(Pengaruh Suhu Pada Bukaan Operculum) Oreochromis Niloticus
(Pengaruh Suhu Pada Bukaan Operculum) Oreochromis Niloticus
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas laporan akhir praktikum
Mata Kuliah Fisiologi Hewan Air semester ganjil
Disusun oleh :
Kelas :
Perikanan B / Kelompok 16
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI PERIKANAN
JATINANGOR
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat melaksanakan
praktikum dan menyelesaikan laporan mata kuliah Fisiologi Hewan Air yang
berjudul “Pengaruh Perubahan Suhu Panas Dan Suhu Dingin Media Air Terhadap
Membuka Dan Menutup Operculum Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus)” ini
tepat waktu.
Pada kesempatan ini kami, mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam pelaksanaan praktikum dan penyelesaian laporan
praktikum ini terutama kepada:
1. Tim Dosen yang terdiri dari Bapak Drs. Walim Lili, M.Si, Ibu Dra.
Titin Herawati, M.Si, Bapak Irfan Zidni, S.Pi., MP selaku dosen mata kuliah
Fisiologi Hewan Air.
2. Tim Asisten yang selalu membantu dan membimbing selama proses
praktikum berlangsung.
Akhirnya, tiada kata yang dapat kami sampaikan selain mengharapkan
agar laporan akhir praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak
khususnya kepada kami, maupun umumnya untuk pembaca dimasa sekarang
maupun yang akan datang.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. vii
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................. 2
1.3 Kegunaan ............................................................................ 2
II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Biologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ......................... 3
2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) .................... 3
2.1.2 Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ..................... 4
2.1.3 Habitat Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ......................... 5
2.2 Sistem Peredaran Darah Pada Ikan ..................................... 5
2.3 Konsumsi Oksigen Pada Ikan ............................................. 7
2.4 Suhu ................................................................................... 8
2.4.1 Suhu Ruang ......................................................................... 9
2.4.2 Suhu Tinggi ......................................................................... 10
2.4.3 Suhu Rendah ....................................................................... 10
2.4.4 Pengaruh Suhu Terhadap Membuka Menutup Operkulum 10
III BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu .............................................................. 12
3.2 Alat dan Bahan .................................................................... 12
3.2.1 Alat –Alat Praktikum .......................................................... 12
3.2.2 Bahan – Bahan Praktikum .................................................. 13
3.3 Metode Praktikum ............................................................... 13
3.3.1 Studi Observasi ................................................................... 13
3.4 Prosedur Praktikum ............................................................. 14
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan ............................................................... 15
4.1.1 Pengamatan Data Kelompok .............................................. 15
4.1.2 Pengamatan Data Kelas ...................................................... 16
4.2 Pembahasan ........................................................................ 17
4.2.1 Pembahasan Data Kelompok .............................................. 17
4.2.2 Pembahsan Data Kelas ........................................................ 18
V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ......................................................................... 20
5.2 Saran ................................................................................... 20
iii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 21
LAMPIRAN .................................................................................. 23
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui bagaimana perubahan suhu
panas dan suhu dingin media air terhadap membuka dan menutup operculum
benih Ikan Nila (Oreochromis nilotikus).
1.3 Manfaat
Manfaat praktikum kali ini adalah praktikan mampu mengetahui bagaimana
perubahan suhu pada membuka dan menutup operculum sehingga laju gerakan
operkulum ikan mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan nila.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4
Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat (Saanin
1968).
Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan
lingkungan sekitarnya. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap
lingkungan hidupnya, sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair
payau maupun dataran yang tinggi dengan suhu yang rendah (Trewavas 1986).
2.1.3 Habitat Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar,
terkadang ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau). Ikan
nila dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada kisaran
salinitas yang lebar). Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk
saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi
masalah sebagai spesies invasif pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya
pada daerah beriklim sedang karena ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan
hidup di perairan dingin, yang umumnya bersuhu di bawah 21 ° C (Harrysu
2012).
2. 4 Suhu
Menurut Kangingan (2007) suhu merupakan besaran yang menyatakan
ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Suhu menunjukan derajat panas
benda, sehingga semakin tinggi suhu suatu benda maka semakin panas pula benda
tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu
benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam
bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran.
Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu
benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh
suatu benda. Suhu juga disebut temperatur. Benda yang panas memiliki suhu lebih
tinggi dibandingkan benda yang dingin.
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan. Kenaikan suhu
air akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu. Ikan
yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami
kenaikan kecepatan respirasi. Hal tersebut dapat diamati dari perubahan gerakan
operkulum pada ikan (Kanisius 1992).
Suhu adalah derajat panas atau dinginnya suatu benda. Suhu merupakan
kondisi yang paling penting dan berpengaruh terhadap suatu organisme. Suhu dan
kelembapan merupakan dua faktor pembatas utama terhadap penyebaran
organisme di bumi (Krebs 1978). Selanjutnya Krebs (1978) melaporkan bahwa
suhu berpengaruh terhadap siklus hidup dan membatasi penyebaran suatu spesies
melalui pengaruhnya terhadap reproduksi, perkembangan organisme muda, dan
kompetisi dengan bentuk kehidupan lain yang mendekati batas toleransi suhu.
9
12
13
140 131
120 107
100
80
60
40
20
0
Suhu Kamar (25⁰C) Suhu Panas (28⁰C) Suhu Dingin (22⁰C)
Suhu
Gambar 4. Grafik Suhu Terhadap Laju Bukaan Operculum Benih Ikan Nila
Kelompok 6
15
16
operkulum pada suhu tinggi lebih cepat dari laju bukaan operkulum pada suhu
kamar sedangkan laju bukaan operkulum pada suhu rendah lebih lambat dari laju
bukaan operkulum pada suhu kamar.
4.1.2 Pengamatan Data Kelas
Berikut adalah gambar grafik laju membuka dan menutupnya operkulum
pada ikan nila (Oreochromis niloticus) yang telah diamati oleh kelas Perikanan B
2016:
247
250
Laju Bukaan Operkulum
207 204
200 182 184 188
Suhu Kamar (o C)
169 163 167 168 163 166
160 156 161 158 158 160 159 162 Suhu Panas (o C)
143 146
150 132 129 139 137 Suhu Dingin (o C)
127 130 129 127 131 121 131 130 125 133 127 130 124
129
120 123 122 115
114 108 119 117 115
107 112 107
105 101 99 104
96 96 93 91 97 95
100 88 89 84 84
50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kelompok
Gambar 5. Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Laju Bukaan Operkulum Benih Ikan
Nila Kelas Perikanan B
kali per menit sedangkan laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu
rendah yang terendah yaitu 84 kali per menit.
4.2. Pembahasan
Setelah dilakukannya pengamatan, perlu dilakukannya pembahasan. Berikut
pembahasan pengaruh suhu terhadap laju bukaan operkulum ikan nila hasil
pengamatan kelompok 16 dan hasil pengamatan kelas Perikanan B 2016:
4.2.1 Pembahasan Data Kelompok
Suhu merupakan faktor penting dalam ekosistem perairan (Ewusie 1990).
Kenaikan suhu air dapat akan menimbulkan kehidupan ikan dan hewan air lainnya
terganggu (Kanisius 1992). Menurut Soetjipta (1993), Air memiliki beberapa sifat
termal yang unik, sehingga perubahan suhu dalam air berjalan lebih lambat dari
pada udara. Selanjutnya Soetjipta menambahkan bahwa walaupun suhu kurang
mudah berubah di dalam air daripada di udara, namun suhu merupakan faktor
pembatas utama, oleh karena itu mahluk akuatik sering memiliki toleransi yang
sempit.
Pada Praktikum fisiologi hewan air kali ini yaitu bertujuan untuk
mengetahui pengaruh suhu terhadap laju bukaan operkulum benih ikan nila. Hasil
yang didapatkan setelah pengamatan yaitu laju membuka dan menutupnya
operkulum pada ikan nila yang diamati oleh kelompok 16 yaitu 131 per menit
pada suhu kamar (25o), laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu 28o
yaitu 158 kali per menit, dan laju membuka dan menutupnya operkulum pada
suhu rendah (22o) yaitu 107 per menit. Hal itu menunjukkan bahwa laju bukaan
operkulum pada suhu tinggi lebih cepat dari laju bukaan operkulum pada suhu
kamar. Gerakan operkulum sebenarnya merupakan indikator laju respirasi Ikan.
Sedangkan suhu merupakan faktor pembatas bagi kehidupan ikan. Telah diketahui
bahwa suhu tinggi akan menyebabkan berkurangnya gas oksigen terlarut,
akibatnya ikan akan mempercepat gerakan operkulum untuk mendapatkan gas
oksigen dengan cepat sesuai kebutuhan respirasinya. Hal ini sesuai dengan
literatur bahwa ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi
akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi (Kanisius 1992). Hal tersebut dapat
18
diamati dari perubahan gerakan operkulum ikan. Laju gerakan operkulum ikan
mempunyai korelasi positif terhadap laju respirasi ikan. Menurut Munro (1978
dalam Tunas 2005), Peningkatan suhu air dapat menyebabkan penurunan
kelarutan gas-gas, tetapi meningkatkan solubilitas senyawa-senyawa toksik seperti
polutan minyak mentah dan pestisida, serta meningkatkan toksisitas logam berat,
sebagai contoh bahwa pada air tawar (salinitas 0%) peningkatan suhu dari 250C
menjadi 300C menyebabkan penurunan kelarutan oksigen dari 8,4 menjadi 7,6
mg/liter.
Sedangkan kecepatan membuka dan menutupnya operculum pada suhu
rendah lebih lambat dari suhu kamar. Perubahan suhu yang besar dan mendadak
jelas dengan nyata mempengaruhi adaptasi Ikan, Ikan yang diaklimasikan ke suhu
yang dingin akan berenang lebih cepat (Campbell 2002). Pada perlakuan ini ada
korelasi bahwa semakin rendah suhu maka semakin cepat gerakan renang Ikan
dan semakin cepat pula gerakan operkulum sebagai respon suhu rendah, karena
stress gerakan renang ikan semakin cepat dan membuat denyut nadi melemah dan
gerakan operkulumnya melambat.selain itu suhu rendah menyebabkan ikan
menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen. Suhu tinggi tidak
selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status kesehatan
untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus, dan
tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi
rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun
(Tunas 2005).
4.2.2 Pembahasan data kelas
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam
ekosistem akuatik, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi
sebagian besar organisme (Juin 2002 dalam Sembiring 2008). Sastrawidjaya
(1991) menambahkan bahwa suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap
kelarutan oksigen.
Menurut Fujaya (1999) rendahnya jumlah oksigen dalam air menyebabkan
ikan atau hewan air harus memompa sejumlah besar air ke permukaan alat
respirasinya untuk mengambil oksigen. Fujaya menambahkan bahwa tidak hanya
19
volume besar yang dibutuhkan tetapi juga energi pemompaan juga semakin besar.
manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi. Suhu tinggi
tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan status
kesehatan untuk jangka panjang. Misalnya stres yang ditandai tubuh lemah, kurus,
dan tingkah laku abnormal, sedangkan suhu rendah mengakibatkan ikan menjadi
rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun
(Tunas 2005).
Berdasarkan grafik pengaruh suhu terhadap laju bukaan operkulum benih
ikan nila kelas Perikanan B (Gambar.5) didapatkan laju membuka dan
menutupnya operkulum pada suhu kamar yang tertinggi yaitu 139 kali per menit
sedangkan laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu kamar yang
terendah yaitu 115 kali per menit. Laju membuka dan menutupnya operkulum
pada suhu tinggi yang tertinggi yaitu 247 kali per menit sedangkan laju membuka
dan menutupnya operkulum pada suhu tinggi yang terendah yaitu 143 kali per
menit. Dan laju membuka dan menutupnya operkulum pada suhu rendah yang
tertinggi yaitu 129 kali per menit sedangkan laju membuka dan menutupnya
operkulum pada suhu rendah yang terendah yaitu 84 kali per menit. Hal itu
menunjukkan bahwa setiap ikan memiliki laju bukaan operkulum yang berbeda-
beda, hal itu disebabkan oleh umur, aktivitas, serta kondisi perairan. Menurut
Fujaya (1999) kebutuhan oksigen ikan sangat dipengaruhi umur, aktivitas, serta
kondisi perairan. Semakin tua umur ikan, laju metabolisme semakin rendah.
Fujaya menambahkan bahwa perbedaan aktivitas juga menyebabkan perbedaan
kebutuhan oksigen.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa suhu
tinggi akan menyebabkan laju bukaan operkulum ikan cepat karena berkurangnya
gas oksigen terlarut, akibatnya ikan akan mempercepat gerakan operkulum untuk
mendapatkan gas oksigen dengan cepat sesuai kebutuhan respirasinya. Sedangkan
suhu rendah menyebabkan laju bukaan operkulum ikan lambat karena ikan
menjadi rentan terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya
sistem imun namun, bisa juga ikan akan pingsan karena stress gerakan renang
ikan semakin cepat dan membuat denyut nadi melemah dan gerakan
operkulumnya melambat. Kisaran rata-rata laju bukaan operkulum kelas
Perikanan B 2016 pada suhu kamar yaitu 127,3, rata-rata laju bukaan operkulum
pada suhu tinggi yaitu 171,4, dan rata-rata laju bukaan operkulum pada suhu
rendah yaitu 101,4. Jadi, laju bukaan operkulum pada benih ikan nila
(Oreochromis niloticus) 84 ± 207.
5.2 Saran
Saat praktikan mengatur tinggi rendahnya suhu sebaiknya dilakukan dengan
menuangkan air panas atau es sedikit demi sedikit agar suhunya homogen tidak
terlalu tinggi maupun rendah. Dalam menghitung laju bukaan operkulum
dilakukan hendaknya dilakukan dengan teliti.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
LAMPIRAN
Benih Ikan Nila (Oreochromis nioticus) Air keran dengan suhu normal
23
24
Pengukuran suhu awal media air Suhu awal sebelum diberi perlakuan
sebelum perubahan suhu