Anda di halaman 1dari 7

PENGEMBANGAN BAHASA LISAN DAN TULISAN

DALAM
METODE MONTESSORI

Bahasa adalah kunci pokok dari kehidupan kita. Tanpa bahasa tentu kita tidak mampu
bertukar maksud dan keinginan kepada manusia lainnya. Kita bisa saja menggunakan bahasa
isyarat, namun hal itu akan sangat melelahkan dan tidak efektif tanpa adanya kata-katanya. Selain
itu juga, bahasa juga merupakan sarana manusia untuk berinteraksi sosial dengan manusia lainnya
(“Pengertian Bahasa”, 2019). Selain, menjadi sarana interaksi sosial, bahasa juga digunakan sebagai
titik perbedaan utama antara spesies manusia dengan spesies lainnya ditinjau dari kelompok dan
bangsanya. Hal ini dikarenakan bahasa dijadikan akar dari transformasi lingkungan oleh adanya
peradaban (Montessori, 2017).

Bahasa muncul setelah manusia hadir di bumi. Namun, permulaan bahasa hadir ditandai
dengan adanya bunyi-bunyian yang saling membaur. Walaupun antar bunyi-bunyian tersebut tidak
mengandung makna atau tidak dapat dipahami antar bunyi lainnya, namun dengan adanya
kesepakatan di antara manusia untuk memberikan makna tertentu pada bunyi tersebut, maka bunyi
tersebut mempunyai makna yang dipahami oleh mereka (Montessori, 2017). Pernyataan ini
membuktikan bahwa salah satu kegunaan bahasa sebagai simbol atau sarana interaksi untuk
manusia saling berkomunikasi. Dengan hadirnya manusia, bahasa pun semakin muncul dengan
berbagai macam hingga menjadi alat untuk membedakan kelompok manusia dari kelompok lainnya.
Proses munculnya bahasa pun seiring dengan perubahan kognitif manusia. Montessori (2017) pun
mengungkapkan bahwa :

“Sisi menarik yang perlu diperhatikan adalah bagaimana diperlukan beberapa bunyi untuk
menyusun sedemikian banyak kata. Bunyi-bunyian tersebut dapat digabungkan dengan
sedemikian banyak cara sehingga aneka kata yang dapat kita susun darinya tak terbatas.
Bunyi tersebut dapat mengikuti pola sebagian bersuara, sebagian tidak bersuara atau
sekadar menggugam, sebagian terucap dengan bibir tertutup, sedangkan sebagian yang
lain dengan bibir terbuka.”

1
Dalam menciptakan sebuah kalimat pun, itu membutuhkan proses yang menakjubkan.
Penulis pun sangat takjub dan kagum dengan pernyataan Montessori (2017) dalam bukunya yang
sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yaitu “The Absorbent Mind : Pikiran yang mudah
menyerap.”. Menurut Montessori (2017):

“Dengan adanya kombinasi kata yang tercipta dari beberapa bunyi sehingga memunculkan
sebuah persoalan pikiran yang membuat para manusia untuk mengelompokkan kata-kata
menjadi sebuah kalimat. Kata-kata di dalam kalimat tersebut harus disusun dengan susunan
tertentu dan tidak dapat dicampuradukkan seperti benda-benda hiasan di sebuah ruangan.
Ada pun aturan-aturan yang memandu pendengar agar mampu memahami makna penutur
dalam mengungkapkan gagasan tentang sesuatu.”

Terciptanya kalimat dari kombinasi kata-kata yang mengandung makna diperlukan susunan
yang beraturan.Untuk menjelaskan alasan Montessori mengatakan hal di atas, di bawah ini penulis
mengutip pernyataan Montessori (2017) terkait hal penyusunan kata-kata untuk membuat kalimat.

“ Subjek, kata kerja, dan objek memiliki posisi/kedudukan kata yang tepat tidaklah cukup;
susunannya juga sama penting. Dengan mudahnya, kita dapat menguji kebenaran
pernyataan tersebut dengan mengambil contoh kalimat yang telah diungkapkan secara jelas
dan menuliskannya di atas sehelai kertas, kemudian kata-katanya dipisah. Ketika
dicampuradukkan, maknanya pun hilang. Dengan susunan yang berbeda, kata-kata yang
sama pun tidak memiliki makna. Dapat disimpulkan bahwa susunan kata juga harus
disepakati oleh manusia.”

Proses pengenalan bahasa pada anak merupakan suatu fenomena yang dipelajari Montessori
dan menjadi hasil penelitiannya dari observasi dari pengalaman. Dengan demikian Maria
Montessori mampu menjelaskan kepada dunia melalui tulisannya terkait perkembangan bahasa
pada seorang anak. Sejauh ini yang lazim ditemukan dalam khalayak ramai bahwa, “Anak-anak
hidup bersama dengan orang dewasa yang berbicara, jadi secara alami anak-anak pun mulai
berbicara sendiri.” Namun, menurut Montessori, penjelasan ini merupakan gagasan mentah,
Menurut beliau, bahasa berkembang secara alami, laksana penciptaan spontan. Lagi pula
perkembangannya mengikuti hukum-hukum tetap yang sama pada diri semua anak. Semua anak
melewati suatu masa pertumbuhan ketika mereka hanya mampu melafalkan suku-suku kata,

2
kemudian mereka melafalkan segenap kata-kata dan pada akhirnya mereka menggunakan seluruh
aturan sintaksis dan tata bahasa yang sempurna (Montessori, 2017).

Montessori (2017) pun menjelaskan secara mendetail proses perkembangan bahasa dari bayi
yang mendukung alasannya bahwa bahasa berkembang secara alami. Ia menjelaskan bahwa:

“Jika kita mengamati produksi bunyi-bunyian yang berbeda, maka kita akan menemukan
bahwa bunyi-bunyian yang berbeda mengikuti aturan-aturan tertentu. Semua bunyi muncul
dalam kata-kata dengan mekanisme tertentu. Kadang-kadang hidung bergerak seiring
dengan tenggorokan, dan pada saat yang lain otot-otot lidah dan pipi harus
dikoordinasikan. Berbagai bagian tubuh ikut serta pembentukan mekanisme ini sehingga
memunculkan bahasa ibu, yakni bahasa yang dipelajar bayi. Hanya bayi yang mampu
membentuk mekanisme bahasanya sendiri dan dengand emikian mempelajari sebanyak-
banyaknya bahasa yang dituturkan di sekelilingnya dengan sempurna.”

Proses mekanisme perkembangan bahasa pada bayi pun dibantu dengan bantuan pekerjaan
batin. Pekerjaan batin yang dimaksud oleh Montessori ini adalah proses penguasaan bahasa melalui
pikiran tak sadar oleh bayi yang tak namun kemajuannya terjadi secara bertahap dan lompat-
lompatan. Pada saat tertentu, muncul kemampuan untuk melafalkan suku-suku kata dan hal ini
berlangsung selama berbulan-bulan. Di lihat dari luar, sepertinya bayi tidak mengalami kemajuan
sama sekali, namun secara tidak terduga ia mengucapkan sepatah kata. Kemudian, untuk masa yang
cukup panjang, ia hanya mengucapkan satu atau dua kata sehingga menampakkan
perkembangannya yang terlihat lambat. Padahal proses aktivitas ini menandakan bahwa aktivitas
pekerjaan batinnya sedang mengalami perkembangan yang mantap, sehingga kemajuan yang
tampak terlihat mulus tetapi lamban.

Pada masa tertentu, setiap bayi mencelotehkan sejumlah kata dengan pelafalan yang sama
sempurnanya. Dalam waktu kurun tiga bulan, bayi yang nyaris bisu, belajar menuturkan semua
bentuk kata benda, sufiks, prefiks, dan kata kerja yang beragam dengan mudahnya. Umumnya, hal
ini terjadi secara sempurna pada akhir usia dua tahun (Montessori, 2017). Hal inilah yang disebut
sebagai fenomena ledakan pada bayi. Fenomena ledakan pada kemampuan ekspresi bayi ini juga
didukung oleh pernyataan Montessori (1917) dalam bukunya “Spontaneous Activity in Education” :

3
“When once the initiation has taken place, it leads to progression which goes on
steadily, and develops of its own accord. Moreover, the phenomenon is not that of the
slow and gradual progression that might be produced by a measured and systematic
external action; rather it has the "explosive" character of unsuspected facts that
establish themselves suddenly, and make us think of the crises of physiological life, so
characteristic in the period of growth. Thus it is from one day to another that the baby cuts
a tooth, from one day to another that he utters his first word, from one day to another that
he takes his first step; and when the first tooth has been cut, the whole set of teeth will
come; when the first word has been uttered, language will be developed; when the first
step has been taken, the power of walking has been established once for all.”

Peristiwa dan ledakan dahsyat ini masih terus berlangsung pada diri bayi setelah usia dua
tahun. Munculnya penggunaan kalimat baik sederhana maupun kompleks, penggunaan kata-kata
kerja menurut bentuk waktu (tense) dan muatan emosionalnya (moods), meliputi subjungtif. Klausa
koordinatif (induk kalimat) dan subordinatif (anak kalimat) muncul dengan cara yang sama tak
terduga. Terbentuknya struktur mental dan mekanisme ekspresi bahasa yang unik menjadi
fenomena ledakan ekspresi juga pada bayi. Inilah khasanah yang terpendam pada pikiran tak sadar
yang disalurkan ke alam pikiran sadar, sehingga bayi menguasai ekspresi barunya yang berceloteh
tanpa henti.

Pada usia dua setengah tahun, muncul proses pengorganisasi bahasa yang terus berkembang
tanpa ledakan namun tingkat kegairahan dan spontanitas yang luar biasa besar. Masa pertumbuhan
kedua ini berlangsung hingga usia enam tahun (Montessori, 2017). Penulis juga menemukan
pernyataan pendukung terkait perkembangan bahasa yang terjadi pada setekag umur dua tahun.
Berdasar pada pernyataan Montessori (1912) dalam buku lainnya juga mengatakan, bahwa pada
usia dua tahun hingga tujuh tahun juga masa usia anak dalam mengembangkan psikomotorik anak
dalam mempersepsikan objek-objek eksternal yang dilihat maupun didengarnya, kemudian
dipersepsikan menjadi sebuah informasi baru melalui bahasa. Pada usia ini pula, penyempurnaan
bahasa anak terjadi yang pada awalnya mereka hanya mengenal bahasa ibu.

“The development of articulate language takes place in the period between the age of
two and the age of seven: the age of perceptionsin which the attention of the child is
spontaneously turned towards external objects, and the memory is particularly tenacious. It
is the age also of motility in which all the psycho-motor channels are becoming permeable

4
and the muscular mechanisms establish themselves. In this period of life by the
mysterious bond between the auditory channel and the motor channel of the spoken
language it would seem that the auditory perceptions have the direct power of
provoking the complicated movements of articulate speech which develop instinctively after
such stimuli as if awaking from the slumber of heredity. It is well known that it is only
at this age that it is possible to acquire all the characteristic modulations of a language
which it would be vain to attempt to establish later. The mother tongue alone is well
pronounced because it was established in the period of childhood; and the adult who
learns to speak a new language must bring to it the imperfections characteristic of
the foreigner's speech: only children who under the age of seven years learn several
languages at the same time can receive and reproduce all the characteristic mannerisms
of accent and pronunciation. “

Sepanjang masa ini, anak mempelajari banyak kata baru dan menyempurnakannya
penyusunan kalimatnya. Proses penyempurnaan kalimat dan penambahan kosa kata pada anak di
usia ini juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan di sekitar anak. Apabila anak hidup dan berada di
tengah-tengah masyarakat yang berpendidikan dengan kosa kata yang luas, ia pasti akan mencerap
semuanya dengan mudah dan lancar (Montessori, 2017).

Seiring perkembangan anak menyempurnakan kosa kata dan bahasanya, pada usia tiga atau
empat tahun anak sudah dapat mengetahui beberapa huruf abjad berada dalam posisi untuk mencari
tahu bagaimana mewakili kata. Awalnya, mereka hanya mengenal hanya bunyi, seiring dengan
ledakan kemampuan ekspresi anak, secara bertahap ia dapat mengenali kata-kata. Namun, pada
masa ini mereka belum bisa membaca. Untuk membantu mereka supaya mereka bisa membaca,
Montessori berhasil menemukan pernyataan dari hasil penelitiannya, bahwa kemampuan menulis
datang mendahului membaca (MMI, 2019).

Pernyataan ini ditemukannya dari kisahnya setelah ia mengajari anak-anak berumur empat
atau lima tahun beberapa huruf alfabet. Sebagian huruf alfabet dibuat dari kertas ampelas sehingga
anak-anak dapat meraba dan merasakan bentuknya, sebagian hurufnya berupa huruf alfabet dari
kertas ampelas dipasang di atas papan yang menyerupai bentuk hurufnya, sehingga memudahkan
anak-anak untuk menyentuh huruf tersebut dengan mengikuti gerakan-gerakan sesuai dengan
bentuk alfabet tersebut. Namun, saat itu, ia belum berhasil.

5
Suatu hari, ia dikejutkan dengan seorang anak laki-laki yang berjalan sendirian dan berkata,
“Untuk membuat kata “Sofia” kamu harus memiliki huruf S – O – F – I – A.” Ketika anak tersebut
menemukan dan menganalisis kata-kata yang diucapkannya menjadi komponen bunyi, kemudian ia
dan teman-temannya menyusun berbagai kata dengan huruf-huruf lepas yang tersedia di
hadapannya. Dengan adanya penemuan ini, ia menyimpulkan bahwa anak tersebut dapat memahami
bahwa tiap-tiap bunyi bersesuaian dengan sebuah huruf sehingga menjadi sebuah pelafalan fonetis.
Dengan adanya fenomena ini, Montessori (2016) menyimpulkan bahwa bahasa adalah sesuatu yang
diucapkan, sementara huruf-huruf merupakan transferan dari bunyi menjadi simbol yang terlihat.
Kemajuan dalam tulisan ditandai oleh perkembangan yang seiring dengan bahasa tertulis dan
bahasa ucap. Bahasa tertulis muncul dari bahasa ucap yang membentuk kata-kata dan kalimat-
kalimat tertulis yang jelas. Ia pun menambahkan bahwa menulis secara logis mengalir seperti
konsekuensi alami dari perkembangan sebuah alfabet yang ditampilkan dengan gerakan tangan
yang mampu menggambar tanda atau simbol. Tanda atau simbol dari alfabet sebenarnya mudah
digambar karena anak hanya sebatas merepresentasikan bunyi-bunyi tertentu. Aktivitas inilah yang
mengakibatkan proses anak mengajari dirinya sendiri untuk menulis. Pernyataan ini, juga didukung
oleh tulisan Montessori (1912) yakni:

“I have noticed, also, in normal children, that the muscular sense is most easily
developed in infancy, and this makes writing exceedingly easy for children. It is not so
with reading, which requires a much longer course of instruction, and which calls for
a superior intellectual development, since it treats of the interpretation of signs, and of the
modulation of accents of the voice, in order that the word may be understood. And
all this is a purely mental task, while in writing, the child, under dictation,materially
translates sounds into signs, and moves, a thing which is always easy and pleasant for
him. Writing develops in the little child with facility and spontaneity, analogous to the
development of spoken language—which is a motor translation of audible sounds.
Reading, on the contrary, makes part of an abstract intellectual culture, which is the
interpretation of ideas from graphic symbols, and is only acquired later on.”

Dalam mengembangkan pengembangkan bahasa anak dalam kelas Montessori, ada tahap-
tahap pengenalan material pada anak dimulai dari meningkatkan kemampuan oral maupun auditory
anak yang ditunjukkan dengan aktivitas story telling, permainan jari, bernyanyi, puisi, dan kegiatan
penamaan. Kemudian tingkatan metal insets dan writing insets sebagai pengenalan huruf dan bunyi
sebagai persiapan menulis dan membaca. Kegiatan ini ditandai dengan pengenalan sandpaper

6
letters dan Large Moveable Alphabet (LMA) dan menamakan sebuah objek ataupun kertas gambar
dengan menggunakan sandpaper letters dan Large Moveable Alphabet (LMA) Setelah itu
dilanjutkan dengan tingkat membaca dan memahami kata yang terdapat pada pink scheme, blue
scheme, phonetic farm game, dan green scheme. Tingkatan terakhir dalam pengembangan bahasa
anak dalam kelas Montessori yaitu membaca kalimat yang terdiri dari empat tahap juga, yakni anak
diminta untuk mampu membaca kata-kata dengan cepat dan memahami kalimat yang terdapat pada
blue sentence cards, green sentence cards, definitions – for each of the words in the classified
nomenclatures, dan early grammar work.

Dari modul dan penulisan tulisan ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa pengenalan dan
perkembangan bahasa pada anak hingga anak bisa membaca dimulai ketika anak masih usia bayi
tiga bulan dengan mendengarkan bunyi-bunyian, sehingga ia memproduksi celotehan yang
merupakan hasil dari ledakan kemampuan ekspresi anak tersebut. Perkembangan ini tidak berhenti
hanya di tahap ini, perkembangan selanjutnya berlangsung ketika anak tersebut di usia 2 tahun
hingga 6 tahun dalam menambah kosa kata yang ia temukan dalam lingkungannya hingga ia
berhasil mengkonversikan bunyi menjadi sebuah fonem dan mengajari dirinya sendiri dengan
aktivitas menulis. Seiring dengan waktu, dengan latihan menulis dan membunyikan fonem dari
pengenalan huruf, ia dapat membaca suatu kata hingga menjadi sebuah kalimat yang tersusun
dengan rapi.

DAFTAR PUSTAKA

Montessori, Maria. (1912). The Montessori Method: Scientific Pedagogy as Applied to Child
Education in "The Children's Houses" with Additions and Revisions by the Author. United
States : Frederick A. Stokes Company.
Montessori, Maria. (1917). Spontaneous Activity in Education. United States: Schocken Books
Montessori, Maria. (2016). Rahasia Masa Kanak-Kanak. Yogyakarta: Daftar Pustaka
Montessori, Maria. (2017). The Absorbent Mind : Pikiran yang Mudah Menyerap. Yogyakarta:
Daftar Pustaka
MMI. (2019). DMT 106 : Language. Jakarta: MMI Indonesia
Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli. (2019, 12 Agustus). Diakses pada 19 September 2019 dari
https://www.dosenpendidikan.co.id

Anda mungkin juga menyukai