Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

PTHL (Pengantar Teknologi Hasil Laut)


PENGALENGAN IKAN SARDEN (Sardinella sp.)

MOHAMMAD FAUZI AKBARI


14.03.411.000.01

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015
MAKALAH
PTHL
PENGALENGAN IKAN SARDEN (Sardinella sp.)

MOHAMMAD FAUZI AKBARI


140341100001

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015
MAKALAH

Pengantar Teknologi Hasil Laut


PENGALENGAN IKAN SARDEN (Sardinella sp.)

MOHAMMAD FAUZI AKBARI


14.03.411.000.01

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Pengalengan Ikan Sardinella sp.” ini dengan sebaik-baiknya. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknologi Hasil
Perikanan Modern.

Makalah ini ditulis dari hasil infomasi dari media massa berupa internet yang
berhubungan dengan pengalengan ikan. saya menyadari bahwa penulisan makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saya mengharap adanya
saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak agar dalam penulisan
selanjutnya dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat menjadi sebuah referensi
penambah cakrawala pembaca mengenai Pengalengan Ikan.

Bangkalan, 2 April 2015

Penyusun

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................ i

DAFTAR ISI.............................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1

1.1 Latar Belakang....................................................... 1

1.2 Tujuan .................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN..................................................... 3

2.1 Deskripsi Ikan Sarden........................................ 3

2.2 Definisi dan Tujuan Pengalengan................................ 8

2.3 Prinsip Pengalengan Ikan........................................... 9

2.4 Bahan Baku Produksi.......................................... 11

2.5 Bahan Pengemas....................................................... 13

2.6 Proses Pengalengan Ikan.................................. 14

2.7 Keuntungan Pengalengan................................. 21

2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Ikan Kaleng.... 21

2.9 Kerusakan pada Produk Kaleng..................................... 22

2.10 Syarat mutu Ikan Kaleng....................................................... 24

BAB III KESIMPULAN...................................................................... 25

3.1 Kesimpulan ............................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 26

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” ii


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ikan sarden merupakan ikan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia dalam berbagai bentuk olahan. Jenis ikan sarden yang banyak terdapat
di Indonesia adalah ikan lemuru. Karena nama lemuru kurang dikenal di
masyarakat, maka dipergunakanlah nama sarden yang juga merupakan nama
genus dari ikan lemuru ini. Rasyid (2003) menyatakan bahwa ikan lemuru
(Sardinella sp.) merupakan jenis ikan pelagik kecil yang banyak dijumpai di
perairan Indonesia. Ada dua jenis ikan lemuru yang memiliki nilai ekonomis
penting adalah S. sirm dan S. longiceps. S. sirm banyak ditemukan di laut Jawa.
Tegal dan Pekalongan merupakan tempat pendaratan terbesar jenis lemuru ini.
Sedangkan S. longiceps didapatkan dalam jumlah besar di Selat Bali. Ikan lemuru
termasuk ikan berkualitas rendah dan kurang mendapat perhatian di Indonesia,
harganya relatif rendah dan cepat mengalami penurunan mutu.
Hasil perikanan merupakan komoditi yang cepat mengalami kemunduran
mutu, atau mengalami pembusukan, karena ikan mempunyai kandungan protein
(18-30%) dan air yang cukup tinggi (70-80%) sehingga merupakan media yang
baik bagi perkembangan bakteri pembusuk. Kelemahan tersebut telah dirasakan
sangat menghambat usaha pemasaran hasil ikan bahkan menimbulkan kerugian
besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu perlu
dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan kualitas produk perikanan
melalui proses pengolahan atau pengawetan.
Prinsip pengolahan ikan pada dasarnya bertujuan melindungi ikan dari
pembusukan dan kerusakan. Selain itu juga untuk memperpanjang daya awet dan
mendiversifikasikan produk olahan hasil perikanan. Salah satu jenis pengolahan
yang dapat digunakan untuk menghambat kegiatan zat-zat mikroorganisme adalah
pengalengan ikan. Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan
pengawetan ikan secara modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian
disterilkan. Bahan pangan dikemas secara hermetis dalam suatu wadah, baik
kaleng, gelas atau alumunium. Pengemasan secara hermetis dapat diartikan bahwa

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 1


penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air,
kerusakan oksidasi maupun perubahan cita rasa. Oleh karena itu pada makalah ini
akan dijelaskan lebih detail tentang pengalengan ikan.
Pengalengan merupakan salah satu bentuk pengolahan dan pengawetan
ikan modern yang dikemas secara hermatis dan kemudian disterilkan. Bahan
pangan dikemas secara hermatis dalam suatu wadah baik kaleng, gelas, atau
alumunium. Pengemasan secara hermatis dapat diartikan bahwa penutupannya
sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara, air, kerusakan oksidasi
maupun perubahan cita rasa (Adawyah 2008). Pengalengan ikan sarden ini
umumnya dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan bahan baku ikan lokal
dan dapat pula dipasok dari ikan impor untuk memenuhi kebutuhan produksi
perusahaan (Bali Post 2003). Dengan pengalengan yang dilakukan tersebut maka
ikan mengalami peningkatan harga jual dan dapat dipasarkan ke masyarakat luas,
tidak hanya di daerah tempat banyak ditemukannya ikan ini (Maleva 2011).

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan makalah mengenai Pengalengan Ikan adalah sebagai berikut :
 Untuk mengetahui deskripsi ikan sarden
 Untuk mengetahui definisi dan tujuan pengalengan
 Untuk mengetahui prinsip pengalengan
 Untuk mengetahui bahan baku produksi ikan kaleng
 Untuk mengetahui bahan pengemas ikan kaleng
 Untuk mengetahui proses pengalengan ikan
 Untuk mengetahui keuntungan pengalengan
 Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi mutu produk pengalengan
 Untuk mengetahui kerusakan pada produk kaleng.
 Untuk mengetahui syarat mutu ikan kaleng

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 2


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Deskripsi Ikan Sarden

2.1.1 Taksonomi dan Morfologi

Saanin (1984) dalam Khalishi (2011) menyatakan bahwa klasifikasi ikan


sarden (Sardinella sp.) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Clupeiformes
Family : Clupeidae
Genus : Sardinella
Spesies : Sardinella sp.
Sardinella lemuru
Sardinella fimbriata

Gambar 1. Ikan sarden


Sumber : PIPP (2012)

Sarden memiliki bentuk mulut non protaktil dengan ukuran sedang, posisi
sudut mulut ikan tersebut satu garis lurus dengan sisi bawah bola mata, tubuh
berbentuk torpedo, sirip punggung berbentuk sempurna dan terletak di
pertengahan dengan permulaan dasar di depan sirip perut, sirip dada di bawah
linea lateralis, sirip perut sub abdominal, sirip ekor berbentuk bulan sabit (Saanin
1986 dalam Swagger 2012).

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 3


Beberapa dari jenis Sardinella ada yang hampir menyerupai satu sama
lainnya, beberapa ada yang mempunyai perbedaan morfologis, yang menandakan
bahwa ikan itu berbeda spesiesnya (Dwiponggo 1982 dalam Syakila 2009).
Perbedaan morfologis ini dapat berupa perbedaan warna tubuh seperti yang
terlihat pada S. fimbriata dengan warna hijau kebiruan pada bagian badan atas,
sedangkan warna biru gelap di bagian yang sama pada S. lemuru Bleeker (Syakila
2009).

A. Ikan Lemuru (S. lemuru)

Ikan lemuru yang terkenal di Indonesia pada awalnya adalah S. longiceps


yang terkonsentrasi di Selat Bali dan sekitarnya. Selain pada S. longiceps, nama
lemuru juga diberikan pada jenis-jenis lain dari marga Sardinella, yaitu S. lemuru,
S. sirm, S. leiogastes dan S. aurita (Burhanuddin et al. 1984 dalam Nababan
2009).
Ikan lemuru termasuk ikan pelagik kecil pemakan plankton. Hidupnya
bergerombol, badannya bulat memanjang, bagian perut agak membulat dengan
sisik duri yang agak tumpul dan tidak menonjol. Panjang badannya dapat
mencapai 23 cm, namun umumnya 17-18 cm. Warna badan biru kehijauan di
bagian atas, sedangkan bagian bawah putih keperakan. Pada bagian atas penutup
insang sampai pangkal ekor terdapat sebaris totol-totol hitam atau bulatan-bulatan
kecil berwarna gelap. Siripnya berwarna abu-abu kekuning-kuningan, sedangkan
warna sirip ekor kehitaman (Dwiponggo 1982 dalam Aprilia 2011).

B. Ikan Tembang (S. fimbriata)

Ikan tembang memiliki bentuk badan memanjang dan pipih. Sisik-sisik


duri terdapat di bagian bawah badan. Awal sirip punggung sedikit ke depan dari
pertengahan badan, berjari-jari lemah 16-19. Tapis insangnya halus, berjumlah
60-80 pada busur insang pertama bagian bawah. Ikan ini hidup bergerombol
membentuk gerombolan besar. Ukurannya dapat mencapai 16 cm, namun
umumnya 12,5 cm. Warnanya biru kehijauan pada bagian atas, putih perak pada

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 4


bagian bawah. Warna sirip-siripnya pucat kehijauan dan tembus cahaya (Sardjono
1979 dalam Bachrin dkk. 2011).
Sirip punggung ikan tembang terdiri dari jari-jari lemah yang berbuku-
buku dan berbelah. Sirip pada punggung bersisik, tidak bersungut dan tidak
berjari-jari keras. Tidak bersirip punggung tambahan yang seperti kulit, tidak
memiliki bercak-bercak yang bercahaya, bertulang dahi belakang dan sirip dada
sempurna. Perut sangat pipih dan bersisik tebal yang bersiku. Sirip perut jauh ke
belakang di depan sirip dubur, rahang sama panjang, tutup insang satu sama lain
tidak melekat, bentuk mulut terminal (posisi mulut terletak di bagian depan ujung
hidung), tajam serta bergerigi. Gigi lengkap dengan langit-langit, sambungan
tulang rahang dan lidah (Saanin 1984 dalam Khalishi 2011).

2.1.2 Habitat dan Penyebaran

Sardinella sp. tergolong ikan pelagis. Ruaya ikan ini dipengaruhi oleh
makanan, suhu dan salinitas. Pada siang hari, ikan sarden umumnya berada di
dekat dasar perairan dan membentuk gerombolan yang kompak, sedangkan pada
malam hari bergerak ke dekat permukaan air dalam bentuk gerombolan yang
menyebar dan akan muncul ke permukaan apabila cuaca mendung disertai hujan
gerimis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya temperatur permukaan (Adianto
1993 dalam Aprilia 2011).
Ikan sarden ini menghuni perairan tropis yang ada di daerah Indo Pasifik,
dari teluk Aden sampai dengan perairan Filipina (Sujastani dan Nurhakim 1982
dalam Aprilia 2011). Ikan ini tersebar di Lautan India bagian timur yaitu Phuket,
Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan Bali, Australia sebelah
barat dan Lautan Pasifik sebelah barat (Laut Jawa ke utara sampai Filipina, Hong
Kong, Taiwan sampai selatan Jepang). Di Indonesia, selain di perairan Selat Bali
dan sekitarnya, ikan ini terdapat juga di sebelah selatan Ternate dan Teluk Jakarta
(Whitehead 1985 dalam Nababan 2009).

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 5


Gambar 2. Distribusi penyebaran ikan sarden di Wilayah Indonesia Barat (WIB)
Sumber : Triyatna (2013)

Lemuru Bali (S. lemuru) dapat ditangkap secara musiman yakni mulai
awal musim penghujan di sekitar Selat Bali (bulan September-Oktober) hingga
akhir musim dibulan Februari-Maret. Puncak penangkapan berlangsung sekitar
bulan Desember-Januari. Diluar musim tersebut, ikan S. lemuru ini sulit
ditemukan, diduga ikan-ikan ini berpindah ke lapisan perairan yang lebih dalam
(IFT Fishing 2013).

2.1.3 Reproduksi

Merta (1992) dalam Nababan (2009) menyatakan bahwa ikan-ikan sarden


yang tertangkap di perairan Selat Bali diperkirakan memijah pada bulan Juni-Juli.
Tempat pemijahan diperkirakan tidak jauh dari pantai Selat Bali, ditandai dengan
tertangkapnya ikan-ikan sarden kecil oleh bagan-bagan tancap di Teluk Pangpang
pada Bulan Juni. Diperkirakan ada kelompok ikan yang memijah pada bulan
Oktober sampai November. Ikan cenderung datang ke pantai untuk bertelur
karena salinitasnya rendah. Kemungkinan ikan lemuru di Selat Bali memijah pada
akhir musim hujan setiap tahun, tetapi proses pemijahan ikan ini masih belum
diketahui. Pemijahan dan migrasi ikan ini dapat terjadi secara tiba-tiba dalam
jumlah yang besar seperti pada spesies S. aurita dan S. longiceps, hal ini
berkaitan dengan kondisi hidrologi (terutama suhu).

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 6


2.1.4 Makanan

Penelitian yang dilakukan Merta (1992) dalam Nababan (2009)


menunjukkan bahwa lemuru (S. longiceps) adalah pemakan zooplankton dan
fitoplankton terutama copepoda. Zooplankton merupakan makanan utama,
menduduki presentase sekitar 90,52-95,54%, sedangkan fitoplankton berjumlah
sekitar 4,46-9,48%. Copepoda dan decapoda merupakan komponen zooplankton
tertinggi yang masing-masing menduduki tempat pertama dan kedua (53,76-
55,00% dan 6,50-9,45%).
Dalam kaitan ini Merta (1992) dalam Nababan (2009) berpendapat bahwa
pada musim barat (November-Pebruari) lemuru didapatkan di tepi Selat Bali
dimana jenis plankton didapatkan dalam jumlah yang besar. Pada musim timur
(Juni-Agustus) terjadi upwelling di Selatan Jawa dan di Selat Bali. Hal ini
menyebabkan produktivitas primer meningkat tinggi dan memungkinkan
makanan utama ikan sarden berubah menjadi fitoplankton.

2.1.5 Kandungan Gizi

Ikan sarden kaya akan kandungan omega-3 yaitu EPA (eicosapentaenoic)


dan DHA (docohexanoic acid), salah satu jenis lemak tak jenuh yang diyakini
punya banyak manfaat untuk kesehatan (IFT Fishing 2013). Ikan sarden
mengandung EPA 1.381 mg/100 gram dan DHA 1.138 mg/100 gram. EPA
merupakan asam lemak tak jenuh yang mempunyai khasiat memperlebar saluran
darah, mencegah pergeseran cairan darah, menurunkan tekanan darah,
menurunkan lemak netral dalam cairan darah, meningkatkan HDL (high density
lipoprotein) yang merupakan kolesterol baik menekan LDL (low density
lipoprotein) yang merupakan kolesterol jahat, sehingga dapat mencegah penyakit
jantung, mencegah kegemukan karena menekan bertambahnya sel-sel lemak dan
mencegah timbulnya beberapa jenis alergi. DHA merupakan salah satu asam
lemak tak jenuh, bersama-sama dengan EPA merupakan vitamin F berfungsi
mengaktifkan sel-sel otak. Fungsi lain dari DHA adalah menurunkan kepekatan
kolesterol dalam cairan darah, mencegah pergeseran cairan darah, mencegah

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 7


kanker, mencegah histamin penyebab alergi dan memperlambat proses penuaan
dan pemikunan (Ghufran 2011 dalam Triyatna 2013).
FAO menyatakan bahwa komposisi ikan lemuru dalam keadaan segar dan
kering sebagai berikut :
Tabel 1. Komposisi kimia ikan sarden menurut FAO
Komposisi Kimia dalam 100 gram Daging Ikan Sarden
Segar Kering Satuan
Energi 112 170 Kalori
Lemak 3.2 1.1 Gram
Protein 19.4 37.4 Gram
Karbohidrat 0 0 Gram
Air 76 45.5 Persen
Serat 0 0 Gram
Abu 1.4 16 Gram
Kalsium 96 228 Miligram
Fosfor 220 315 Miligram
Besi 1.4 3.6 Miligram
Natrium 61 0 Miligram
Kalium 420 0 Miligram
Thiamine 0.01 0.01 Miligram
Riboflavin 0.07 0.1 Miligram
Niacin 7.6 14.5 Miligram
Sumber : Syamsiar (1986) dalam Sonnino (2012)

2.2 Definisi dan Tujuan Pengalengan


Pengalengan ikan merupakan salah satu pengawetan ikan dengan
menggunakan suhu tinggi (sterilisasi) dalam kaleng. Pengalengan juga dapat
didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas secara
hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing lainnya) dalam
suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua
mikroba patogen (penyebab penyakit pada manusia khususnya) dan mikroba
pembusuk (penyebab kebusukan atau kerusakan bahan pangan). Dengan demikian

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 8


sebenarnya pengalengan memungkinkan terhindar dari kebusukan atau kerusakan,
perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi atau ada perubahan citarasa (Fadli
2011).
Pengalengan ikan ialah suatu cara pengawetan bahan pangan (ikan) yang
dikemas secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing 6
lainnya) dan disterilkan dan tujuan pengalengan ikan yaitu melindungi ikan dari
pembusukan dan kerusakan atau memperpanjang daya awet dan
mendiversifikasikan hasil perikanan (Mayasari 2013). Saidah (2005) menjelaskan
bahwa pengawetan makanan dalam kaleng diartikan sebagai suatu cara
pengolahan untuk menyelamatkan bahan makanan dari proses pembusukan.
Pengalengan adalah salah satu cara pengawetan dengan menggunakan suhu tinggi
(110 -120ºC). Suhu tinggi tersebut digunakan untuk mematikan semua
mikroorganisme (bakteri pembusuk dan bakteri patogen seperti Clostridium
botulinum, termasuk spora yang ada) agar produk menjadi lebih steril.
Pengalengan merupakan salah satu cara untuk menyelamatkan bahan
makanan, terutama ikan dan hasil perikanan lainnya, dari pembusukan.
Pengalengan ini daya awet ikan yang diawetkan jauh lebih bagus dibandingkan
pengawetan cara lain. Namun dalam hal ini dibutuhkan penanganan yang lebih
intensif serta ditunjang dengan peralatan yang serba otomatis. Sebab dalam proses
pengalengan, ikan atau hasil perikanan lain dimasukkan dalam suatu wadah yang
ditutup rapat agar udara maupun mikroorganisme perusak yang datang dari luar
tidak dapat masuk. Selanjutnya wadah dipanasi pada suhu tertentu dalam jangka
waktu tertentu pula untuk mematikan mikroorganisme yang ikut terbawa pada
produk yang dikalengkan (Wulandari et al. 2009).

2.3 Prinsip Pengalengan Ikan


Fadli (2011) menjelaskan bahwa prinsip dasar pengalengan yaitu
mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan
zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk,
kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan
mikroorganisme yang ada. Melalui perlakuan tersebut terjadi perubahan keadaan

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 9


bahan makanan, baik sifat fisik maupun kimiawi sehingga keadaan bahan ada
yang menjadi lunak dan enak dimakan.
Prinsip dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah
yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak
atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu
tertentu untuk mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada (Mayasari
2013). Sedangkan Saidah (2005) menjelaskan bahwa prinsip pengalengan ikan
adalah pengawetan ikan dengan cara memasukkan ikan ke wadah yang tertutup
dan dipanaskan dengan tujuan untuk mematikan atau menghambat perkembangan
mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan kapang, serta perombakan enzimatis.
Proses sterilisasi komersial pada pengalengan di desain untuk melindungi
kesehatan konsumen dan untuk melindungi produk dari mikroba pembusuk yang
dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis.
Prinsip pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang
tertutup rapat secara hermitis sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang
merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan
(sterilisasi komersial) sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan
mikroorganisme yang ada. Pengalengan secara hermetis bertujuan agar makanan
dapat terhindar dari kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi,
atau perubahan cita rasa. Sedangkan sterilisasi secara komersial adalah proses
pemanasan wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu yang
bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi faktor faktor penyebab
kerusakan makanan terutama bakteri pembusuk dan bakteri patogen pada suhu
121ºC menggunakan retort (Utami 2013). Prinsip pengalengan yaitu mengemas
bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat
maupun organisme yang merusak atau membusukkan tidak dapat masuk,
kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan
mikroorganisme yang ada (Taufik 2013).

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 10


2.4 Bahan Baku Produksi
Bahan baku yang dibutuhkan dalam pengalengan ikan terdiri dari dua jenis
yaitu bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama merupakan bahan langsung
(direct material), yaitu bahan yang membentuk suatu kesatuan yang tidak
terpisahkan dari produk jadi dan komponen penting dari suatu produk (Nafarin
2007). Bahan utama untuk produksi pengalengan berupa ikan lemuru dan
tembang yang akan diolah menjadi sarden kaleng dan ikan scomber menjadi
makarel kaleng. Sedangkan untuk bahan tambahan merupakan bahan pelengkap
yang melekat pada suatu produk. Bahan tambahan biasanya tidak mudah
ditelusuri dalam suatu produk dan harganya relatif rendah dibandingkan dengan
bahan utama (Nafarin 2007). Bahan tambahan yang digunakan berupa pasta saus,
Modified Corn Starch (MCS), garam dan air.

A. Ikan Lemuru (Sardinella longiceps)


Bahan baku utama yang digunakan untuk produksi ikan kaleng adalah ikan
lemuru dengan nama lokal ikan cekong. Ikan yang digunakan tersebut berasal dari
ikan lokal dan impor. Penggunaan ikan sarden lokal berbanding dengan ikan
impor yaitu sebesar 10% : 90%. Penyebab banyaknya penggunaan ikan impor
karena jumlahnya lebih banyak sehingga mampu memenuhi kebutuhan
perusahaan dalam jangka waktu panjang sedangkan ikan lokal sangat terbatas
jumlahnya sehingga stok ikan akan habis dalam satu hari produksi. Selain itu ikan
impor lebih bersih, berbentuk beku (frozen) sehingga dapat disimpan dalam
jangka waktu yang panjang dibandingkan ikan lokal, serta ikan impor memiliki
ukuran yang seragam sehingga memudahkan dalam proses pengolahan dengan
kualitas mutu yang terjamin.
KKP (2011) menyatakan bahwa setiap ikan impor yang masuk ke
Indonesia harus mendapat izin dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) dan wajib memenuhi standar keamanan dan
mutu hasil perikanan oleh Badan Karantina Ikan (BKI) sekaligus diawasi oleh
Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP).
Ikan lemuru dan scomber impor terlebih dahulu harus dilakukan karantina yang
dilakukan oleh BKI Semarang selama kurang lebih lima hari. Ikan yang masih

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 11


dalam pemeriksaan oleh BKI Semarang akan disegel dan tidak diperbolehkan
untuk digunakan dalam proses produksi, selain itu di dalam internal perusahaan
juga dilakukan kegiatan pengujian di dalam labolatorium perusahaan untuk
memastikan ikan yang digunakan tidak berbahaya. Faktor yang menjadi perhatian
pemeriksaan menurut SNI 01-4110.1-2006 yaitu tes organoleptik, kandungan
formalin, bakteri E. coli, Vibrio cholerae, Salmonella dan Parasit Anisakis. Tes
organoleptik menggunakan score sheet ikan segar sesuai SNI 01-2729.1-2006 dan
ikan beku sesuai SNI 01-4110.1-2006 (dapat dilihat pada Lampiran 4) yaitu
minimal 7 serta dilakukan uji formalin dengan test kit, dimana tidak boleh ada
kandungan formalin. Apabila ikan telah dinyatakan bebas dari kandungan
formalin serta mikroorganisme berbahaya, maka ikan telah siap digunakan untuk
produksi ikan kaleng.
Ikan impor dalam pengiriman di kontainer dan di dalam ruangan
penyimpanan (cold storage) perusahaan ikan memiliki suhu ruangan -18°C, sesuai
dengan SNI 3548.3:2010. Irving dan Sharp (1976) dalam Koswara (2009)
mengatakan bahwa pada umumnya sebagian besar bahan pangan akan mempunyai
mutu penyimpanan yang baik sekurang-kurangnya 12 bulan bila disimpan pada
suhu -18°C. Bila suhu penyimpanan naik 3°C maka kecepatan kerusakan akan
berlipat ganda. Namun pada saat kegiatan praktek lapang ini diketahui terdapat
ikan yang datang disimpan dalam cold storage yang bersuhu -11°C. Hal ini
dikarenakan dua tempat penyimpanan lainnya (bersuhu -18°C) telah penuh
sehingga digunakanlah tempat penyimpanan lama yang bersuhu lebih tinggi.
Koswara (2009) menyatakan bahwa makanan yang disimpan pada suhu -15°C
atau -12°C hanya akan memiliki daya simpan masing-masing enam bulan atau
tiga bulan saja. Kondisi tersebut menyebabkan diterapkannya prinsip First
Expired First Out (FEFO) yaitu ikan yang disimpan dalam tempat penyimpanan
bersuhu-11°C harus digunakan terlebih dahulu.

B. Pasta Saus
Koswara (2009) menyatakan bahwa pasta saus yang digunakan Saus tomat
tidak diberi perlakuan khusus saat akan digunakan. Pemeriksaan yang dilakukan
pada saus hanya kadar gula, warna, flavour dan kekentalan saus yang disesuaikan
dengan produk ikan kaleng yang akan dibuat. Biasanya untuk sarden kaleng

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 12


digunakan tingkat kekentalan 28-30°C Brix yang diukur dengan menggunakan
Brix Meter. Dalam penyimpanannya, pasta saus ini diletakkan diatas pallet untuk
menghindari bersentuhan langsung dengan lantai yang lembab.

C. Modified Corn Starch (MCS)


KKP (2011) menyatakan bahwa tepung jagung termodifikasi berfungsi
sebagai penstabil pasta tomat sehingga diperoleh emulsi pasta tomat yang
homogen dan stabil. MCS yang digunakan untuk sarden kaleng ini diimpor dari
Thailand. MCS sebelum digunakan dalam proses produksi, terlebih dahulu dilihat
keadaan barang tersebut sehingga menjamin kelayakan penggunaan bahan.

D. Garam
KKP (2011) menyatakan bahwa garam yang digunakan yaitu garam
beryodium sesuai dengan SNI 3584.3:2010. Garam memiliki fungsi untuk
menambah atau meningkatkan cita rasa dan memperpanjang masa simpan produk.

E. Air
KKP (2011) menyatakan bahwa air berfungsi sebagai pengencer pasta
saus, yang dapat melarutkan MCS dan garam sehingga didapatkan kekentalan dan
konsentrasi medium yang tepat. Air juga digunakan selama proses produksi
seperti untuk thawing, pencucian, perendaman dan sanitasi ruang proses.

F. Es
KKP (2011) menyatakan bahwa es merupakan bahan tambahan yang
dibutuhkan untuk mengawetkan ikan segar yang dikirim oleh supplier. Ikan segar
perlu ditambahkan es agar memiliki suhu sekitar 5°C sesuai dengan SNI
3548.3:2010 sehingga berdaya simpan lebih lama.

2.5 Bahan Pengemas

Bahan pengemas yang digunakan untuk wadah hasil akhir ikan kaleng
terdiri dari kaleng sebagai pengemas primer dan karton sebagai pengemas
sekunder.

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 13


A. Kaleng

Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan


antara lain kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan
yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap
kontaminasi oleh mikroba, serangga atau bahan asing lain yang mungkin dapat
menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.
Kaleng juga dapat menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak
diinginkan. Selain itu, kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan
oksigen, gas-gas lain, bau-bauan dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di
atmosfer. Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia,
kaleng dapat menjaga terhadap cahaya (Astawan 2005).

B. Karton

Karton berfungsi untuk mempermudah proses penyimpanan,


mempermudah sistem pengangkutan atau pendistribusian bagi produsen, serta
melindungi makanan dari kontaminasi, pengaruh sinar matahari, tahan terhadap
tekanan dan benturan (Astawan 2005).
Pengemas sekunder ini dilengkapi dengan layer berupa karton yang dapat
mencegah terjadinya gesekan antar kaleng. Pengemasan dalam karton juga
dilengkapi dengan pita perekat agar karton menjadi lebih kuat. Bagian luar karton
terdapat label merek produk, kode dan tanggal produksi (Astawan 2005).

2.6 Proses Pengalengan Ikan


Pada umumnya proses pengalengan bahan pangan terdiri atas beberapa
tahap, diantaranya persiapan bahan, pengisian bahan kedalam kaleng, pengisian
medium, exhausting, sterilisasi, pendinginan dan penyimpanan (Desrosier 1978
dalam Utami 2012).
Adawyah (2008) menyatakan bahwa berdasarkan cara pengolahannya,
pengalengan hasil perikanan dapat dibedakan dalam beberapa tipe, yaitu direbus
dalam air garam, dalam minyak, dalam saos tomat dan dibumbui. Ada pula
pembagian produk pengalengan ikan atas dasar bentuk bahan yang dikalengkan,

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 14


dalam keadaan mentah atau dimasak terlebih dahulu. Hudaya (2008)
menambahkan bahwa proses pengalengan ikan terdiri dari penyiapan wadah,
penyiapan bahan mentah, pengisian ke dalam wadah dan proses pengalengan.

A. Persiapan Bahan
Penyiapan wadah terdiri dari proses pembersihan wadah sebelum dipakai
dan pemberian kode. Untuk pembersihan wadah dapat dilakukan dengan wadah
dicuci terlebih dahulu dan kemudian dibersihkan dari sisa-sisa air pencuci.
Sedangkan untuk pemberian kode pada wadah perlu diberikan kode tentang
tingkat kualitas bahan yang diisikan, tanggal, tempat dan nomor dari batch
pengolahan. Hal ini perlu dilakukan untuk memudahkan pemeriksaan jika ada
suatu kerusakan atau kelainan yang terjadi pada produk akhir yang dihasilkan
(Hudaya 2008).
Penyiapan bahan mentah dapat terdiri dari sortasi dan grading, pencucian,
pengupasan atau pemotongan bahan mentah. Sortasi dilakukan untuk memilih
bahan yang masak optimal untuk buah-buahan dan bahan yang berkualitas untuk
sayuran, daging atau ikan. Sortasi dan grading dapat dilakukan berdasarkan
ukuran atau diameter, berat jenis atau warna. Selanjutnya proses pembersihan,
proses ini dimaksudkan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari bahan baku
dapat dilakukan dengan cara pencucian dengan air dingin untuk sayur-sayuran dan
buah-buahan, dan menghilangkan bagian-bagian yang tidak diinginkan untuk
daging dan ikan. Pencucian dapat dilakukan dengan cara merendam atau
menyemprot bahan dengan air (Hudaya 2008).
Pengupasan dilakukan untuk membuang bagian-bagian yang tidak dapat
dimakan dan tidak diinginkan, seperti kulit, tangkai, bagian-bagian yang cacat
atau busuk, dan lain sebagainya. Blansing dilakukan pada sayur-sayuran dan
buah-buahan. Blansing dapat dilakukan dengan merendamnya sebentar dalam air
mendidih atau dengan uap air panas, kemudian diikuti dengan pendinginan dalam
air (Hudaya 2008).
Untuk bahan yang dibekukan dilakukan dengan uap air panas, sedangkan
pada bahan yang akan dikalengkan digunakan blansing dengan cara perendaman
dalam air panas. Dan proses terakhir dengan penambahan bahan tertentu, dapat

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 15


diberikan larutan garam dengan konsentrasi 1-3% sebagai media untuk sayur-
sayuran, daging dan ikan, minyak dipakai untuk pengalengan ikan, larutan sirup
(sukrosa atau glukosa) untuk pengalengan buah-buahan (Hudaya 2008).

B. Pengisian Bahan Pangan

Pengisian bahan pangan kedalam wadah harus memperhatikan ruangan


pada bagian dalam atas kaleng (head space). Head space adalah ruang kosong
antara permukaan produk dengan tutup yang berfungsi sebagai ruang cadangan
untuk pengembangan produk selama disterilisasi agar tidak menekan wadah
karena dapat menyebabkan kaleng menjadi menggelembung (Adawyah 2008).
Besarnya head space bervariasi tergantung jenis produk dan jenis wadah.
Umumnya untuk produk cair dalam kaleng, tinggi head space adalah sekitar 0,25
inci, sedangkan bila wadah yang digunakan adalah gelas jars, direkomendasikan
head space yang lebih besar (Adawyah 2008). Bila dalam pengalengan tersebut
ditambahkan medium pengalengan, tinggi head space tidak boleh kurang dari
0,25 inchi, tetapi bila produk dikalengkan tanpa penambahan medium,
diperbolehkan produk diisi sampai hampir penuh dengan meninggalkan sedikit
ruang head space (Muchtadi 1994 dalam Utami 2012). Pengisian bahan kedalam
wadah harus seragam dengan tujuan untuk mempertahankan keseragaman rongga
udara (head space), memperoleh produk yang konsisten dan menjaga berat bahan
secara tetap (Utami 2012).

C. Pengisian Medium
Medium pengalengan adalah larutan atau bahan lainnya yang ditambahkan
kedalam produk waktu proses pengisian. Jenis-jenis medium yang biasa
digunakan adalah larutan garam, sirup, kaldu dan minyak. Larutan garam
digunakan untuk bahan pangan yang tidak asam, sirup digunakan untuk buah-
buahan, kaldu untuk daging dan minyak digunakan untuk ikan dan hasil perikanan
lainnya. Medium pengalengan tersebut dapat memberikan cita rasa pada produk
kalengan, dan juga berfungsi untuk mengurangi waktu sterilisasi, dengan cara
meningkatkan proses perambatan panas serta dapat mengurangi korosi kaleng
dengan cara menghilangkan udara (Adawyah 2008).

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 16


D. Penghampaan Udara
Muchtadi (1994) dalam Utami (2012) menjelaskan bahwa penghampaan
udara (exhausting) adalah proses pengeluaran sebagian besar oksigen dan gas-gas
lain dari dalam wadah agar tidak bereaksi dengan produk sehingga tidak
mempengaruhi mutu, nilai gizi dan umur simpan produk kalengan. Exhausting
juga dilakukan untuk memberikan ruang bagi pengembangan produk selama
proses sterilisasi sehingga kerusakan wadah akibat tekanan dapat dihindari dan
untuk meningkatkan suhu produk didalam wadah sampai mencapai suhu awal
(initial temperature). Penutupan wadah dilakukan setelah proses penghampaan
udara (exhausting) yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pembusukan.
Tujuan exhausting antara lain mencegah terjadinya tekanan yang
berlebihan dalam wadah pada waktu sterilisasi, mengeluarkan O2 dan gas-gas dari
makanan dan kaleng, mengurangi kemungkinan terjadinya karat atau korosi, agar
tutup kaleng tetap cekung, mencegah reaksi oksidasi yang dapat menimbulkan
kerusakan flavour serta kerusakan vitamin, misalnya vitamin A dan vitamin C
(Hudaya 2008).

E. Penutupan Wadah (Sealing)


Penutupan kaleng dilakukan dengan alat khusus. Penutupan kaleng harus
sempurna, sebab kebocoran dapat merusak produk. Sebelum wadah ditutup
diperiksa dahulu apakah head space-nya sudah cukup dan sesuai dengan
perhitungan. Setelah ditutup sempurna, kaleng atau wadah perlu dibersihkan jika
ada sisa-sisa bahan yang menempel pada dinding kaleng atau wadah. Pencucian
dilakukan dengan air panas (suhu sekitar 82,2°C) yang mengandung larutan
H2PO4 dengan konsentrasi 1,0-1,5% kemudian dibilas dengan air bersih beberapa
kali (Hudaya 2008).

F. Sterilisasi
Muchtadi (1994) dalam Utami (2012) menjelaskan bahwa sterilisasi
adalah operasi yang paling penting dalam pengalengan makanan. Sterilisasi tidak
hanya bertujuan untuk menghancurkan mikroba pembusuk dan patogen, tetapi
juga berguna untuk membuat produk menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari
penampilannya, teksturnya dan cita rasa sesuai yang diinginkan. Oleh karena itu,

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 17


proses pemanasan ini harus dilakukan pada suhu yang cukup tinggi untuk
menghancurkan mikroba, tetapi tidak boleh terlalu tinggi sehingga membuat
produk menjadi terlalu masak.
Muchtadi (1994) dalam Utami (2012) menjelaskan bahwa sterilisasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis mikroba yang dihancurkan,
kecepatan perambatan panas kedalam titik dingin, suhu awal bahan pangan di
dalam wadah, ukuran dan jenis wadah yang digunakan, suhu dan tekanan yang
digunakan untuk proses sterilisasi dan keasaman atau pH (power of hydrogen)
produk yang dikalengkan.
Muchtadi (1994) dalam Utami (2012) menjelaskan bahwa berdasarkan
derajat keasaman atau pH produk pangan, operasi sterilisasi dapat digolongkan
menjadi dua kelas, yaitu produk yang disterilisasi pada suhu 100°C yang
merupakan suhu air mendidih pada tekanan atmosfer dan produk yang harus
disterilisasi pada suhu lebih tinggi dari 100°C. Bahan pangan yang asam (pH <
4.5) seperti sari buah, buah-buahan, beberapa macam sayuran, umumnya
disterilisasi dengan cara memanaskan wadah dalam waktu yang cukup agar suhu
pada titik dingin mencapai 93°C atau lebih. Dengan cara ini, mikroba yang dapat
membusukkan bahan pangan asam dapat hancur. Golongan bahan pangan lainnya
yang memiliki pH ˃ 4,5 seperti sayuran yang tidak asam, sup, daging, ikan dan
unggas, dilakukan sterilisasi pada suhu tinggi dibawah tekanan, agar diperoleh
tingkat sterilitas yang memadai.

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 18


Tabel 2. Ketahanan panas bakteri pada proses sterilisasi produk kaleng

Sumber : Muchtadi dan Sugiyono (2008) dalam Utami (2012)


Secara industri, teknik pengemasan untuk mengawetkan makanan sudah
sangat berkembang, sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk pangan
beberapa bulan hingga beberapa tahun. Hariyadi (2000) dalam Utami (2012)
menjelaskan bahwa ada beberapa keuntungan dari proses termal. Keuntungan dari
proses pemanasan atau pemasakan ini adalah terbentuknya tekstur dan cita rasa
yang khas dan disukai, rusak atau hilangnya beberapa komponen anti gizi,
peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna
protein dan karbohidrat, terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan
keamanan dan keawetan pangan dan menyebabkan inaktifnya enzim-enzim
perusak sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan.
Ada pula kerugian yang diakibatkan oleh proses pemanasan, antara lain
adanya kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu (umumnya yang
berkaitan dengan mutu organoleptik seperti tekstur, warna dan lain-lain), terutama
jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Oleh karena itu, proses
pengolahan dengan suhu tinggi perlu dikendalikan dengan baik. Kontrol
terpenting dalam pemanasan adalah kontrol suhu dan waktu. Selama pemanasan
terdapat dua hal penting yang terjadi, yaitu destruksi atau reduksi mikroba dan
inaktivasi enzim yang tidak dikehendaki. Proses pemanasan untuk meningkatkan
daya simpan, dilakukan dengan cara blansir, pasteurisasi dan sterilisasi (Hariyadi
2000 dalam Utami 2012).

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 19


G. Pendinginan (Cooling)
Pendinginan dilakukan sampai suhunya sedikit diatas suhu kamar (35-
40°C) dengan maksud agar air yang menempel pada dinding wadah cepat
menguap sehingga terjadinya karat dapat dicegah. Tujuan pendinginan adalah
untuk mencegah lewat pemasakan (over cooking) dari bahan pangan serta
mencegah tumbuhnya spora-spora dari bakteri perusak bahan pangan yang belum
mati (Hudaya 2008).
Adawyah (2008) menambahkan bahwa apabila pendinginan terlalu lambat
dilakukan maka produk akan cenderung terlalu masak sehingga akan merusak
tekstur dan cita rasa. Selain itu, selama produk berada pada antara suhu ruang dan
proses, pertumbuhan spora dan bakteri tahan panas akan distimulir. Pendinginan
juga mengakibatkan bakteri yang masih bertahan hidup akan shock dan kemudian
akan mati.

H. Penyimpanan
Suhu penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu makanan kaleng.
Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur
dan vitamin yang dikandung oleh bahan, akibatnya akan menyebabkan terjadinya
reaksi kimia. Selain itu, juga memacu pertumbuhan bakteri yang pada saat proses
sterilisasi sporanya masih dapat bertahan (Adawyah 2008).
Hudaya (2008) menambahkan bahwa suhu penyimpanan yang dapat
mempertahankan kualitas bahan yang disimpan adalah 15°C. Suhu penyimpanan
yang tinggi dapat mempercepat terjadinya korosi dan perubahan tekstur, warna,
rasa serta aroma makanan kaleng. Untuk menghindari terjadinya hal tersebut
maka penyimpanan harus memenuhi syarat yaitu suhu rendah, RH (kelembaban
udara) rendah dan ventilasi atau pertukaran udara didalam ruangan penyimpanan
harus baik. Penyimpanan bertujuan agar makanan yang dikalengkan tidak berubah
kualitasnya maupun kenampakannya sampai saat akan diangkut atau dipasarkan.

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 20


2.7 Keuntungan Pengalengan
Anggraeni (2013) menjelaskan bahwa Keuntungan utama penggunaan kaleng
sebagai wadah bahan pangan adalah :
1) Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya.
2) Kemasannya yang hermetis dapat menjaga produk dari kontaminasi oleh
mikroba, serangga, atau bahan asing lain penyebab pembusukan
3) Memperpanjang lama penyimpanan
4) Mempertahankan penampakan dan cita rasanya.
5) Menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air
6) Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-
gas lain dan bau
7) Menjaga produk dari cahaya
Taufik (2013) menjelaskan bahwa Keuntungan utama penggunaan kaleng
sebagai wadah bahan pangan adalah:
a. Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan
yang ada di dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga
terhadap kontaminasi oleh mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang
mungkin dapat menyebabkan kebusukan atau penyimpangan penampakan
dan cita rasanya.
b. Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air
yang tidak diinginkan.
c. Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-
gas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di
atmosfer.
d. Kaleng dapat menjaga terhadap cahaya, khususnya untuk bahan pangan
berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia.

2.8 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutu Ikan Kaleng


Pada dasarnya, banyak hal yang harus diperhatikan untuk menjaga mutu
ikan kaleng. Mutu ikan kaleng tergantung pada kesegaran bahan mentah, cara
pengalengan, peralatan, dan kecakapan serta pengetahuan pelaksana-pelaksana
teknis, sanitasi dan hygiene pabrik dan lingkungannya. Kesegaran bahan mentah

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 21


sangat penting dalam industri perikanan. Kesegaran adalah tolak ukur untuk
membedakan ikan yang jelek dan bagus kualitasnya. Berdasarkan kesegarannya
ikan dapat digolongkan menjadi empat kelas mutu, yaitu ikan dengan kesegaran
baik sekali (prima), kesegaran masih baik, kesegarannya mulai mundur (sedang),
dan ikan yang sudah tidak segar lagi. Kualitas bahan baku meliputi kenampakan
secara visual dan jumlah mikroba yang terkandung dalam tubuh ikan. Bahan baku
yang prima akan sangat menentukan kualitas produk akhir pada proses
pengalengan ikan sardine. Untuk produk akhir kualitasnya selain ditentukan
secara fisik juga jumlah mikroba (Wulandari 2009).

2.9 Kerusakan pada Produk Kaleng


Kerusakan pada produk kaleng, khususnya produk pengalengan ikan
dibagi menjadi dua yaitu kerusakan yang disebabkan karena kesalahan
pengolahan dan kebocoran kaleng. Pada dasarnya kerusakan utama pada makanan
kaleng ditimbulkan oleh kurang sempurnanya proses termal dan pencemaran
kembali sesudah pengolahan. Kerusakan makanan kaleng dapat disebabkan tiga
hal yaitu keadaan terlipatnya sambungan-sambungan kaleng, kontaminasi
bakteriologis dari air pencuci atau air pendingin, peralatan pengalengan bekerja
kurang baik (Fadli 2011).
Anggraini et al. (2013) menjelaskan bahwa kerusakan-kerusakan yang terjadi
pada pengalengan sebagai berikut :
a) Flipper, yaitu kaleng terlihat normal, tetapi bila salah satu tutupnya ditekan
dengan jari, tutup lainnya akan menggembung.
b) Kembung sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng terlihat
normal, sedangkan tutup lainnya kembung. Tetapi jika bagian yang
kembung ditekan akan masuk ke dalam, sedangkan tutup lainnya yang
tadinya normal akan menjadi kembung.
c) Kembung lunak, yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras dan
masih dapat ditekan dengan ibu jari.
d) Kembung keras, yaitu kedua tutup kaleng kembung dan keras sehingga
tidak dapat ditekan dengan ibu jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 22


dimana gas yang terbentuk sudah sangat banyak, kaleng dapat meledak
karena sambungan kaleng tidak dapat menahan tekanan gas dari dalam.
Mayasari (2013) menjelaskan bahwa kerusakan yang dapat terjadi pada bahan
pangan yang dikemas dengan kemasan kaleng terutama adalah kerusakan kimia,
meski demikian kerusakan biologis juga dapat terjadi. Kerusakan kimia yang
paling banyak terjadi pada makanan yang dikemas dengan kemasan kaleng adalah
hydrogen swell yang terjadi karena adanya tekanan gas hidrogen yang dihasilkan
dari reaksi antara asam pada makanan dengan logam pada kaleng kemasan.
Kerusakan lainnya adalah :
a) Interaksi antara bahan pembuat kaleng yaitu Sn dan Fe dengan makanan
yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan. Kerusakan
tersebut dapat berupa perubahan warna dari bagian dalam kaleng,
perubahan warna pada makanan yang dikemas, off-flavor pada makanan
yang dikemas, kekeruhan pada sirup, perkaratan atau terbentuknya lubang
pada logam, kehilangan zat gizi.
b) Kerusakan mikrobiologis pada makanan kaleng dapat disebabkan oleh
meningkatnya resistensi mikroba terhadap panas setelah proses sterilisasi
rusaknya kaleng setelah proses sterilisasi sehingga memungkinkan
masuknya mikroorganisme ke dalam kaleng. Kerusakan kaleng yang
memungkinkan masuknya mikroorganisma adalah pada bagian sambungan
kaleng atau terjadinya gesekan pada saat proses pengisian (filling).
Mikroorganisme juga dapat masuk pada saat pengisian apabila kaleng
yang digunakan sudah terkontaminasi terutama jika kaleng tersebut dalam
keadaan basah. Kerusakan juga dapat disebabkan karena kaleng
kehilangan kondisi vakumnya sehingga mikroorganisme dapat tumbuh.
c) Perkaratan (korosi) adalah pembentukan lapisan longgar dari peroksida
yang berwarna merah coklat sebagai hasil proses korosi produk pada
permukaan dalam kaleng. Pembentukan karat memerlukan banyak
oksigen, sehingga karat biasanya terjadi pada bagian head space dari
kaleng. Perkaratan pada kemasan kaleng ini dapat menyebabkan terjadinya
migrasi Sn ke dalam makanan yang dikemas

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 23


2.10 Syarat Mutu Ikan Kaleng
Wulandari (2009) menjelaskan bahwa syarat mutu ikan kaleng tergantung
pada kesegaran bahan mentah, cara pengalengan, peralatan, dan kecakapan serta
pengetahuan pelaksana-pelaksana teknis, sanitasi dan hygiene pabrik dan
lingkungannya. Kesegaran bahan mentah sangat penting dalam industri perikanan.
Maka dari itu syarat mutu ikan kaleng harus dipenuhi sebagaimana yang tertera
pada tabel dibawah ini.
Tabel 3. Syarat mutu pada ikan kaleng

Sumber : SNI 01 – 3548 – 1994

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 24


BAB III
KESIMPULAN

kesimpulan yang diperoleh dalam makalah ini mengenai “Pengalengan Ikan


Sardinella sp ” adalah :
1. Pengalengan adalah suatu cara pengawetan bahan pangan yang dikemas
secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba dan benda asing
lainnya) dalam suatu wadah yang kemudian disterilkan secara komersial
untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit pada
manusia khususnya) dan mikroba pembusuk (penyebab kebusukan atau
kerusakan bahan pangan).
2. Prinsip dasar pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah
yang tertutup rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang
merusak atau membusukkan tidak dapat masuk, kemudian wadah
dipanaskan sampai suhu tertentu untuk mematikan pertumbuhan
mikroorganisme yang ada.
3. Proses atau tahapan pengalengan ikan terdiri dari penyiapan dan pemilihan
bahan baku, filling, exhausting, sealing, sterilisasi, cooling, pemberian
label dan penyimpanan.
4. Keuntungan dari pengalengan adalah memperpanjang masa simpan,
menjaga produk dari perubahan kadar air, penyerapan oksigen, gas-gas
lain, bau dan cahaya, serta mempertahankan penampakan dan cita rasanya.
5. Mutu ikan kaleng tergantung pada kesegaran bahan mentah, cara
pengalengan, peralatan, dan kecakapan serta pengetahuan pelaksana-
pelaksana teknis, sanitasi dan hygiene pabrik dan lingkungannya.
6. Kerusakan pada produk kaleng meliputi kerusakan kimia, mikrobiologis,
pengkaratan (korosi) dan interaksi antara produk dengan bahan pembuat
kaleng yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak diinginkan.

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 25


DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2008. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara. Jakarta. hal
120-133.

Anggraini, Shelica., Bhatara Ayi Meata, Elka Annisa Kuncoro M., Istiqomah, dan
Rinto Felly Hartana. 2013. Makalah proses thermal hasil perikanan sejarah
Pengalengan dan pengalengan secara umum. UGM :Yogyakarta.

Aprilia, S. 2011. Trofik level hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap yang
digunakan nelayan di Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. Skripsi.
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 117 hal.

Astawan, M. 2005. Teknologi pengolahan pangan : ikan kalengan tetap kaya gizi.
http://web.ipb.ac.id. diakses 13 Maret 2015. 3 hal.

Bachrin, N., Sudirman, Zainuddin dan Mukti. 2011. Zona potensial penangkapan
ikan tembang (Sardinella fimbriata) berdasarkan parameter oseanografi
dan hasil tangkapan di perairan Kecamatan Liukang Tupabbirin
Kabupaten Pangkep. Universitas Hasanuddin. Makassar. 50 hal.

Bali Post. 2003. Jembrana kejar ketertinggalan - benahi pendaratan ikan, genjot
produksi. http://www.balipost.co.id/.diakses pada 5 Maret 2014.

Fadli, Wan Khairul. 2011. Manajemen proses pada pengalengan ikan lemuru
(Sardinella Longiceps) di PT. Pasific Harvest Banyuwangi Jawa Timur.
Akademi Perikanan : Sidoarjo.

Hudaya, S. 2008. Tahapan proses pengalengan. Pelatihan Teknologi Pengolahan


Hasil Pertanian Pengolahan dan Pengawetan Pangan, 13 Oktober 2008. 7
hal.

IFT Fishing. 2013. Ikan lemuru. http://www.iftfishing.com. diakses 23 Maret


2015.

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 26


Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). 2011. KKP perbarui impor
perikanan. http://www.kkp.go.id/. diakses pada 5 Maret 2014.

Koswara, S. 2009. Pengolahan pangan dengan suhu rendah.


http://tekpan.unimus.ac.id/. diakses pada 5 Maret 2015. 17 hal.

Maleva, D. 2011. Dasar-dasar pengawetan, teknologi hasil perikanan.


http://blog.ub.ac.id/. diakses pada 5 Maret 2015.

Mayasari, Lina Dwi. 2013. pengaruh hasil tangkapan ikan lemuru terhadap
produksi pengalengan ikan PT. Maya Muncar Banyuwangi. Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Surabaya : Surabaya.

Nababan, N.M.C.M. 2009. Hubungan konsentrasi klorofil-a di perairan selat bali


dengan produksi ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang didapatkan di TPI
Muncar, Banyuwangi. Skripsi. Ilmu dan Teknologi Kelautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 59 hal.

Pusat Informasi Pelabuhan Perikanan (PIPP). 2012. Ikan lemuru.


http://www.pipp.kkp.go.id/. diakses 21 Maret 2015.

Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan (PPKP). 2012. Pengolahan ikan


bandeng. http://www.pusluh.kkp.go.id/. diakses pada 5 Maret 2015. 53
hal.

Rasyid, A. 2003. Isolasi asam lemak tak jenuh majemuk omega-3 dari ikan
lemuru (Sardinella sp.). Prosiding Seminar Riptek Kelautan Nasional 30-
31 Juli 2003. Jakarta. 8 hal.

Saidah, Zumi. 2005. Kajian ekuitas marek ikan kaleng dan implikasinya terhadap
Bauran (studi kasus di kota Bogor). IPB : Bogor.

Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-4110.1-2006 spesifikasi ikan beku –


Bagian 1. Badan Standardisadi Nasional. Jakarta. 10 hal.

Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-2729.1-2006 Spesifikasi Ikan segar –


Bagian 1. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. 10 hal.

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 27


Standar Nasional Indonesia. 2006. SNI 01-4872.1-2006 Spesifikasi es untuk
penanganan ikan – Bagian 1. Badan Standardisasi Nasional. 10 hal.

Standar Nasional Indonesia. 2010. SNI 3548.3:2010 Penanganan dan pengolahan:


Ikan pelagis kecil media saus tomat dalam kaleng – Bagian 3. Badan
Standardisasi Nasional. Jakarta. 13 hal.

Swagger, A. 2012. Klasifikasi ikan air laut. http://www.scribd.com. diakses 24


Maret 2015. 23 hal.

Taufik, Hendrayana. 2013. Pengalengan ikan. www.x3-


prima.com/2009/12/pengalengan-ikan.htm diakses pada tanggal 17 Maret
2015 pukul 23.48 WIB

Utami, R. 2012. Karakteristik pemanasan pada proses pengalengan gel cincau


hitam (Mesona palustris). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 78 hal

Wulandari, Dyah Agustin., Indah Wahyuni Abida., Akhmad Farid. 2009.


Kualitas mutu Bahan mentah dan produk akhir pada unit pengalengan ikan
sardine di PT. Karya Manunggal Prima Sukses Muncar Banyuwangi.
Jurnal KELAUTAN. 2(1).

Makalah “Pengalengan Ikan SARDEN (Sardinella sp.)” 28

Anda mungkin juga menyukai