Anda di halaman 1dari 4

Terapi Floor Time Bagi Anak Autis

Floor time merupakan pendekatan yang ‘bersahabat’  (hangat dan akrab) untuk membangan hubungan
dengan anak sebagai indivdu, untuk membantu memperbaiki proses perkembangan anak melalui bahasa
tubuh (gasture), kata – kata serta media bermain (pretend play).
Sebagai metode pendekatan, floor time merupakan proses yang terdiri dari 5 langkah yang digunakan
untuk mendukung perkembangan emosional dan perkembangan anak.
Lima Step dalam Floor Time
Sebagai sebuah metode pendekatan, floor time merupakan proses yang terdiri dari lima step yang
digunakan untuk mendukung perkembangan emosional dan sosial anak, lima step tersebut secara
berurutan adalah :
1.       Observasi (Observation)
Observasi ini meliputi mendengarkan ataupun mengamati baik ekspresi muka, nada suara, gestur, kata-
kata yang dikeluarkan anak, apakah anak cenderung komunikatif atau menarik diri, anak senang atau
ketakutan, dan sebagainya yang semua ini penting agar kita dapat menentukan bagaimana harus
mendekati anak secara efektif
2.     Pendekatan - membuka lingkaran komunikasi (Approach – Open cercle of communication)
Sekali kita dapat mengamati anak dengan baik kita dapat mendekati anak dengan kata-kata dan gestur
yang pas sehingga kita dapat membuka lingkaran komunikasi dengan anak.
3.     Mengikuti aktivitas yang diamati anak (Follow the child’s lead)
Setelah kita berhasil melakukan pendekatan pertama selanjutnya ikuti aktifitas yang menarik minat anak,
dengan jalan menjadi teman bermain dan sebagai seorang yang siap membantu bila anak memerlukan.
Berikan kesempatan anak untuk membuat sendiri aturan dalam permainannya, dengan demikian kita
membantu anak untuk merasa dihargai, dapat mengambil keputusan serta memberikan kesempatan
mereka untuk punya pengaruh dalam dunianya.
4.     Memperluas permainan (Extend and Expand Play)
Sementara kita mengikuti permainan yang dipilih anak kita dapat melibatkan diri utnuk mengembangkan
permainannya dengan komentar yang membangun tentang permainannya dan kemudian menanyakan
sesuatu untuk merangsang daya pikir anak dalam permainan tanpa kesan mengganggu. Hal ini akan
membantu anak mengembangkan gagasan mereka.
5.     Biarkan anak menutup lingkaran komunikasi (Child closes the circle of communication)
Seperti halnya kita sudah membuka lingkaran komunikiasi, berikan kesempatan kepada anak untuk
menutup lingkaran tersebut dengan respons baik itu melalui gestur, atau pun dengan komentar. Semakin
banyak lingkaran komunikasi yang berhasil kita berikan dan semakin banyak anak dapt meresponnya ini
berarti session kita dianggap berhasil.

Pendekatan Floor-Time
Floor-time diperkenalkan oleh Stanley I. Greenspan dan Serena Wieder sebagai pendekatan interaktif
yang berlandaskan kekuatan relasi dan struktur keluarga; dan mempergunakan relasi yang sistematik
untuk membantu anak melewati tahapan perkembangan emosi.
Prinsip utama floor-time adalah mencoba memanfaatkan setiap kesempatan yang muncul untuk
berinteraksi dengan cara yang disesuaikan dengan tahap perkembangan emosinya. Interaksi tersebut
diharapkan bermula dari inisiatif anak, anak dianggap sebagai pemimpin dan kita mengikuti minatnya.

Tujuan Utama Floor-Time


Enam tahapan perkembangan emosi harus dilalui seorang anak untuk mencapai kemampuan komunikasi,
berpikir dan membentuk konsep diri. Tujuan utama floor-time  (Greenspan, 2006:168)
Mendukung tercapainya atensi mutual dan keintiman/ keterlibatan dan mempertahankannya selama
mungkin. Saat anak belajar tetap tenang saat mengeksplorasi dunianya, ia juga akan mengembangkan
minat terhadap anda sebagai orang terpenting dalam dunianya. Tujuan kita adalah membantu anak tetap
terlibat dengan kita dan menikmati kehadiran kita. (1-2)
Membantu anak belajar membuka dan menutup siklus komunikasi, dimulai dari yang bersifat gestural dan
lama kelamaan berkembang menjadi lebih kompleks, mengerti dan mengekspresikan keinginan, harapan,
perasaan, dan kemudian komunikasi yang bersifat problem solving. (3-4)
Mendukung pengekspresian dan penggunaan perasaan dan ide-ide baik melalui kata-kata maupun
bermain pura-pura. Tujuan kita adalah mengembangkan drama dan bermain pura-pura sebagai sarana (5)
Membantu anak mengkaitkan ide dan perasaan sehingga mencapai pemahaman tentang dunia yang logis
dan saling terkait. la belajar berpikir logis (6).

 Pedoman Umum
Beberapa garis pedoman umum berikut ini harus selalu diperhatikan dalam melakukan floor-
time(Greenspan 2006:171), antara lain:
a)     Carilah waktu dimana anda yakin tidak akan ada interupsi selama 20-30 menit bersamanya. Berapa
sering sesi dilakukan sangat tergantung pada kebutuhan anak dan ‘kesibukan’ orang tua, namun idealnya
8-10 kali sehari.
b)     Berusahalah untuk selalu bersikap santai dan sabar, tidak tergesa-gesa dan tampak yakin. Bila anda
merasa tidak sabar, tidak yakin, tidak tenang, kuatir, dll, maka anak akan segera merasakannya dan
menjadi tidak tenang juga.
c)     Berempati terhadap nada emosi anak, tunjukkan/ungkapkan kepadanya sehingga ia merasa
dimengerti dan akan membuat hubungan (rapport) yang baik dengannya.
d)     Waspadalah tentang perasaan anda sendiri karena akan sangat mempengaruhi interaksi. Misalnya
bila sedang kesal menjadi terlalu menuntut, bila despresif dan tidak gembira membuat anak tidak
antusias, dll.
e)     Monitor nada suara dan gestures anda, cobalah sedapat mungkin ‘bergairah, gembira, playfull,
suportif sehingga bisa membangkitkan minat anak untuk bermain dengan anda.
f)      Ikuti anak dan kembangkan interaksi sepanjang mungkin. Anggaplah semua tingkah lakunya
bermakna dan merupakan kesempatan untuk mengembangkan komunikasi dua arah.
g)     Beinteraksi sesuai tingkat perkembangan emosi yang dicapainya, tetapi juga mendorongnya
memasuki tahap perkembangan berikutnya, berinteraksilah dalam kisaran yang berubah-ubah, tergantung
keadaan, aksi serta reaksi anak.
h)     Apapun yang ingin dilakukan anak sebaiknya diijinkan, sejauh tidak menyalahi aturan dasar untuk
tidak memukul, merusak, menyakiti. Bila ia melakukan hal agresif karena kewalahan, tenangkan dia
dengan metode SI dengan sikap yang tegas namun tetap menenangkan.
Manfaat Compic bagi anak Autis
COMPIC digunakan bermula dari orang tua dari anak-anak berkesulitan belajar di kota Melbourne.
Pada tahun 1980 di Melbourne Australia, orang tua dari anak-anak berkesulitan belajar membuat alat
bantu yang murah dan mudah. Kemudian pada tahun 1982 bekerjasama dengan The Symbol
Standardization Committee dan Swinburne Ins.Technology yang melibatkan para ahli speech pathologist,
graphic designer dan ahli-ahli computer. Tahun 1994 berdiri COMPIC Development Association.
COMPIC terdiri dari 1670 pictographs yang dibagi menjadi 13 kategori.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa COMPIC merupakan suatu metode yang
menggunakan gambar dengan simbol linier, yaitu simbol-simbol berupa garis sederhana yang mewakili
suatu gambar atau foto yang dibuat dengan menggunakan komputer yang digunakan membantu
komunikasi anak-anak yang mengalami gangguan kesulitan belajar yang terdiri dari 6 jenis ukuran, terdiri
dari 1670 pictographs yang dibagi dalam 13 kategori.

Konsep Dasar Pemikiran COMPIC


COMPIC merupakan strategi visual dalam menjembatani keterbatasan komunikasi anak autis. Anak
autis disebutkan sebagai visual learner, anak autis belajar lebih cepat melalui gambar atau simbol.
COMPIC sebagai suatu metode yang menggunakan gambar-gambar dari computer akan membantu anak
autis dalam komunikasi terhadap orang di sekitarnya.
Zafar (1998, h.72) menjelaskan bahwa tujuan utama COMPIC adalah untuk menjembatani
komunikasi pada anak autis sehingga anak dapat berkomunikasi secara verbal. COMPIC merupakan
metode dengan menggunakan alat bantu visual sehingga pemahaman terhadap bahasa yang disampaikan
secara verbal dapat lebih jelas diterima anak autis. Lebih lanjut Zafar (1998, h.73) menjelaskan bahwa
kemudahan dari COMPIC adalah dibuat secara jelas dan sederhana, dirancang mengikuti standar umum,
tidak membedakan jenis kelamin, satu gambar dapat dipakai untuk beberapa fungsi dapat dipakai oleh
semua usia.
Berdasarkan uraian di atas dapat di simpulkan bahwa konsep dasar COMPIC adalah sebagai alat
bantu komunikasi atau strategi visual yang menggunakan simbol linier (komputer) di buat secara
sederhana dan jelas yang bertujuan membantu kesulitan komunikasi pada anak autis non verbal.
Zafar (1998,h.72) terdapat beberapa tahapan dalam memperkenalkan COMPIC sebagai suatu metode
komunikasi yaitu :
1. Anak dapat mengenali suatu benda
2. Anak dapat mencocokkan benda dengan benda
3. Anak dapat mencocokkan benda dengan foto
4. Anak dapat mencocokkan benda dengan gambar
5. Anak dapat mencocokkan benda dengan COMPIC
6. Anak dapat melakukan asosiasi dengan COMPIC
7. Anak dapat melakukan pertukaran dengan COMPIC
8. Anak dapat membuat kalimat dengan COMPIC 
Pengaruh COMPIC terhadap Kemampuan Komunikasi Anak Autis Non Verbal
Bicara dan bahasa merupakan sarana yang penting pada manusia untuk berkomunikasi dan beradaptasi
dengan lingkungannya. Anak sebagai makhluk sosial sudah dapat melakukan komunikasi sejak lahir.
Namun tidak demikian pada anak autis. Anak autis mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi dengan
orang lain. Kemampuan melakukan komunikasi yang efektif, bukan hanya sekedar bicara bagi anak autis
sangat penting. Tanpa kemampuan tersebut, anak mudah frustasi sehingga menunjukkan perilaku negatif
karena kebutuhan-kebutuhannya tidak dapat dipenuhi oleh lingkungan.
Hal ini sependapat dengan Stokes (2007, h.3) menyatakan hasil penelitian menunjukkan bahwa
anak autis menggunakan bahasa sebagai komunikasi secara terbatas atau memiliki keterbatasan dalam
menyampaikan maksud atau tujuan. Anak autis berkomunikasi dengan menggunakan cara melalui
motorik, gestural, suara, tanda dan menggunakan objek, foto, pictorial dan tulisan (Stokes, 2007, h. 2).
Pada anak autis non verbal perlu dilakukan intervensi dini sebagai usaha sedini mungkin untuk
mengajarkan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkan seperti ketrampilan berkomunikasi yang
berpengaruh terhadap kemampuan anak dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Anak autis memiliki ciri khas dalam belajar yaitu mudah memahami dan mengingat berbagai hal
yang di raba (visual learner atau visual thinking), mudah memahami berbagai hal yang ia alami (hands on
learner) oleh karena itu penggunaan alat bantu dengan memakai strategi visual (alat bantu visual) dapat
digunakan dalam mengajarkan ketrampilan komunikasi. Hal ini sependapat dengan Gemah (2004, h. 7)
mengatakan bahwa banyak anak autisme memperoleh hasil lebih baik bila belajar dengan menggunakan
visual (penglihatan). Belajar secara visual memudahkan anak autisme untuk dapat berkonsentrasi dan
memahami sesuatu, misalnya dengan melihat benda konkrit, foto berwarna ,gambar atau simbol. 
Anak autis disebutkan sebagai visual learner, anak autis belajar lebih cepat melalui gambar atau
simbol. Salah satu strategi visual yang dapat digunakan dalam menjembatani keterbatasan komunikasi
anak autis adalah COMPIC. COMPIC merupakan suatu metode yang digunakan dalam membantu
komunikasi anak autis non verbal. COMPIC menekankan pada pemahaman dan kemampuan
berkomunikasi anak autis melalui gambar. COMPIC terdiri dari gambar yang sederhana, dirancang
mengikuti standar umum, tidak membedakan jenis kelamin, satu gambar dapat dipakai untuk beberapa
fungsi dan mudah dimengerti. COMPIC merupakan suatu metode yang menggunakan gambar dengan
simbol linier, yaitu simbol-simbol berupa garis sederhana yang mewakili suatu gambar/foto yang dibuat
dengan menggunakan komputer yang digunakan membantu komunikasi.
Sependapat dengan hal di atas, Suusman (1999, h.200) menyebutkan bahwa anak autis belajar
dengan cara berbeda. Proses belajar dan Gaya belajar anak autis adalah visual learner bahwa anak autis
lebih mudah dalam menangkap informasi melalui gambar, TV, video, dan simbol. Melalui visual mereka
dapat memahami dengan mudah dan mengingat dalam memori. Gambar dapat berfungsi sebagai bahasa
pada anak autis non verbal, dalam hal ini COMPIC dapat membantu karena disebutkan anak autis adalah
visual learner, sehingga dengan demikian akan mudah dimengerti bila sesuatu diajarkan melalui gambar.
Senada dengan hal tersebut Hodgdon (Mayanti dkk, 2003, h. 199) mengatakan bahwa sebagian besar
anak autis memiliki visual memory lebih baik dibandingkan auditory memory. COMPIC sebagai alat
bantu visual membantu anak autis dalam melakukan komunikasi dengan lebih efektif. 
Pengunaan gambar atau simbol sangat membantu sebagai jembatan komunikasi bagi anak autis non
verbal. Anak autis non verbal mempunyai keterbatasan dalam berkomunikasi secara verbal. Penggunaan
COMPIC sebagai metode atau strategi visual diharapkan dapat membantu komunikasi anak autis non
verbal sehingga mereka bisa melakukan komunikasi bahkan bisa membantu mereka untuk berbicara atau
menggunakan suara.
Penggunaan COMPIC sebagai salah satu intervensi pada anak dengan gangguan multiple
disabilities menunjukkan adanya peningkatan perkembangan ketrampilan komunikasi yang terintegrasi.
Seperti peningkatan produksi komunikasi spontan dan peningkatan vokalisasi, kata-kata, penggunaan
isyarat dan tanda-tanda komunikasi. Anak juga menunjukkan keinginan berkomunikasi yang meningkat
(May dan Chan, 1999, h. 35).
COMPIC digunakan untuk mengajarkan kemampuan atau ketrampilan komunikasi. COMPIC
merupakan gambar dengan simbol linier, yaitu simbol-simbol berupa garis sederhana yang mewakili
suatu gambar atau foto yang dibuat dengan menggunakan komputer. Zafar (1998, h.72) menjelaskan
COMPIC dapat digunakan untuk menjembatani komunikasi pada anak autis sehingga anak dapat
berkomunikasi secara verbal

Anda mungkin juga menyukai