Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah utama yang dihadapi oleh perusahaan adalah menentukan penjadwalan produksi
yang minimal. Penjadwalan merupakan alat ukur bagi perencanaan agregat. Pesanan-pesanan aktual
pada tahap ini ditugaskan pertama kalinya pada sumber daya tertentu, kemudian dilakukan pengurutan
kerja pada tiap-tiap pusat pemrosesan sehingga dicapai optimasi utilitas kapasitas yang ada (Lesmana
: 2016). Penentuan alokasi sumber daya perusahaan (sumber daya manusia, sumber daya kapasitas
dan peralatan produksi atau mesin-mesin, dan waktu) ditunjukkan untuk mewujudkan sasaran
penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien, sekaligus menghasilkan keluaran (output) yang
tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat kualitas. Jika perusahaan tidak mampu menentukan metode
penjadwalan yang tepat maka perusahaan akan mengalami kerugian karena tidak mampu melakukan
kinerja yang efektif serta efisien.

Dari permasalahan diatas, maka penulisan makalah ini akan membahas tentang macam-
macam metode penjadwalan yang dapat digunakan oleh perusahaan, apa keuntungan serta kelemahan
dari masing-masing metode tersebut, dan metode apa yang paling cocok digunakan oleh suatu
perusahaan.

Penulisan ini bertujuan untuk menginformasikan kepada pembaca agar lebih memahami
bagaimana metode penjadwalan yang baik dan benar. Serta metode apa yang paling tepat digunakan
oleh suatu perusahaan.
BAB II

TEORI

A. Penjadwalan
Menurut Heizer dan Render (2014), penjadwalan produksi merupakan suatu cara untuk
mengalokasikan sumber daya produksi (material, mesin dan operator) yang tersedia, untuk
menentukan waktu dimulainya operasi dan kapan operasi tersebut harus selesai dalam mengerjakan
sejumlah pekerjaan (job). Sedangkan menurut Kenneth R. Baker (2009) mendefinisikan penjadwalan
sebagai proses pengalokasian sumber-sumber atau mesin-mesin yang ada untuk menjalankan
sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu. Keputusan yang dibuat dalam penjadwalan
diantaranya meliputi:
1. Pengurutan pekerjaan (sequencing)
2. Waktu mulai dan selesai pekerjaan (timing)
3. Urutan proses suatu pekerjaan (routing)

Sistem penjadwalan yang baik diharapkan dapat menyelesaikan pesanan produk tepat pada
waktunya dengan kata lain meminimasi keterlambatan, memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan
bersama, memaksimalkan output, minimasi biaya produksi, pengurangan makespan, mengurangi WIP
(Work In Process), peningkatan utilisasi fasilitas produksi.

B. Tujuan Penjadwalan
Proses penjadwalan memiliki beberapa tujuan, hasil penjadwalan terbaik akan mendapatkan nilai
optimal sesuai dengan yang diharapkan. Baker (2009) menjelaskan tentang beberapa tujuan
penjadwalan, secara umum tujuan penjadwalan tersebut adalah :
1. Meningkatkan produktivitas mesin, yaitu dengan mengurangi waktu menganggur.
2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi dengan cara mengurangi jumlah rata-rata
pekerjaan yang menunggu dalam antrian suatu mesin karena mesin tersebut sibuk.
3. Mengurangi keterlambatan karena telah melampaui batas waktu dengan cara mengurangi
maksimum keterlambatan dan mengurangi jumlah pekerjaan yang terlambat.

C. Masalah Penjadwalan
Pada saat merencanakan suatu jadwal produksi, yang harus dipertimbangkan adalah ketersediaan
sumber daya yang dimiliki, baik berupa tenaga kerja, peralatan ataupun bahan baku. Karena sumber
daya yang dimiliki dapat berubah- ubah (terutama operator dan bahan baku), sehingga dapat
dikatakan penjadwalan merupakan proses yang dinamis. Masalah penjadwalan muncul karena adanya
keterbatasan, diantaranya :
1. Waktu
2. Tenaga kerja
3. Jumlah mesin
4. Sifat dan syarat pekerjaan

D. Ukuran Keberhasilan dalam Aktivitas Penjadwalan


Menurut Arman (2008), ukuran keberhasilan dari suatu pelaksanaan aktivitas penjadwalan
khususnya penjadwalan job shop adalah meminimasi kriteria-kriteria keberhasilan sebagai berikut:
1. Rata-rata waktu alir (mean flow time), akan mengurangi persediaan barang setengah jadi dan
barang jadi.
2. Makespan, yaitu total waktu proses yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kumpulan
job. Dimaksudkan untuk meraih utilisasi yang tinggi dari peralatan dan sumber daya dengan
cara menyelesaikan seluruh job secepatnya, dengan kata lain mengurangi jumlah mesin
menganggur.
3. Rata-rata keterlambatan (mean tardiness). Jumlah job yang terlambat, akan meminimasi nilai
dari maksimum ukuran kelambatan.

E. Penjadwalan Job Shop


Job shop adalah suatu lingkungan manufaktur dimana job-job yang dating memiliki rute
pengerjaan atau operasi yang seringkali tidak sama. Bentuk sederhann dari model ini mengasumsikan
bahwa setiap job hanya melewati satu jenis mesin sebanyak satu kali dalam rutenya pada proses
tersebut. Namun ada juga model lainnya dimana setiap job diperbolehkan untuk melewati mesin
sejenis lebih dari satu kalo pada rutenya.

F. Make To Order
Make To Order adalah tipe industri yang membuat produk hanya untuk memenuhi pesanan.
Rencana produksi disusun berdasarkan jumlah peramalan untuk jangka waktu yang ditentukan.
Berikut ini adalah karakteristik Industri yang memiliki jenis produk Make to Order :
1. Inputnya bahan baku
2. Biasanya untuk supply item dengan banyak jenis
3. Harga cukup mahal
4. Perlu keahlian khusus
5. Komponen biasanya dibeli untuk persediaan

G. Aturan Sequencing
Menurut Ginting (2009), beberapa aturan prioritas sequencing yang umum antara lain adalah
sebagai berikut:
1. First-Come-First-Served (FCFS) FCFS memprioritaskan pengerjaan job yang datang lebih
awal untuk dikerjakan terlebih dahulu.
2. Earliest Due Dates (EDD) 6 EDD yaitu prioritas yang diberikan kepada job yang mempunyai
tanggal batas waktu penyerahan (due date) paling awal.
3. Shortest Processing Time (SPT) SPT yaitu job dengan waktu proses terpendek akan diproses
lebih dahulu, demikian berlanjut untuk job yang waktu proses terpendek kedua. Aturan SPT
ini tidak memperdulikan due date maupun kedatangan order baru.
4. Longest Processing Time (LPT) LPT yaitu job dengan waktu proses terbesar akan diproses
terlebih dahulu, demikian berlanjut untuk job yang waktu proses terbesar kedua. Aturan LPT
ini tidak memperdulikan due date maupun kedatangan order baru.
BAB III

METODE PENELITIAN
BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Contoh di bawah membandingkan keempat aturan di atas.

Lima pekerjaan yang berkaitan dengan tugas arsitektur menunggu untuk ditugaskan pada
Ajax, Tarneyand & Banes Architects. Waktu pengerjaan (pemrosesan) mereka dan batas waktunya
diberikan dalam tabel berikut. Urutan pengerjaan sesuai dengan aturan FCFS, SPT, LPT, EDD akan
diterapkan Pekerjaan ditandai dengan huruf sesuai dengan urutan kedatangannya.

Pekerjaan Waktu Pemrosesan Batas Waktu Pekerjaan


(Hari) (Hari)
A 6 8
B 2 6
C 8 18
D 3 15
E 9 23

Penyelesaian :

1. First Come First Served (FCFS)


Urutan FCFS diperlihatkan dalam tabel berikut, yaitu A-B-C-D-E. Aliran waktu dalam sistem
untuk urutan ini menghitung waktu yang Dihabiskan oleh setiap pekerjaan untuk menunggu
ditambah dengan waktu pengerjaannya.
Urutan Waktu Aliran Batas Waktu Keterlambatan
Pekerjaan Pemrosesan Waktu Pengerjaan
A 6 6 8 0
B 2 8 6 2
C 8 16 18 0
D 3 19 15 4
E 9 28 23 5
Jumlah 28 77 11

Aturan FCFS menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut:


a. Waktu penyelesaian rata-rata = Jumlah aliran waktu total/Jumlah pekerjaan = 77
hari/5 = 15,4 hari.
b. Utilisasi = Jumlah waktu proses total/Jumlah aliran waktu total = 28/77 = 36,40%
c. Jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem = Jumlah aliran waktu total/Waktu proses
pekerjaan total = 77 hari/28 hari = 2,75 pekerjaan
d. Keterlambatan pekerjaan rata-rata = Jumlah hari keterlambatan/Jumlah pekerjaan =
11/5 = 2,2 hari.
2. Shorter Processing Time (SPT)
Aturan SPT yang diperlihatkan dalam tabel berikut, menghasilkan urutan B-D-A-C-E. Urutan
dibuat berdasarkan waktu pemrosesan, dengan prioritas tertinggi diberikan kepada pekerjaan
yang paling pendek.
Urutan Waktu Aliran Batas Waktu Keterlambatan
Pekerjaan Pemrosesan Waktu Pengerjaan
B 2 2 6 0
D 3 5 15 0
A 6 11 8 3
C 8 19 18 1
E 9 28 23 5
Jumlah 28 65 9

Aturan SPT menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut:


a. Waktu penyelesaian rata-rata = Jumlah aliran waktu total/Jumlah pekerjaan = 65
hari/5 = 13 hari.
b. Utilisasi = Jumlah waktu proses total/Jumlah aliran waktu total = 28/65 = 43,10%
c. Jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem = Jumlah aliran waktu total/Waktu proses
pekerjaan total = 65 hari/28 hari = 2,32 pekerjaan
d. Keterlambatan pekerjaan rata-rata = Jumlah hari keterlambatan/Jumlah pekerjaan =
9/5 = 1,8 hari.

3. Latest Processing Time (LPT)


Aturan LPT yang diperlihatkan dalam tabel berikut, menghasilkan urutan E-C-A-D-B. Urutan
dibuat berdasarkan waktu pemrosesan, dengan prioritas tertinggi diberikan kepada pekerjaan
yang paling panjang.
Urutan Waktu Aliran Batas Waktu Keterlambatan
Pekerjaan Pemrosesan Waktu Pengerjaan
E 9 9 23 0
C 8 17 18 0
A 6 23 8 15
D 3 26 15 11
B 2 28 6 22
Jumlah 28 103 48

Aturan LPT menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut:


a. Waktu penyelesaian rata-rata = Jumlah aliran waktu total/Jumlah pekerjaan = 103
hari/5 = 20,6 hari.
b. Utilisasi = Jumlah waktu proses total/Jumlah aliran waktu total = 28/103 = 27,20%
c. Jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem = Juml.aliran waktu total/Waktu proses
pekerjaan total = 103 hari/28 hari = 3,68 pekerjaan
d. Keterlambatan pekerjaan rata-rata = Jumlah hari keterlambatan/Jumlah pekerjaan =
48/5 = 9,6 hari.
4. Earlier Due Dates (EDD)
Aturan EDD yang diperlihatkan dalam tabel berikut, menghasilkan urutan B-A-D-C-E Urutan
dibuat berdasarkan waktu pemrosesan, dengan prioritas tertinggi diberikan kepada pekerjaan
yang paling panjang.
Urutan Waktu Aliran Batas Waktu Keterlambatan
Pekerjaan Pemrosesan Waktu Pengerjaan
B 2 2 6 0
A 6 8 8 0
D 3 11 15 0
C 8 19 18 1
E 9 28 23 5
Jumlah 28 68 6

Aturan EDD menghasilkan ukuran efektivitas sebagai berikut:


a. Waktu penyelesaian rata-rata = Jumlah aliran waktu total/Jumlah pekerjaan = 68
hari/5 = 13,6 hari.
b. Utilisasi = Jumlah waktu proses total/Jumlah aliran waktu total = 28/68 = 41,20%
c. Jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem = Juml.aliran waktu total/Waktu proses
pekerjaan total = 68 hari/28 hari = 2,43 pekerjaan
d. Keterlambatan pekerjaan rata-rata = Jumlah hari keterlambatan/Jumlah pekerjaan =
6/5 = 1,2 hari.

HASIL

Hasil dari keempat aturan ini diringkas dalam tabel berikut :

Aturan Waktu Utilisasi (%) Jumlah Keterlambatan


Penyelesaian Pekerjaan Rata-rata
Rata-rata Rata-rata (Hari)
(Hari) Dalam Sistem
FCFS 15,40 36,40 2,75 2,20
SPT 13,00 43,10 2,32 1,80
EDD 13,60 41,20 2,43 1,20
LPT 20,60 27,20 3,68 9,60
BAB V

PENUTUP

Kesimpulan

Menurut Heizer dan Render (2014), penjadwalan produksi merupakan suatu cara untuk
mengalokasikan sumber daya produksi (material, mesin dan operator) yang tersedia, untuk
menentukan waktu dimulainya operasi dan kapan operasi tersebut harus selesai dalam mengerjakan
sejumlah pekerjaan (job). Sedangkan menurut Kenneth R. Baker (2009) mendefinisikan penjadwalan
sebagai proses pengalokasian sumber-sumber atau mesin-mesin yang ada untuk menjalankan
sekumpulan tugas dalam jangka waktu tertentu.

Menurut Ginting (2008), beberapa aturan prioritas sequencing yang umum antara lain adalah
sebagai berikut:
1. First-Come-First-Served (FCFS) FCFS memprioritaskan pengerjaan job yang datang
lebih awal untuk dikerjakan terlebih dahulu.
2. Earliest Due Dates (EDD) 6 EDD yaitu prioritas yang diberikan kepada job yang
mempunyai tanggal batas waktu penyerahan (due date) paling awal.
3. Shortest Processing Time (SPT) SPT yaitu job dengan waktu proses terpendek akan
diproses lebih dahulu, demikian berlanjut untuk job yang waktu proses terpendek kedua.
Aturan SPT ini tidak memperdulikan due date maupun kedatangan order baru.
4. Longest Processing Time (LPT) LPT yaitu job dengan waktu proses terbesar akan
diproses terlebih dahulu, demikian berlanjut untuk job yang waktu proses terbesar kedua.
Aturan LPT ini tidak memperdulikan due date maupun kedatangan order baru.

LPT merupakan urutan yang paling tidak efektif. SPT unggul dalam tiga pengukuran,
sementara EDD unggul dalam keterlambatan rata-rata. Hal ini merupakan kenyataan yang
sesungguhnya dalam dunia nyata. Tidak ada satu aturan pengurutan pun yang selalu unggul dalam
semua kriteria. Pengalaman menunjukkan hal berikut:

1. SPT biasanya merupakan teknik terbaik untuk meminimasi aliran pekerjaan dan
meminimasi jumlah pekerjaan rata-rata dalam sistem. Kelemahannya adalah pekerjaan
yang memiliki waktu pemrosesan panjang dapat secara terus menerus tidak dikerjakan.
2. FCFS tidak menghasilkan kinerja yang baik pada hampir semua kriteria. Bagaimanapun,
FCFS memiliki kelebihan karena terlihat adil oleh pelanggan. Suatu hal yang sangat
penting dalam sistem jasa.
3. EDD meminimasi keterlambatan maksimal, yang mungkin perlu untuk pekerjaan yang
memiliki penalti setelah tanggal tertentu. EDD bekerja baik ketika keterlambatan menjadi
sebuah isu.
DAFTAR PUSTAKA

Lesmana, Nunung Indra. 2016. Penjadwalan Produksi Untuk Meminimalkan Waktu Produksi Dengan
Menggunakan Metode Branch And Bound. Jurnal Teknik Industri. Vol. 17 No. 1.

Render, Barry dan Jay Heizer. 2014. Operations Management 9th edition. Salemba Empat : Jakarta.

Baker, Kenneth R.2009. Integrated Production Control System Management, Analysis and Design.
John Willey and Sons. New York.

Arman, Kamaruddin, Shahrul; Zahid A. Khan; Arshad Noor Siddiquee dan Yee-Sheng Wong. 2013.
The impact of variety of orders and different number of workers on production scheduling
performance A simulation approach. Journal of Manufacturing Technology Management. Vol.
24 No. 8, pp. 1123-1142.

R. Ginting, Penjadwalan Mesin. Medan: Graha Ilmu, 2009.

Anda mungkin juga menyukai