalam tubuhnya.
Terhadap berbagai jenis hewan, bila terjadi kondisi luar yang kurang cocok atau
stress, misalnya terjadi perubahan suhu lingkungan (dingin atau panas) akan
menimbulkan usaha (secara fisiologi atau morfologi) untuk mengimbangi stress
tersebut. Suhu air dipengaruhi oleh suhu udara. Tinggi rendah suhu juga
berpengaruh terhadap aktivitas ikan. Tingginya suhu air akan mengurangi kadar
oksigen terlarut. Keadaan suhu air berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen
terlarut dan laju konsumsi oksigen hewan air (Yuliani dan Rahardjo 2012).
Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan
mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius 1992). Hal tersebut dapat
diamati dari perubahan gerakan operkulum ikan. Laju gerakan operkulum ikan
mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan. Oleh karena itu,
dilaksanakan Praktikum Perubahan Suhu Panas Dan Suhu Dingin Media Air
Terhadap Membuka Dan Menutup Operculum Benih Ikan Nila (Oreochromis
nilotikus).

1
2

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui bagaimana perubahan suhu
panas dan suhu dingin media air terhadap membuka dan menutup operculum
benih Ikan Nila (Oreochromis nilotikus).

1.3 Manfaat
Manfaat praktikum kali ini adalah praktikan mampu mengetahui bagaimana
perubahan suhu pada membuka dan menutup operculum sehingga laju gerakan
operkulum ikan mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan nila.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk
dalam famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika (Boyd 2004). Ikan ini
merupakan jenis ikan yang di introduksi dari luar negeri, ikan tersebut berasal dari
Afrika bagian Timur di sungai Nil, danau Tangayika, dan Kenya lalu dibawa ke
Eropa, Amerika, Negara Timur Tengah dan Asia. Di Indonesia benih ikan nila
secara resmi didatangkan dari Taiwan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar
pada tahun 1969. Ikan ini merupakan spesies ikan yang berukuran besar antara
200 - 400 gram, sifat omnivora sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa
hewan dan tumbuhan (Amri dan Khairuman 2003).
Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan
dengan kadar Dissolved Oxygen (DO) antara 2,0 - 2,5 mg/l. Secara umum nilai
pH air pada budidaya ikan nila antara 5 sampai 10 tetapi nilai pH optimum adalah
berkisar 6 - 9. Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti sungai, danau,
waduk, rawa, sawah dan saluran irigasi, memiliki toleransi terhadap salinitas
sehingga ikan nila dapat hidup dan berkembang biak di perairan payau dengan
salinitas 20 - 25‰ (Setyo 2006).
2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Klasifikasi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Sugiarto (1988)
adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Sub kelas : Acanthoptherigii
Ordo : Percomorphi
Sub Oro : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

3
4

Gambar 1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


(Sumber : Rudi Setiawan 2012)
2.1.2 Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila memiliki ciri morfologi, yaitu berjari-jari keras, sirip perut torasik,
letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda lainnya yang
dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak keputihan.
Bagian bawah tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal, putih agak
kehitaman bahkan ada yang kuning. Sisik ikan nila besar, kasar dan tersusun rapi.
Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya memiliki garis
linea lateris yang terputus antara bagian atas dan bawahnya. Line lateralis bagian
atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang sirip punggung sampai
pangkal sirip ekor. Ukuran kepalanya relative kecil dengan mulut berada di ujung
kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat et al 1993).
Ikan Nila mempunyai ciri-ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih
tinggi, pada badan dan sirip ekor (caundal fin) ditemukan garis lurus (vertikal).
Pada sirip punggung ditemukan garis lurus memanjang. Ikan Nila (oreochormis
niloticus) dapat hidup diperairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk
bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung
badannya. Nila memiliki lima buah Sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip
data (pectoral fin) sirip perut (ventral fin), sirip anal (anal fin), dan sirip ekor
(caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup ingsang sampai
bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang
berukuran kecil dan sirip anus yang hanya satu buah berbentuk agak panjang.
5

Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat (Saanin
1968).
Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan
lingkungan sekitarnya. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap
lingkungan hidupnya, sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair
payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah (Trewavas 1986).
2.1.3 Habitat Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar,
terkadang ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau). Ikan
nila dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada kisaran
salinitas yang lebar). Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk
saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi
masalah sebagai spesies invasif pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya
pada daerah beriklim sedang karena ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan
hidup di perairan dingin, yang umumnya bersuhu di bawah 21 ° C (Harrysu
2012).

2.2 Sistem Peredaran Darah Pada Ikan


Pernapasan pada ikan menggunakan insang. Sebagian besar insang pada
ikan dilindungi oleh operkulum yang dapat menyaring air yang masuk melalui
mulut sehingga zat zat yang berbahaya dapat dihindarkan. Ikan mengambil
oksigen terlarut dalam air dengan cara menyaring air yang masuk melalui mulut
dan mengambil oksigen yang terlarut dalam air menggunakan insang (Pough et al
2005).
Ikan membutuhkan oksigen dalam proses metabolismenya dan ikan
membuang gas CO2 yang merupakan sisa metabolisme dalam sel. Insang yang
merupakan alat pernafasan utama ikan adalah tempat oksigen terlarut dalam air
masuk ke dalam tubuh dan gas CO2 meninggalkan tubuh (Rahardjo 2011).
Pada ikan bertulang sejati (Osteichthyes atau Teleostei) insangnya
dilengkapi dengan tutup insang (operkulum), sedangkan pada ikan bertulang
rawan (Chondrichthyes atau Selachii) insangnya tidak mempunyai tutup insang.
Selain bernapas dengan insang, ada pula kelompok ikan yang bernapas dengan
6

gelembung udara (pulmosis), yaitu ikan paru-paru (Dipnoi). Mekanisme


pernapasan ikan bertulang sejati dilakukan melalui mekanisme inspirasi dan
ekspirasi.
Mekanisme pernafasan pada ikan secara umum sama, namun ada perbedaan
antara golongan Elasmobranchii dengan Teleostei. Dalam laporan ini hanya
dibahas mekanisme pernafasan ikan Teleostei karena ikan nila termasuk ke dalam
golongan ikan Teleostei. Mekanisme pernafasan kelompok ikan Teleostei
berlangsung sebagai berikut :

Gambar 2. Proses Respirasi pada Ikan


(Sumber : Suci Febnikayani)
Fase inspirasi ikan
Gerakan tutup insang ke samping dan selaput tutup insang tetap menempel
pada tubuh mengakibatkan rongga mulut bertambah besar, sebaliknya celah
belakang insang tertutup. Akibatnya, tekanan udara dalam rongga mulut lebih
kecil daripada tekanan udara luar. Celah mulut membuka sehingga terjadi aliran
air ke dalam rongga mulut.
Fase ekspirasi ikan,
Setelah air masuk kedalam rongga mulut, celah mulut menutup. Insang
kembali ke kedudukan semula diikuti membukanya celah insang. Air dalam mulut
megalir melalui celah-celah insang dan menyentuh lembaran-lembaran insang.
Pada tempat ini terjadi pertukaran udara pernafasan. Darah melepaskan CO2
kedalam air dan mengikat O2 dari air.
Pada golongan selachii atau bertulang rawan, tidak mempunyai tutup insang
maka mekanisme pernafasan golongan ikan tersebut dilakukan dengan cara
7

memperbesar atau memperkecil cavum oris dengan jalan menurunkan atau


menaikkan dasar mulut.
Untuk beberapa ikan membutuhkan alat bantu pernafasan, ada beberapa
macam alat bantu pernafasan, yaitu :
1. Labyrinth
Merupakan rawan yang berlipat-lipat seperti bunga mawar yang
mengandung epithelium pernafasan. Terletak dalam suatu kantong di daerah derso
lateral pre operculum. Misalkan terdapat pada ikan Tricogaster sp, Halostoma sp,
Anabas sp.
2. Arborescene
Merupakan bangunan yang berbentuk seperti pohon yang terletak pada
bagian atas lengkung insang kedua dan ketiga. Misalnya pada ikan Clarias sp.
3. Diverticula
Bagian ini terletak pad daerah pharynx. Misalnya pada ikan Ophiocephalus
sp (Erdiansyah 2017).

2.3 Konsumsi Oksigen pada Ikan


Konsumsi oksigen pada setiap jenis ikan berbeda-beda. Konsumsi oksigen
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, ukuran tubuh, aktivitas yang
dilakukannya. (Djuhanda 1981). Konsumsi oksigen pada tiap organisme berbeda-
beda tergantung pada aktivitas, jenis kelamin, ukuran tubuh, temperatur, dan
hormon. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan konsumsi oksigen terlarut
adalah nutrisi dan usia. Semakin besar bobot ikan maka semakin banyak pula
konsumsi oksigennya., begitu juga sebaliknya. Semakin banyak konsumsi oksigen
semakin besar laju metabolismenya.
Konsumsi O2 dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Intensitas dari metabolisme oksidatif dalam sel.
2. Kecepatan pertukaran yang mengontrol perpindahan air disekitar insang
yang berdifusi melewatinya.
3. Faktor internal yaitu kecepatan sirkulasi darah dan volume darah yang
dibawa menuju insang.
8

4. Afinitas oksigen dari haemoglobin. (lagler 1977)


Semakin tinggi temperatur maka semakin sedikit O2 terlarut dan bertambah
besar konsumsi oksigen. Pengaruh temperatur ini terjadi karena kenaikan
temperatur akan menaikkan metabolisme. Pada umumnya hewan poikiloterm
metabolisme dipengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan, pada suhu rendah
metabolisme turun dan metabolisme akan meningkat pada suhu lingkungan yang
meningkat.

2. 4 Suhu
Menurut Kangingan (2007) suhu merupakan besaran yang menyatakan
ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Suhu menunjukan derajat panas
benda, sehingga semakin tinggi suhu suatu benda maka semakin panas pula benda
tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu
benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam
bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran.
Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu
benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh
suatu benda. Suhu juga disebut temperatur. Benda yang panas memiliki suhu lebih
tinggi dibandingkan benda yang dingin.
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan. Kenaikan suhu
air akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Ikan
yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami
kenaikan kecepatan respirasi. Hal tersebut dapat diamati dari perubahan gerakan
operkulum pada ikan (Kanisius 1992).
Suhu adalah derajat panas atau dinginnya suatu benda. Suhu merupakan
kondisi yang paling penting dan berpengaruh terhadap suatu organisme. Suhu dan
kelembapan merupakan dua faktor pembatas utama terhadap penyebaran
organisme di bumi (Krebs 1978). Selanjutnya Krebs (1978) melaporkan bahwa
suhu berpengaruh terhadap siklus hidup dan membatasi penyebaran suatu spesies
melalui pengaruhnya terhadap reproduksi, perkembangan organisme muda, dan
kompetisi dengan bentuk kehidupan lain yang mendekati batas toleransi suhu.
9

Dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hewan memiliki


toleransi dan resistensi pada kisaran tertentu dari variasi lingkungan. Kemampuan
mentolerir variable lingkungan ini erat kaitannya dengan faktor genetik dan
sejarah hidup sebelumnya. Kisaran ekstrim dari variable lingkungan yang
menyebabkan kematian bagi organisme disebut zone lethal. Kisaran intermedier
dimana suatu organisme masih dapat hidup disebut zone toleransi.Ikan akan
melakukan mekanisme homeostasi yaitu dengan berusaha untuk membuat
keadaan stabil sebagai akibat adanya perubahan variabel lingkungan. Mekanisme
homeostasis ini terjadi pada tingkat sel yaitu dengan pengaturan metabolisme sel,
pengontrolan permeabilitas membran sel dan pembuangan sisa metabolisme. Suhu
ekstrim, perbedaan osmotik yang tinggi, racun, infeksi dan atau stimulasi sosial
dapat menyebabkan stress pada ikan (Rondi 2011).
2.4.1 Suhu Ruang
Suhu ruang/kamar, dalam penggunaan ilmiah merupakan satu rentang suhu
yang dianggap biasa/nyaman oleh manusia dalam satu ruang tertutup. Suhu ini
kurang lebih antara (20º - 25º C), (68º - 77° F), (528º - 537 ° R), atau (293º - 298º
K), walaupun nilai tersebut bukanlah suatu nilai yang ditentukan secara persis.
Untuk fasilitas perhitungan, sering digunakan angka 20° C atau 300º K. Suhu
kamar ini merupakan suhu yang dapat diukur dengan termometer yang diambil
dari udara di sekitarnya, sehingga, jika diambil dari berbagai titik di suatu daerah
pada suatu waktu mungkin bervariasi.
Hal ini karena suhu yang diambil itu di lingkungan sedingin Kutub Utara, di
mana suhu akan di bawah titik beku (diukur dalam derajat Fahrenheit atau
Celsius), akan ada yang diambil di tempat sehangat padang pasir di mana suhu
akan jauh di atas nol.
Untuk perhitungan ilmiah, suhu kamar biasanya diambil sebagai 25º Celcius
(293º atau 298º Kelvin, 68º atau 77º Fahrenheit). Untuk kenyamanan, diangkakan,
300,00 K (26,85 ° C, 80,33 ° F) digunakan sesekali tanpa ditetapkan sebagai
"suhu kamar". Namun, temperatur lingkungan bukan merupakan istilah ilmiah
seragam didefinisikan, tidak seperti suhu dan tekanan standar, atau TPE, yang
memiliki definisi yang sedikit berbeda.
10

2.4.2 Suhu Tinggi


Suhu tinggi merupakan suhu yang lebih besar derajatnya dari pada suhu
kamar. Maka dari itu suhu menunjukkan derajat panas benda. Semakin tinggi
suhu suatu benda semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu
menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Benda yang panas memiliki
suhu lebih tinggi dibandingkan benda yang dingin. Kenaikan temperatur akan
meningkatkan aktivitas fisiologis organisme. menaiknya temperatur, akan
mengakibatkan kelarutan oksigen menjadi berkurang. Suhu juga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kelarutan oksigen dalam air, apabila suhu naik
maka kelarutan oksigen di dalam air menurun. Semakin panas air maka oksigen
yang terlarut di dalam air lebih rendah, maka gerakan operkulum semakin cepat
dan tingkah laku ikan semakin aktif.
Suhu tinggi yang masih dapat ditoleransi oleh ikan tidak selalu berakibat
mematikan pada ikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan untuk
jangka panjang, misalnya stres yang menyebabkan tubuh lemah, kurus, dan
tingkah laku abnormal (Irianto 2005).
2.4.3 Suhu Rendah
Suhu rendah merupakan suhu yang lebih kecil derajatnya dari pada suhu
kamar. Suhu merupakan faktor lingkungan yang utama pada perairan karena
merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan penyebaran hewan,
termasuk dari jenis ikan. Respon yang diperlihatkan oleh ikan biasanya berupa
perubahan tingkah laku maupun pergerakan ikan. Suhu menurun maka semakin
jarang pula ikan itu membuka serta menutup mulutnya karena semakin rendah
suhu air maka semakin menurun jumlah gerakan operkulum. Hal ini disebabkan
ikan mengalami batas stres minimum dengan penurunan suhu. Jika air semakin
dingin maka oksigen yang terlarut di dalam air semakin sedikit, gerak operculum
semakin lambat dan tingkah laku ikan semakin pasif.
2.4.4 Pengaruh Suhu Terhadap Membuka dan Menutup Operculum
Ikan beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi fisiologi ikan salah
satunya berhubungan dengan system respirasi. Pada adaptasi ini terlihat dari
gerakan operculum ikan. Adapatasi ini dipengaruhi oleh temperature dan keadaan
11

lingkungannya. Kenaikan suhu pada suatu perairan menyebabkan kelarutan


oksigen atau dissolve oxygen (DO) di peraiaran tersebut akan menurun, sehingga
kebutuhan organisme air terhadap oksigen semakin bertambah dengan pergerakan
operculum yang semakin cepat, penurunan suhu pada suatu perairan dapat
menyebabkan kelarutan oksigen dalam perairan itu meningkat sehingga
kebutuhan organisme dalam air terhadap oksigen semakin berkurang, hal ini
menyebabkan jarangnya frekuensi membuka serta menutupnya operculum pada
ikan tersebut (Yulianto 2011).
BAB III
BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum mengenai Pengaruh Perubahan Suhu Panas Dan Suhu Dingin
Media Air Terhadap Membuka Dan Menutup Operculum Benih Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) ini dilaksanakan pada Selasa, 17 Oktober 2017 pukul
07.30-09.30 WIB di Laboratorium MSP (Managemen Sumberdaya Perairan),
Gedung 2 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum Pengaruh
Perubahan Suhu Panas Dan Suhu Dingin Media Air Terhadap Membuka Dan
Menutup Operculum Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah sebagai
berikut:
3.2.1 Alat-alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan selama praktikum Perubahan Suhu Panas Dan
Suhu Dingin Media Air Terhadap Membuka Dan Menutup Operculum Benih Ikan
Nila sebagai berikut:
No Nama Alat Fungsi
1. Beaker glass Tempat ikan pada saat diamati
2. Tempat ikan sebelum dan sesudah
Wadah plastic
diamati
3. Termometer Hg /
Untuk mengukur suhu
alcohol
4. Hand counter Menghitung bukaan operculum
5. Stopwatch Megamati waktu
6. Water Bath Memanaskan air
7. Thermos / coolbox Tempat menyimpan es batu
Tabel 1. Alat yang digunakan dalam praktikum

3.2.2 Bahan-Bahan Praktikum


Bahan-bahan yang digunakan selama praktikum Perubahan Suhu Panas
Dan Suhu Dingin Media Air Terhadap Membuka Dan Menutup Operculum Benih
Ikan Nila sebagai berikut:

12
13

No Nama bahan Fungsi


1 Ikan Nila Objek yang diamati.
2 Es Batu Untuk Menurunkan Suhu Air
3 Air Untuk
Tabel 2. Bahan yang digunakan dalam praktikum

3.3 Metode Praktikum


Metode yang kami gunakan untuk mengetahui perubahan suhu panas dan
suhu dingin media air terhadap membuka dan menutup operculum benih ikan nila
yaitu studi literatur dan observasi.
3.3.1 Studi Literatur
Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relevan dengan kasus atau
permasalahan yang ditemukan. Referensi harus memuat tinjauan pustaka yang
bisa mendukung dari kegiatan praktikum. Praktikum ini referensi berisi deskripsi
dan klasifikasi ikan, sistem peredaran darah ikan, komponen penyusun darah,
jantung, saluran darah, hematocrit, faktor-faktor yang mempengaruhi hematokrit,
dan metode perhitungan hematokrit. Referensi dapat dicari dari buku, jurnal,
artikel laporan penelitian, dan situs internet. Tujuannya adalah untuk memperkuat
permasalahan serta sebagai dasar teori dalam melakukan studi (Syamsul 2013).
3.3.2 Observasi
Observasi adalah suatu cara pengumpulan data dengan pengamatan
langsung dan pencatatan secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti.
Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara pengamatan dan pencatatan
mengenai pelaksanaan pembelajaran dikelas (Syamsul 2013). Praktikum ini
observasi dilakukan dengan mengamati satu persatu pembuluh darah ikan pada
setiap perlakuan yang diberikan dan melakukan pencatatan hasil yang didapat
kedalam tabel yang tersedia untuk keperluan pengolahan data selanjutnya.
14

3.4. Prosedur Praktikum


Prosedur praktikum penghitungan hematokrit pada ikan nila sebagaii
berikut:
Disiapkan beaker glass 100ml sebagai wadah perlakuan dan dua
wadah plastik sebagai tempat ikan yang belum dan yang sudah
diamati
Diambil sebanyak 3 ekor benih ikan nila dari akuarium stok, dan
masukkan ke dalam salah satu wadah plastik yang telah diberi
media air

Diisi beaker glass dengan air secukupnya, dan ukur suhunya


dengan thermometer kemudian catat.

Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali dalam tiga perlakuan

Dimasukkan ikan satu persatu ke dalam beaker glass untuk diuji


yang sudah diketahui suhunya, lalu hitung banyaknya operculum
yang terbuka dan yang tertutup selama satu menit dengan hand
counter dan stopwatch sebanyak tiga kali untuk masing - masing
ikan. data dicatat pada lembar kerja

Dilanjutkan ikan kedua dan ketiga agar teramati semua. lalu


dimasukkan ke wadah plastik

Dilakukan pengamatan kembali dengan perlakuan kedua


dengan mengatur suhu air pada beaker glass sekitar 3°C diatas
suhu ruang yang telah diukur

Dilanjutkan dengan perlakuan yang ketiga yaitu dengan


menaikkan suhu sekitar 3°C di bawah suhu ruang yang telah
diukur

Data hasil pengamatan ditulis dalam lembar kerja pada tabel


yang telah disediakan.

Gambar 3. Prosedur Perhitungan Buka Tutup


Operculum Pada Ikan Nila
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


Berdasarkan paktikum Pengaruh Perubahan Suhu Panas Dan Dingin Media
Air Tehadap Membuka Dan Menutup Operkulum Benih Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) pada hari Selasa, 17 Oktober 2017 bertempat di Lab. Akuakultur, Lab.
Fisiologi Hewan Air dan Lab. Managemen Sumberdaya Perairan didapatkan data
kelompok 16 dan data kelas sebagai berikut:
4.1.1 Pengamatan Data Kelompok
Berikut adalah gambar grafik laju membuka dan menutupnya operkulum
pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang telah diamati oleh kelompok 16:

Pengaruh Suhu Terhadap Laju Bukaan


Operkulum Benih Ikan Nila Kelompok 16
180
158
160
Laju Bukaan Operkulum

140 131
120 107
100
80
60
40
20
0
Suhu Kamar (25⁰C) Suhu Panas (28⁰C) Suhu Dingin (22⁰C)
Suhu

Gambar 4. Grafik Suhu Terhadap Laju Bukaan Operculum Benih Ikan Nila
Kelompok 6

Berdasarkan grafik diatas (Gambar.4) laju membuka dan menutupnya


operkulum pada ikan nila yang diamati oleh kelompok 16 yaitu 131 per menit
pada suhu kamar (25o), laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu 28o
yaitu 158 kali per menit, dan laju membuka dan menutupnya operkulum pada
suhu rendah (22o) yaitu 107 per menit. Hal ini menunjukkan bahwa laju bukaan

15
16

operkulum pada suhu tinggi lebih cepat dari laju bukaan operkulum pada suhu
kamar sedangkan laju bukaan operkulum pada suhu rendah lebih lambat dari laju
bukaan operkulum pada suhu kamar.
4.1.2 Pengamatan Data Kelas
Berikut adalah gambar grafik laju membuka dan menutupnya operkulum
pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang telah diamati oleh kelas Perikanan B
2016:

Pengaruh Suhu Terhadap Laju Bukaan Operkulum Benih


Ikan Nila Kelas Perikanan B
300

247
250
Laju Bukaan Operkulum

207 204
200 182 184 188
Suhu Kamar (o C)
169 163 167 168 163 166
160 156 161 158 158 160 159 162 Suhu Panas (o C)
143 146
150 132 129 139 137 Suhu Dingin (o C)
127 130 129 127 131 121 131 130 125 133 127 130 124
129
120 123 122 115
114 108 119 117 115
107 112 107
105 101 99 104
96 96 93 91 97 95
100 88 89 84 84

50

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kelompok

Gambar 5. Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Laju Bukaan Operkulum Benih Ikan
Nila Kelas Perikanan B

Berdasarkan grafik diatas (Gambar.5) laju membuka dan menutupnya


operkulum pada suhu kamar yang tertinggi yaitu 139 kali per menit sedangkan
laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu kamar yang terendah yaitu
115 kali per menit. Laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu tinggi
yang tertinggi yaitu 247 kali per menit sedangkan laju membuka dan menutupnya
operkulum pada suhu tinggi yang terendah yaitu 143 kali per menit. Dan laju
membuka dan menutupnya operkulum pada suhu rendah yang tertinggi yaitu 129
17

kali per menit sedangkan laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu
rendah yang terendah yaitu 84 kali per menit.

4.2. Pembahasan
Setelah dilakukannya pengamatan, perlu dilakukannya pembahasan. Berikut
pembahasan pengaruh suhu terhadap laju bukaan operkulum ikan nila hasil
pengamatan kelompok 16 dan hasil pengamatan kelas Perikanan B 2016:
4.2.1 Pembahasan Data Kelompok
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie 1990).
Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya
terganggu (Kanisius 1992). Menurut Soetjipta (1993), Air memiliki beberapa sifat
termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari
pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang
mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor
pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang
sempit.
Pada Praktikum fisiologi hewan air kali ini yaitu bertujuan untuk
mengetahui pengaruh suhu terhadap laju bukaan operkulum benih ikan nila. Hasil
yang didapatkan setelah pengamatan yaitu laju membuka dan menutupnya
operkulum pada ikan nila yang diamati oleh kelompok 16 yaitu 131 per menit
pada suhu kamar (25o), laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu 28o
yaitu 158 kali per menit, dan laju membuka dan menutupnya operkulum pada
suhu rendah (22o) yaitu 107 per menit. Hal itu menunjukkan bahwa laju bukaan
operkulum pada suhu tinggi lebih cepat dari laju bukaan operkulum pada suhu
kamar. Gerakan operkulum sebenarnya merupakan indikator laju respirasi Ikan.
Sedangkan suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan. Telah diketahui
bahwa suhu tinggi akan menyebabkan berkurangnya gas oksigen terlarut,
akibatnya ikan akan mempercepat gerakan operkulum untuk mendapatkan gas
oksigen dengan cepat sesuai kebutuhan respirasinya. Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi
akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius 1992). Hal tersebut dapat
18

diamati dari perubahan gerakan operkulum ikan. Laju gerakan operkulum ikan
mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan. Menurut Munro (1978
dalam Tunas 2005), Peningkatan suhu air dapat menyebabkan penurunan
kelarutan gas-gas, tetapi meningkatkan solubilitas senyawa-senyawa toksik seperti
polutan minyak mentah dan pestisida, serta meningkatkan toksisitas logam berat,
sebagai contoh bahwa pada air tawar (salinitas 0%) peningkatan suhu dari 250C
menjadi 300C menyebabkan penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 menjadi 7,6
mg/liter.
Sedangkan kecepatan membuka dan menutupnya operculum pada suhu
rendah lebih lambat dari suhu kamar. Perubahan suhu yang besar dan mendadak
jelas dengan nyata mempengaruhi adaptasi Ikan, Ikan yang diaklimasikan ke suhu
yang dingin akan berenang lebih cepat (Campbell 2002). Pada perlakuan ini ada
korelasi bahwa semakin rendah suhu maka semakin cepat gerakan renang Ikan
dan semakin cepat pula gerakan operkulum sebagai respon suhu rendah, karena
stress gerakan renang ikan semakin cepat dan membuat denyut nadi melemah dan
gerakan operkulumnya melambat.selain itu suhu rendah menyebabkan ikan
menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen. Suhu tinggi tidak
selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan
untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan
tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi
rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun
(Tunas 2005).
4.2.2 Pembahasan data kelas
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam
ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme (Juin 2002 dalam Sembiring 2008). Sastrawidjaya
(1991) menambahkan bahwa suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kelarutan oksigen.
Menurut Fujaya (1999) rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan
ikan atau hewan air harus memompa sejumlah besar air ke permukaan alat
respirasinya untuk mengambil oksigen. Fujaya menambahkan bahwa tidak hanya
19

volume besar yang dibutuhkan tetapi juga energi pemompaan juga semakin besar.
manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi. Suhu tinggi
tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status
kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus,
dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi
rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun
(Tunas 2005).
Berdasarkan grafik pengaruh suhu terhadap laju bukaan operkulum benih
ikan nila kelas Perikanan B (Gambar.5) didapatkan laju membuka dan
menutupnya operkulum pada suhu kamar yang tertinggi yaitu 139 kali per menit
sedangkan laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu kamar yang
terendah yaitu 115 kali per menit. Laju membuka dan menutupnya operkulum
pada suhu tinggi yang tertinggi yaitu 247 kali per menit sedangkan laju membuka
dan menutupnya operkulum pada suhu tinggi yang terendah yaitu 143 kali per
menit. Dan laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu rendah yang
tertinggi yaitu 129 kali per menit sedangkan laju membuka dan menutupnya
operkulum pada suhu rendah yang terendah yaitu 84 kali per menit. Hal itu
menunjukkan bahwa setiap ikan memiliki laju bukaan operkulum yang berbeda-
beda, hal itu disebabkan oleh umur, aktivitas, serta kondisi perairan. Menurut
Fujaya (1999) kebutuhan oksigen ikan sangat dipengaruhi umur, aktivitas, serta
kondisi perairan. Semakin tua umur ikan, laju metabolisme semakin rendah.
Fujaya menambahkan bahwa perbedaan aktivitas juga menyebabkan perbedaan
kebutuhan oksigen.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa suhu
tinggi akan menyebabkan laju bukaan operkulum ikan cepat karena berkurangnya
gas oksigen terlarut, akibatnya ikan akan mempercepat gerakan operkulum untuk
mendapatkan gas oksigen dengan cepat sesuai kebutuhan respirasinya. Sedangkan
suhu rendah menyebabkan laju bukaan operkulum ikan lambat karena ikan
menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya
sistem imun namun, bisa juga ikan akan pingsan karena stress gerakan renang
ikan semakin cepat dan membuat denyut nadi melemah dan gerakan
operkulumnya melambat. Kisaran rata-rata laju bukaan operkulum kelas
Perikanan B 2016 pada suhu kamar yaitu 127,3, rata-rata laju bukaan operkulum
pada suhu tinggi yaitu 171,4, dan rata-rata laju bukaan operkulum pada suhu
rendah yaitu 101,4. Jadi, laju bukaan operkulum pada benih ikan nila
(Oreochromis niloticus) 84 ± 207.

5.2 Saran
Saat praktikan mengatur tinggi rendahnya suhu sebaiknya dilakukan dengan
menuangkan air panas atau es sedikit demi sedikit agar suhunya homogen tidak
terlalu tinggi maupun rendah. Dalam menghitung laju bukaan operkulum
dilakukan hendaknya dilakukan dengan teliti.

20
DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 2004. Biologi, Edisi Kelima-Jilid 3. Penerbit Erlangga: Jakarta.


Fujaya, Y, 1999. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Penerbit Rineka Cipta:
Jakarta.
Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius: Yogjakarta.
Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta. Penerbis Kanisius
Kanisius. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogjakarta. Penerbis Kanisius
Misrulloh, Arif. 2015. Pengaruh Suhu terhadap Gerakan Operculum Ikan Mas.
Jurusan IPA Terpadu, Fakultas MIPA, Unibersitas Semarang.
Sastrawijaya, A. Tresna. 1991. Pencemaran Lingkungan. Penerbit Rineka Cipta:
Jakarta
Sembiring.2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Kaitannya dengan
faktor Fisik Kimia.
Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Penerbit Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Sugiri, Yogjakarta.
Tunas A.W. 2005. Patologi Ikan Toloestei. Penerbit Universitas Gadjah Mada:
Yogjakarta.
Yuliani, dan Rahardjo. 2012. Panduan Praktikum Ekofisiologi. Unipress,
Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.
Yuliani, dan Rahardjo. 2012. Panduan Praktikum Ekofisiologi. Unipress,
Universitas Negeri Surabaya: Surabaya.

21
LAMPIRAN
LAMPIRAN

Lampiran 1. Alat-alat Praktikum

Hand Counter Thermometer

Toples Beaker Galss

Lampiran 2. Bahan Praktikum

Benih Ikan Nila (Oreochromis nioticus) Air keran dengan suhu normal

Air panas Air dingin

23
24

Lampiran 3. Kegiatan Praktikum

Pengisian air sebagai media untuk Air diisi setengah penuh


menganalisis perubahan suhu

Pengukuran suhu awal media air Suhu awal sebelum diberi perlakuan
sebelum perubahan suhu

Ikan yang dimasukan kedalam toples Perhitungan jumlah bukaan operculum


sebelum dilakukan perhitungan pada ikan nila
25

Penambahan air panas untuk Pengukuran suhu setelah ditambahkan


penambahan suhu air panas

Pengukuran suhu setelah ditambahkan Perhitungan bukaan operculum benih


air dingin/es batu ikan mas setiap perlakuan panas dan
dingin
Lampiran 4. Data Nilai Hematokrit Kelompok 16

Suhu Kamar Suhu Panas Suhu Dingin


(25⁰C) (28⁰C) (22⁰C)
131 158 107

Lampiran 5. Data Nilai Hematokrit Ikan Nila Kelas Perikanan B


Kelompok Suhu Suhu Panas Suhu
Kamar (o C) (o C) Dingin (o C)
1 132 160 114
2 129 169 108
3 120 163 88
4 123 143 89
5 122 167 84
6 115 168 96
7 127 156 105
8 139 161 96
9 130 247 93
10 129 158 91
11 119 182 84
12 137 207 101
13 127 163 117
14 131 184 97
15 121 146 95
16 131 158 107
17 130 160 112
18 125 188 107
19 133 159 115
20 127 162 99
26

21 130 204 104


22 124 166 129
Rata - rata 127.3181818 171.4090909 101.4090909

Anda mungkin juga menyukai