KARNIVORA
Spesies Kunci yang Terancam Punah
Hendra Gunawan
dan
Hadi S. Alikodra
KARNIVORA
Spesies Kunci yang Terancam Punah
Hendra Gunawan
Peneliti Utama Bidang Konservasi Sumberdaya Alam
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kehutanan
Hadi S. Alikodra
Guru Besar Ekologi Satwaliar
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor
KARNIVORA
Spesies Kunci yang Terancam Punah
ISBN : 978-602-1681-03-9
Sampul :
Foto Latar Belakang : Taman Nasional Halimun-Salak
(Dok. Hendra Gunawan)
Foto Inset :
Atas : Harimau Bali Panthera tigris balica
(Sumber: IUCN Cat Specialist Group).
Tengah : Macan tutul Panthera pardus
(Foto oleh David Behrens; Sumber: http://www.north-india.on/fauna/leopard.htm)
Diterbitkan oleh :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan
Rehabilitasi -Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan
Jl. Gunung Batu No.5, Bogor 16610
Dibiayai oleh :
Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati,
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
(DIPA 029.05.1.500652 tahun 2013)
ii Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
KATA PENGANTAR
Penulis
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah iii
KATA PENGANTAR
DIREKTUR KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
DIREKTORAT JENDERAL PERLIINDUNGAN
HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
KEMENTERIAN KEHUTANAN
iv Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DAFTAR ISI
hal.
KATA PENGANTAR ........................................................................... iii
KATA PENGANTAR
DIREKTUR KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
DIREKTORAT JENDERAL PERLIINDUNGAN HUTAN DAN KONSERVASI ALAM
KEMENTERIAN KEHUTANAN ................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ ix
I. PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Pengertian ......................................................................... 1
1. Karnivora ..................................................................... 1
2. Predator ........................................................................ 2
B. Peranan Karnivora bagi Ekosistem Alam dan Manusia ....` 3
C. Pentingnya Mempelajari Pemangsaan (Predasi) ............ 4
D. Apa yang Dipelajari Dalam Studi Karnivora? ................. 5
II. EVOLUSI DAN SISTEMATIKA ........................................ 9
A. Evolusi dan Asal-Usul Karnivora .................................... 9
B. Phylogeny ......................................................................... 12
C. Klasifikasi ......................................................................... 14
III. DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA ............ 17
A. Deskripsi Fisik ................................................................. 17
B Biologi Reproduksi ......................................................... 19
C. Masa Hidup ....................................................................... 21
D. Indera khusus ................................................................... 22
1. Indera penglihatan ........................................................ 22
2. Indera Pendengaran ...................................................... 24
3. Indera Penciuman ......................................................... 27
4. Indera Perasa.................................................................. 30
5. Indera Peraba (tactile sense) ....................................... 30
IV. EKOLOGI .............................................................................. 35
A. Habitat ................................................................................ 35
B. Sebaran geografis ............................................................... 35
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah v
DAFTAR ISI
hal.
vi Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DAFTAR TABEL
hal.
Tabel 1. Umur potensial beberapa jenis karnivora .................. 22
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah vii
DAFTAR GAMBAR
hal.
Gambar 1. Siklus populasi kelinci salju dan lynx ............................. 57
Gambar 2. Respon fungsional tipe I .................................................. 58
Gambar 3. Respon fungsional tipe II ................................................ 58
Gambar 4. Respon fungsional tipe III ............................................... 59
Gambar 5. Hubungan siklikal model hipotetik populasi pemangsa
dan mangsa ...................................................................... 62
Gambar 6. Hubungan siklikal kepadatan pemangsa dan mangsa dua
spesies tungau di laboratorium (Huffaker, 1958) ............ 62
Gambar 7. Jaring-jaring pangan dalam ekosistem savana
(MacKinnon, 1992) ........................................................ 70
Gambar 8. Berbagai macan contoh nilai guna langsung dari karnivora,
searah jarum jam, karnivora sebagai trofi berburu,
perburuan beruang berlisensi, kulit macan tutul yang
sudah menjadi jaket dan perburuan ilegal terhadap
macan tutul untuk kulitnya .............................................. 74
Gambar 9. Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) ....................... 89
Gambar 10. Harimau Bali (Panthera tigris balica) ............................ 89
Gambar 11. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) ............... 89
Gambar 12. Harimau Sumatera yang dibunuh masyarakat ................ 91
Gambar 13. Perbedaan pola tutul pada macan tutul, jaguar,
macan dahan dan cheetah ................................................ 98
Gambar 14. Macan tutul yang mengalami melanisme (kiri) dan
Macan tutul pola warna normal (kanan) .......................... 99
Gambar 15. Bentuk dan ukuran jejak kaki macan tutul ...................... 101
Gambar 16. Sejarah penyebaran macan tutul di dunia ........................ 106
Gambar 17. Penyebaran macan tutul di Afrika ................................... 106
Gambar 18. Penyebaran macan tutul di Timur Tengah dan sekitarnya 107
Gambar 19. Penyebaran macan tutul di Asia ...................................... 108
Gambar 20. Rumusan permasalahan berkaitan dengan ancaman
terhadap kelestarian Macan Tutul .................................... 125
(Panthera pardus melas) di Pulau Jawa
Gambar 21. Pendekatan dalam penelitian ekologi dan konservasi
macan tutul ..................................................................... 127
viii Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DAFTAR LAMPIRAN
hal.
lAMPIRAN 1. Jenis-jenis karnivora di Indonesia dan
penyebarannya ..................................................................... 141
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah ix
Bab
PENDAHULUAN
1
A. Pengertian
1. Karnivora
Carnivore (di-Indonesiakan menjadi Karnivora) adalah hewan yang
makanannya kebanyakan berupa daging, baik yang dimakan hidup-hidup atau
berasal dari daging hewan yang sudah mati. Kata karnivora berasal dari
bahasa Latin “carne” yang berarti daging dan “vorare” yang berarti memakan.
Kata ini juga dapat digunakan untuk menyebut mamalia dalam ordo Carnivora,
dimana banyak hewannya (tetapi tidak semua) memakan daging. Istilah
karnivora umum diartikan sebagai hewan pemakan daging (Medway, 1969;
Abdillah, 2007). Dalam kamus kehutanan Amerika, carnivore didefinisikan
sebagai organisme yang memakan hewan-hewan hidup atau bagian-bagiannya
(Helms, 1998). Satwa karnivora adalah satwa yang mendapatkan makanan
dengan cara membunuh dan memakan satwa lain.
Dalam ilmu perburungan (ornithology), burung karnivora meliputi
burung pemakan ikan atau piskivora (piscivore), pemakan vertebrata lain
(raptor) dan pemakan serangga atau insektivora (insectivore) serta
invertebrata (Pomeroy, 1992). Istilah karnivora biasanya digunakan
bersamaan istilah herbivora atau pemakan tumbuhan (herbivore), pemakan
segala atau omnivora (omnivore), pemakan bangkai (scavanger) dan detrivora
atau pengurai (detrivore) serta dekomposer (decomposer) dalam
membicarakan rantai makanan atau jaring-jaring pangan.
Dalam taksonomi hewan, karnivora (Carnivora) merupakan nama
suatu ordo yang anggotanya merupakan hewan pemakan daging (Medway,
1969; Ewer, 1985). Karnivora (Carnivora) adalah salah satu nama ordo dari
20 ordo mamalia. Karnivora terdiri dari beragam kelompok satwa, hidup
hampir di banyak habitat meliputi lautan dan, daratan memiliki lebih dari 260
spesies. Sebagian besar karnivora adalah satwa daratan, beberapa jenis lebih
banyak mengabiskan waktu di air seperti berang-berang dan sekitar 30 jenis
lainnya. Anjing laut dan kerabatnya sepenuhnya merupakan satwa laut, hanya
meninggalkan laut sekali setahun untuk berkembang biak.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 1
PENDAHULUAN
2. Predator
Predator (sering diterjemahkan pemangsa) didefinisikan sebagai
organisme yang memakan organisme lainnya. Istilah predator biasanya
mengacu pada hewan yang hidup dengan memburu, membunuh dan
memakan hewan lain yang biasanya lebih kecil dan lebih lemah. Predator
juga bisa digunakan dalam hubungan antara herbivora dan tumbuhan (Helms,
1998). Hewan-hewan pemangsa dari ordo Karnivora dapat kita sebut
predator, tetapi tidak semua predator berasal dari ordo Karnivora, seperti ular,
buaya dan biawak yang merupakan ordo Reptilia.
Pemangsaan atau predasi (predation) sendiri merupakan salah satu
bentuk interaksi negatif antar spesies, bersamaan dengan amensalisme dan
persaingan atau kompetisi (competion). Bila dalam interaksi yang bersifat
amensalisme salah satu organisme memproduksi dan mengeluarkan sejenis
bahan yang merugikan spesies lain, sementara dalam interaksi kompetisi,
kedua spesies yang berinteraksi menderita kerugian maka interaksi
pemangsaan didefinisikan sebagai suatu spesies yang makan spesies yang
lainnya sehingga spesies yang satu memperoleh keuntungan dan yang lain
dirugikan. Dengan demikian, parasitisme tercakup dalam kategori
pemangsaan (Tarumingkeng, 1994).
2 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PENDAHULUAN
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 3
PENDAHULUAN
4 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PENDAHULUAN
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 5
PENDAHULUAN
IKHTISAR
Istilah karnivora atau karnivora sering diartikan sebagai hewan
pemakan daging. Karnivora merupakan nama sebuah ordo dari kelas
mamalia yang sebagian besar anggotanya pemakan daging tetapi tidak
semuanya pemakan daging. Demikian juga sebaliknya tidak semua hewan
pemakan daging adalah anggota dari ordo karnivora. Karnivora juga sering
disama-artikan dengan predator yang berarti pemangsa, yaitu hewan yang
memakan hewan lain. Karnivora sebagai pemakan daging memiliki peranan
yang penting dalam ekosistem karena kedudukannya sebagai puncak trophic
level berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem. Karnivora juga memiliki
peranan penting melalui mekanisme pemangsaan, dimana karnivora di
ekosistem alam berperan sebagai pengendali populasi hewan mangsanya
yang banyak diantaranya merupakan vektor penyakit yang dapat menginfeksi
manusia. Mempelajari karnivora menjadi sangat penting dalam rangka
pengelolaan ekosistem secara keseluruhan maupun dalam pengelolaan satwa
pada khususnya.
GLOSARIUM
Amensalisme : Interaksi antar organisme dimana salah satu organisme
memproduksi dan mengeluarkan sejenis bahan yang
merugikan spesies lain
Biodegradable : Dapat diuraikan oleh organisme hidup, lawan katanya
adalah non biodegradable.
Biodegradasi : Proses dimana bahan organik diuraikan oleh organisme
hidup lainnya.
Biomagnification juga dikenal dengan bioamplification atau biological
magnification adalah peningkatan konsentrasi suatu
unsur dari suatu senyawa, seperti pestisida DDT yang
terjadi dalam suatu rantai makanan sebagai akibat dari
energetik rantai makanan dan ketiadaan atau kelambatan
ekskresi atau penguraian (degradasi) suatu substansi.
Culling : Pemanenan atau pembunuhan individu-individu dari
suatu kelompok hewan yang surplus secara terkontrol
untuk mengurangi jumlah atau kepadatannya dengan
cara memilih individu-individu yang berkualitas rendah
(lemah, kecil, sakit-sakitan) sehingga secara keseluruhan
terjadi peningkatan kualitas populasinya.
Dekomposer : Organisme (biasanya jamur dan bakteri) yang memakan
bahan yang sudah busuk atau hancur; organisme yang
melakukan aktivitas dekomposisi.
Dekomposisi : Proses penguraian bahan organik menjadi anorganik,
6 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PENDAHULUAN
beberapa diantaranya dilakukan pada level sel oleh
semua organisme, beberapa yang lain dikerjakan oleh
detrivora yang khusus hidup pada jasad mati atau
membusukkan/ menghancrkan sumber energi.
Detrivora : Organisme pengurai yang menguraikan bangkai menjadi
unsur hara
Food chain : atau rantai makanan adalah perpindahan energi makanan
dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau
melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-karnivora).
Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi
potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-
langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja.
Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan
semakin besar pula energi yang tersedia.
Food web : atau jaring-jaring pangan adalah interkoneksi rantai
makanan. Kebanyakan organisme merupakan bagian
dari lebih dari satu rantai makanan dan memakan lebih
dari satu jenis makanan untuk memenuhi kebutuhan
makanan dan energinya.
Herbivora : Hewan pemakan tumbuh-tumbuhan atau bagian-
bagiannya
Insektivora : Pemakan serangga
Karnivora : Hewan pemakan daging; nama ordo mamalia yang
anggotanya sebagian besar pemakan daging
Kompetisi : Interaksi antar organisme dimana kedua spesies yang
berinteraksi menderita kerugian
Omnivora : Hewan pemakan segala
Piskivora : Pemakan ikan
Predasi : Suatu kejadian dimana suatu spesies yang satu makan
spesies yang lainnya sehingga spesies yang satu
memperoleh keuntungan dan yang lain dirugikan
Predator : Hewan pemangsa; hewan yang hidup dengan cara
memangsa hewan lain yang biasanya lebih kecil dan
lebih lemah
Prey : Mangsa; satwa yang dimangsa oleh pemangsa (predator)
Scavanger : Hewan pemakan bangkai
Trophic level : (Bahasa Yunani trophç, makanan) adalah posisi dimana
suatu organisme bertempat pada suatu rantai makanan –
apa yang ia makan dan ia dimakan oles siapa.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 7
PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, P.P. 2006. Kamus Ilmiah Populer Lengkap. Penerbit Arkola.
Surabaya.
Ewer, R.F. 1985. The Carnivores. Cornell University Press. Ithaca, New
York.
Ganter, P. 2007. Principles of Ecology, Chapter 10 : Predation.
http://www. tnstate. edu/ganter/
B412%20Ch2010%20Predation.html.
Helms, J.A. (ed). 1998. The Dictionary of Forestry. The Society of
America Foresters and CABI Publishing. Bethesda, USA and Oxon,
UK.
http://wikipedia.org. Carnivore. http://wikipedia.org/wiki/Carnivore.
Diakses 7/3/1007.
http://www.qrg.northwestern.edu. What is ACarnivore? http://www.
qrg.northwestern.edu/projects/marssim/simhtml/info/whats-a
carnivore. html. Diakses 6/3/2007.
http://www.answer.com. Carnivora.
http://www.answer.com/topic/carnivora-1. Diakses tanggal 6/3/2007
http://wikipedia.org/wiki/Carnivore. Carnivore. http://wikipedia.org/wiki/
Carnivore. Diakses 7/3/2007.
http://en.wikipedia.org. Carnivora. http://en.wikipedia.org/wiki/Carnivora.
Diakses 6/3/2007.
http://www.britanica.com. Importance of Carnivora.
http://www.britanica.com/ ebi/article-51537. Diakses 6/7/2007.
http://ecology.botany.ufl.edu. Predation.
http://ecology.botany.ufl.edu/ecoogyf02/ PredationF01.html.
Diakses 7/3/2007
http://en.wikipedia.org. Biomagnification. http://en.wikipedia.org/wiki/
Biomagnification. Diakses 8/3/2007.
http://en.wikipedia.org. Biodegradation http://en.wikipedia.org/wiki/
Biodegradation. Diakses 8/3/2007.
http://en.wikipedia.org. Trophic Level. http://en.wikipedia.org/wiki/
Trophic_level. Diakses 8/3/2007
http://id.wikipedia.org. Rantai_makanan. http://id.wikipedia.org/wiki/
Rantai_makanan. Diakses 8/3/2007.
http://www.vtaide.com. Food Chains. http://www.vtaide.com/png/
foodchains.htm. Diakses 8/3/2007.
Medway, L. 1969. The Wild Mammals of Malaya and offshore islands
including Singapore. Oxford University Press. London.
Myers, P. and A. Poor. 2007. "Carnivora" (On-line), Animal Diversity Web.
Accessed March 04, 2007 at
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Ca
rnivora.html.
Pomeroy, D. 1992. Counting Birds, A Guide to Assessing Number,
Biomass and Diversity of Afrotropical Birds. African Wildlife
Foundation. Nairoby, Kenya.
Tarumingkeng, R.C. 1994. Dinamika Populasi, Kajian Ekologi
Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan dan Universitas Kristen Krida
Wacana. Jakarta.
8 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EVOLUSI Bab
DAN
SISTEMATIKA 2
A. Evolusi dan Asal-Usul Karnivora
Sejarah evolusi dan sistematika karnivora penuh dengan selubung dan
kontroversi akibat catatan fosil yang tidak lengkap dan terpisah-pisah. Dalam
keterbatasan tersebut, para ahli kepurbakalaan, biologi evolusi dan ahli
genetika telah mencapai sukses besar membuka tabir sejarah awal mamalia.
Terobosan besar yang telah dikembangkan adalah metode menandai umur
fosil dengan akurat.
Sekitar 65 juta tahun yang lalu, dinosaurus yang merupakan hewan
dominan di muka bumi, mengalami kepunahan masal yang sangat cepat.
Pada waktu itu, mamalia hanyalah makhluk kecil seperti tikus. Dengan
punahnya dinosaurus banyak relung ekologis menjadi kosong yang kemudian
dengan cepat diisi oleh predator dan mamalia. Mamalia predator yang
pertama adalah marsupial, mamalia yang memelihara anaknya dalam
kantung, yang sebenarnya memiiki nenek moyang yang kecil berupa makhluk
seperti opossum dengan moncong runcing dan telinga besar. Marsupial
karnivora awal ini segera berkembang menjadi berbagai bentuk dan ukuran
yang kemudian mendominasi benua selatan selama 30 juta tahun.
Sementara itu, mamalia berplasenta berkembang di benua-benua
bagian utara, tidak memelihara anaknya dalam kantong setelah dilahirkan
tetapi menumbuhkannya di dalam rahim. Salah satu dari mamalia berplasenta
ini adalah makhluk seukuran tupai yang disebut Cimolestes yang hidup
memakan serangga. Bentuk penting yang dimiliki oleh Cimolestes adalah
gigi geraham yang merata yang memberikan perkembangan awal untuk dapat
memotong seperti gunting. Setelah beberapa juta tahun gigi ini menjadi lebih
baik untuk mengiris daging yang kemudian menjadi gigi semacam gunting
yang disebut carnassial. Bentuk ini diwarisi oleh dua kelompok hewan
secara terpisah, yang satu adalah karnivora modern, yang lainnya dikenal
dengan Creodont. Pada mulanya, Creodont merupakan pemakan daging
dominan di bumi. Dalam catatan fosil dari 55 sampai 35 juta tahun lalu,
sejumlah hewan seperti kucing, anjing, beruang dan hyena ditemukan,
beberapa diantaranya dengan taring pedang, tetapi tidak satupun yang benar-
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 9
EVOLUSI DAN SISTEMATIKA
10 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EVOLUSI DAN SISTEMATIKA
pada masa Eocene diyakini mewakili awal pembedaan dua kelompok besar
karnivora yaitu Arctoidea dan Aeluroidea. Arctoidea (Canidae,
Amphicyonidae, Ursidae, Otariidae, Obodenidae, Procyonidea, Mustelidae
dan Phocidae) merupakan kelompok karnivora yang serupa beruang, termasuk
beruang, racoon, anjing laut, walrus, panda, musang, luwak, sigung dan
kerabatnya.
Aeluridea (Felidae, Hyaenidae, Viverridae, Nimravidae), merupakan
kelompok karnivora serupa kucing termasuk kucing, hyena, genet, musang
dan garangan). Selama pembentukan kelompok setiap divisi, beberapa
kemiripan dalam morfologi dan cara hidup berkembang menunjukkan
kesamaan dalam rentang adaptasi di setiap kelompok. Dua kelompok
karnivora yang telah punah diidentifikasi melalui catatan fosil adalah
Nimravidae, yang banyak anggotanya memiliki taring pedang; dan
Amphicyonidae, kerabat “anjing beruang” (bear-dog) yang menjadi punah
dalam masa pliocene.
Posisi anjing dalam silsilah tidaklah jelas, walaupun mereka umumnya
merupakan kerabat dari Arctoidea, dengan penampilannya yang menunjukkan
hubungan semua keturunan primitifnya yang ada pada nenek moyang
karnivora awal. Bentuk tersebut masih tersisa pada ordo canidae setelah
pemisahan awal dari karnivora lainnya. Ketahanan bentuk ini tersebar pada
semua kelompok Arctoidea, sehingga kekerabatan yang sangat dekat antara
bangsa anjing (canid) dan famili-famili tertentu dalam Arctoidea tidak
terbukti. Bahkan mungkin anjing, srigala, rubah dan kerabatnya berkembang
sebagai garis keturunan yang bebas dari nenek moyang miacid mereka dan
mungkin pantas menjadi kelompok sub divisi yang ketiga dari karnivora
modern.
Bangsa kucing pertama dalam famili Felidae muncul selama masa
Miocene (26 sampai 7 juta tahun yang lalu) dan kia-kira 10 juta tahun yang lalu
bangsa kucing modern berkembang. Bukti-bukti fosil menunjukkan kebenaran
bangsa kucing bertaring pedang mulai muncul selama masa Pliocene (7 sampai
2 juta tahun yang lalu) dimana mereka berkembang dengan baik dalam masa
Pleistocene (2 juta sampai 10.000 tahun lalu). Bangsa kucing bertaring pedang
yang terakhir dan paling dikenal adalah Smilodon fatalis. Besarnya seukuran
singa, Smiloodon merupakan kucing jaman es di Amerika Utara dan Selatan.
Smilodon punah sekitar 10.000 tahun yang lalu, pada saat yang bersamaan
dengan mamalia jaman es lainnya termasuk mammoth, dire wolf serta banyak
spesies badak dan kuda. Manusia pertama yang mendiami Amerika Utara
berburu satwa yang sama dengan kucing bertaring pedang dan banyak
memakan sisa buruan ini (http://www.peninsulavaldes.org/patagonia/
animals/mammals/carnivoro.htm).
Karnivora mendominasi mamalia pemakan daging (Urocyon
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 11
EVOLUSI DAN SISTEMATIKA
B. Phylogeny
Klasifikasi terdahulu membagi ordo menjadi dua sub ordo yaitu
Fissipedia (terutama mencakup famili-famili karnivora daratan) dan
Pinnipedia (antara lain termasuk anjing laut, anjing laut berkuping dan
walrus). Tetapi pada waktu itu juga sudah diketahui bahwa Fissipedia
merupakan kelompok paraphyletic : pinnipedia bukanlah bagian dari
Fissipedia tetapi sudah lebih berkembang darinya.
Klasifikasi yang lebih baru telah bisa memadukan temuan teknik
molekuler untuk menemukan hubungan genetik. Berdasarkan itu, karnivora
dibagi menjadi sub ordo Feliformia (yang serupa kucing) dan Caniformia
(yang serupa anjing) yang kemudian juga mencakup pinnipedia. Pinnipedia
merupakan bagian dari suatu clade yang dikenal Arctoidea yang juga
mencakup beruang dan super famili Musteloidea. Musteloidea kemudian
meliputi mustelid, procyonid, sigung dan Ailurus. Anjing adalah kelompok
yang berkerabat dengan semua angota arctoid; mereka adalah kelompok
caniform (serupa anjing) besar pertama yang kemudian memisah dari yang
lainnya.
Studi yang sama akhirnya mendapatkan kedudukan Ailurus : Panda
merah bukan procyonid maupun ursid, tetapi membentuk famili tersendiri
bersama dengan musteloid lainnya yang memiliki kekerabatan lebih dekat.
Studi yang sama juga menunjukkan bahwa mustelid bukan famili primitif
seperti yang diduga sebelumnya. Ukuran tubuhnya yang kecil adalah sebuah
12 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EVOLUSI DAN SISTEMATIKA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 13
EVOLUSI DAN SISTEMATIKA
C. Klasifikasi
Kingdom : ANIMALIA
Phylum : CHORDATA
Kelas : MAMALIA
Ordo : KARNIVORA
Sub ordo FELIFORMIA (serupa kucing)
Famili Eupleridae : karnivora Malagasy; 8 spesies dalam 7 genera
Famili Felidae : kucing; 47 spesies dalam 18 genera
Famili Herpestidae : garangan dan kerabatnya; 30 spesies dalam
13 genera.
Famili Hyaenidae : hyena dan aard wolf; 4 spesies dalam 4 genera
Famili Nandiniidae : musang palem Afrika; 1 spesies dalam 1 genus.
Famili Nimravidae : taring pedang palsu (punah).
Famili Prionodontidae : linsang Asia; 2 spesies dalam 1 genus.
Famili Viverridae : musang dan kerabatnya; 30 spesies dalam
16 genera.
Sub ordo CANIFORMIA (serupa anjing)
Famili Amphicyonidae : beardog (punah, hidup 9 -37 juta tahun lalu)
Famili Canidae : anjing dan kerabatnya; 37 spesies dalam 10 genera.
Super famili : Musteloidae :
Famili Ailuridae : panda merah; 1 spesies dalam 1 genus
Famili Mephitidae : sigung dan luwak berbau busuk (stink badger);
10 spesies dalam 3 genera.
Famili Mustelidae : musang (weasel), marten (misalnya Martes
Americana), luwak (badger) dan berang-berang
(otter); 55 spesies dalam 24 genera.
Famili Procyonidae : raccoon dan kerabatnya; 19 spesies dalam 6 genera.
Super famili : Pinnipedia :
Famili Odobenidae : walrus; 1 spesies dalam 1 genus.
Famili Otariidae : singa laut, anjing laut berkuping, anjing laut
berbulu; 14 spesies dalam 7 genera.
Famili Phocidae : anjing laut sejati; 19 spesies dalam 9 genera.
Famili Ursidae : beruang; 8 spesies dalam 4 genera.
IKHTISAR
Sebagian besar ahli sistimatika setuju bahwa karnivora dapat dibagi
menjadi dua grup yaitu famili-famili Caniformia (serupa anjing) dan famili-
famili Feliformia (serupa kucing). Tetapi banyak ketidak sepahaman tentang
bagaimana famili-famili karnivora tersebut berkerabat satu dengan lainnya,
khususnya pinniped (anjing laut, singa laut dan walrus). Berdasarkan
14 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EVOLUSI DAN SISTEMATIKA
GLOSARIUM
Clade : disebut juga monophyletic; suatu grup organisme, seperti
suatu spesies, yang anggotanya memiliki penampilan
homologous yang diturunkan dari satu nenek moyang
bersama; Suatu grup taksa biologi atau spesies yang
memiliki penampilan warisan dari satu nenek moyang
bersama dan dapat dibuat cladogram-nya.
Cladogram : sebuah diagram yang dibentuk menyerupai serangkaian
seri huruf “Y” atau garpu pada sebuah jalan. Pada setiap
cabang atau sambungan “Y”, ciri baru hasil evolusi
digunakan untuk memisahkan suatu grup dari induknya.
Cladistics : Suatu falsafat klasifikasi yang menyusun organisme hanya
dengan mengurutkan cabang dalam pohon evolusi dan
tidak berdasarkan kesamaan morfologi (Luria et al.,
1981).
Evolusi : perubahan frekuensi gen dalam populasi alami dari suatu
spesies. Penyebab perubahan antara lain : mutasi,
hanyutan genetik, migrasi dan seleksi alam
(The Dictionary of Forestry).
Monophyletic : disebut juga clade, dalam sistem cladistic, menunjuk pada
grup-grup oganisme yang mencakup nenek moyang
bersama yang terbaru dari semua organisme dan semua
keturunannya dari nenek moyang tersebut tersebut.
Contohnya : insekta, vertebrata, mamalia, angiospermae
dll.
Paraphyletic : suatu grup organisme dimana nenek moyang terkini
mereka dari semua organisme tersebut dan beberapa,
tetapi tidak semua, keturunannya tercakup dalam grup
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 15
EVOLUSI DAN SISTEMATIKA
DAFTAR PUSTAKA
http://www.peninsulavaldes.org. Carnivora. http://www.peninsula
valdes.org/patagonia/ animals/mammals/carnivoro.htm. Diakses
8/3/2007.
http://www.answer.com. Carnivora. http://www.answer.com/
topic/carnivora-1. Diakses 6/3/2007.
http://en.wikipedia.org. Carnivora. http://en.wikipedia.org/wiki/ Carnivora.
Diakses 6/3/2007.
http://www.answers.com/topic/clade. Diakses 6/3/2007.
http://www.palaeos.com/Systematics/Cladistics/polyphyletic.htm. Diakses
6/3/2007.
http://www.palaeos.com/Systematics/Cladistics/monophyletic.htm. Diakses
6/3/2007.
http://www.kheper.net/evolution/systematics/paraphyletic.htm. Diakses
6/3/2007.
http://www.brooklyn.cuny.edu/bc/ahp/CLAS/CLAS.Clad.html. Diakses
6/3/2007.
http://en.wikipedia.org/wiki/Cladogram). Diakses 6/3/2007.
16 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DESKRIPSI FISIK Bab
DAN
BIOLOGI KARNIVORA 3
A. Deskripsi Fisik
Karnivora memiliki berbagai bentuk dan ukuran mulai dari musang
kecil (Mustela nivalis) yang hanya 50 gram sampai yang 48.000 kali lebih
berat atau sekitar 2.400 kg yaitu anjing laut gajah (Mirounga leonina).
Kebanyakan karnivora sangat khas bahkan orang awam pun dengan mudah
mengenali berbagai famili. Beruang, anjing, hyena, garangan, marten,
musang, kucing dan bahkan viverid sudah sangat dikenal, walaupun famili
lautan dan procyonid tidak banyak dikenal.
Kebanyakan anggota ordo karnivora dapat dikenali dari pembesaran
premolar keempat bagian atas dan molar pertama bagian bawah, yang
bersama-sama membentuk suatu robekan dan pemotongan daging dan urat
daging (tendon). Gigi-gigi ini dikenal sebagai sepasang carnassial. Ada
sedikit bentuk perkecualian seperti pada beruang, racoon dan anjing laut
dimana gigi-gigi tersebut mengalami modifikasi sekunder.
Satwa karnivora kebanyakan berukuran sedang; jika terlalu kecil tidak
memiliki kemampuan untuk membunuh; jika terlalu besar mereka tidak
mampu memenuhi kebutuhan makannya. Kebanyakan memiliki indera yang
sangat tajam. Pengelihatan dan pendengarannya sangat mengagumkan pada
kebanyakan karnivora, dan indera penciumannya seringkali menakjubkan.
Kebanyakan memiliki otak yang besar. Banyak diantaranya merupakan pelari
yang handal. Sebagian kecil merupkan pelari jarak jauh yang tangguh, tetapi
lebih umum karnivora merupakan pelari jarak pendek yang cepat dengan
mendendap-endap mendekati mangsanya kemudian menangkapnya dengan
sergapan kilat yang sengit. Sebagian kecil, seperti beruang dan racoon,
tampaknya relatif lamban atau kaku, walaupun demikian spesies ini dapat
dengan cepat melakukan sergapan yang hebat. Seperti halnya pelari jarak jauh,
tidak memiliki kerangka yang relatif kaku dan sangat termodifikasi dengan
pola pergerakan herbivora sasarannya seperti artiodactyl; ini mungkin
berhubungan dengan kebutuhan yang sering tidak diduga bahwa menangkap
dan membunuh mangsa besar bertumpu pada kerangka mereka.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 17
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
18 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
karnivora sangat beraneka, termasuk hitam, putih, orange, kuning, merah dan
hampir kebanyakan bercorak abu-abu dan cokelat. Sebagai tambahan, banyak
karnivora bergaris-garis, tutul, berbintil, bergaris atau berpola tegas.
Beberapa spesies, seperti serigala abu-abu, memiliki warna kulit polymorphic.
Kucing dan anjing peliharaan menunjukkan ribuan kombinasi warna kulit dan
bentuk tubuh sebagai hasil seleksi perkembangbiakan oleh manusia.
B. Biologi Reproduksi
Karnivora memiliki sistem perkawinan polygynous, polygyndrous dan
monogami. Anjing laut gajah di selatan (Mirounga leonina) menunjukkan
polygyny yang ekstrim, dimana para jantan berkelahi untuk dapat
berhubungan secara ekslusif dengan para betina harem. Sementara, serigala
abu-abu (Canis lupus) adalah pasangan monogami yang bekerjasama dalam
memelihara anak-anaknya; jantan dan betina dominan dalam kelompok
perkembangbiakan dan semua anggota kelompok membantu membesarkan
anak-anak mereka. Karnivora soliter, seperti beruang, bangsa mustelid dan
bangsa kucing sering polygynandrous, dengan masing-masing jantan dan
betina memiliki banyak pasangan selama musim kawin.
Karnivora berkembangbiak baik secara musiman maupun tidak; di
daerah dingin biasanya kawin pada musim dingin dan semi serta melahirkan
selama musim semi dan musim panas. Betina mungkin polyestrus atau
monoestrus; pada beberapa spesies ovulasi disebabkan oleh perkawinan.
Karnivora dapat memiliki dua atau tiga anak per tahun (seperti pada musang
kecil), tetapi kebanyakan karnivora betina hanya memiliki satu anak setiap
satu sampai dua tahun. Kelambatan implantation, dimana blastocyst diam
terbaring selama beberapa bulan sebelum implantation dalam saluran
kandungan (uterine) adalah umum pada beberapa famili karnivora (seperti
mustelid). Setelah implantation, masa kebuntingan berkisar dari lima minggu
pada musang kecil sampai 15 bulan pada walrus. Masa kebuntingan khusus
sesungguhnya berakhir dua sampai empat bulan. Jumlah kelahiran bervariasi
dari 1 sampai 16 dan umumnya 3 – 5. Betina mengasuh anak mereka sampai
dua tahun dan anak mencapai dewasa kelamin sampai tujuh tahun.Karnivora
betina mengandung anak mereka sampai 15 bulan dan menyusuinya setelah
lahir. Lamanya pengasuhan sangat bervariasi di anatara karnivora. Beberapa
phocid (anjing laut sejati) hanya mengasuh anak mereka selama dua minggu,
tetapi walrus mengasuh anak mereka sampai dua tahun. Masa menyusui pada
karnivora daratan juga berkisar dalam rentang waktu ekstrim tersebut. Anak
karnivora sangat beragam dari yang sangat precocial, seperti anak anjing laut
pelabuhan (Phoca vitulina) yang dapat berenang beberapa menit setelah
dilahirkan, sampai altrical seperti pada beruang. Karnivora betina biasanya
memikul tanggung jawab sendiri untuk mengasuh dan melindungi anak
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 19
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
20 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
dia kawin dengan jantan terbaik yang ada adalah untuk melakukan strategi
reproduksi yang dikenal dengan ovulasi terinduksi (induced ovulation).
Betina mulai estrus, tetapi tidak melepaskan telur sampai terangsang oleh
kopulasi. Strategi lainnya disebut ovulasi spontan (spontaneous ovulation),
dimana telur dilepas dalam suatu siklus yang tidak dipengaruhi oleh
perkawinan. Walaupun ada pengecualian, pembuah spontan (spontaneous
ovulator) tampaknya terjadi pada spesies yang lebih sosial daripada pembuah
terinduksi (induced ovulator).
Satwa yang lebih kecil memiliki laju metabolik yang lebih cepat dan
berkembangbiak lebih cepat dari pada satwa besar. Betina karnivora terkecil,
seperti musang kecil, matang seksual pada umur tiga bulan. Jumlah anak per
kelahiran biasanya enam, sehingga jika ia hidup cukup lama – usia harapan
hidup rata-rata kurang dari satu tahun – seekor betina berpotensi memproduksi
30 keturunan setahun. Jumlah ini didapat dari enam ekor pada kelahiran
pertama dan kedua serta masing-masing enam anak dari tiga anak betinanya
dari kelahiran pertamanya. Jantan belum matang seksual pada tahun pertama.
Di lain pihak, singa dapat hanya sekali melahirkan dengan tiga atau empat
anak dalam tiga setengah tahun sampai anak-anaknya tidak tergantung lagi
pada umur tiga tahun. Tetapi, jika betina kehilangan semua anak-anaknya,
maka ia akan cepat estrus lagi. Anjing liar Afrika memiliki laju metabolik
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan dugaan dari ukuran tubuhnya dan
turn over populasinya cepat. Hal ini menunjukkan potensi reproduksi mereka
yang tinggi. Mereka berkembang biak secara musiman dan melahirkan
jumlah kelahiran yang besar, yang tertinggi tercatat 21 ekor untuk satu betina.
Pinniped beradaptasi dengan baik untuk hidup di lautan tetapi harus
pergi ke areal perkembangbiakan di daratan pada musim panas untuk
bereproduksi. Jantan datang sedikit lebih awal daripada betina dan membuat
teritori. Betina datang sesaat sebelum melahirkan anak tunggal yang
dikandung pada musim sebelumnya. Masa menyusui sangat pendek dan
intensif, tidak lebih dari enam minggu pada anjing laut. Anak dibesarkan dan
ditinggalkan begitu saja oleh induknya untuk kawin, sebelum kembali ke laut
untuk tahun berikutnya. Pada anjing laut berkuping, betina datang ke musim
kawin sekitar satu minggu setelah melahirkan. Menyusui berlangsung 4 – 6
minggu dimana pada masa itu induknya melakukan periode perampasan
makanan ke dalam laut.
C. Masa hidup
Karnivora merupakan mamalia yang berumur panjang, dengan hampir
kebanyakan spesies dapat hidup sedikitnya satu dasa warsa. Perkecualian
terutama pada musang kecil (Mustela), yang hidup sampai enam tahun dalam
kandang tetapi biasanya di alam tidak lewat dari satu tahun. Pada umumnya,
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 21
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
D. Indera khusus
Organ panca indera yang sangat efisien amat penting bagi predator.
Mangsa harus dapat dibidik dari jarak jauh dan sergapan akhir sering
membutuhkan orientasi yang sangat akurat. Pendengaran, penglihatan dan
penciuman sama pentingnya. Beberapa predator dalam berburu banyak
menggunakan indera penciumannya; yang lain mengandalkan indera
penglihatannya, sementara pemangsa hewan kecil atau berburu di vegetasi
lebat, mungkin indera pendengarannya memainkan peran yang dominan.
1. Indera penglihatan
Kebutuhan daya penglihatan untuk malam hari dan siang hari tidaklah
sama. Kebutuhan sensitivitas penglihatan pada cahaya yang remang-remang
memerlukan pupil mata dan bukaan kelopak yang besar sehingga cahaya
sebanyak mungkin dapat masuk ke mata. Pupil mata besar berarti lensa dan
kornea juga besar tetapi tidak selalu diikuti dengan peningkatan sensitivitas
(Ewer, 1985).
Mata spesies nokturnal biasanya memiliki ruangan bagian depan yang
besar dengan kurva lensa yang banyak dan besar serta kornea yang sangat
cembung. Kebutuhan kedua adalah retina yang sangat sensitif yang
22 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 23
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
berkaki pendek seperti garangan. Pupil horisontal mungkin juga terjadi pada
spesies selain yang telah disebutkan di atas : ini mungkin merupakan ciri
penting dari Herpestinae secara kesuluruhan (Ewer, 1985).
Selain hewan non primata tingkat tinggi tidak memiliki kemampuan
daya akomodasi mata, tetapi karnivora memiliki daya akomodasi yang
berkembang luar biasa. Berang-berang yang harus melihat di air dan daratan
memiliki iris sphincter yang luar biasa dan berfungsi sebagai alat bantu
mengubah bentuk lensa dengan mengkonstruksi porsi bagian depan.
Keanehan lain mata Lutra adalah retinanya yang dapat menggulung ke atas ke
dalam seri ridges. Retina semacam ini juga ditemukan pada mamalia air yaitu
paus dan kuda nil. Retina semacam ini diperkirakan sebagai adaptasi untuk
melihat di bawah air, tetapi bagaimana mekanisme berfungsinya masih belum
diketahui (Ewer, 1985).
Pada manusia yang memiliki bagian putih lebih besar mempunyai
gerakan mata yang lebih luas, dan posisi mata yang menghadap lurus ke depan
memberikan luas area pandang binokular lebih besar sehingga mengetahui
jarak dengan lebih tepat, tetapi area pandang total berkurang. Namun hal ini
diimbangi dengan kemampuan gerak mata yang lebih luas. Pada karnivora,
keakuratan jarak juga diperlukan dan overlap binokular walaupun lebih
sempit dari manusia tetapi masih cukup bagus. Overlap maksimal terjadi pada
Felidae, dimana sudut antara sumbu optik dan sumbu badan berkisar 4o – 9o.
Pada kucing, total area pandangan 287o dengan overlap binokular 130o. Pada
anjing perbedaan sudut mata dari badan sedikit lebih besar yaitu 15o - 25o dan
maksimum untuk karnivora mendekati 50o (Ewer, 1985).
Kemampuan lain yang berkembang dengan baik pada karnivora adalah
sejenis selaput mata yang disebut nictitating membrane, yang pada banyak
spesies dapat ditarik menutupi mata dan berfungsi sebagai alat pelindung atau
pembersih permukaan bola mata (cunjunctive). Spesies yang suka menggali
dan berlindung dalam lubang seperti garangan, memiliki kemampuan ini.
Demikian juga beruang kutub dan panda raksasa juga memiliki selaput
tersebut yang menurut Walls (1942) dalam Ewer (1985) mungkin digunakan
untuk melindungi mata dari cahaya yang menyilaukan, seperti halnya kita
menggunakan kacamata untuk menghindari kebutaan akibat silau salju.
Karnivora tidak buta warna tetapi kemampuan pembedaan warnya bervarasi
menurut jenis (Ewer, 1985).
2. Indera Pendengaran
Sudah lama diketahui bahwa sensitifitas pendengaran kucing dan
anjing jauh di atas manusia. Kucing memiliki sensitifitas pendengaran yang
tinggi untuk frekuensi sampai 50 kHz tetapi menurun drastis untuk frekuensi
24 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 25
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
26 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
jauh lebih banyak. Kemampuan ini tentu saja merupakan hal yang sangat
penting sebagai dasar untuk melatih anjing penjaga domba. Burns (1969)
dalam Ewer (1985) membuat daftar delapan perintah suara yang harus
dikenali oleh anjing penjaga domba sebagai kemampuan dasar, tetapi biasanya
perbendaharaannya jauh lebih banyak dari itu. Lebih jauh, banyak perintah
dapat diberikan, baik secara verbal, ketika anjing dekat atau menggunakan
kode siulan ketika jauh dari gembala (Ewer, 1985).
3. Indera Penciuman
Dari aspek tingkah laku dan fisiologi, penciuman merupakan salah satu
indera yang paling sulit diteliti, sebagian karena sulitnya mengendalikan dan
mengukur rangsangan (stimuli) dan sebagian lain karena komunikasi dengan
indera penciuman memainkan peran yang sangat kecil dalam kehidupan kita.
Meskipun demikian, kita dapat membedakan banyak macam bau dan sedikit
latihan dapat meningkatkan banyak kemampuan kita, walaupun pada
umumnya bau jarang merupakan hal penting bagi kita (Ewer, 1985).
Dalam dunia karnivora, bau bukan hanya penting dalam melacak
mangsa tetapi juga dalam berbagai perilaku. Sudah sejak 1897 E.T. Seton
menyadari bahwa anjing menggunakan urin sebagai sarana pertukaran
informasi dan mempunyai tempat-tempat kencing khusus sebagai “telepon-
telepon bau”. Bau memainkan peran penting untuk pengenalan individu,
mengetahui status seksual dan dalam interaksi antara induk dan anak.
Keanekaragaman kelenjar penghasil bau ditemukan pada karnivora terbukti
sangat penting, bahkan bagi karnivora yang tidak berburu dengan penciuman.
Kebanyakan penyelidikan menggunakan penciuman dilakukan menggunakan
anjing karena kemampuan pelacakannya, baik dalam olah raga maupun kerja
kepolisian (Ewer, 1985).
Kalmus (1955) dalam Ewer (1985) sangat tertarik dengan kemampuan
anjing dalam membedakan bau manusia secara individual. Ia menunjukkan
bahwa anjing dapat membedakan bau setiap anggota dalam satu keluarga
bahkan dapat membedakan kembar identik dengan bau secara bersamaan.
Kekhasan bau individu tidak banyak dipengaruhi oleh dari daerah mana bau itu
dikeluarkan (telapak tangan, ketiak, telapak kaki). Perbedaan bau daerah-
daerah tertentu dikenali dengan baik oleh manusia tetapi tidak
membingungkan bagi anjing untuk mengidentifikasi individu (Ewer, 1985).
King et al., (1964) dalam Ewer (1985) menemukan bahwa anjing masih
dapat mendeteksi jejak bau yang ditinggalkan oleh sidik jari manusia pada
slide kaca sampai enam minggu sesudahnya jika disimpan di dalam ruangan,
tetapi jika slide tersebut di luar ruangan sehingga terpengaruh cuaca, baunya
masih dapat dideteksi setelah satu sampai dua minggu. Percobaan Moulton
et al. (1960) dalam Ewer (1985) pada batas penciuman anjing terhadap
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 27
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
senyawa murni (formic, acetic, propionic dan asam aliphatic rantai panjang
lainnya) kurang menarik. Sensitifitas hidung anjing terhadap substansi
tersebut tidak lebih mencolok dibandingkan hidung manusia dan tidak
ditemukan penyebab khusus mengapa demikian. Keunggulan anjing
dibandingkan manusia bukan pada sensitifitas penerima penciuman
individual tetapi dalam keanekaragaman bau yang dapat dideteksi.
Kemampuannya membedakan bau disebabkan oleh banyak variasi kuantitatif
gabungan antara jumlah konstituen dan kemampuan mengingat, seperti
halnya kita mengingat wajah atau suara (Ewer, 1985).
Penyelidikan Kalmus meliputi beberapa uji pelacakan tetapi
penyelidikan paling banyak pada kemampuan pelacakan anjing yang terlatih,
dilakukan oleh Budgett (1983) dalam Ewer (1985). Ia tidak hanya
menunjukkan bahwa anjing dapat mengikuti jejak individu manusia tetapi
juga jika buruannya mengenakan sepatu boot karet atau bahkan menaiki
sepeda, setelah memeriksa dan mencari, anjing masih dapat mengikuti
jejaknya. Budget menyimpulkan bahwa kondisi optimal untuk pelacakan
adalah ketika temperatur tanah sedikit lebih tinggi dibandingkan temperatur
udara. Kondisi ini biasanya terpenuhi pada awal menjelang malam, ketika
temperatur udara turun lebih cepat dari pada temperatur tanah dan Budgett
memastikan bahwa waktu ini merupakan waktu favorit untuk berburu oleh
banyak karnivora yang memiliki penciuman tajam (Ewer, 1985).
Orang mungkin mengira spektrum bau bagi hidung spesies tertentu
merupakan respon yang berkaitan dengan cara hidup, khususnya perilaku
mencari makan. Misalnya, spesies pemakan tumbuhan mungkin lebih
responsif pada bau tanaman dan bau bunga dibandingkan pemakan daging.
Sensitifitas kucing terhadap catnip (tanaman yang disukai kucing) merupakan
pengecualian dan merupakan kasus khusus. Respon mereka terhadap bau
tanaman tertentu pasti menyerupai tingkah laku yang ditunjukkan oleh betina
sewaktu oestrus (Palen dan Goddard, 1966 dalam Ewer 1985). Oleh karena
itu, tampaknya hampir pasti bahwa bau mengandung beberapa komponen
yang identik dengan atau sangat menyerupai bau yang dihasilkan satwa itu
sendiri. Konstituen minyak esensial tanaman adalah cis, trans-nepetalactone
(Waller et al., 1969) tetapi tidak ada upaya untuk menemukan senyawa apa
yang dihasilkan oleh kucing. Sayangnya, studi komparatif terhadap
sensitifitas bau dari spesies berbeda belum dibuat tetapi banyak bukti tingkah
laku bahwa beberapa mamalia mengeluarkan dan merespon untuk menandai
sesuatu dengan bau yang tidak dapat dideteksi oleh hidung manusia (Ewer,
1985).
Vomero nasal atau organ Jacobson merupakan struktur yang fungsinya
pada mamalia sangat sedikit diketahui. Ia berisi barisan kantong dengan sel-
sel penerima yang sangat mirip organ penciuman dan teretak di bagian depan
28 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 29
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
4. Indera Perasa
Dalam makan, indera perasa selalu bekerjasama dengan penciuman.
Oleh karena itu tidak mungkin memisahkan keduanya dalam uji tingkah laku
sehingga tidak bisa mempelajari lebih mendalam tentang indera perasa.
Pengamatan umum menemukan bahwa ”sweet tooth” lebih banyak menjadi
ciri khas anjing dari pada kucing. Karena manis merupakan salah satu dari
empat rasa utama manusia, tampaknya beralasan untuk mengasumsikan
bahwa anjing, seperti halnya kita, memiliki receptor untuk merespon
substansi yang berasa manis, sedangkan kucing tidak. Secara biologis hal ini
beralasan, gula penting bagi spesies yang makanannya terdiri dari buah, tetapi
tidak relevan bagi spesies yang lebih banyak memakan daging. Sehingga
tidak mengherankan jika dalam kandang lebih banyak karnivora pemakan
segala yang membawa kecenderungan menyukai rasa manis (Ewer, 1985).
Penelitian fisiologi menunjukkan bahwa receptor perasa pada anjing
lebih sensitif terhadap substansi berasa manis dari pada kucing. Appelberg
(1958) dalam Ewer (1985) mempelajari respon urat dalam syaraf
glossopharingeal dan meringkas hasilnya; kerja awalnya, yang tercatat dari
chorda tympani. Pada anjing urat syaraf merespon pada substansi asin, pahit,
asam dan manis ditemukan pada kedua syaraf tetapi pada kucing, urat syaraf
manis yang jelas tidak ditemukan. Tetapi, kucing sebenarnya memiliki
beberapa sensitifitas pada gula. Beidler et al., (1955) dalam Ewer (1985)
mencatat dari syaraf chorda tympani secara keseluruhan, menemukan
beberapa respon terhadap sukrosa walaupun ambangnya tinggi dan Pfafman
(1955) dalam Ewer (1985) mencatat dari unit-unit tunggal, menemukan
beberapa yang walaupun sangat sensitif terhadap asin atau asam, juga
merespon pada sukrosa.
30 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 31
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
IKHTISAR
Karnivora memiliki fisik yang memang teradapatasi untuk menjadi
pemangsa seperti memiliki kemampuan lari dan menangkap mangsa yang
hebat, struktur tubuhnya memang memungkinkan untuk itu. Karnivora juga
dibekali indera yang sangat istimewa sebagai alat bantu berburunya. Indera
penglihatan yang khas, bisa memantulkan sinar yang ditangkap mangsanya
sampai pada selaput yang dapat melindungi mata dari debu dan silau. Indera
pendengarannya yang tajam mampu mendengar suara dengan frekuensi
tinggi di atas kemampuan manusia. Demikian juga indera penciumannya
yang dilengkapi dengan vomero nasal atau Jacobson dapat mengendus
mangsanya dari jarak jauh dan mampu mengenali buruannya dengan
membaui jejaknya. Beberapa spesies karnivora juga memiliki indera
perabaan yang peka sehingga mampu mengenali suatu benda tanpa
melihatnya. Karnivora memiliki sistem perkawinan polygynous,
polygyndrous dan monogami. Karnivora merupakan mamalia yang berumur
panjang, dengan hampir kebanyakan spesies dapat hidup sedikitnya satu dasa
warsa bahkan ada yang sampai berumur 40 tahun.
GLOSARIUM
Blastocyst : struktur yang terbentuk pada awal pembentukan embrio
pada mamalia, setelah pembentukan blastocele, tetapi
sebelum implantation. Ia memiliki sebuah masa sel dari
dalam, atau embrioblast, dan sebuah masa sel luar atau
trophoblast. Blastocyst manusia berisi 70-100 sel.
Cerebral cortex : suatu struktur dalam otak vertebrata yang memiliki
sifat-sifat berbeda secara struktural and fungsional.
Diphyodont : memiliki dua set gigi berturut-turut, yang dapat tanggal
(deciduous) dan permanen.
Iris sphincter muscle (pupillary sphincter, circular muscle of iris, circular
fibers) : otot di bagian mata yang disebut iris biasanya
ada pada vertebrata dan beberapa cephalopods.
Molar : gigi dengan mahkota yang lebar digunakan untuk
menggiling makanan, terletak di belakang premolar.
Nictitating membrane : kelopak ketiga yang bening tembus pandang
biasanya ada pada beberapa hewan, dapat disapukan
pada mata untuk perlindungan atau membasahi mata
sambil tetap dapat melihat. Tidak seperti kelopak mata
manusia, nictitating membrane bergerak secara
horisontal menyapu bola mata.
Pinnae : pengeras suara bagian luar telinga. Bagian luar telinga
yang tersusun dari tulang rawan yang dapat dilihat.
Polygynandry : terjadi jika dua atau lebih jantan memiliki hubungan
32 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 33
DESKRIPSI FISIK DAN BIOLOGI KARNIVORA
DAFTAR PUSTAKA
Ewer, R.F. 1985. The Carnivores. Cornell University Press. Ithaca, New
York.
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Carnivora
.html. Diakses tanggal 6/3/2007.
http://en.wikipedia. org/wiki/Sphincter. Diakses tanggal 21/3/2007.
http://en.wikipedia.org/ wiki/Blastocyst. Diakses tanggal 21/3/2007.
http://en.wikipedia.org/wiki/Cerebral_cortex. Diakses tanggal 21/3/ 2007.
http://en.wikipedia.org/wiki/Nictitating_membrane. Diakses tanggal
21/3/2007.
http://en.wikipedia.org/wiki/Polymorphism_(biology). Diakses tanggal
14/3/2007.
http://en.wikipedia.org/wiki/Precocial. Diakses tanggal 21/3/2007.
http://en.wikipedia.org/wiki/Rhinarium. Diakses tanggal 21/3/2007.
http://en.wikipedia.org/wiki/Vibrissae. Diakses tanggal 21/3/2007.
http://encyclopedia.thefreedictionary.com/Polygynandrous. Diakses
tanggal 15/3/2007.
http://www.answer.com/topic/carnivora-1. Diakses tanggal 6/3/2007.
http://www.answers.com. Diakses tanggal 18/3/2007.
http://www.answers.com/topic/molar. Diakses tanggal 21/3/2007.
http://www.answers.com/topic/pinna. Diakses tanggal 21/3/2007.
http://www.answers.com/topic/polygynous-1. Diakses tanggal 6/3/2007.
http://www.answers.com/topic/polygyny?method=8. Diakses tanggal
15/3/2007.
http://www.answers.com/topic/premolar. Diakses tanggal 21/3/2007.
http://www.asms.net/facultymanaged/bmcph/courses/biochg/
skullglossary/defzygomatic.html. Diakses tanggal 6/3/2007.
http://www.earthfile.net/mammals/age.html. How Long do Mammals
Live? http://www.earthfile.net/mammals/age.html. Diakses tanggal
21/3/2007.
http://www.metpet.com/Reference/Cats/Behavior/vmo_flehmen_cats.htm.
Diakses tanggal 6/3/2007.
http://www.peninsulavaldes.org/patagonia/animals/mammals/carnivoro.htm
. Diakses tanggal 14/3/2007.
http://www.quotes-zone.com/quotes/24/rostrum.php. Diakses tanggal
16/3/2007.
http://www.yourdictionary.com/ahd/d/d0238800.html. Diakses tanggal
15/3/2007.
http://www.yourdictionary.com/ahd/d/d0238800.html. Diakses tanggal
6/3/2007.
34 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
Bab
EKOLOGI
4
A. Habitat
Karnivora memiliki toleransi habitat yang sangat luas dan ditemukan di
semua habitat, baik di darat maupun di laut. Hanya puncak gunung gunung
tertinggi, gurun pasir paling ekstrim, dan laut dalam yang sama sekali tidak ada
karnivora. Walaupun karnivora daratan menghabiskan seluruh waktunya di
daratan, macan tutul (Panthera pardus) dan marten (Martes spp.) adalah ahli
memanjat pohon, berang-berang berumah di sungai dan danau, beruang kutub
(Ursus maritimus) meghabiskan banyak waktu hidupnya di lautan es, dan
musang kecil dapat berburu di bawah tanah atau di bawah salju. Karnivora
laut berkembang biak di darat dan mencari makan di laut. Anjing laut gajah
dapat tinggal di bawah permukaan air sampai dua jam dan menyelam sampai
kedalaman 5.000 ft (1.500 m).
Karnivora menempati hampir semua tipe habitat daratan dan perairan,
dari daerah tropis sampai ke kutub. Mereka hidup di hutan, gurun pasir,
pegunungan, padang rumput, padang semak, danau dan rawa, pesisir laut dan
laut terbuka.
B. Sebaran Geografis
Karnivora dijumpai di seluruh dunia, walaupun banyak pulau tidak
memiliki populasi asli. Antartika dan Australasia tidak memiliki karnivora
daratan asli, walaupun dingo (Canis familiaris dingo) sudah hidup di
Australasia sedikitnya 3.500 tahun, dibawa ke sana oleh para pelaut.
Karnivora yang diintroduksi, khususnya kucing peliharaan terdapat di banyak
pulau dan sering menjadi masalah bagi manajemen konservasi karena mereka
memangsa jenis-jenis asli.
Berikut ini disajikan sebaran geografis beberapa jenis karnivora dari
tujuh famili yang sebarannya meliputi semenanjung Malaya dan Indonesia
yang dipertelakan oleh (Medway, 1969).
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 35
EKOLOGI
Famili : Canidae
Spesies : Cuon alpinus (Pallas); Sub Spesies : C.a. sumatrensis
(Hardwicke)
Nama Inggris : Red dog; Dhole
Nama Lokal : Serigala, Ajak, Anjing hutan
Sebaran : dari Asia Tengah melalui China ke Korea, selatan ke India di
barat, Sumatera dan Jawa di timur. Di Semenanjung Malaya
tersisa di daratan utama dimana masih tersisa hutan-hutan
lebat, walaupun tidak ada yang melimpah.
Famili : Ursidae
Spesies : Helarctos malayanus (Raffles); Sub Spesies : H.m.
malayanus (Raffles)
Nama Inggris : Malayan sun bear
Nama Lokal : Beruang
Sebaran : timur laut India, Burma (mungkin China Selatan), selatan ke
Sumatera, Malaya dan Borneo. Di Malaya tersebar luas ke
seluruh daratan utama yang berhutan pada semua ketinggian
tetapi tidak ada yang melimpah.
Famili : Mustelidae
Spesies : Martes flavigula (Boddaert); Sub Spesies : M.f. peninsularis
Bonhote
Nama Inggris : Yellow throat marten
Nama Lokal : Mengkira
Sebaran : dari Himalaya ke timur Siberia, selatan ke Sumatera, Jawa
dan Borneo. Di Malaya tidak umum tetapi tersebar luas di
seluruh daratan utama di semua tipe hutan sampai ketinggian
6.000 ft.
36 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EKOLOGI
Famili : Viverridae
Spesies : Viverra tangalunga Gray; Sub spesies : V.t. lancavensis
Robinson&Kloss (di Langkawi); V.t. tangalunga Gray (di
wilayah lainnya)
Nama Inggris : Malay civet
Nama Lokal : Tenggalong
Sebaran : Sumatera, Malaya, Kepulauan Riau, Bangka dan Borneo. Di
Malaya umum di daratan utama pada semua tipe hutan; juga
tercatat di Pulau Langkawi dan Singapura.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 37
EKOLOGI
38 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EKOLOGI
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 39
EKOLOGI
Famili : Felidae
Spesies : Panthera tigris (Linnaeus); Sub Spesies : P.t. tigris
(Linnaeus)
Nama Inggris : Tiger
Nama Lokal : Harimau belang; Harimau loreng
Sebaran : dari Iran melalui Uni Soviet dan China ke Siberia bagian
Timur, selatan ke India dan Sumatera, Jawa dan Bali. Di
Malaya tersebar luas di semua tipe hutan di daratan utama.
40 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EKOLOGI
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 41
EKOLOGI
42 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EKOLOGI
diri yang baik, mungkin menjadi tidak available bagi pemangsa dibandingkan
spesies yang jumlahnya sedikit tetapi lebih mudah ditangkap. Bahkan dalam
suatu spesies, semua kelas individu tidak perlu dibunuh oleh seekor pemangsa
sesuai proporsi jumlah mereka dalam populasi. Individu yang sangat muda
(anak-anak), tua dan sakit atau terluka mungkin lebih dipilih untuk dibunuh
dan tingkah laku satwa mangsa kadang-kadang juga membuat pemangsa
memilihnya. Sebagai contoh, singa di Taman Nasional Danau Manyara yang
mangsa utamanya kerbau, membunuh sejumlah dewasa tua secara tidak
proporsional. Walaupun secara individual lebih besar dan lebih kuat dari pada
betina dan anak-anak, faktanya banyak kerbau jantan bersifat soliter sehingga
membuka peluang untuk lebih mudah diserang dari pada betina dan anak-anak
yang lebih lemah tetapi memiliki sistem perlindungan dan pertahanan secara
kelompok (Makacha dan Schaller, 1969 dalam Ewer, 1985).
Ada dua faktor lainnya yang mempengaruhi pemangsa membunuh,
tidak hanya bergantung pada kelimpahan relatif dari berbagai jenis mangsa di
habitatnya. Pertama adalah palatabilitas. Sesungguhnya tidak semua jenis
daging sama menariknya bagi suatu spesies pemangsa tertentu. Informasi
tentang bekerjanya faktor ini di alam masih sangat sedikit. Tetapi pemangsa
yang lapar dan biasanya rewel terhadap makanan, jika tidak dapat memperoleh
makanannya maka preferensinya yang didasarkan pada palatibilitas tidak
berperan dalam pemilihan mangsa (Ewer, 1985).
Faktor kedua adalah pengalaman. Memburu dan menangkap mangsa
memerlukan beberapa ketrampilan teknik yang akan meningkat secara nyata
seiring banyaknya pengalaman. Spesies mangsa yang berbeda memerlukan
teknik berburu yang berbeda pula dan satwa yang telah menjadi ahli dalam
memburu mangsa jenis tertentu akan cenderung memfokuskan diri pada
spesies tersebut dan lebih memilihnya sebagai buruannya. Kucing rumah
menunjukkan bekerjanya faktor ini. Kebanyakan kucing merupakan
pemangsa burung yang agak tidak efisien tetapi kucing yang pernah belajar
bagaimana menangkap burung cenderung menjadi penggemar burung. Di
antara karnivora yang lebih kecil yang tidak biasa memangsa ternak, misalnya
yang kadang-kadang terjadi secara individual pada banyak kucing yang nakal
mengembangkan tekniknya menjadi spesialis pemakan burung (Ewer, 1985).
Untuk memahami kebiasaan makan suatu spesies, perlu mengetahui
apakah pemangsa itu makan di berbagai tipe habitat yang ada di seluruh
wilayah jelajahnya dan juga seluruh siklus tahunannya. Informasi yang
lengkap tersebut masih terbatas untuk sedikit spesies. Kebanyakan yang
menjadi perhatian adalah jenis-jenis yang bernilai ekonomis penting seperti
rubah, yang dituduh sebagai penyebab menurunnya populasi unggas dan
ternak, atau seperti singa yang memainkan peran kunci dalam industri wisata
(Ewer, 1985).
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 43
EKOLOGI
44 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EKOLOGI
keberadaan sisa makanan dalam feces memberi perkiraan yang sangat bagus
tentang nilai penting relatif dari berbagai spesies ikan dan katak yang
dimakan. Seperti yang mungkin diperkirakan, udang karang, dengan proporsi
material yang tidak dapat dicerna lebih tinggi bisa sedikit terwakili dengan
metode ini.
Bothma (1966) dalam Ewer (1985) menggunakan sebuah kombinasi
persentase keberadaan dan persentase volume. Bebagai jenis makanan
disusun sesuai urutan nilai penting, pertama berdasarkan satu metode
kemudian dengan metode lainnya dan diberi nomor sesuai dengan urutan
ranking. Dua angka kemudian ditambakan untuk memberi sebuah nomor
indeks untuk masing-masing jenis makanan dan indeks-indeks ini kemudian
disusun dalam urutan rangking yang baru yang oleh Bothma digunakan untuk
memberikan perkiraan nilai penting relaatif yang lebih baik dibandingkan jika
menggunakan persentasi keberadaan atau volume secara sendiri-sendiri.
Kenyataannya peneliti yang berbeda menggunakan metode pencatatan
yang berbeda sehingga hasilnya sulit dibandingkan, tetapi untuk kebanyakan
tujuan praktis akan cukup memadai jika bahan-bahan yang dimakan
diklasifikasikan menjadi tiga kategori utama yaitu : (1) makanan utama atau
makanan pokok, (2) makanan minor tetapi penting, dan (3) makanan yang
hanya sesekali penting atau memiliki nilai kalori yang terlalu kecil. Yang
termasuk kategori terakhir adalah tumbuhan yang secara proporsional dapat
diabaikan dalam hal sebagai sumber energi tetapi mungkin penting sebagai
sumber vitamin (Ewer, 1985).
D. Tingkah Laku
Kombinasi dari jumlah spesies yang banyak, toleransi habitat yang
luas, makanan yang beraneka ragam dan otak yang telah berkembang dengan
baik dari karnivora telah membawa pada evolusi tingkah laku dan sistem
sosial yang luas. Hanya primata tingkat tinggi yang memiliki pola tingkah
laku dan sistem sosial yang lebih kompleks dari karnivora. Fleksibilitas
dalam tingkah laku dalam ordo dapat dilihat di antara spesies dan mungkin
yang paling menarik, masing-masing spesies ahli dalam lingkungan yang
berbeda.
Banyak karnivora yang soliter ketika melakukan pegerakan mencari
makan atau selama induk masih bersama anak-anak yang tergantung padanya.
Tetapi, penelitian mendetail tentang spesies soliter ini menghasilkan bahwa
walaupun mereka tampaknya soliter, mereka berbagi teritori dengan sesama
jenisnya dan bekerjasama serta berkomunikasi dengan sesama anggota
kelompoknya.
Musang dan genet (Viverridae) adalah contoh yang baik untuk
karnivora yang soliter sementara dari satuan sistem sosial yang tampaknya
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 45
EKOLOGI
telah berkembang. Jantan soliter hidup dalam teritori yang terhitung luas yang
mencakup teritori-teritori lebih kecil dari beberapa betina. Tetapi, dengan
musang palem, sub ordinat yang biasanya jantan yang lebih muda menempati
wilayah kecil di dalam teritori jantan dominan, menghindari kontak dengan
jantan dominan ketika ia bergerak menjelajahi wilayahnya.
Beruang juga kebanyakan soliter, tetapi fleksibilitasnya dalam tingkah
laku memungkinkan beruang cokelat dan beruang kutub berkumpul
terkonsentrasi di sumber makanan. Sebagai contoh, beruang cokelat (Ursus
arctus) berkumpul selama migrasi ikan salmon di barat laut hamparan laut
Amerika Utara dan beruang kutub mungkin berkumpul di bangkai ikan paus di
Arctic circle. Agak mengherankan, beruang kutub juga terkonsentrasi selama
waktu kekurangan makanan. Selama musim panas dan musim gugur, ketika
es mencair, sejumlah jantan mungkin puasa bersama dalam damai di tempat
tertentu yang disukai sepanjang pantai. Kadar testosteron rendah dan tidak
ada makanan untuk diperebutkan.
Banyak dari 37 spesies kucing benar-benar soliter dan hanya satu yaitu
singa (Panthera leo) yang sangat sosial. Singa hidup dalam kelompok (pride)
2 – 12 dari satu keluarga yang terdiri dari betina-betina dan anak-anak mereka.
Anggota kelompok (pride) tidak tinggal bersama sepanjang waktu tetapi
mereka mempertahankan teritori bersama dan saling bersahabat satu sama lain
ketika mereka bertemu. Jantan dari kelompok (koalisi) biasanya 2 – 4, tetapi
dapat juga sampai 7. Jantan bergabung dalam kelompok (pride), tetapi
kedudukannya tidak langgeng dan mereka dapat digantikan oleh suatu
kelompok (koalisi) yang lebih kuat, atau mereka pindah ke kelompok lain.
Ukuran kelompok (pride) dan teritori adalah tidak tetap tergantung pada
sumberdaya, sebagaimana asosiasi antara para betina dan para jantan. Di
wilayah terbuka jantan menghabiskan banyak waktu bersama kelompoknya,
mungkin karena para betina dan anak-anak mereka lebih mudah dipisahkan
oleh jantan asing yang mungkin akan membunuhnya. Di savana yang berhutan
para jantan dapat meninggalkan kelompok dan mencari betina-betina lain
untuk dikawininya ketika anak-anak masih sangat kecil. Akan lebih mudah
untuk menyembunyikan mereka dari para jantan pembunuh anak-anak di
semak yang lebat. Cheetah (Acinonyx jubatus) adalah satu-satunya kucing lain
yang individu dewasanya membentuk hubungan untuk waktu yang lama, di
dalamnya para jantan juga membentuk koalisi terdiri dari 2 -3 individu yang
bekerja sama mempertahankan teritori.
Sistem sosial dasar dari anjing berbeda dengan kucing dan menganut
monogami. Tetapi, bangsa anjing (canid) menunjukkan fleksibilitas yang
jauh lebih besar dalam sistem sosial mereka, baik di dalam spesies maupun
antar spesies dibandingkan dengan kucing. Anjing liar Afrika (Lycaon pictus)
dan dhole (Cuon alpinus) hidup dalam ikatan yang sangat erat dalam
46 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EKOLOGI
gerombolan (pack) yang kompak dan selalu berburu bersama, pasangan yang
tidak hadir berarti adalah yang sedang berkembang biak. Serigala abu-abu
(Canis lupus) mungkin melakukan hal yang sama, atau berpasangan. Rubah
merah (Vulpes vulpes) sering mencari makan sendirian, tetapi mungkin tidak
selalu memelihara ikatan monogami dalam sistem perkawinan dan kadang-
kadang sebuah teritori dapat berisi satu jantan dewasa dan beberapa betina.
Mustelid, dengan jumlah spesies lebih 50 merupakan famili terbesar
dalam ordo karnivora. Mereka tampaknya kebanyakan soliter, walaupun
berang-berang laut mungkin tak disadari berkumpul sampai beberapa ratus
ekor. Luwak Eropa (Meles meles) merupakan salah satu karnivora yang telah
dipelajari dengan baik dan menggambarkan fakta bahwa sangat banyak
karnivora yang jelas-jelas soliter, tetapi ada yang tersamar dalam kumpulan
sosial dan telah mengembangkan kecenderungan untuk hidup dalam
kelompok-kelompok. Beberapa luwak, terutama kerabat dekat, mungkin
berbagi teritori dan hidup bersama dalam sebuah kumpulan besar tetapi
mencari makan di teritorinya sendiri. Luwak madu (Melivora capensis)
memiliki sistem sosial yang agak berbeda dari yang pernah diperkirakan
sebelum diteliti. Apa yang diperkirakan sosial ternyata adalah suatu sifat
soliter. Walaupun kadang-kadang tampak berjalan berpasangan, seekor jantan
yang lebih besar dan betina yang lebih kecil bukanlah pasangan kawin, tetapi
ibu dan anaknya. Anak tunggal tergantung pada induknya sampai ia lebih
besar dari induknya. Tetapi, jantan-jantan kadang-kadang bersatu dalam
kelompok-kelompoknya sampai enam ekor dan memiliki overlaping daerah
jelajah (home range) yang sangat besar ketika betina-betina soliter sedang
birahi.
Garangan (mongoose) menunjukkan keragaman sistem sosial yang
sangat tinggi. Kebanyakan cenderung soliter, tetapi tiga spesies : garangan
pita (Mungos mungo), garangan kerdil (Helogale parvula) dan meerkat
(Suricata suricatta) telah mengembangkan sistem sosial yang kompleks dan
berbeda. Pada garangan kerdil pasangan dominan adalah yang akan
berkembang biak, sementara pada garangan pita dan meerkat beberapa betina
yang akan berkembang biak membentuk kelompok-kelompok. Satu dari
garangan yang lebih besar, yang hidup nokturnal dan berekor putih (Icheumia
albicauda) merupakan spesies lain yang tampaknya soliter dan menunjukkan
tingkat sosialitas dimana beberapa betina ditemukan memiliki daerah jelajah
yang overlap.
Hyena, yang hanya empat spesies merupakan famili terkecil dalam
ordo karnivora. Tiga spesies : hyena cokelat (Parahyaena brunnea), hyena
tutul (Crocuta crocuta) dan aardwolf (Proteles cristatus) telah diteliti dengan
baik dan menunjukkan tingkat keragaman sistem sosial yang sangat tinggi dan
fleksibel. Hyena tutul hidup sangat sosial dalam kelompok klan (clan) 5 – 80
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 47
EKOLOGI
individu yang didominasi oleh betina, hidup dalam klan pembela teritori yang
menakutkan yang bisa mencapai 400mil2 (1.000 km2), atau paling kecil 16
mil2 (40 km2), tergantung pada sumberdayanya. Di Serengeti, dengan sistem
migratori mangsa, sistem klan fleksibel sehingga hyena dapat pulang pergi
dari teritori-teritori mereka melalui terirori-teritori hyena lainnya untuk
mendapatkan tempat mencari makan. Hyena cokelat selalu mencari makan di
teritori mereka sendiri tetapi mungkin berbagi satu teritori dengan hyena
lainnya sampai sebanyak 14 individu. Semua anggota klan membawa
makanan ke dalam gua untuk memberi makan anak-anak, yang dilakukan
tidak hanya oleh orang tuanya.
Aardwolf adalah monogami, tetapi selama musim kawin beberapa
jantan mungkin dikhianati oleh pasangannya yang mungkin kawin dengan
tetangga-tetangganya.
Procyonid belum banyak diteliti, dan walaupun beberapa spesies
seperti ringtail tampaknya soliter, kebanyakan menunjukkan mereka bergerak
dalam kelompok-kelompok besar. Hal ini menimbulkan dugaan tampaknya
semua spesies memelihara hubungan sosial yang kompleks di dalam dan di
antara jenis kelamin. Procyonid merupakan famili dalam ordo karnivora yang
penting untuk diteliti lebih jauh guna memahami sosialitasnya.
Mengapa terjadi perbedaan-perbedaan dalam sistem sosial, dan
khususnya pada beberapa spesies dari kelompok-kelompok tertentu. Sebuah
jawaban nyata adalah bahwa karnivora membentuk kelompok-kelompok
dalam rangka kerjasama untuk berburu. Walaupun hal ini mungkin sebagian
benar, tetapi tidak menjelaskan mengapa, sebagai contoh, meerkat yang
pemangsa invertebrata adalah sangat sosial. Bahkan dalam kasus pemburu
mangsa besar seperti singa dan hyena tutul, telah diketahui bahwa ukuran
kelompok perburuan tidak perlu berhubungan dengan keberhasilan
perburuan, bukan juga merupakan strategi untuk mendapatkan lebih banyak
makanan dari pada berburu sendirian. Untuk spesies yang lebih kecil, hal
tersebut diduga bahwa berada di dalam sebuah kelompok membantu
mencegah pemangsaan dengan meningkatkan kewaspadaan dan kerjasama
pertahanan. Walaupun hal ini juga kadang-kadang benar - individu meerkat
bergiliran dalam berjaga, sementara yang lain dari kelompok tersebut mencari
makan – hal tersebut tidak menjelaskan mengapa spesies-spesies lain seperti
luwak Eropa, rubah merah dan hyena cokelat mencari makan secara soliter
tetapi kadang-kadanag hidup dalam kelompok-kelompok.
Bukti menunjukkan bahwa hal ini dan banyak kelompok karnivora
lainnya dipengaruhi oleh pola pemencaran mangsa mereka. Untuk
kebanyakan karnivora, mangsa sering memencar tidak teratur dalam kantong-
kantong (patches) dan beberapa kantong (patches) lebih besar dari lainnya.
Ukuran teritori dipengaruhi oleh jarak antar patches, dan jumlah satwa yang
48 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
EKOLOGI
hidup dalam teritori menurut kekayaan patches. Ini dikenal sebagai Hipotesis
Pemencaran Sumberdaya (Resources Dispersion Hypothesis) dan telah
diketahui untuk menjelaskan ukuran kelompok dan ukuran teritori dalam
sejumlah karnivora. Hal ini juga menjelaskan mengapa ukuran kelompok dan
ukuran teritori saling berhubungan. Sebuah kelompok hyena cokelat hidup
dalam suatu wilayah dengan kantong-kantong yang kaya akan makanan yang
saling berdekatan akan memiliki sebuah teritori yang kecil dan berisi lebih
banyak anggota dari pada yang hidup di kantong-kantong yang miskin
makanan dan terpencar berjauhan. Demikian juga, dalam kondisi dimana
kantong-kantong makanan miskin tetapi saling berdekatan, maka baik ukuran
kelompok dan teritorinya adalah relatif dibandingkan dengan sebuah
kelompok asing. Beberapa keuntungan serupa yang dapat dirasakan oleh
kerabatnya dan juga mereka dapat saling membantu satu sama lain, sebagai
contoh dengan membantu memberi makan anak-anak dari individu lain.
Untuk singa, keuntungan utama diterima oleh para betina yang hidup dalam
kelompok (pride) dalam kerjasama melindungi anak-anak mereka dari jantan-
jantan pemangsa anak-anak.
IKHTISAR
Karnivora menempati hampir semua tipe habitat daratan dan
perairan, dari daerah tropis sampai ke kutub. Mereka hidup di hutan, gurun
pasir, pegunungan, padang rumput, padang semak, danau dan rawa, pesisir
laut dan laut terbuka. Karnivora dijumpai di seluruh dunia, walaupun banyak
pulau tidak memiliki populasi asli. Karnivora tidak hanya makan daging,
mereka memiliki makanan yang bervariasi, hanya sedikit yang pemakan
daging murni. Karnivora makan apa yang bisa mereka tangkap, mereka
sangat mudah beradaptasi dalam kebiasaan makan dan sangat sedikit yang
tergantung hanya pada satu jenis makanan. Kesuksesan karnivora adalah
kombinasi antara spesialisasi dan fleksibilitas dalam makanan sesuai dengan
perubahan musim dan variasi habitat. Jumlah spesies yang banyak, toleransi
habitat yang luas, makanan yang beraneka ragam dan otak yang telah
berkembang telah membawa karnivora pada evolusi tingkah laku dan sistem
sosial yang luas. Hanya primata tingkat tinggi yang memiliki pola tingkah
laku dan sistem sosial yang lebih kompleks dari karnivora. Banyak karnivora
yang soliter ketika melakukan pegerakan mencari makan atau selama induk
masih bersama anak-anak yang tergantung padanya. Tetapi, penelitian
menunjukkan walaupun mereka tampaknya soliter, mereka berbagi teritori
dengan sesama jenisnya dan bekerjasama serta berkomunikasi dengan
sesama anggota kelompoknya. Karnivora membentuk kelompok-kelompok
dalam rangka kerjasama untuk berburu. Ukuran daerah jelajah dan teritori
ditentukan oleh kelimpahan dan sebaran satwa mangsa. Ukuran kelompok
dan ukuran teritori juga saling berhubungan
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 49
EKOLOGI
GLOSARIUM
Pride : sebuah kelompok atau kelas sosial terbaik.
Pack : Sebuah kelompok satwa yang hidup dan berburu bersama,
khususnya serigala dan anjing.
Availability : ketersediaan sumberdaya yang juga dapat diakses ketika
dibutuhkan.
Palatability : menyenangkan dan dapat diterima oleh rasa sehingga cocok
untuk dimakan atau diminum. Dalam ilmu satwa, berarti
rasa senang yang dihubungkan dengan makan yang
tergantung pada suatu rasa makanan dan tekstur, atau berapa
banyak satwa menyukai suatu makanan atau ransum.
Gut : bagian saluran makanan, khususnya usus atau perut.
Bagian saluran makanan antara perut dan anus.
Scat : kotoran atau feces yang dibuang oleh hewan.
Patch : suatu area kecil dari hamparan yang ditutupi oleh vegetasi
tertentu.
Clan : sebuah kelompok sosial besar yang terdiri dari beberapa
keluarga dari nenek moyang yang sama atau terdiri dari
kerabat, teman-teman sekerja.
DAFTAR PUSTAKA
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/information/Carnivora
.html. Diakses 6/3/2007.
http://dictionary. reference. com/browse/pride. Diakses 26/3/2007.
http://encarta.msn.com/ dictionary_/pack.html. Diakses 26/3/2007.
http://lookwayup.com/lwu.exe/lwu/d?s=f&w=gut. Diakses 26/3/2007.
http://www.answer.com/topic/carnivora-1. Diakses 6/3/2007.
http://www.answers.com/topic/clan. Diakses 26/3/2007.
http://www.answers.com/topic/patch. Diakses 6/3/2007.
http://www.behave.net/fact_sheets/Palatblty-Morethan.pdf. Diakses
26/3/2007.
http://www.m-w.com/cgi-bin/dictionary?book=Dictionary &va=gut.
Diakses 6/3/2007.
Medway, L. 1969. The Wild Mammals of Malaya and offshore islands
including Singapore. Oxford University Press. London
50 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
Bab
PEMANGSAAN
5
Pemangsaan atau predasi (Predation) adalah suatu interaksi antara dua
spesies dimana yang satu rugi dan yang lainnya mendapat keuntungan.
Dengan definisi ini maka tipe-tipe pemangsa dapat meliputi:
? Herbivora memangsa bagian atau seluruhnya dari tumbuh-tumbuhan
(biasanya tidak termasuk algae). Grazor memakan bagian tumbuhan,
biasanya rumput dan vegetasi herba lainnya. Browsor memakan bagian
tumbuhan, biasanya vegetasi berkayu.
? Karnivora atau predator (pemangsa) adalah organisme yang menangkap,
menbunuh dan memakan organisme lain, baik herbivora maupun
karnivora lain
? Kanibal memangsa sesama jenisnya
? Parasitoid biasanya serangga yang meletakkan telurnya pada serangga
lain sebagai inangnya. Larva berkembang sempurna dalam inangnya,
biasanya mengakibatkan kematian inangnya.
? Parasit memangsa bagian tubuh organisme lain tanpa mematikannya
(parasitisme sangat luas dan meliputi semua kingdom baik parasit
maupun inangnya). Parasit mungkin meningkatkan resiko kematian
inangnya dan menurunkan fekunditas tetapi tidak langsung mematikan.
? Detrivora mengkonsumsi bahan organik mati seperti serasah, kotoran
atau karkas. Mereka tidak memberikan pengaruh langsung pada
populasi yang memberkan sumberdaya tersebut.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 51
PEMANGSAAN
52 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PEMANGSAAN
A. Adaptasi
Hubungan antara pemangsa dan mangsa adalah menguntungkan bagi
pemangsa dan merugikan bagi spesies mangsa. Hasil dari interaksi ini adalah
adaptasi dalam spesies mangsa yang membantunya untuk terhindar dari
pemangsaan, sementara adaptasi bagi pemangsa menghasilkan kecakapan
berburu yang semakin baik.
Jika pemangsaan tidak penting, mangsa tidak akan mengembangkan
adaptasi khusus untuk menghindari pemangsaan. Tidak ada resiko dan tidak
ada keuntungan untuk menghindarinya. Karena penting, maka beberapa tipe
strategi untuk menghindari pemangsaan menjadi suatu adaptasi yang umum.
Dengan demikian, pemangsaan merupakan sumber evolusi yang penting bagi
tingkat kematian (mortality) sebagaimana strategi di bawah ini yang
berkembang luas. Mungkin lebih baik melihat adaptasi anti pemangsa dari
pada adaptasi pemangsa karena prinsip life-dinner principle yang berarti
”ancaman lebih besar pada mangsa yang akan kehilangan nyawanya jika gagal
menghindari pemangsa dari pada pemangsa yang hanya kehilangan makan
malamnya jika gagal menangkap mangsanya. Bagaimanapun, evolusi
mungkin merespon pada perbedaan dalam kematian terlalu kecil sehingga
tidak penting secara ekologis. Untuk menentukan penting tidaknya
pemangsaan bagi ekologis, diperlukan pengalaman lapangan.
Mangsa mengembangkan berbagai strategi untuk menghindari
pemangsa, yaitu antara lain:
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 53
PEMANGSAAN
2. Perilaku
? Catalepsis, mangsa berpura-pura mati sehingga pemangsa
mengabaikannya.
? Intimidation display, suatu usaha untuk menghindari pemangsaan
dengan menakuti atau mengejutkan pemangsa cukup lama untuk pergi
atau untuk meyakinkannya bahwa mangsa terlalu sulit untuk diserang.
Banyak ngengat dengan sayap yang ada bulatannya seperti mata yang
besar berguna untuk menakut-nakuti pemangsa.
54 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PEMANGSAAN
B. Hirarki
Terdapat hirarki dalam pemangsa; sebagai contoh walaupun burung
kecil memangsa serangga, mereka mungkin pada gilirannya menjadi mangsa
dari ular, yang mungkin pada gilirannya juga menjadi mangsa burung elang.
Seekor pemangsa berada pada puncak rantai makanannya (dimana tidak ada
organisme lain memangsanya) disebut sebagai pemangsa puncak (apex
predator); sebagai contoh adalah paus pembunuh, harimau dan buaya, bahkan
manusia yang bersifat omnivora (walaupun pembedaan ini tidak mutlak
tergantung kesempatannya, beberapa pemangsa seperti buaya air asin
Australia akan memangsa manusia dan daging buaya kadang-kadang dimakan
oleh manusia). Pemangsa demikian seringkali juga merupakan spesies kunci
(keystone species), dan oleh karena itu mungkin memiliki pengaruh yang besar
pada keseimbangan organisme dalam suatu ekosistem; introduksi atau
penghilangan pemangsa seperti ini, atau perubahan kepadatan populasinya
dapat memberikan pengaruh yang drastis pada keseimbangan banyak populasi
spesies lainnya dalam suatu ekosistem.
C. Spesialisasi
Pemangsa memiliki strategi yang berbeda untuk bertahan hidup.
Generalis adalah pemangsa yang dapat makan berbagai spesies mangsa.
Pemangsa seperti ini umumnya mendapatkan spesies cadangan (buffer
species) ketika mangsa utamanya langka. Pemangsa spesialis sangat
tergantung pada satu spesies mangsa (tidak dapat beralih ke spesies lain), tidak
memanfaatkan spesies cadangan dengan efektif dan cenderung menunjukkan
respon numerik ketika terjadi fluktuasi mangsa utamanya.
Banyak pemangsa mengkhususkan diri dalam berburu hanya pada satu
spesies mangsa. Sementara yang lainnya lebih opportunistic dengan
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 55
PEMANGSAAN
D. Motivasi
Walaupun keberhasilan pemangsaan menghasilkan perolehan energi,
namun perburuan juga selalu menguras energi. Jika tidak lapar, kebanyakan
pemangsa biasanya tidak akan mencari mangsa karena kerugiannya lebih
banyak daripada manfaatnya. Sebagai contoh, ikan pemangsa besar seperti
hiu yang kecukupan makanan di dalam akuarium akan mengabaikan ikan
yang lebih kecil yang berenang di sekitarnya (sementara ikan mangsa
mendapat keuntungan karena pemangsa puncak tidak tertarik padanya).
Pembunuhan yang surplus menunjukkan suatu tipe penyimpangan perilaku.
Telah diamati bahwa satwa pemangsa yang diberi cukup makanan
dalam suatu kandang yang leluasa (seperti satwa kesenangan atau ternak)
biasanya akan membedakan satwa-satwa yang seperti mangsanya yang hidup
di area pemukiman yang sama dari jenis yang sama tetapi dari areal lain yang
liar. Interaksi ini bisa berkisar dari hidup bersama dengan rukun sampai pada
perkawanan yang dekat; motivasi untuk mengabaikan naluri pemangsaan
dapat saling menguntungkan atau takut mendapat balasan dari manusia
karena membahayakan co-inhabitants tidak akan ditoleransi. Kucing
peliharaan dan tikus peliharaan, sebagai contoh, dapat hidup bersama di
dalam rumah manusia yang sama tanpa harus menjadi kawan. Kucing
peliharaan dan anjing peliharan di bawah kekuasaan manusia seringkali
tergantung satu sama lain untuk keramahan, persahabatan dan bahkan
perlindungan, khususnya di perkotaan.
E. Hubungan Pemangsa-Mangsa
Pemangsaan adalah bentuk interaksi dimana pemangsa menyerang
mangsa hidup dan mengkonsumsinya. Interaksi dapat antara dua atau lebih
individu, dan bersifat menguntungkan pemangsa dan merugikan mangsa.
Studi interaksi pemangsa-mangsa sangatlah luas meliputi perilaku pemangsa
(seperti mencari, menguasai dan memangsa), adaptasi mangsa (strategi
bertahan hidup), dan fenomena keberadaan mereka bersama (co-existence),
sebagai faktor penyeimbang yang memungkinkan kedua kelompok tersebut
56 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PEMANGSAAN
bertahan. Harus diingat bahwa ada empat tipe pemangsa : pemangsa sejati
(termasuk kanibalisme), grazer, paraitoid dan parasit. Pada bahasan ini akan
difokuskan pada pemangsa sejati.
Ada lima faktor yang harus dipertimbangkan untuk memahami
interaksi pemangsa-mangsa, yaitu : (1) kepadatan populasi mangsa; (2)
kepadatan populasi pemangsa; (3) karakteristik mangsa : reaksi terhadap
pemangsa, kondisi nutrisi; (4) kepadatan dan kualitas mangsa alternatif yang
tersedia (available) bagi pemangsa; dan (5) karakteristik pemangsa : cara
penyerangan dan preferensi terhadap mangsa.
Jika pemangsa benar-benar efisien, semua mangsanya akan dimangsa.
Akibatnya mangsa akan punah, demikian juga pemangsanya juga akan punah.
Tetapi interaksi pemangsa-mangsa di alam memungkinkan keduanya
melestarikan diri sendiri. Peneliti yang pertama memodelkan bagaimana
interaksi tersebut bekerja adalah A.J. Lotka (1925) dan V. Volterra (1926).
Model Lotka-Volterra mengansumsikan bahwa reproduksi pemangsa
merupakan fungsi dari jumlah mangsa yang dikonsumsinya, sehingga ketika
pemangsa memakan lebih banyak mangsa, maka jumlah pemangsa meningkat
dengan meningkatnya reproduksi dan imigrasi. Terdapat pola sirkular dari
interaksi pemangsa-mangsa dalam model ini : (1) ketika populasi pemangsa
meningkat, populasi mangsa menurun; (2) ketika populasi mangsa menurun,
populasi pemangsa juga menurun; (3) ketika populasi pemangsa menurun,
populasi mangsa meningkat; dan (4) ketika jumlah mangsa meningkat,
populasi pemangsa kembali meningkat dan siklus dimulai lagi.
Ketika populasi diplotkan terhadap waktu, sebuah pola sepasang
osilasi dapat dilihat dimana puncak dari satu populasi bertepatan dengan titik
terendah dari populasi lainnya. Nilai numerik dari kedua populasi kemudian
saling berpotongan dan posisinya berbalikan.
Suatu contoh yang dikenal luas adalah sepasang osilasi antara populasi
pemangsa dan populasi mangsa dari kelinci salju dan lynx. Model Lotka-
Volterra dengan mudah menjelaskan pola ukuran populasi pemangsa-mangsa.
Walaupun model ini tidak salah, tapi terlalu
menyederhanakan ruang lingkup interaksi pemangsa-
mangsa dengan asumsi utama bahwa ketika
pemangsa makan lebih banyak mangsa, populasi
pemangsa meningkat, tetapi tidak tepat benar terlihat
di alam. Pada kenyataannya, ketika mangsa
meningkat, seekor pemangsa dapat memiliki sebuah
respon numerik, dimana pemangsa kenyataannya
meningkat jumlahnya karena reproduksi atau
imigrasi, atau respon fungsional, dimana setiap Sumber : Software Populus
pemangsa makan lebih banyak mangsa. Gambar 1. Siklus populasi kelinci salju dan lynx.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 57
PEMANGSAAN
58 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PEMANGSAAN
Satu alasan untuk hal tesebut adalah bahwa ketika jumlah mangsa
sangat sedikit, mereka semua dapat menemukan tempat bersembunyi yang
ideal dan dengan mudah manjauhkan diri dari jangkauan pemangsa. Tetapi,
ketika jumlah mangsa menjadi lebih banyak, beberapa mangsa terpaksa
berlindung di tempat yang kurang ideal atau masuk ke tempat mencari makan
yang terbuka sehingga lebih mudah dilihat oleh pemangsa.
Alasan lain mengapa mangsa sering tidak dimakan ketika mereka ada
pada kepadatan rendah berkaitan dengan ”search images”. Seekor pemangsa
telah terbiasa melihat pada tipe habitat tertentu untuk bentuk, warna atau pola
pergerakan tertentu dalam perburuan pada efisiensi maksimum.
Menggunakan search images untuk mangsa sangat penting karena kesuksesan
pemangsa memburu mangsa tersebut sangat tergantung pada search images.
Di sisi lain, pencarian sesuatu yang sangat jarang, hanya membuang-buang
waktu dan cenderung tidak memberikan hasil yang baik dan sepadan dengan
pengorbanan waktu.
Terkait dengan search image adalah fenomena ”switching” (beralih).
Walaupun seekor pemangsa mungkin memiliki preferensi pada satu jenis
mangsa, ketika mangsa ada pada kepadatan rendah dan mangsa lain
kepadatannya tinggi, pemangsa akan beralih ke mangsa alternatif yang
memiliki kepadatan tinggi.
Kombinasi ketiga faktor tersebut – kemampuan mangsa untuk
bersembunyi, search image dari predator dan beralih ke mangsa lain –
menghasilkan sedikitnya atau tidak adanya mangsa yang dimakan ketika
kepadatan mangsa rendah. Hal ini memungkinkan populasi mangsa untuk
memulihkan diri (recover). Kemudian pemangsa meningkatkan konsumsinya
sampai handling time menjadi faktor pembatas lagi. Ketika hal tersebut
terjadi, laju konsumsi meningkat melambat dan konsumsi bahkan melewati
maksimum.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 59
PEMANGSAAN
60 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PEMANGSAAN
tergantung pada laju penyerangan atau attack rate (a'). Persamaan yang
mengambarkan dinamika populasi pemangsa menjadi :
......................................... (2)
................................................... (3)
....................................... (4)
Hasil dari a' dan P adalah respon fungsional pemangsa atau laju
penangkapan mangsa sebagai fungsi dari kelimpahan mangsa (lihat respon
fungsional tipe I dan tipe II). Di sini terminologi a'PN menggambarkan fakta
bahwa kehilangan populasi mangsa sehubungan dengan keberadaan
pemangsa adalah proporsional dengan hasil dari kelimpahan pemangsa dan
mangsa.
Persamaan (2) dan (4) menggambarkan dinamika populasi pemangsa
dan mangsa dalam keadaan keduanya ada bersamaan dan keduanya
membentuk model pemangsa-mangsa Lotka-Volterra. Model ini meramalkan
hubungan siklikal antara jumlah pemangsa dan mangsa : seiring jumlah
pemangsa (P) meningkat maka laju konsumsi juga meningkat (a'PN),
cenderung memperkuat kembali kenaikan P. Tetapi penngkatan laju
konsumsi tidak memiliki konsekuensi nyata – penurunan jumlah mangsa (N)
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 61
PEMANGSAAN
yang pada gilirannya menyebabkan P (dan juga a'PN) menurun. Seriring a'PN
menurun, populasi mangsa dapat memulihkan diri dan N meningkat.
Sekarang P dapat meningkat dan siklus dimulai lagi. Grafik ini menunjukkan
hubungan siklikal yang diperkirakan oleh model hipotetik populasi pemangsa
dan mangsa.
Huffaker (1958) membesarkan dua spesies tungau (mite) untuk
mendemonstrasikan pasangan osilasi kepadatan pemangsa dan mangsa di
laboratorium. Menggunakan Typhlodramus occidentalis sebagai pemangsa
dan enam tungau totol (Eotetranychus sexmaculatus) sebagai mangsa,
Huffaker membuat lingkungan tersusun oleh bermacam jumlah jeruk
(dimakan oleh mangsa) dan bola karet pada nampan. Jeruk-jeruk sebagian
ditutupi dengan lilin untuk mengontrol jumlah area makan yang tersedia bagi
E. sexmaculatus dan tersebar di antara bola-bola karet. Hasilnya, satu dari
banyak permutasi digambarkan di bawah ini. Sebagai catatan, ukuran
populasi mangsa pada aksis vertikal sebelah kiri dan populasi pemangsa pada
aksis vertikal sebelah kanan, dan skala keduanya berbeda.
62 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PEMANGSAAN
G. Pengaruh Pemangsaan
Akibat dari pemangsaan sangat kompleks karena menimbulkan
kontroversi dan emosi karena sering mengakibatkan konflik kepentingan.
Prinsip-prinsip penting perlu diambil untuk mengatasinya. Predator tidak
memangsa untuk kejahatan, mereka memangsa untuk bertahan hidup dan
menjalankan naluri alaminya memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka harus
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 63
PEMANGSAAN
memiliki keahlian dan stamina yang kuat untuk menghadapi lawan yang berat.
Pemangsaan adalah puncak kesuksesan dari serangkaian tingkah laku strategi
bertahan hidup yang harus mereka jalani selama berjam-jam, bahkan berhari-
hari. Hubungan antara pemangsa dan mangsa merupakan keseimbangan yang
mudah terguncang bila tidak dikelola.
Secara ekologis, pemangsaan merupakan proses penting yang menjaga
sifat dinamis ekosistem. Pemangsa membantu menjaga jumlah mangsa
terkendali dan sering kali untuk mengurangi fluktuasi yang drastis. Pemangsa
membuang anggota populasi mangsa yang kurang sehat dengan menyeleksi
yang tua dan lemah. Mereka juga sering lebih memilih jantan daripada betina
populasi mangsanya, sehingga mengurangi dampak dari poligami yang umum
pada kebanyakan spesies mangsa; yaitu satu jantan mengawini beberapa
betina. Lebih jauh, pemangsaan yang dilakukan oleh satwaliar terhadap
populasi mangsa (termasuk ternak), juga dapat disebabkan oleh kondisi
lingkungan seperti kekeringan di Afrika dan musim dingin yang hebat di
Amerika Utara dan Eropa.
Pengaruh pemangsaan tidak selalu merugikan karena:
1. Individu yang dibunuh (yang dirugikan) tidak selalu contoh acak dari
populasi. Serangan pemangsaan tertuju pada mangsa yang terlemah.
Pemangsa dapat berfungsi sebagai pemeliharan populasi mangsa.
Pemangsa dapat menjadi agen seleksi alam yang penting. Seleksi untuk
mekanisme melarikan diri tercepat, mekanisme dan perilaku anti
predator, dan lain-lain. Pemangsaan dapat memiliki kekuatan seleksi
yang besar bagi populasi mangsa.
2. Dapat memberikan kompensasi di dalam populasi. Efek pemangsaan
seringkali memberikan kompensasi pada berkurangnya kompetisi
intraspesifik. Pemangsaan mengurangi populasi mangsa sampai di
bawah daya dukungnya, sehingga dapat mengurangi terjadinya kompetisi
atas sumberdaya oleh populasi mangsa.
3. Pemangsaan merupakan cara tarnsfer energi utama (seperti karbon) ke
seluruh ekosistem.
4. Pemangsaan pada ternak atau yang dilakukan oleh pemangsa yang
diintroduksi dapat merugikan. Contohnya kasus dingo dan kanguru di
Australia, dimana tidak ada dingo populasi kanguru melimpah dan
dimana ada dingo tidak ada kanguru. Dingo dan babi peliharaan, dingo
memakan anak babi tetapi tidak memakan babi dewasa, akibatnya dimana
ada dingo maka struktur populasi babi peliharaan kehilangan kelas umur
muda. Lamprey (sejenis belut besar) dan Danau Trout, ketika lamprey
diintroduksi, beberapa populasi ikan asli Danau Trout menghilang.
64 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PEMANGSAAN
IKHTISAR
Pemangsaan (predation) adalah suatu interaksi antara dua spesies
dimana spesies yang satu memangsa spesies lainnya, sehingga pemangsa
(predator) mendapat keuntungan dan mangsa (prey) menderita kerugian.
Dengan definisi ini maka interaksi yang termasuk dalam pemangsaan
meliputi hebivora, karnivora, kanibalisme, parasitisme, parasitoid dan
detrivora. Interaksi pemangsa-mangsa telah menimbulkan adaptasi, baik
pada spesies mangsa maupun pemangsa. Spesies mangsa beradaptasi untuk
menghindari pemangsa, sementara pemangsa beradaptasi untuk
memudahkan mendapat mangsa. Adaptasi meliputi bentuk pola pewarnaan
tubuh, perilaku, polimorphisme, pertahanan kimiawi, dan melahirkan banyak
anak pada tahun-tahun tertentu. Dalam pemangsaan juga terdapat hirarki
dimana suatu spesies pemangsa mungkin dimangsa oleh pemangsa kedua dan
pemangsa kedua dimakan oleh pemangsa ketiga. Spesies pemangsa yang
tidak dimangsa lagi oleh spesies lain disebut pemangsa puncak (apex
predator) yang biasanya menjadi spesies kunci (keystone species) dalam
suatu ekosistem. Untuk dapat bertahan, spesies pemangsa mengembangkan
strategi generalis atau spesialis. Pemangsa generalis akan memangsa
spesies apa saja yang dapat ditangkapnya, dan bila mangsa utamanya langka
akan berpindah ke mangsa alternatif atau mangsa cadangan (buffer species).
Sementara pemangsa spesialis mengkhususkan diri hanya memangsa satu
spesies dan tidak mau beralih ke spesies lain. Pemangsa hanya akan
membunuh satwa mangsanya bila lapar dan mengikuti naluri untuk bertahan
hidup. Hubungan matematis pemangsa-mangsa diformulasikan oleh A.J.
Lotka (1925) dan V. Volterra (1926) dengan asumsi-asumsi :(1) ketika
populasi pemangsa meningkat, populasi mangsa menurun; (2) ketika
populasi mangsa menurun, populasi pemangsa juga menurun; (3) ketika
populasi pemangsa menurun, populasi mangsa meningkat; dan (4) ketika
jumlah mangsa meningkat, populasi pemangsa kembali meningkat dan siklus
dimulai lagi. Pemangsaan memiliki pengaruh yang baik bagi ekosistem
karena melalui pemangsaan, kesehatan populasi spesies mangsa terjaga dan
kompetisi sumberdaya pada spesies mangsa dapat dikurangi. Pemangsaan
juga merupakan cara tarnsfer energi utama (seperti karbon) ke seluruh
ekosistem. Pemangsaan yang dilakukan oleh pemangsa yang diintroduksi
dapat merugikan spesies asli karena dapat mengakibatkan kepunahan spesies
asli.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 56
PEMANGSAAN
GLOSARIUM
Pemangsa sejati : Pemangsa yang hanya memakan daging.
Pemangsa spesialis : Pemangsa yang hanya makan satu spesies
mangsa dan tidak mau beralih ke spesies lain.
Pemangsa generalis : Pemangsa yang makan spesies mangsa apa saja
yang dapat ditangkapnya dan selalu memiliki
spesies cadangan (buffer species) bila mangsa
utamanya langka.
Life-dinner principle : Prinsip yang berarti ancaman lebih besar
diterima oleh mangsa yang akan kehilangan
nyawanya jika gagal menghindari pemangsa dari
pada oleh pemangsa yang hanya kehilangan
makan malamnya jika gagal menangkap
mangsanya.
Aposematic colors : Adaptasi spesies mangsa dengan pola warna
yang mencolok untuk memperingatkan
pemangsa bahwa mereka tidak enak dimakan.
Cryptic (penyamaran) : Adaptasi spesies mangsa dengan cara
menyembunyikan diri dengan membaur dengan
lingkungannya (latar belakangnya).
Mimetic colors : Usaha suatu spesies untuk meniru spesies lain.
Batesian mimicry : Adaptasi satwa mangsa yang sebenarnya dapat
dimakan meniru satwa yang tidak digemari.
Mullerian mimicry : Adaptasi satwa mangsa yang meniru spesies
dihindari pemangsa karena berbisa.
Aggresive mimicry : Adaptasi pemangsa yang meniru sesuatu yang
disukai oleh mangsa sehingga mangsa tidak
takut dengan kehadiran pemangsa.
Catalepsis : Adaptasi mangsa dengan berpura-pura mati
sehingga pemangsa mengabaikannya.
Intimidation display : Suatu usaha mangsa untuk menghindari
pemangsaan dengan menakuti atau mengejutkan
pemangsa cukup lama untuk pergi atau untuk
meyakinkannya bahwa mangsa terlalu sulit
untuk diserang.
Polymorphism : Adanya lebih dari satu bentuk dalam populasi.
Search images : Suatu tahapan pengenalan sasaran mangsa oleh
pemangsa dengan mencari gambaran (image)
yang mungkin berbaur atau tersamar dalam suatu
lingkungan yang tampak kompleks.
Apostatic Selection : Seleksi yang terjadi melalui pergantian search
image dari suatu spesies mangsa yang
sebelumnya ke spesies mangsa yang baru,
karena yang sebelumnya sudah sulit dijumpai.
Chemical defense : Suatu cara bertahan spesies mangsa dengan cara
66 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
PEMANGSAAN
DAFTAR PUSTAKA
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/ accounts/information/
Carnivora. html. Diakses Tanggal 6 Maret 2007.
http://en.wikipedia.org/wiki/ Predation. Diakses Tanggal 7 Maret 2007.
http://www.answer.com/topic/carnivora-1. Diakses Tanggal 6 Maret 2007.
http://www.bookrags.com/ Predation. Diakses Tanggal 7 Maret 2007.
http://www.cnr.uidaho.edu/wlf448/pred1lab.htm. Diakses Tanggal 7 Maret
2007.
http://www.rw.tu.edu/butler/ intro/ Guide9.htm. Diakses Tanggal 7 Maret
2007.
http://www.tiem.utk.edu/ gross/bioed/bealsmodules/predator-prey.html.
Diakses Tanggal 7 Maret 2007.
http://www.tnstate.edu/ganter/B412%20Ch%2010%20 Predation.html.
Diakses Tanggal 7 Maret 2007.
http:www.bio.mtu.edu/couses/bl340/ predationhand.html. Diakses Tanggal
7 Maret 2007.
Huffaker, C. B. 1958. Experimental studies on predation: dispersion factors
and predator-prey oscillations. Hilgardia 27(14):343-383.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 67
Bab
NILAI EKONOMI
6
68 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
NILAI EKONOMI
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 69
NILAI EKONOMI
yang paling dekat. Dalam hal anjing domestik, kita juga telah
mengembangkan dan melatih banyak turunannya untuk bekerja sebagai
anjing pemburu, anjing penggembala dan anjing pemandu. Karnivora juga
penting untuk estetika dan ekonomi. Kita mengagumi kemampuan berburu
mereka dan kecantikan mereka yang mencolok. Banyak simbol kemewahan
dan lambang pentng lainnya adalah karnivora. Mereka merupakan daya tarik
utama ekoturisme, khususnya dimana mereka dapat dilihat di habitat
alaminya. Sepanjang hidup manusia juga telah berburu karnivora untuk
makan, obat dan diambil kulitnya. Sampai saat ini karnivora juga masih
diburu untuk tujuan rekreaasi sebagai trofi dan seringkali dengan biaya sangat
mahal.
70 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
NILAI EKONOMI
Di sisi lain, manusia dan karnivora telah lama dalam konflik karena
kepentingan ekologi yang sama. Nenek moyang kita di dataran Afrika
berkompetisi mendapatkan makanan dengan karnivora besar. Dengan
perkembangan pertanian dan peternakan, konflik ini meningkat sehubungan
karnivora berbagai ukuran cenderung memangsa hewan ternak yang memiliki
nilai ekonomi penting bagi kita. Apalagi, karnivora besar kadang-kadang
membunuh manusia. Satwaliar yang saling berkompetisi masing-masing
menunjukkan kekompakan kepada yang lainnya. Lebih jauh, semakin besar
dan semakin kuat satwa memiliki dampak negatif pada satwa pesaingnya yang
kebih kecil dan lebih lemah. Singa mempengaruhi jumlah cheetah dan anjing
liar, sementara srigala berpengaruh pada coyote. Manusia sebagai pemangsa
tertinggi (bukan ordo karnivora) mempengaruhi semua pesaingnya dan
karnivora menderita akibat tindakan manusia yang brutal dan efisien, lebih
dari kelompok satwa lainnya. Dengan ledakan populasi manusia dan
perkembangan mekanisme pembunuhan yang semakin efisien, pembunuhan
besar-besaran semakin cepat : penembakan, pemerangkapan, peracunan dan
panen labih telah menimbulkan korban banyak spesies karnivora. Bahkan,
melalui domestikasi anjing dan kucing, nenek moyangnya di alam terancam
akibat kawin silang dengan mereka dan penyebaran penyakit.
Dalam usaha mengembalikan ketidak-seimbangan, suatu jaringan
organisasi pemerintah dan non pemerintah telah dibentuk di seluruh dunia dan
jutaan dolar telah dihabiskan untuk penelitian, perlindungan dan program
pengelolaan, skema kompensasi dan pendidikan. Walaupun ada banyak
keberhasilan diraih, situasinya adalah serius dan suatu upaya besar manusia
diperlukan, jika tidak maka satwa indah dan penting ini akan mengalami nasib
yang sama dengan srigala Pulau Falkland, mink laut dan racoon Barbados
.
C. Nilai Ekonomi
1. Merugikan
Karnivora juga memiliki dampak negatif bagi manusia. Mereka
mungkin bersaing dengan manusia untuk perburuan dan menjadi pemangsa
ternak. Kadang-kadang, karnivora besar bahkan menyerang dan membunuh
manusia. Spesies omnivora mungkin menjarah tanaman buah-buahan dan di
daerah perkotaan karnivora menjadi hama ketika menjarah tempat sampah dan
tinggal di dalam cerobong asap atau di bawah beranda. Mereka juga
membawa penyakit dan parasit, seperti rabies yang dapat ditularkan pada
manusia dan hewan peliharaan (Roberts and Janovy Jr., 2000; Vaughan, Ryan,
and Czaplewski, 2000).
Populasi karnivora besar menurun di seluruh dunia pada satu abad
terakhir (Ginsberg and Macdonald 1990, Nowell and Jackson 1996) terutama
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 71
NILAI EKONOMI
72 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
NILAI EKONOMI
2. Menguntungkan
Banyak manfaat yang dapat diperoleh manusia dari karnivora.
Manusia telah ribuan tahun berburu karnivora untuk olah raga dan untuk kulit,
daging dan bagian tubuh lainnya. Tulang dan jaringan lunak harimau
(Panthera tigris) dan karnivora besar lainnya telah lama digunakan dalam
pengobatan tradisional di Asia. Jutaan karnivora kecil seperti rubah merah
(Vulpes vulpes) dan mink (Mustela vison) dibudidayakan untuk diambil
kulitnya. Karnivora juga bernilai bagi manusia karena kemampuannya
mengendalikan pengerat dan hama lainnya. Kucing, anjing dan karnivora
lainnya merupakan peliharaan yang populer di seluruh dunia (Schaller, 1996;
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 73
NILAI EKONOMI
1 2
4 3
Sumber:
(1) Paul_Elledge: www.audubonmagaziine.org (2) www.spiridonbearcamp.com
(3) www.kitikmeotheritage.ca (4) www.phoenix.vl.ru
Gambar 8.
Berbagai macan contoh nilai guna langsung dari karnivora, searah jarum jam,
karnivora sebagai trofi berburu, perburuan beruang berlisensi, kulit macan tutul
yang sudah menjadi jaket dan perburuan ilegal terhadap macan tutul untuk kulitnya.
74 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
NILAI EKONOMI
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 75
NILAI EKONOMI
IKHTISAR
Tidak dapat dipungkiri bahwa predator atau satwa pemangsa,
khususnya dari ordo Karnivora memiliki peranan yang penting terutama
dalam menjaga keseimbangan ekosistem alami sehingga proses-proses di
dalamnya dapat bekerja dan memberikan fungsinya secara optimal bagi
kepentingan manusia. Peranan karnivora ini dalam ekosistem dapat
dikuantifikasikan menjadi nilai ekonomi dengan mengukur kerugian atau
dampak yang ditimbulkan akibat keberadaan atau ketiadaan mereka.
Karnivora juga memiliki nilai ekonomi yang secara langsung dapat dirasakan
seperti mendatangkan pendapatan melalui kegiatan wisata safari atau wisata
buru dan pemanfaatan langsung bagian-bagian tubuh satwa seperti kulit
untuk industri pakaian dan dagingnya untuk peningkatan gizi masyarakat. Di
sisi lain, karnivora juga dapat merugikan melalui pemangsaan terhadap
ternak dan manusia serta penyebaran penyakit. Kerugian ini dapat dihindari
atau dikurangi dengan menjaga keseimbangan populasi pemangsa dengan
upaya konservasi (seperti pengaturan populasi pemangsa dan pembinaan
habitat mangsa) atau dengan mencegah dan menghindarkan faktor-faktor
yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam ekosistem.
GLOSARIUM
Overbrowsing : pemangsaan terhadap hijauan oleh herbivora
secara berlebihan akibat ledakan populasi
herbivora tersebut, yang disebabkan oleh
hilangnya predator herbivora tersebut.
Boom and bust cycle : siklus ledakan populasi spesies yang satu
(misalnya karnivora) dan menyebabkan
penurunan populasi spesies yang lain
(herbivora) secara terus menerus sebagai
rangkaian sebab-akibat.
Rantai makanan (food chain) : proses makan memakan yang membentuk
siklus dalam suatu ekosistem yang terdiri
dari mata beberapa rantai antara lain :
produsen primer (tumbuhan hijau),
konsumen pertama atau produsen sekunder
(herbivora); konsumen kedua (karnivora
atao omnivora); konsumen ketiga (karnivora
atau omnivora) yang mungkin adalah
predator puncak; serta organisme pengurai
(decomposer).
Jaring-jaring pangan (food web) : kumpulan rantai makanan yang saling
berhubungan satu sama lain dalam suatu
ekosistem.
76 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
NILAI EKONOMI
DAFTAR PUSTAKA
Carey, B. 2007. Top predators key to ecosystem survival. http://www.Live
Science.com. Diakses Tanggal 8 Maret 2007
Carey, J., D. Judge. 2002. "Longevity Records: Life Spans of Mammals,
Birds, Amphibians, Reptiles, and Fish" (On-line). Max Planck Institute
for Demographic Research. Accessed December 05, 2005 at http://
animaldiversity.ummz.umich.edu/local/redirect.php/http://www.dem
ogr.mpg.de/.
Eaton, R. 1976. A possible case of mimicry in larger mammals. Evolution,
30(4): 853-856.
Ewer, R. 1973. The Carnivores. Ithaca: Cornell University Press.
Flynn, J., J. Finarelli, S. Zehr, J. Hsu, M. Nedbal. 2005. Molecular phylogeny
of the Carnivora (Mammalia): Assessing the impact of increased
sampling on resolving enigmatic relationships. Systematic Biology,
54(2): 317-337.
Frank, L. 1996. Female masculinization in the spotted hyena: Endocrinology,
behavioral ecology, and evolution. Pp. 78-131 in J. L. Gittleman, ed.
Carnivore Behavior, Ecology, and Evolution, vol. 2. Ithaca: Cornell
University Press.
Fritts, S. H., R. O. Stephenson, R. H. Hayes, and L. Boitani. 2003. Wolves and
Humans. Pages 289-316 in D. L. Mech and L. Boitani, editors. Wolves:
Behavior, Ecology, and Conservation. University of Chicago Press,
Chicago.
Ginsberg, J. R. 2001. Setting priorities for carnivore conservation: what makes
carnivores different? Pages 498-523 in J. L. Gittleman, S. M. Funk, D.
W. MacDonald, and R. K. Wayne, editors. Carnivore Conservation.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 77
NILAI EKONOMI
78 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
NILAI EKONOMI
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 79
NILAI EKONOMI
80 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
Bab
MANAJEMAN KONSERVASI
7
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 81
MANAJEMEN KONSERVASI
82 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
MANAJEMEN KONSERVASI
jenis yang terancam punah dan dilindungi semakin panjang dan daftar jenis
yang masuk appendix CITES juga semakin banyak. Bahkan beberapa jenis
satwa naik peringkatnya dari Appendix II ke Appendix I atau peringkatnya
tetap namun kuotanya terus diturunkan.
Permasalahan konservasi jenis yang dihadapi di Indonesia dapat dilihat
dari beberapa sudut pandang :
1. Nasib suatu jenis dalam suatu komunitas atau ekosistem sangat
ditentukan oleh perlakuan yang diterima oleh komunitas atau
ekosistem tersebut. Keterancaman suatu jenis tidak terlepas dari
keterancaman yang diterima oleh komunitasnya atau ekosistem dimana
jenis tersebut hidup. Oleh karena itu, penanganan konservasi suatu
jenis juga tidak dapat dipisahkan dari upaya-upaya perlindungan
terhadap habitatnya. Masalahnya, saat ini Indonesia sedang mengalami
kehancuran habitat dengan laju yang sangat memprihatinkan, antara
lain akibat penebangan hutan, kebakaran hutan dan konversi hutan
yang mengakibatkan degradasi dan fragmentasi habitat. Sementara itu
penanganan penyebab kehancuran habitat tersebut merupakan masalah
tersendiri yang kompleks dan melibatkan banyak kepentingan dan
banyak lembaga lain. Konservasi jenis juga berhadapan dengan
pencemaran lingkungan seperti polusi udara dan polusi perairan yang
dapat menghancurkan spesies melalui mekanisme hujan asam dan
perusakan habitat perairan, kematian biota dan kegagalan reproduksi.
Di sisi lain, yang berkentingan dengan konservasi jenis (Ditjen PHKA,
Direktorat Konservasi Jenis) tidak memiliki kekuatan dan kemampuan
untuk melakukan penanganan (pencegahan dan penyelesaian)
penyebab kehancuran habitat tersebut sendirian. Dengan kondisi
demikian, dapat diprediksi bahwa nasib konservasi jenis tidak akan
mengalami perbaikan dalam satu dekade mendatang, jika tidak ada
itikad baik dan upaya bersama semua pihak yang terkait.
2. Upaya konservasi jenis juga berhadapan dengan kebutuhan masyarakat
lokal akan jenis flora dan fauna, baik untuk kebutuhan subsisten
maupun untuk tujuan komersial. Praktek pemanenan yang berlebihan
spesies tidak dilindungi maupun pemanenan ilegal terhadap jenis-jenis
dilindungi merupakan tantangan nyata yang dihadapi oleh pemerintah
Indonesia. Walaupun pemanenan dilakukan secara tradisional namun
bila dilakukan tehadap satwa langka, maka dapat menjadi pemicu
kepunahan satwa tersebut. Masih banyak masyarakat asli di sekitar
hutan yang menggantungkan hidup pada pemanenan atau perburuan
flora fauna secara tradisional. Pelarangan terhadap kegiatan ini dapat
dianggap sebagai tidak berpihak pada masyarakat dan dapat
mengurangi dukungan mereka terhadap upaya konservasi.
Perburuan terhadap satwa tidak dilindungi juga dapat memberikan
dampak berantai pada satwa dilindungi, misalnya perburuan terhadap
babi hutan berdampak langsung pada populasi macan tutul atau
harimau, karena babi hutan merupakan satwa mangsa satwa karnivora
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 83
MANAJEMEN KONSERVASI
84 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
MANAJEMEN KONSERVASI
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 85
MANAJEMEN KONSERVASI
86 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
MANAJEMEN KONSERVASI
C. Pengelolaan Karnivora
Anggota Ordo Karnivora ditakuti, dimusuhi dan dieksploitasi oleh
manusia selama berabad-abad. Saat ini ada 122 spesies terancam yang masuk
dalam daftar Buku Merah IUCN. Sebelas spesies diantaranya dengan status
“near threatened”, sembilan spesies “lower risk”, 39 spesies “vulnerable” , 33
spesies “endangered” enam spesies “critically endangered”, lima spesies
telah dianggap punah dan satu spesies (Mustela nigripes) telah punah di alam,
walaupun usaha reintroduksi memiliki harapan. Delapan spesies lainnya
tidak memiliki data yang cukup. Ancaman utama bagi karnivora meliputi
kehilangan dan degradasi habitat serta perburuan untuk olah raga dan
perdagangan. Spesies langka seringkali berharga sangat mahal di pasar gelap,
walaupun perdagangan spesies tersebut diatur dengan ketat oleh CITES dan
hukum nasional. Program penangkaran mungkin merupakan cara terakhir
untuk melestarikan beberapa spesies seperti panda raksasa (Ailuropoda
melanoleuca). Dalam beberapa kasus, reintroduksi spesies ke areal dimana
mereka pernah punah telah berhasil, seperti srigala di Yallowstone. Dalam
rangka melestarikan karnivora dari kepunahan dalam jangka panjang, habitat
yang luas dan populasi mangsa yang sehat harus dilestarikan di seluruh dunia,
dan manusia harus belajar untuk hidup bersama dalam damai dengan satwa-
satwa tersebut (IUCN, 2004; Schaller, 1996).
Upaya konservasi karnivora telah dilakukan oleh The Species Survival
Commission dari World Conservation Union (IUCN) yang membagi dalam
kelompok-kelompok spesialis (Specialist Group) yaitu Canid Specialist
Group, Cat Specialist Group dan Hyena Specialist Group. Kelompok-
kelompok ini telah menghasilkan serial survei status dan action plan yang
menilai status konservasi spesies-spesies yang relevan dan membuat
rekomendasi konservasinya. Status konservasi dari setiap spesies dinilai dan
ditempatkan dalam satu kategori sesuai dengan statusnya terutama yaitu
Extinct, Extinct in the Wild, Critically Endangered, Endangered dan
Vulnerable. Hampir setengahnya berada terancam punah dan 65%
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 87
MANAJEMEN KONSERVASI
Endangered dan Vulnerable. Hal ini tentu saja merupakan kondisi yang serus.
Walaupun kawasan konservasi merupakan komponen vital dari action plan
konservasi karnivora, tetapi banyak spesies dan populasi tidak terjamin
keamanannya dalam pengelolaan kawasan konservasi dan perlu dicari cara
lain agar karnivora dan manusia dapat hidup berdampingan. Pemecahan
inovatif seperti melindungi ternak dari pemangsaan, penggunaan anjing
penjaga untuk melindungi ternak dan pembelajaran masyarakat masih kurang
berhasil.
Sampai akhir abad 20 upaya konservasi karnivora di Indonesia masih
dilakukan melalui penetapan status dilindungi dan melalui pendekatan
ekosistem atau pendekatan kawasan. Artinya, perlindungan satwa ini hanya
dilakukan dengan melindungi habitatnya melalui penunjukkan kawasan hutan
sebagai Cagar Alam, Suaka Margasatwa atau Taman Nasional. Sementara
penetapan status dilindungi tidak mampu membendung laju kepunahan satwa
tersebut akibat perburuan serta perusakan dan kehilangan habitat.
Harimau merupakan jenis karnivora di Indonesia yang memiliki arti
sangat penting bagi masyarakat baik secara ekologis, sosial, ekonomi maupun
kultural. Harimau merupakan predator puncak pada rantai makanan dalam
ekosistem hutan di Pulau Jawa dan Sumatera. Ada tiga jenis harimau, yaitu
harimau Jawa (Panthera tigris sondaica), harimau Bali (Panthera tigris
balica) dan harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae). Harimau Bali telah
punah sejak tahun 1937 dan harimau Jawa dinyatakan punah sejak tahun 1972.
Harimau Jawa terakhir terlihat pada 1971 oleh zoolog dari Belanda, A.
Hoorgewerf, di Meru Betiri dan Ujung Kulon. Di Meru Betiri, Hoorgeworf
memperkirakan jumlahnya 5 sampai 7 ekor, sedangkan di Ujung Kulon 10
sampai 12 ekor. Di hutan lain seluruh Jawa sekitar 25 ekor (Djunaedi, 2006).
Masyarakat Jawa, Sunda, Padang dan Kerinci khususnya memiliki
persepsi dan hubungan kultural terhadap harimau. Ikatan batin ini tercermin
dari sikap dan kepercayaan mereka terhadap satwa ini. Harimau merupakan
satwa karismatik sehingga di Jawa dipanggil dengan sebutan Kaki (kakek)
atau Kyai, sedangkan di Sumatera dipanggil dengan sebutan Datuk. Harimau
dan macan tutul (kumbang) menjadi simbol kekuatan, wibawa, kekuasaan dan
kesaktian. Oleh karena itu harimau digunakan sebagai lambang dan panji-
panji kesatuan atau batalyon tentara dan polisi, lambang provinsi, atau
lambang perguruan bela diri. Bahkan jurus bela diri atau ilmu kesaktian
banyak yang menggunakan istilah harimau, misalnya jurus harimau (seperti
pada perguruan silat Perisai Diri) atau jimat kantong macan yang dipercaya
masyarakat Jawa mempunyai kekuatan dapat menempuh jarak ribuan
kilometer dalam beberapa langkah.
88 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
MANAJEMEN KONSERVASI
Gambar 9.
Harimau Jawa
(Panthera tigris sondaica).
Gambar 10.
Harimau Bali
(Panthera tigris balica).
Sumber: IUCN Cat Specialist Group.
Gambar 11.
Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae).
Sumber : http://www.tigertrust. info/thesumatrantiger.htm
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 89
MANAJEMEN KONSERVASI
90 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
MANAJEMEN KONSERVASI
Tiga Puluh, Gunung Leuser, Kerinci Seblat dan Bukit Barisan Selatan.
Populasi terbesar diperkirakan sekitar 110 ekor di Taman Nasional Gunung
Leuser. Harimau Sumatera ini mendiami 4.564.121 ha atau sekitar 9,63%
total wilayah Sumatera dari pantai sampai lebih dari 1.000 m di atas
permukaan laut. Harimau Sumatera juga ditemukan di luar kawasan
konservasi, khususnya kebun karet dimana sering dilaporkan menyerang
manusia dan ternak Harimau Sumatera juga terdapat di kebun binatang di
seluruh dunia yang berjumlah 235 ekor.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 91
MANAJEMEN KONSERVASI
IKHTISAR
Konservasi karnivora di Indonesia dapat dikatakan masih baru,
berbeda dengan konservasi alam pada umumnya yang telah dimulai sejak tiga
dekade terakhir. Karnivora merupakan satwa yang memiliki resiko
kepunahan tinggi, disamping karena posisinya berada pada puncak rantai
makanan sehingga populasinya mudah goyah jika poplasi mangsanya
mendapat gangguan, karnivora juga sering ditakuti dan dimusuhi oleh
masyarakat sehingga sering menjadi sasaran pembunuhan atau perburuan.
Karnivora khususnya yang menjadi pemangsa puncak merupakan keystone
species, yang bila punah akan berakibat dratstis pada ekosistem. Upaya
konservasi karnivora yang sedang giat dilaksanakan adalah konservasi
harimau Sumatera tertutama pada satu dekade terakhir. Beberapa lembaga
swadaya masyarakat internasional bekerja sama dengan Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan serta
didukung dana dari sponsor internasional telah melakukan monitoring,
penelitian, penyelamatan, penangkaran, penanganan konflik manusia-
harimau dan peningkatan kesadaran masyarakat. Sayangnya karnivora lain
belum ditangani seperti : macan tutul, macan dahan, ajak dan musang
Sulawesi.
92 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
MANAJEMEN KONSERVASI
GLOSARIUM
IUCN : International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources adalah perserikatan internasional bagi pelestarian
alam dan sumberdaya alam,merupakan perserikatan
kelompok peminat pelestarian, lingkungan dan margasatwa
terbesar dan paling mewakili dunia, didirikan pada tahun
1948 memiliki 537 anggota di 116 negara (MacKinnon et al.,
1990).
CITES : Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora adalah konvensi perdagangan
internasional spesies flora dan fauna terancam, didirikan pada
tahun 1973 oleh konferensi diplomatik di Washington D.C.
dengan tujuan untuk mengatur dan memantau perdagangan
spesies flora dan fauna yang terancam punah. Konvensi ini
diberlakukan tahun 1975 dan mempunyai anggota 90 negara
(MacKinnon et al., 1990).
WWF : World Wide Fund for Nature (sebelumnya World Wildlife
Fund) adalah suatu Non Government Organisation yang
didirikan pada tahun 1961 untuk memobilisasi dukungan
moral dan finansial bagi penelamatan kehidupan dan menjadi
sekutu IUCN yang terdekat di bidang pelestarian
(MacKinnon et al., 1990).
WCS : Wildlife Conservation Society adlah suatu Non Government
Organisation didirikan pada tahun 1895 dengan nama New
York Zoological Society, memiliki misi menyelamatkan
hidupan liar dan habitatnya dengan memahami dan
memecahkan berbagai masalah kritis yang mengancam
spesies kunci beserta ekosistemnya di seluruh dunia. WCS
memulai aktivitas di Indonesia pada tahun 1965 dan
membentuk program Indonesia secara resmi pada tahun 1991
(WCS-IP).
Red List : atau Red Data Book merupakan buku yang disusun oleh
IUCN dan WCMC (World Conservation Monitoring Center)
berisi daftar spesies terancam punah beserta kategori
keterancamannya (berdasarkan kriteria 1994) yaitu : Punah
(Extinct), Punah di alam (Extinct in the Wild), Kritis
(Critically Endangered), Genting (Endangered), Rentan
(Vulnerable), Resiko relatif rendah (Lower Risk), Kurang data
(Data Deficient) dan Tidak dievaluasi (Not Evaluated)
(Primack et al., 1998).
FAO : Food And Agriculture Organisation adalah organisasi pangan
dan pertanian PBB yang bertanggungjawab atas pelaksanaan
proyek pengelolaan kawasan yang dilindungi yang dibiayai
sumber dana PBB terutama dari Program Pembangunan
Peserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP = United Nation
Development Programme) contohnya adalah Program
Pengembangan Taman Nasional di Indonesia (MacKinnon et
al., 1990).
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 93
MANAJEMEN KONSERVASI
DAFTAR PUSTAKA
Adisoemarto, S. dan M.A. Rifai (ed). 1994. Keanekaragaman Hayati di
Indonesia. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan
Konphalindo. Jakarta.
Alikodra, H.S. 1990. Pengelolaan Satwaliar. Jilid I. Pusat Antar Universitas
Ilmu Hayati, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Blockhus, J.M., M. Dillenbeck, J.A. Sayer dan P. Wegge. 1992. Conserving
Biological Diversity in Managed Tropical Forest. IUCN/ITTO.
Gland, Switzerland.
Djunaidy, M. 2006. Mencari Macan Loreng di Meru Betiri. Tempo
I n t e r a k t i f , K a m i s , 2 0 A p r i l 2 0 0 6 .
http://www.tempointeractive.com/hg/iptek!2006/04/20/brk,2006
0420-76451,id.html. Diakses Tanggal 16 Mei 2007.
Erik Meijaard, dkk. 2006. Hutan Pasca Pemanenan : Melindungi Satwaliar
dalam Kegiatan Produksi di Kalimantan. CIFOR. Bogor.
htt://id.wikipedia.org/wiki/Harimau.htm. Diakses Tanggal 16 Mei 2007.
http://en.wikipedia. org?wiki/Carnivore. Diakses Tanggal 16 Mei 2007.
http://en.wikipedia.org/Sumatran_tiger.htm. Diakses Tanggal 16 Mei 2007.
http://wild-tiger.blogspot.com/Wild Tiger. Diakses Tanggal 16 Mei 2007.
http://www.american. edu/TED/kenya-bbq.htm. Diakses Tanggal 16 Mei
2007.
http://www.answers.com/topic/carnivora-1. Diakses Tanggal 5 Maret 2007.
http://www.biodiversitypartners.org/econ/ pub/Carnivores2006.pdf. Diakses
Tanggal 16 Mei 2007.
http://www.ecs.org/international/Asia/Sumatra/sumatrantiger.htm. Diakses
Tanggal 16 Mei 2007.
http://www.indo.net.id/mbs/bunga_rampai_harimau.htm. Diakses Tanggal
16 Mei 2007.
http://www.tigertrust.info/thesumatrantiger.htm. Diakses Tanggal 16 Mei
2007.
http://www.wwf.or.id/tessonilo/Default.php.htm. Diakses Tanggal 16 Mei
2007.
Iskandar, J. 2007. Pelestarian Macan Tutul. Kompas, Senin, 22 Januari
2007. h t t p : / / w w w. k o m p a s . c o m / k o m p a s _ c e t a k / 0 7 0 1 /
22/Jabar/9570.htm. Diakses Tanggal 16 Mei 2007.
IUCN, 2004. "2004 IUCN Red List of Threatened Species" (On-line).
h t t p : / / a n i m a l d i v e r s i t y. u m m z . u m i c h . e d u / s i t e / a c c o u n t s /
information/www.redlist.org. Diakses Tanggal 6-12- 2005.
Lee, R.J., J. Riley, R. Merrill dan R.P. Manopo. 2001. Keanekaragaman
Hayati dan Konservasi di Sulawesi Bagian Utara. WCS dan NRM.
Jakarta.
MacKinnon, J., K. MacKinnon, G. Child dan J. Thorsell. 1990. Pengelolaan
Kawasan Yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
94 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
MANAJEMEN KONSERVASI
MacNeely, J.A. and P.S. Wachtel. 1988. Soul of The Tiger, Searching for
Nature's Answers in Exotic South East Asia. Doubleday. New York.
Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam
dan Kawasan Pelestarian Alam.
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis
Tumbuhan dan Satwaliar.
Primack, R.B., J. Supriatna, M. Indrawan dan P. Kramadirata. 1998. Biologi
Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Schaller, G. 1996. Introduction: Carnivores and conservation biology. Pp. 1-
10 in J. L. Gittleman, ed. Carnivore Behavior, Ecology, and Evolution,
vol. 2. Ithaca: Cornell University Press.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya
Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Wildlife Conservation Society Indonesia Program. (Tanpa tahun).
Conservation Indonesia Program. Booklet.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 95
STATUS EKOLOGI
Bab MACAN TUTUL JAWA
(Panthera pardus melas CUVIER 1809)
8 DAN IMPLIKASI MANAJEMEN
KONSERVASINYA *)
A. Pendahuluan
Macan tutul (Panthera pardus melas CUVIER 1809) adalah satwa
endemik Pulau Jawa yang dilindungi undang-undang dan termasuk dalam Red
Data Book IUCN dengan kategori endangered atau terancam punah. Sebaran
dan kelimpahan populasi macan tutul di Pulau Jawa tidak diketahui dengan
pasti, namun diperkirakan mengalami penurunan terus menerus sebagai
akibat dari kehilangan dan fragmentasi habitatnya. Praktek pembangunan
yang tidak berwawasan lingkungan dan ditinggalkannya konsep bioregional
telah menghasilkan tata ruang wilayah yang tidak menguntungkan bagi
kelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya, antara lain dengan
menyebabkan fragmentasi hutan. Laju penurunan populasi macan tutul juga
diperparah oleh kegiatan perburuan, baik terhadap macan tutul maupun satwa
mangsanya.
Macan tutul merupakan salah satu jenis satwaliar yang menerima
dampak dari pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan. Konversi
hutan secara besar-besaran, baik legal maupun ilegal mengakibatkan
punahnya populasi macan tutul secara lokal di beberapa kawasan hutan.
Penata gunaan lahan dan penataan ruang yang tidak mengindahkan prinsip
ekosistem sebagai satu kesatuan telah mengakibatkan pemecahan atau
fragmentasi habitat yang pada akhirnya menyebabkan isolasi demografi dan
genetik terhadap suatu populasi sehingga mudah mendapat ancaman
kepunahan lain seperti inbreeding.
Dalam tatanan ekosistem hutan di Pulau Jawa, macam tutul memiliki
peranan yang sangat penting karena setelah harimau jawa (Panthera tigris
sondaica) punah, kini puncak rantai makanan (trophic level) ditempati oleh
macan tutul. Sebagai karnivora puncak (top carnivore) macan tutul
mengendalikan populasi satwa-satwa di bawah trophic levelnya termasuk
*) Merupakan bagian Proposal Disertasi Program Doktor Hendra Gunawan pada Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
96 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 97
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
2. Deskripsi Fisik
Macan tutul memiliki tubuh yang memanjang dan berotot.
Cakarnya lebar dan telinganya pendek. Di daerah tropis rambut mereka
cenderung lebih pendek dan lebih halus, sementara di iklim yang lebih
dingin rambut mereka lebih panjang dan padat. Warna dasar sangat
bervariasi dari kekuningan sampai ke abu-abuan, bahkan warna chesnut.
Tenggorokan, dada, perut dan bagian dalam kaki berwarna dasar putih.
Selebihnya di bagian kepala, tenggorokan, dada dan bagian luar kaki
memiliki tutul-tutul berwarna hitam (Guggisberg, 1975; Nowak, 1997).
Warna dasar kulit juga sangat bervarasi tergantung pada lokasi,
mulai dari kuning keemasan di padang rumput terbuka, kuning-krem di
daerah padang pasir sampai kuning gelap di pegunungan dan daerah
berhutan (Guggisberg, 1975; Nowak, 1997). Di Afrika sendiri
kecenderungan warna berikut dapat dijumpai : (1) di savana kuning
kemerehan (rufous) sampai kuning oker (ochraceous); (2) di gurun pasir
krem pucat sampai kuning kecokelatan, di daerah yang lebih dingin
warnanya menjadi lebih abu-abu; (3) di hutan hujan berwarna gelap,
kuning keemasan tua; (4) di pegunungan tinggi berwarna lebih gelap.
Variasi juga terjadi pada polanya baik di Afrika maupun wilayah lain.
Kedua variasi tersebut juga disertai dengan variasi pada panjang rambut
dan ukuran tubuh yang menjadi dasar pengelompokkan taksonomi.
Gambar 13. Perbedaan pola tutul pada macan tutul, jaguar, macan dahan dan cheetah.
98 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Gambar 14.
Macan tutul yang mengalami melanisme (atas)
dan Macan tutul pola warna normal (bawah)
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 99
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Tabel 4. Ukuran rata-rata tubuh macan tutul yang hidup di Pulau Jawa.
100 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 101
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
siap dikawin dalam interval 3 – 7 minggu dan periode ini berlanjut sampai
beberapa hari dimana terjadi perkawinan.
Seekor betina mungkin dirayu oleh beberapa jantan, jantan yang
berhasil akan menggigit bagian belakang leher betina dengan giginya,
betina akan menampar jantan ketika kopulasi telah sempurna. Kopulasi
sangat sering, dari 70 sampai 100 kali sehari. Laman dan Cheyl (1997)
yang mengamati perilaku kawin macan tutul di Taman Nasional
Serengeti, Tanzania menemukan kopulasi sebanyak 13 kali selama satu
setengah jam pengamatan. Semua kopulasi tercatat dan semua dimulai
dengan betina berjalan mundur dan maju di depan jantan yang sedang
beristirahat, menggosokkan badannya dan menggoyang-goyangkan
ekornya di wajah sang jantan. Jantan seringkali menggigit betina di
bagian tengkuknya selama interaksi ini. Perkawinan disertai dengan
suara geraman, baik dari jantan maupun betina. Puncaknya berlaangsung
rata-rata tiga detik dengan interval rata-rata antara kopulasi 6,5 menit.
Dalam kandang, kopulasi tercatat 100 kali sehari (Ktichner, 1991) dan
kopulasi yang terlihat bisa jadi merupakan bagian dari percumbuan.
Mengapa banyak kopulasi tidak jelas pada macan tutul karena satwa ini
soliter dan betina tampaknya agak oportunis untuk memilih diantara
jantann berdasarkan kekuatan kopulasinya seperti yang diketahui pada
jaguar dan singa. Penelitian masih diperlukan sebelum pertanyaan ini
dapat dijawab untuk macan tutul.
Rata-rata lamanya waktu jantan dan betina dewasa bersama adalah
2,1 hari. Ketika betina dan jantan menghabiskan waktu bersama mereka
akan kawin, jantan akan mengikuti betina kemanapun pergi dan kadang-
kadang mereka berbagi mangsa buruan. Perkawinan berlangsung selama
dua atau tiga hari, interval dengan pekawinan berikutnya dua tahun.
Setelah musim kawin berakhir, jantan dan betina akan berpisah.
102 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
c. Pemeliharaan Anak
Macan tutul betina membesarkan anak-anaknya di tempat
bersarang dan mengajarinya berburu. Jantan-jantan tidak ambil bagian
dalam membesarkan anak dan hanya bertemu dengan betina untuk kawin.
Guggisberg (1975) melaporkan bahwa jantan juga membantu betina yang
mengasuh anak-anak seperti dengan memberi mereka hasil buruan. Induk
jantan mungkin dijauhkan dari anak-anak oleh betina, tetapi jantan
memberikan daging kepada anak-anaknya.
Anak macan tutul disusui induknya selama tiga bulan atau lebih.
Mata anak macan tutul terbuka setelah sekitar enam hari sampai 10 hari.
Mereka disembunyikan sekitar delapan minggu dan induknya akan
berhenti berpindah-pindah sampai anak-anak dapat bergabung mengikut
perjalanan.
Anak-anak dapat berjalan setelah 13 hari dan pada umur tiga bulan
disapih serta mulai mengikuti induknya keluar dari sarang. Pada umur
lima bulan mereka dapat menangkap hewan kecil dan kebanyakan dapat
mencari makan sendiri pada umur satu tahun.
Anak-anak macan tutul disapih setelah tiga bulan dan mulai
bergabung dengan induknya berburu dimana mereka akan belajar untuk
bertahan hidup. Anak-anak berhenti menyusu dan mulai makan daging
setelah tiga bulan; mereka dibimbing makan daging sampai kira-kira umur
10 bulan, ketika mereka begabung dengan induk mereka pada perburuan.
Betina mungkin pergi meninggalkan anak-anak untuk waktu lama,
kadang-kadang meninggalkan mereka sampai satu setengah hari
sendirian. Induk macan tutul memindahkan anak-anaknya ke tempat
berlindung baru setiap dua atau tiga hari, membawa mereka satu per satu
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 103
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
4. Masa Hidup
Di berbagai negara macan tutul yang hidup dalam kandang dapat
mencapai umur 21 – 23 tahun. Di alam, umurnya tidak diketahui, tetapi
104 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 105
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Sumber : http://commons.wikimedia.org/wiki/Image/Panthera_pardus-historic_distribution.gif
Gambar 17.
Penyebaran
macan tutul di Afrika.
106 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 107
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
108 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
2. Habitat
Macan tutul merupakan spesies yang sangat mudah beradaptasi,
ditemukan di setiap tipe hutan, savana, padang rumput, semak dan
setengah gurun. Mereka juga tinggal di tebing, hutan tropis berawa dan
pegunungan yang terjal sampai ketinggian garis salju di Gunung Kenya.
Macan tutul hidup di habitat yang sangat beragam. Mereka dapat
hidup baik di hutan rawa tropika maupun di pegunungan yang terjal.
Mereka hidup di hutan dataran rendah, pegunungan, padang rumput,
semak dan padang pasir. Sekelompok macan tutul pernah ditemukan
pada ketingian 5.630 m di Kilimanjaro, dan tidak membeku menjadi es
seperti yang diduga banyak orang (Guggisberg, 1975; Nowak, 1997),
tetapi di Himalaya mereka jarang ditemukan di atas ketinggian 3.000
meter. Habitat macan tutul bervariasi dari hutan gugur yang kering,
ekosistem padang pasir, hutan hujan tropis, hutan konifer sampai di
sekitar pemukiman (Cat Specialist Group 2002).
Macan tutul merupakan bangsa kucing (felid) yang paling dapat
beradaptasi dan mungkin ditemukan di hampir semua tipe habitat di
wilayah penyebarannya. Di sub Sahara, Afrika, macan tutul ditemuan di
semua habitat dengan curah hujan tahunan di atas 50 mm dan dapat masuk
ke wilayah dengan curah hujan yang lebih rendah, tetapi di sepanjang
sungai. Dari semua jenis kucing Afrika, macan tutul merupakan satu-
satunya jenis yang menempati baik di hutan hujan dan habitat padang
pasir yang kering. Penyebaran macan tutul sampai ketinggian 6.700 m
dimana pernah ditemukan macan tutul di Gunung Kilimanjaro, dan
melimpah di dataran tinggi pegunungan berapi Ruwenzori dan Virunga.
Macan tutul juga masih ditemukan di wilayah yang sudah berpenduduk
seperti di bagian barat Kenya yang secara ekstensif telah dibudidayakan
dengan kepadatan penduduk 150 orang/km2, sehingga sedikit habitat
alaminya dan mangsanya, padahal 20 tahun sebelumnya telah dianggap
punah.
Meskipun macan tutul masih ditemukan di kisaran habitat yang
luas, sayangnya banyak populasinya terfragmentasi dan terisolasi. Di
Afrika tekanan penduduk telah mengurangi populasi macan tutul secara
drastis dan di banyak wiayah seperti Zanzibar, macan tutul sekarang
punah. Di Serengeti, keberadaan singa berdampak dramatis pada sebaran
macan tutul.
Di Afrika Utara dan Timur Tengah, macan tutul diyakini tidak ada
di gurun pasir di Semenanjung Arab bagian tengah walaupun masih
ditemukan di Laut Mati dimana curah hujan tahunannya kurang dari
setengah inchi (50 mm). Hutan dan semak Mediterania juga menjadi
habitat yang sesuai untuk spesies ini di Afrika bagian utara, Iran dan
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 109
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
110 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 111
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
112 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 113
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
114 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Macan tutul dapat makan mangsa apa saja, tetapi jika tersedia akan
memilih ungulata berukuran kecil sampai sedang (antelope kecil, gazelle,
rusa, babi dan hewan ternak). Tetapi di wilayah dengan ungulata yang
sedikit, macan tutul dapat bertahan hidup dengan makan burung, reptil,
hyraxes, baboon, monyet dan anjing kampung. Oleh karena itu macan
tutul dapat hidup dekat dengan manusia. Lagi pula, macan tutul dapat
hidup tanpa air untuk periode yang lama, dan hanya mendapatkan air dari
kelembaban mangsanya.
Macan tutul juga tidak manjauhkan diri dari bangkai (daging
busuk) dan akan kembali ke mangsa yang dibunuhnya. Pada beberapa
kasus, seekor macan tutul mungkin mempunyai simpanan mangsa dari
berbagai umur di pohon yang sama. Tetapi, hal ini juga memungkinkan
macan tutul mudah keracunan. Keragaman mangsa macan tutul
dibuktikan dari variasi mangsa mulai dari kumbang tahi sampai eland
(sejenis antelope) dewasa dengan berat yang dapat mencapai 900 kg.
Bailey (1993) menemukan sedikitnya 92 spesies mangsa yang tercatat di
Sub Sahara Afrika. Penelitian telah menemukan interval rata-rata antara
pemangsaan ungulata berkisar dari 7 – 13 hari. Bailey (1993)
memperkirakan konsumsi harian rata-rata macan tutul dewasa jantan
adalah 3,5 kg dan betina 2,8 kg.
Katembo dan Punga (1996) melalui penelitian terhadap feces
menemukan bahwa makanan macan tutul terdiri dari 53,5 % ungulata dan
25,4% primata dengan rata-rata berat mangsa 24,6 kg. Menurut Karanth
dan Melvin (1995) dari studi feces menemukan bahwa mangsa macan
tutul berimbang antara ungulata dan primata yaitu 89-98%. Macan tutul
memfokuskan mangsanya pada kelas 30 – 175 kg dengan rata-rata berat
mangsa utama 37,6 kg, Macan tutul juga menyeret mangsanya dengan
jarak rata-rata 47 m dan terjauh 400 m yaitu seekor chital. Hasil buruan
tersebut 54% disimpan di vegetasi rapat, 17% vegetasi sedang dan 13% di
atas pohon, hanya 16% di tempat terbuka. Macan tutul juga lebih diurnal
dibandingkan harimau, tetapi hal ini mungkin disebabkan mangsa macan
tutul lebih banyak spesies diurnal seperti langur dan chital.
Karena singa dan hyena akan merebut mangsa macan tutul, maka
macan tutul akan menyimpan mangsanya di atas pohon dan
meninggalkannya untuk didatangi lagi kemudian. Macan tutul mampu
mengangkat bangkai jerapah muda seberat 125 kg (2 – 3 kali beratnya) ke
atas pohon setinggi 5,8 m (Hamilton, 1976). Macan tutul juga
menggunakan pohon untuk berlindung dari serangan langsung pemangsa
besar lainnnya. Tulang belikat (lembusir) macan tutul disesuaikan untuk
melekatnya otot yang kuat yang menaikkan dada, meningkatkan
kemampuan satwa ini untuk memanjat pohon. Lebih jauh tercatat, macan
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 115
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
116 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 117
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
118 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
dalam lubang aardvalk yang tidak digunakan untuk berteduh. Pohon dan
batu berfungsi ganda sebagai tempat yang baik untuk mengamati areal
perburuan dan menghindari predator seperti singa atau hyena totol, atau
pesaing paling berbahayanya yaitu macan tutul lain. Walaupun soliter,
pasangan berkembang biak kadang-kadang terlihat bersama, dan induk
dengan anak-anak juga terlihat bersama. Macan tutul kadang-kadang
berjemur matahari pagi.
Tidak seperti pemangsa besar lainnya, macan tutul tidak hanya
ditemukan di dalam taman nasional dan alam liar lainnya, tetapi juga
ditemukan di lahan pertanian. Macan tutul bersifat teritorial dan
mempertahankan teritorinya dari individu lain sesama jenis kelamin.
Jantan dan betina menandai tertorinya dengan menyemprotkan urin dan
meninggalkan tanda cakaran pada batang pohon di pinggiran teritori
mereka.
Walaupun mekanisme penghindaran telah dikembangan,
perkelahian antar macan tutul jantan sangat umum terjadi dan dapat
membahayakan. Home range macan tutul betina lebih kecil daripada
jantan, dan home range jantan dapat overlap dengan lebih dari satu home
range betina. Di wilayah yang mangsanya melimpah, dimana terdapat
macan tutul dengan kepadatan tinggi, teritori jantan mungkin banyak
overlap, dan dalam kasus demikian macan tutul biasanya dengan aktif
menghindari kontak, menggunakan wilayah bersama pada waktu yang
berlainan. Ukuran teritori tergantung pada habitat, dan terutama pada
jumlah makanan yang tersedia di dalamnya. Macan tutul bergerak pelan,
jalan santai, tetapi dapat dengan cepat berubah meloncat atau memacu lari
bila diperlukan.
Dimana ada harimau, macan tutul cenderung sedikit (Schaller
1967, 1972; M.K. Ranjitsinh pers. Comm dalam LaBrasca, 2007). Tetapi
ini bukan aturan yang baku, Korkishko and Pikunov (1994)
menyimpulkan bahwa peningkatan jumlah harimau di Cagar Alam
Kedrovaya, Rusia tidak mempengaruhi populasi macan tutul. Di Taman
Nasional Chitwan, Nepal macan tutul dan harimau co-exist dengan cara
berburu pada waktu yang berbeda dan mangsa yang berbeda serta
menggunakan komplek vegetasi yang berbeda (Seidensticker 1976).
Macan tutul makan mangsa yang lebih kecil (biasanya kurang dari 75 kg)
(Seidensticker 1976; Johnsingh 1983), pembagian mangsa juga terjadi
antara singa dan macan tutul di Serengeti (Bertram 1982) dan Gir Forest
(R. Chellam in litt. 1993 dalam LaBrasca, 2007). Macan tutul lebih
toleran dari pada harimau pada temperatur ekstrim dan lingkungan yang
kering (Santiapillai and Ramono 1992), sebagai contoh, mereka lebih
umum di hutan monsoon tropika yang kering musiman daripada harimau,
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 119
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
b. Perilaku Berburu
Macan tutul makan apa saja dari berbagai ukuran mulai dari tikus
sampai mamalia dengan berat dua kali lipat tubuhnya – meliputi
120 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
wildebeest dan jerapah muda; karena hal ini, dan juga sifat misteri dan
perilaku nokturnal maka mereka dapat beradaptasi dengan berbagai tipe
habitat. Tutul-tutulnya merupakan penyamaran yang sempurna sehingga
ditiru oleh tentara untuk pakaian perang di semak-semak.
Kehebatan penyamaran kulit macan tutul sangat nyata ketika
berbaring di bayangan yang tidak rata (karena ada lubang-lubang cahaya
misalnya karena cahaya melewati tajuk yang jarang), membuat pola tutul-
tutul bercampur sempurna dengan pola cahaya matahari dengan
bayangan. Macan tutul merupakan pemburu yang sangat efektif, mereka
menggunakan semua cover yang tersedia, seperti pohon, semak, rumput
tinggi, dan bayangan dalam rangka mengejar mangsanya. Mereka bahkan
akan menyerang mangsanya dengan menubrukan badannya dari tempat
yang strategis sepeti cabang pohon.
Macan tutul adalah pemburu dan penyergap yang berburu dengan
indera penglihatannya, suaaranya dan penciumannya. Ketika mengintai,
macan tutul merundukkan badannya ke tanah dan ekornya horisontal,
sementara matanya melokalisir mangsanya menggunakan penglihatan
malamnya yang tajam, berdiam jika mangsanya menengok sekitar karena
curiga; kemudian macan tutul menyergap dengan tepat dan cepat. Macan
tutul secara keseluruhan beradaptasi untuk berburu; mereka memiliki
sepasang mata yang berfungsi seperti binokuler sehingga dapat dengan
akurat menetapkan jarak, dan mereka sering mengamati mangsa dari
tempat tinggi yang strategis sebelum mulai benar-benar memburu
mangsanya. Mereka biasanya memburu mangsanya pada jarak pendek
(umumnya kurang dari 30 m) dan membunuhnya dengan mencekik atau
menggigit bagian belakang kepala sehingga memutuskan saluran syaraf
tulang belakang.
Hasil pengamatan menemukan bahwa macan tutul menggunakan
tiga cara untuk masuk dalam jangkauan mangsanya. Pertama adalah
dengan mengikuti atau mengejar dari jauh. Setelah mendeteksi mangsa
potensial, macan tutul mendekatinya dengan pelan-pelan dan sembunyi-
sembunyi, badannya merendah ke tanah berlindung pada vegetasi dan
hanya maju ketika mangsa tidak melihatnya. Kadang-kadang macan
tutul sedang istirahat tidak aktif ketika pertama mendeteksi mangsanya,
jika tersembunyi di tempat yang cocok seperti dekat persimpangan
sungai, macan tutul menggunakan cara kedua yaitu menyergap atau
menyerang tiba-tiba. Menyergap jarang dilakukan, tetapi mungkin
terdapat beberapa tempat di habitatnya dimana mangsa datangnya dapat
diduga. Cara berburu yang ketiga sedikit lebih umum dan sangat
oportunistik. Dalam perjalanannya, macan tutul mengamati gerumbul
vegetasi dan menubruk dengan cepat ketika mangsa kecil (khususnya
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 121
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
122 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
c. Perilaku Berkomunikasi
Macan tutul umumnya pendiam. Karakteristik suaranya paling
banyak adalah suara geraman parau, batuk serak berulang-ulang dalam
interval, yang mirip dengan suara chainsaw; sekali terdengar, suara ini
tidak mudah dilupakan. Panggilan serak biasanya dikeluarkan oleh
macan tutul jantan untuk mengumumkan teritorinya yang akan dibalas
oleh macan tutul lainnya, jika ada yang individu lain di sekitarnya maka
akan terus berulang-ulang mengeluarkan suara tersebut sampai individu
lain itu pergi. Macan tutul mempunyai suara individual yang berbeda dan
ini mungkin menguntungkan untuk satwa soliter seperti macan tutul untuk
mengenali satu dengan lainnya dari kejauhan melalui suara seperti juga
mereka saling menghindar satu sama lain. Dua macan tutul jantan
teritorial akan selalu saling menggeram dan macan tutul betina akan
memanggil bila sedang oestrus. Macan tutul juga dikenal mendengkur
selama makan. Penandaan teritori oleh macan tutul juga merupakan cara
yang penting dalam komunikasi intra spesifik.
d. Perilaku Sosial
Sistem sosial merupakan cara adaptasi macan tutul karena macan
tutul merupakan karnivora berukuran sedang sehingga tidak memiliki
banyak pemangsa dan dapat berburu sendiri dengan efisien. Cara berburu
mereka membuat mereka harus hidup menyendiri tanpa tergantung pada
saudara kandung atau induknya untuk keberhasilan perkembangbiakan.
Tekanan seleksi utama yang membentuk sistem sosial macan tutul adalah
lingkungan.
Jika ungulata ukuran sedang tidak ada maka macan tutul akan
dengan mudah beralih ke berbagai jenis mangsa lainnya.
Keanekaragaman jenis mangsa macan tutul merupakan penyumbang
utama sistem sosial ini. Karena macan tutul tidak tergantung pada satu
jenis sumber makanan, maka jumlah pesaingnya sedikit.
Macan tutul jantan memiliki teritori yang luas yang sering
berhubungan dengan beberapa teritori betina yang lebih sempit. Jantan
ini memiliki ritual perkembangbiakan dengan betina-betina tersebut.
Batas-batas teritori secara teratur ditandai dengan urin, feces, penandaan
secara facial, cakaran di tanah dan pohon.
Macan tutul umumnya arboreal, beristirahat jauh di atas singa dan
hyena yang dapat dengan mudah menyergapnya. Mereka makan, tidur,
kawin dan mengejar mangsanya dari pohon. Mereka jarang berkelahi
untuk makanan mereka, mereka lebih baik membiarkan mangsa yang
telah dibunuhnya diambil oleh hyena atau singa agar tidak terluka yang
akan membuatnya tidak dapat berburu lagi mencari mangsa untuk dirinya
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 123
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
sendiri. Singa dan hyena di Afrika dan harimau di Asia dapat membunuh
macan tutul, jika mereka dapat menangkapnya.
Macan tutul memiliki cakar yang dapat ditarik masuk, berkait dan
tajam. Hal ini memungkinkannya untuk memanjat pohon dengan mudah,
tetapi cakar ini juga merupakan senjata mematikan. Kait cakar yang
tajam dapat merobek daging mangsanya dengan mudah dan
membantunya menangkap dan menjatuhkan mangsanya. Karena
cakarnya sangat melengkung, banyak kotoran dan bakteri tersangkut di
dalamnya sehingga cakaran macan tutul dapat menyebabkan infeksi yang
hebat dan dapat sangat mematikan. Macan tutul memelihara ketajaman
cakarnya dengan mencakar batang kayu yang membantunya melepaskan
lapisan kuku bagian luar.
Macan tutul jantan maupun betina hidup dalam home range yang
besar. Mereka hidup dalam home range karena sumber makanan mereka
merupakan satwa yang bergerak. Mereka tidak dapat mempertahankan
teritori karena mereka tidak memiliki sumber makanan yang benar-benar
pasti yang harus dijaga. Jantan hidup dalam home range yang lebih besar
karena mangsanya biasanya lebih besar dari pada mangsa macan tutul
betina. Macan tutul betina akan hidup dalam sebuah kelompok (Sunquist
2001). Seekor induk akan berbagi home range dengan anak-anak
betinanya. Anak-anak betina juga akan mempelajari lokasi sarang
dimana mereka dilahirkan dan ketika setelah dewasa melahirkan mereka
sering menggunakan sarang yang sama. Home range untuk betina
mungkin memiliki vegetasi yang lebih tebal daripada home range jantan,
karena ia harus memiliki sarang untuk melindungi anak-anaknya dari
pemangsa yang juga termasuk macan tutul, singa, harimau dan kawanan
anjing liar. Pemangsa macan tutul dewasa antara lain buaya dan manusia.
Macan tutul bersifat soliter, yang berarti mereka beburu, makan,
tidur dan hidup sendiri. Macan tutul hanya akan berada bersama dalam
waktu lama selama musim kawin untuk kemudian berpisah lagi secepat
mungkin. Betina dan jantan memiliki home range yang overlap.
Kebanyakan home range individual berkisar 9 – 63 km2 dan sedikitnya
70% overlap dengan home range individu lainnya.
Dalam sistem sosial, macan tutul jantan mempertahankan
teritorinya yang dapat mencakup teritori dari dua atau tiga macan tutul
betina. Macan tutul jantan mempertahankan teritori dari jantan lain, dan
betina mempertahankan teritori dari betina lain. Tampaknya anak betina
membangun teritorinya di dalam teritori induknya, sementara anak jantan
dikeluarkan dari teritori jantan sampai membentuk teritori di luar tempat
kelahirannya.
124 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
1. Rumusan Masalah
B e r b a g a i Kebijakan pembangunan Tekanan Sosial-
tidak berwawasan Ekonomi-Budaya
permasalahan yang telah lingkungan Masyarakat
diuraikan dalam Bab
Pendahuan dapat dirumuskan Tata ruang, tata guna Perambahan, konversi
lahan, konversi hutan ilegal dan perburuan macan
dalam diagram alir legal tutul dan mangsanya
sebagaimana disajikan pada
Gambar 20. Penurunan kualitas Hilangnya habitat fragmentasi habitat
habitat (cover tidak menyebabkan menyebabkan isolasi
cocok lagi dan minimum area for geografik, inbreeding
mangsa tidak tersedia viabel population tidak dan populasi tidak
cukup) terpenuhi berkembang
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 125
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
2. Implikasi Pengelolaan
a. Pentingnya Penelitian Macan Tutul
Penurunan populasi macan tutul dan kepunahannya secara lokal terkait
dengan perubahan tata guna lahan dan perubahan penutupan lahan baik legal
maupun ilegal yang telah mengakibatkan penurunan luas sampai hilangnya
habitat, fragmentasi dan degradasi kualitas habitatnya. Upaya konservasi
macan tutul hanya dapat efektif bila dilakukan secara terpadu dengan konsep
manajemen ekosistem bioregional.
Dengan kondisi macan tutul yang semakin terancam maka diperlukan
upaya-upaya nyata untuk mencegah kepunahannya menysul harimau Jawa.
Untuk mendukung kegiatan pengelolaan populasi macan tutul dan berbagai
upaya konservasi lainnya, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
kondisi ekologi macan tutul di Pulau Jawa saat ini sehingga dapat digunakan
sebagai dasar dalam menentukan upaya konservasi yang efektif. Sehubungan
dengan itu, hal-hal yang perlu diteliti antara lain :
1. Kondisi habitat aktual macan tutul yang meliputi ruang, cover dan
mangsanya
2. Sebaran ekologisnya di Pulau Jawa termasuk menghitung luas
kantong-kantong habitatnya yang telah terfragmentasi sehingga
diketahui kecukupan minimum area for viable populationnya.
3. Rekontruksi peta sebaran populasi macan tutul sesuai dengan
perubahan luas kawasan berhutan dalam tiga dekade terakhir dan
menemukan lokasi sebaran baru (yang belum tercatat)
4. Kondisi kesehatan populasi macan tutul
5. Kelimpahan poopulasi baik secara lokal maupun total
6. Luas daerah jelajar (home range)
7. Hubungan antara kondisi habitat (tipe vegetasi ketinggian dpl) dengan
pola warna antara tutul dan kumbang (melanisme).
8. Penyimpangan perilaku pemangsaan terhadap hewan ternak
9. Konsekuensi yang mungkin terjadi apabila terjadi perubahan tata guna
hutan di masa mendatang
10. Aspek–aspek sosial-budaya masyarakat yang berkaitan dengan upaya
konservasi macan tutul.
11. Aspek kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan konservasi
macan tutul khususnya dan konservasi kenakekaragaman hayati pada
umumnya
126 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
INFORMASI
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 127
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Tabel 5.Judul-judul penelitian tentang macan tutul Jawa (Panthera pardus melas).
No. Judul Penelitian Tahun Peneliti/Penulis
1. Mempelajari Kemungkinan Distribusi Macan tutul (Panthera 1987 Purbawiyatna.
pardus Linnaeus, 1758) di Resort Cibodas, Situgunung dan
Bodogol Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (Skripsi
S-1 – Fahutan, IPB Tidak diterbitkan)
2. Studi Karakteristik Habitat dan daerah Penyebaran Macan 1988 Hendra Gunawan
Tutul (Panthera pardus melas CUVIER, 1809) di Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi Sarjana,
Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor (Skripsi S1-Fahutan,
IPB tidak diterbitkan).
3. Studi karakteristik satwa mangsa Macan Tutul Pantehera 1989 Wahyudi, E.
pardus melas Curvier di TN Meru Betiri Jawa Timur (Skripsi
S-1 – Fahutan, IPB Tidak diterbitkan)
4. Studi Karakteristik Habitat dan Populasi Macan Tutul 1991 Nana Sudiana
(Panthera pardus Linnaeus, 1758) di Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango (Skripsi S-1 – Fahutan, IPB Tidak
diterbitkan)
5. Status Of The Leopard (Panthera Pardus) In Java, Indonesia. 1992 Santiapillai C,
Tigerpaper 11: 1-5 Ramono Ws.
6. Food habits of the javan leoprad Panthera pardus melas in 2003 Sakaguchi, N., R.M.
Gunung Halimun National Park, Indonesia. In: Biodiversity Sinaga., A.H.
Conservation Project. Research on Endangered Species in Syahrial.
Gunung Halimun National Park, Research and Conservation
of Biodiversity in Indonesia, vol. XI. In press.
7. Monitoring research aon the javan leopard Panthera pardus 2003 Syahrial. A.H. and
melas in Gunung Halimun National Park, Indonesia. In: Sakaguchi,
Biodiversity Conservation Project. Research on Endangered
Species in Gunung Halimun National Park, Research and
Conservation of Biodiversity in Indonesia, vol. XI. (In press)
8. Modelling Differential Extinctions To Understand Big Cat 2003 David M.
Distribution On Indonesian Islands Wilkinson And
Hannah J. O’regan
9. Biogeographic History Of The Javan Leopard Panthera Pardus 2004 Erik Meijaard,
Based On A Craniometric Analysis. J. Mamm. 85: 302-310.
10. Estimasi populasi macan tutul (Panthera pardus melas) dan 2005 Anton Ario
kelimpahan mangsa di hutan Bodogol, Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango. (Tesis S2 tidak dipublikasikan)
11. Habitat dan Wilayah Jelajah (Panthera pardus melas F. 2005 Wiguna, F.S.
Cuvier, 1809) di Resort Cikaniki Taman Nasional Gunung
Halimun(Skripsi S-1 – Fahutan, IPB Tidak diterbitkan)
12. Potensi Keberadaan Mangsa Macan tutul (Panthera pardus 2006 Sutomo.
melas Cuvier, 1809) di Koridor antara Gunung Halimun dan
Gunung Salak (Skripsi S-1 – Fahutan, IPB Tidak diterbitkan)
13. Analisis pola sebaran Spasial Panthera pardus melas Cuvier, 2007 Ahmad, G.
1809 di Taman Nasional Alas Purwo (Skripsi S-1 – Fahutan,
IPB Tidak diterbitkan)
14. Taxonomic Uniqueness Of The Javan Leopard; An Opportunity 2007 Spartaco Gippoliti,
For Zoos To Save It. Erik Meijaard
128 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 129
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
c. Pengelolaan Populasi
Pengelolaan populasi bertujuan untuk mendapatkan kondisi
populasi yang stabil, dimana struktur umur (komposisi kelamin dan
umur) mampu menjamin keseimbangan jumlah anggotanya. Populasi
yang berlebihan, adanya penyempitan habitat atau penurunan daya
dukung dapat menyebabkan satwaliar keluar dari habitat alaminya untuk
mencari makan di daerah pemukiman penduduk. Sedangkan penurunan
populasi dapat menyebabkan kepunahan jenis. Oleh karena itu,
pengelolaan populasi satwa liar di kawasan konservasi bertujuan untuk
memelihara keseimbangan ekosistem alam.
Demikian halnya dengan pengelolaan populasi macan tutul adalah
130 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
untuk mendapatkan jumlah individu dari masing-masing populasi yang
seimbang, sesuai dengan daya dukungnya. Pengelolaan populasi macan tutul
ditujukan untuk mengatur populasi mangsa dan populasi pemangsa, termasuk
jenis pemangsa lain yang menjadi pesaing macan tutul agar dapat menjamin
kelestarian satwa tersebut di habitat alaminya.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 131
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Jika populasi satwa yang dimangsa sangat sedikit sehingga tidak mampu
?
mendukung pertumbuhan populasi pemangsa, perlu dipersiapkan
“persediaan” jenis yang dimangsa, baik terdiri dari satwaliar maupun
dari ternak.
132 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 133
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
134 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
E. Rekomendasi
Kondisi populasi macan tutul Jawa semakin terancam sebagai akibat
dari hilangnya habitat, menurunnya kualitas habitat, fragmentasi habitat dan
perburuan, baik terhadap satwa mangsanya maupun terhadap macan tutul itu
sendiri karena dianggap membahayakan dan memangsa ternak. Untuk
menghindarkan macan tutul kepunahan, sudah saatnya dilakukan program
penyelamatan satwa ini secara khusus dan menetapkan kawasan-kawasan
prioritas sebagai benteng terakhir perlindungan macan tutul. Di kawasan-
kawasan tersebut dilakukan monitoring dan pengamanan secara intensif dan
berkelanjutan.
Seiring upaya penyelamatan macan tutul di habitatnya, sosialisasi
program konservasi macan tutul juga perlu dilakukan secara terus menerus
dan partisipasi aktif masyarakat juga perlu digalang untuk menjamin
suksesnya program ini. Pemberian pemahaman yang tepat tentang
pentingnya macan tutul sebagai penjaga kesimbangan ekosistem hutan di
Jawa dan dampak yang akan terjadi jika spesies ini punah, diharapkan mampu
membangkitkan motivasi masyarakat untuk ikut melestarikan satwa ini.
Berbagai kegiatan penelitian tentang macan tutul diharapkan mampu
memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi penentuan langkah-langkah
teknis penyelematan satwa ini. Oleh karena itu kegiatan penelitian satwa ini
perlu mendapat dukungan dari pihak-pihak yang kompeten (Departeman
Kehutanan, NGO dan sponsor). Sayangnya, penelitian tentang macan tutul
masih jarang dan dari pihak pemerintah tampaknya belum menempatkan
satwa ini sebagai prioritas program konservasi jenis.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 135
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1978. Mamalia di Indonesia. Direktorat PPA, Direktorat
Jenderal kehutanan. Bogor.
______. 1982. Pedoman Teknik Inventarisasi Mamalia (Dasar-dasar
Umum). Direktorat PPA, Direktorat Jenderal Kehutanan. Bogor.
______. 1987. Laporan Studi Penyebaran Keluarga Felidae di Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Direktorat Jenderal PHPA,
Departemen Kehutanan. Bogor.
Ahmad, G. 2007. Analisis pola sebaran Spasial Panthera pardus melas
Cuvier, 1809 di Taman Nasional Alas Purwo. Dep. KSH dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi S1,
Tidak dipublikasikan.
Alderton, D. 1998. Wild Cats of the World. Blandford: United Kingdom.
Alikodra, H.S. 1997. Teknik Pengelolaan Satwaliar Dalam Mepertahankan
Keanekaragaman Hayati Indonesia. Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayat Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anton, M. and A. Turner. 1997. The Big Cats and Their Fossil Relatives.
Columbia University Press: New York.
Bailey, T. N. 1993. The African leopard: a study of the ecology and behavior
of a solitary felid. New York, Columbia University Press.
Bertram, B. 1982. Leopard Ecology as Studied by Radio Tracking. Bothma,
J and Knight M.H. et al. 1997. Range Size of Southern Kalahari
Leopards. South African Journal of Wildlife Research 27(3/4): 94
Cat Specialist Group 1996. Panthera pardus ssp. melas. In: IUCN 2006. 2006
IUCN Red List of Threatened Species. <www.iucnredlist.org>.
Downloaded on 02 May 2007.
Cat Specialist Group. 2002. Panthera pardus. 2006 IUCN Red List of
Threatened Species. IUCN 2006. Retrieved on 12 May 2006. Database
entry includes justification for why this species is of least concern
Comstock Publishing Associates.
Coughley, G. 1977. Analyses of Vertebrate Populations. John Wiley and
Sons. Chichester - New York - Brisbane - Toronto.
Estes, 1991. Behavior Guide to African Mammals. University of California
Press: Berkely.
Gao, Yaoting et al. 1987. Fauna Sinica. Mammalia, Vol. 8: Carnivora.
Science Press, Beijing (in Chinese).
Garman, A. 1997. Leopard (Panthera pardus). http://dspace.dial.pipex.com/
agarman/leopard.htm. Diakses Tanggal 1 Mei 2007.
Grzimek, B. 1975. Animal Life Encyclopedia Vol. 12, Mammal III. Van
Nostrand Reinhold Company. London, England.
Guggisberg, C. 1975. Wild Cats of the World. New York: Taplinger Publishing
Company.
136 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 137
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
http://www.katzenseite.net/infos/habitat.htm. Diakses Tanggal 5 Mei 2007.
http://www.lioncrusher.com/animal.asp?animal=57. Diakses Tanggal 2 Mei
2007.
http://www.naturalia.org/ZOO/AN_TERRA/ leopardo.html. Diakses
Tanggal 3 Mei 2007.
http://www.north-india.in/fauna/leopard.htm. Diakses Tanggal 3 Mei 2007.
http://www.savenues. com/wildlife/wildlife_leopard.htm. Diakses Tanggal
3 Mei 2007.
http://www.school.za/ PILAfrica/ en/webs/16645/wildlife/leopard.shtml.
Diakses Tanggal 3 Mei 2007.
http://www.travel africamag.com/content/view/176/56. Diakses Tanggal 3
Mei 2007.
IUCN - The World Conservation Union. 1996. Leopard Panthera pardus
Linnaeus 1758.
Johnsingh, A.J.T. 1983. Large mammalian prey-predators in Bandipur Tiger
Reserve. J. Bombay Nat. Hist. Soc. 80:1-57.
Karanth, K.U. and S. E. Melvin. 1995. Prey selection by tiger, leopards and
dhole in tropical forests. Journal of Animal Ecology 64: 439-450.
Kitchener, A. 1991. The Natural History of the Wild Cats. Ithica, New York:
Kleiman, D.G. and Eisenberg, J.F. 1973. Comparisons of canid and felid social
systems from an evolutionary perspective. Anim. Behav. 21:637-659.
Korkishko V.G. and Pikunov, D. 1994. The population number of the Far East
Leopard in 1991 in Russia. Unpubl. report presented to the Species
Survival Commission, IUCN 19th General Asembly, Buenos Aires,
Argentina.
LaBrasca, C. 2007. Biogeography of Panthera pardus. California State
University, Sacramento. www.csus.edu/indiv/g/.../BG1.htm. Diakses
Tanggal 1 Februari 2007.
Laman, T. G. and. K. D. Cheryl. 1997. An oberservation of leopard (Panthera
pardus Linnaeus) mating behaviour in Serengeti National park,
Tanzania. African Journal of Ecology 35(2): 165-167.
Lekagul, B. and J.A. McNeely. 1977. Mammals of Thailand. Kurusapha
Ladprao Press. Bangkok.
Leyhausen, P., B. Tonkin. 1979. Cat Behavior: The Predatory and Social
Behavior of Domestic and Wild Cats. New York and London: Garland
STPM Press.
MacKinnon, J., Kathy MacKinnon, Graham Child dan Jim Thorsell. 1990.
Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Medway, L. 1967. The Wild Mammal of Malaya (Peninsular Malaysia) and
Singapore. Oxford University Press. Oxford - New York - Melbourne.
Sankhala, K. 1977. Tiger. William Colins Sons and Co. Ltd.
Glasgow.
138 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 139
STATUS EKOLOGI MACAN TUTUL JAWA DAN IMPLIKASI MANAJEMEN KONSERVASINYA
140 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
LAMPIRAN 1.
I CANIDAE
II URSIDAE
III MUSTELIDAE
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 141
LAMPIRAN 1.
V HERPESTIDAE
VI FELIDAE
*) Sumber :
Suyanto, A., M. Yoneda, I. Maryanto, Mahardatunkamsi and Jito Sugardjito. 1998. Checklist
of The Mammals of Indonesia. LIPI-JICA joint Project for Biodiversity
Conservation in Indonesia. Bogor.
142 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
LAMPIRAN 2.
Sumber :
1) Peraturan Pemerintah Nomor 7, Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
2) UNEP-WCMC. 2007. UNEP-WCMC Species Database: CITES-Listed Species World Wide Web :
http://www.unep-wcmc.org/isdb/ CITES/ Taxonomy/ tax-class-result.cfm/isdb/CITES/Taxonomy/ tax-
class-result. cfm?source= animals& displaylanguage=eng&Class =5&Country=ID. Diakses Tanggal 31
July, 2007.
3) IUCN 2004. 2004 IUCN Red List of Threatened Species. www.iucnredlist.org. Diakses Tanggal 31 Juli
2007.
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 143
LAMPIRAN 3.
Sumber: http://www.piterhunt.ru
Sumber:www.apus.ru
Sumber: www.apus.ru
Sumber: www.cc.u-ryukyu.ac.jp
Herpestes javanicus
Sumber: http://www.quantum-conservation.org
Sumber: www.gibbonproject.org
144 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
LAMPIRAN 3.
Sumber: www.zoothailand.org
Sumber: www.biopix.dk
Mustela nudipes Desmarest Lutra lutra (Linnaeus)
Sumber: www.terrambiente.org
Sumber: http://www.otter.org
Lutra sumatrana (Gray) Amblonyx cinereus (Illiger)
Sumber: http://ecologyasia.com
Sumber: http://www.nies.go.jp
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 145
LAMPIRAN 3.
Sumber: www.city.yokohama.jp
Sumber: http://www.filin.vn.ua
Sumber: http://zoo-eco.zooclub.ru
Sumber: http://filin.vn.ua
146 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
LAMPIRAN 3.
Sumber: www.terrambiente.org
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 147
LAMPIRAN 3.
Sumber: Hollingsworth, John and Karen, U.S. Fish and Wildlife Service
148 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
LAMPIRAN 3.
Sumber : FFI
Catopuma temminckii
Sumber : http://www.lioncrusher.com
Viverricula indica Sumber : http://cougharhillweb.org
Prionailurus viverrinus
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 149
LAMPIRAN 3.
Sumber: http://www.terrambiente.org
Diplogale hosei
Sumber: http://www.apus.ru
Macrogalidia musschenbroekii
Sumbe: http://www.frettcheninfos.de
Sumber: http://www.lioncrusher.com
Mydaus javanensis
Catopuma badia
150 Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Bio Ekologi dan Konservasi Karnivora Spesies Kunci yang Terancam Punah 151
Dicetak dengan biaya dari
DIPA 029.05.1.500652 Tahun 2013
Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
KEMENTERIAN KEHUTANAN