Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Konsep Dasar Penjadwalan


Penjadwalan adalah pengurutan pembuatan atau pengerjaan produk secara
menyeluruh yang dikerjakan pada beberapa buah mesin. Dengan demikian
masalah sequencing senantiasa melibatkan pengerjaan sejumlah komponen yang
sering disebut dengan istilah job. Job sendiri masih merupakan komposisi dari
sejumlah elemen-elemen dasar yang disebut aktivitas atau operasi. Tiap aktivitas
atau operasi ini membutuhkan alokasi sumber daya tertentu selama periode waktu
tertentu yang sering disebut dengan waktu proses (Ginting, 2009).
Penjadwalan merupakan alat ukur yang baik bagi perencanaan agregat.
Pesanan-pesanan aktual pada tahap ini akan ditugaskan pertama kalinya pada
sumberdaya tertentu (fasilitas, pekerja, dan peralatan), kemudian dilakukan
pengurutan kerja pada tiap-tiap pusat pemrosesan sehingga dicapai optimalitas
utilisasi kapasitas yang ada. Pada penjadwalan ini, permintaan akan produk-
produk yang tertentu (jenis dan jumlah) dari MPS akan ditugaskan pada pusat-
pusat pemrosesan tertentu untuk periode harian.
Penjadwalan (scheduling) didefenisikan sebagai pengalokasian sumberdaya
yang terbatas untuk mengerjakan sejumlah pekerjaan. Dengan demikian Baker
menyatakan bahwa penjadwalan berfungsi sebagai alat pengambil keputusan
dalam menetapkan suatu jadwal. Terdapat dua jenis kendala yang seringkali
ditemukan dalam masalah penjadwalan, yaitu:
a. Batas kapasitas dari sumber daya tersedia,
b. Keterbatasan teknologi urutan pengerjaan job atau routing.

Solusi terhadap masalah penjadwalan harus memenuhi kedua kendala


tersebut. dengan kata lain, solusi tersebut setidaknya menjawab dua pertanyaan
berikut:
a. Sumber daya mana yang akan dialokasikan untuk mengerjakan operasi?
b. Kapan setiap operasi dimulai dan selesai?

6
Pokok permasalahan dari penjadwalan adalah keputusan dalam pengalokasian
sumber daya dan pengurutan job yang memberikan solusi optimal (Baker, 2001).

2.1.1 Tujuan Penjadwalan


Beberapa tujuan dari aktivitas penjadwalan adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan penggunaan sumber daya atau mengurangi waktu
tunggunya, sehingga total waktu proses dapat berkurang dan
produktivitas dapat meningkat.
2. Mengurangi persediaan barang setengah jadi atau mengurangi sejumlah
pekerjaan yang menunggu dalam antrian ketika sumberdaya yang ada
masih mengerjakan tugas yang lain. Jika aliran kerja suatu jadwal
konstan maka antrian yang mengurangi rata-rata waktu alir akan
mengurangi rata-rata persediaan setengah jadi.
3. Mengurangi beberapa keterlambatan pada pekerjaan yang mempunyai
batas waktu penyelesaian sehingga akan meminimasi penalty cost
(biaya keterlambatan).
4. Membantu pengambilan keputusan mengenai perencanaan kapasitas
pabrik dan jenis kapasitas yang dibutuhkan sehingga penambahan biaya
yang mahal dapat dihindarkan (Baker, 2001).

2.1.2 Istilah dalam Penjadwalan


Dalam lingkungan penjadwalan akan ditemukan beberapa istilah yang
dijadikan sebagai variabel dalam mengukur performansi dalam penjdawalann itu
sendiri, Baker (2009) menyebutkan istilah-istilah dalam penjadwalan sebagai
berikut :
1. Flow time, adalah waktu yang dibutuhkan suatu job i dari mulai dikerjakan
sampai job tersebut selesai dikerjakan.
2. Completion time, yaitu waktu penyelesaian operasi paling akhir dari suatu
job.
3. Waiting time, adalah waktu yang dilalui oleh suatu job sebelum job
tersebut mulai dikerjakan.

7
4. Process time, adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu
operasi kei dari job j. Besar waktu process time ini sudah termasuk waktu
persiapan dan waktu set up didalamnya.
5. Due date, yaitu batas waktu penyelesaian untuk suatu job yang sudah
ditentukan waktunya.
6. Lateness, yaitu besarnya penyimpangan waktu penyelesaian suatu job
(completion time) terhadap due date dari job itu sendiri, dengan kata lain
bahwa penyelesaian job tersebut telah melewati batas akhir waktu
penyelesaian yang sudah ditetapkan sebelumnya.
7. Tardiness, adalah lamanya keterlambatan waktu penyelesaian suatu job.
8. Earliness, yaitu dimana waktu penyelesaian suatu job (completion time)
yang didapat lebih cepat dari due date yang sudah ditetapkan.
9. Makespan, yaitu total waktu penyelesaian suatu penjadwalan yang
diperlukan untuk menyelesaikan keseluruhan pekerjaan atau job yang akan
dijadwalkan.

Dari variabel ukur performansi suatu penjadwalan yang sudah disebutkan


diatas, dihasilkan beberapa fungsi tujuan penjadwalan pada umumnya, sebagai
berikut : (Baker, 1974)
1. Minimasi makespan
2. Minimasi total waktu tertimbang (total weighted flow time)
3. Minimasi keterlambatan tertimbang (weighted lateness)
4. Minimasi keterlambatan maksimum (maximum lateness)
5. Minimasi jumlah job yang terlambat
6. Minimasi total flow time.

2.1.3 Model Penjadwalan


Model penjadwalan dapat diklasifikasikan berdasarkan lingkungan yang
dihadapi oleh sistem produksi yang bersangkutan. Model penjadwalan dapat
dikelompokkan berdasarkan kodisi-kondisi berikut:
1. Proses dengan mesin tunggal atau proses dengan mesin jamak.
2. Pola aliran proses yang identik atau pola aliran proses yang sembarang.

8
3. Pola kedatangan jumlah pekerjaan (job).
4. Informasi yang lengkap atas pekerjaan dan mesin atau adnya ketidakpastian
pada salah satu atau kedua elemen diatas (Ginting, 2009).

Pada model pertama, sejumlah mesin dapat dibedakan atas mesin tunggal
dan mesin jamak. Penjadwalan mesin tunggal, merupakan salah satu model
pengurutan job dimana job yang hendak diurutkan sedang menunggu untuk
diproses pada beberapa mesin baik seri, parallel, maupun kombinasinya.
Pada model kedua, pola aliran dapat dibedakan atas flow shop dan job
shop. Setiap pekerjaan dalam job shop mempunyai aliran yang berbeda,
sedangkan dalam flow shop hanya dijumpai pola aliran yang identik dari satu
mesin ke mesin yang lain.
Pada model ketiga, pola kedatangan tugas atau pekerjaan dapat dibedakan
atas pola kedatang statis dan dinamis. Pada pola statis, tugas dating secara
bersamaan dan siap dikerjakan pada mesin-mesin yang tidak bekerja. Disisi lain
pola dinamis mempunyai sifat kedatangan tugas tidak tentu, jadi dijumpai adanya
variabel waktu.
Pada model keempat, perilaku elemen-elemen penjadwalan dapat
dibedakan atas deterministik dan stikastik. Model deterministik dapat dilihat
dengan adanya kepastian atas informasi tentang elemen-elemen yang ada.
Sedangkan pada model stokastik, mengandung unsure ketidakpastian. Dengan
demikian informasi ini hanya dapat diramal dengan metode statistik. Elemen-
elemen yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik tugas dari segi batas waktu penyelesaian dan perbedaan
kepentingan diantara tugas.
2. Karakteristik tugas dari segi banyaknya operasi, susunan mesin, waktu
proses dan kendalanya.
3. Karakteristik mesin dari segi jumlah dan kapasitas mesin yang dipunyai,
dan kemampuan serta kecocokan tiap mesin dengan tugas yang diberikan.

9
2.1.4 Penjadwalan Flow shop
Pola aliran flow shop dibagi kedalam dua variasi aliran, yaitu pure flow
shop dan general flow shop. Walau pada flow shop semua tugas akan mengalir
pada jalur produksi yang sama, yang biasa dikenal dengan pure flow shop, namun
kadang kala dapat berbeda pola alirannya. Pertama disebabkan suatu shop dapat
menangani tugas yang bervariasi. Kedua, tugas yang datang ke dalam flow shop
tidak harus datang pada semua mesin suatu job tidak melalui suatu proses tertentu.
Jenis aliran ini disebut dengan general flow shop.
a. Pure Flowshop
Kondisi dimana sebuah job diharuskan menjalani satu kali proses untuk
tiap-tiap tahapan proses. Misalnya, masing-masing job melalui mesin 1,
kemudian mesin 2, mesin 3 dan seterusnya sampai dengan mesin pada
proses yang paling akhir. Dibawah ini diberikan gambaran sistem produksi
dengan pure flow shop.

Gambar 2.1 Aliran Kerja Pure Flow Shop

b. General Flow Shop


Kondisi dimana sebuah job boleh melalui seluruh mesin produksi, dimana
mulai dari yang awal sampai dengan yang terakhir. Dan selain itu sebuah
job boleh melalui beberapa mesin tertentu, yang mana mesin tersebut
masih berdekatan dengan mesin-mesin lainnya dan masih satu arah
lintasannya. Berikut ini contoh sistem produksi dengan pola general flow
shop.

Gambar 2.2 Aliran Kerja General Flow Shop

10
2.2 Pengukuran Waktu (Time Study)
Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian
pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal
untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik.
Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa waktu baku yang dicari bukanlah
waktu penyelesaian yang diselesaikan secara tidak wajar seperti terlalu cepat atau
terlalu lambat (Sutalaksana, 2005).
Secara garis besar, metode pengukuran waktu terbagi ke dalam dua bagian,
yaitu:
1. Pengukuran secara langsung
Pengukuran yang dilakukan secara langsung di tempat dimana pekerjaan yang
bersangkutan dijalankan. Dua cara yang termasuk pengukuran langsung
adalah cara jam henti (stopwatch time study) dan sampling kerja (work
sampling).
2. Pengukuran secara tidak langsung
Pengukuran secara tidak langsung merupakan pengukuran waktu tanpa harus
berada ditempat kerja yaitu dengan membaca tabel-tabel yang tersedia
asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen pekerjaan
atau elemen- elemen gerakan. Yang termasuk pengukuran tidak langsung
adalah data waktu baku dan data waktu gerakan. Dengan salah satu cara ini,
waktu penyelesaian pekerjaan yang dikerjakan dengan suatu sistem kerja
tertentu dapat ditentukan. Sehingga jika pengukuran dilakukan terhadap
beberapa alternatif sistem kerja, kita dapat memilih yang terbaik dari segi
waktu yaitu sistem yang membutuhkan waktu penyelesaian yang tersingkat.

2.2.1 Pengukuran Waktu Kerja dengan Jam Henti (Stopwatch Time Study)
Pengukuran waktu kerja dengan jam henti (stopwatch time study)
diperkenalkan pertama kali oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19 yang
lalu.metoda ini terutama sekali diaplikasikan untuk pekerjaan-pekerjaan yang
berlangsung singkat dan berulang-ulang (repetitive). Dari hasil pengukuran maka
akan diperoleh waktu baku untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan, yang mana

11
waktu ini akan dipergunakan sebagai standar penyelesaian pekerjaan bagi semua
pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan yang sama seperti itu (Sritomo, 2003).
Secara garis besar langkah-langkah untuk melaksanakan pengukuran
waktu kerja jam henti ini dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Defenisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan
beritahukan maksud dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang
dipilih untuk diamati.
2. Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekrjaan.
3. Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi
masih dalam tahap kemudahan untuk pengukuran waktunya.
4. Amati, ukur, dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk
menyelesaikan elemen-elemen kerja tersebut.
5. Tetapkan jumlah siklus kerja yang harus diukur dan dicatat. Lakukan uji
keseragaman data yang diperoleh.
6. Tetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas
kerja yang diukur tersebut. untuk elemen karja yang secara penuh
dilakukan oleh mesin maka performance dianggap normal (100 %).

2.2.2 Uji Kecukupan Data


Untuk mendapatkan jumlah observasi yang seharusnya dibuat (N’) maka
terlebih dahulu diputuskan beberapa tingkat keyakinan dan derajat ketelitian (s)
serta jumlah pengamatan untuk elemen kerja yang diukur pada pengukuran ini.
Pada aktivitas pengukuran kerja biasanya akan diambil 95% tingkat
keyakinan (confidence level) dan 5% derajat ketelitian (degree of accuracy).
Tingkat keyakinan 68%, harga k = 1
Tingkat keyakinan 95%, harga k = 2
Tingkat keyakinan 99%, harga k = 3
Uji kecukupan data dilakukan untuk mengetahui apakah data yang
digunakan sudah cukup atau belum. Adapun rumus yang digunakan adalah:
√ ∑ ∑
[ ∑
] (2.1)

12
Dimana :
N^' = Jumlah kecukupan data
N = Jumlah data pengamatan yang dilakukan
s = Derajat Ketelitian
k = Konstanta
Xi = Waktu proses suatu job dari data pengamatan

Dari perhitungan harga N’ dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:


Apabila N’ N, maka data dianggap cukup sehingga tidak perlu dilakukan
pengambilan data kembali. Apabila N’ N, maka data belum cukup sehingga perlu
dilakukan pengambilan data kembali.
Dalam uji kecukupan data ini tingkat keyakinan yang digunakan adalah
95% sehingga harga s adalah 0.05 dan tingkat keyakinan (k) bernilai 2.

2.2.3 Uji Keseragaman Data


Dalam penelitian ini, selain kecukupan data, data yang digunakan harus
seragam. Uji keseragaman data secara visual dilakukan dengan mengaplikasikan
peta kontrol. Disini kita melihat data yang terkumpul dan mengidentifikasikan
data yang ekstrim atau data yang menyimpang terlalu besar atau terlalu kecil dari
tren rataratanya. Data yang menyimpang ini dibuang dan tidak diikutkan dalam
perhitungan selanjutnya. Rumus yang digunanakan adalah sebagai berkut:
a. Menghitung rata-rata waktu proses job ( ̅ )

̅ (2.2)

b. Menentukan waktu standard deviasi ( )


∑ ̅
√ (2.3)

c. Menentukan batas kontrol


BKA = ̅ (2.4)
BKB = ̅ (2.5)

13
Dimana:
̅ = Rata-rata waktu proses dari data pengamatan
= Jumlah pengamatan yang dilakukan
= Standar deviasi
BKA = Batas kontrol atas
BKB = Batas kontrol bawah

Jika data pengamatan lebih besar dari batas kontrol bawah dan lebih kecil
dari batas kontrol atas (BKB < X < BKA), maka data dikatakan seragam.
Sedangkan jika data pengamatan lebih kecil dari batas kontrol bawah atau lebih
besar dari batas kontrol atas (X < BKB atau X > BKA), maka data dikatakan tidak
seragam dan data harus dibuang untuk digantikan data yang baru.

2.2.4 Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan


Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil
pengukuran dari waktu sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen
(dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari). Sedangkan tingkat
keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang
diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Hal ini juga dinyatakan dalam persen.
Sebagai contoh jika tingkat ketelitian 10 % dan tingkat keyakinan 95 % artinya
bahwa pengukur memperbolehkan rata-rata hasil pengukurannya menyimpang
sejauh 10 % dari rata-rata sebenarnya dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal
ini adalah 95 %. (Sutalaksana, 2005)

2.2.5 Penyesuaian dan Kelonggaran


Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran
kerja yang diitujukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya
bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah diburu waktu, atau karena
menjumpai kesulitan-kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Penyebab
seperti diatas mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau
terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini jelas tidak diinginkan karena

14
waktu baku yang dicari adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja
baku yang diselesaikan secara wajar.
1. Konsep tentang bekerja wajar
Ketidakwajaran pekerja harus diwajarkan untuk mendapatkan waktu normal.
Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana yang disebut wajar itu. Dengan
standar apa pengukur menilai wajar tidaknya kerja seorang operator.
Biasanya, melalui pengamatan pengukur dapat melihat cara kerja operator.
Dalam kehidupan sehari-hari pun hal ini sering bisa dirasakan, yaitu bila
suatu waktu melihat seorang yang sedang bekerja. Dalam waktu yang tidak
terlalu lama, dapat menyatakan bahwa orang tersebut bekerja dengan lambat
atau sangat cepat. Ketepatan pengukur akan lebih teliti apabila dia telah
cukup berpengalaman bagi jenis pekerjaan yang sedang diukur. Semakin
berpengalaman seseorang pengukur, indera yang dimiliki akan semakin peka
melakukan penyesuaian. Untuk memudahkan pemilihan konsep wajar,
seorang pengukur dapat mempelajari cara kerja seorang operator yang
dianggap normal yaitu jika seorang operator yang dianggap berpengalaman,
bekerja tanpa usaha- usaha yang berlebihan sepanjang hari kerja, menguasai
cara kerja yang ditetapkan dan menunjukkan kesungguhan dalam
menjalankan pekerjaannya. Disamping konsep-konsep yang dikemukakan
oleh International Labour Organization ini, terdapat juga konsep yang lebih
terperinci yaitu yang dikemukakan oleh Lawry, Maynard, dan Stegemarten
melalui cara penyesuaian Westinghouse. Ada empat faktor yang
menyebabkan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja, yaitu
keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Walaupun usaha-usaha
membakukan konsep bekerja wajar telah dilakukan, namun penyesuaian tetap
tampak sebagai hal yang subjektif.

2. Cara Menentukan Faktor Penyesuaian


Cara Westinghouse (Westinghouse Factors) mengarahkan penilaian pada 4
faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam
bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap
faktor terbagi dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing.

15
Keterampilan atau skill didefenisikan sebagai kemampuan mengikuti cara
kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi
hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat yang merupakan kemampuan
maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Keterampilan
juga dapat menurun, yaitu bila terlampau lama tidak menangani pekerjaan
tersebut. Atau karena sebab- sebab lain seperti karena kesehatan yang
terganggu, rasa fatigue yang berlebihan, pengaruh lingkungan sosial dan
sebagainya. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah konsistensi atau
consistency. Faktor ini perlu diperhatikan karena pada setiap pengukuran
waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu
penyelesaian yang ditunjukkan pekerja selalu berubah- ubah dari siklus ke
siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini masih
dalam batas kewajaran, masalah tidak timbul tetapi jika variabilitisnya tinggi
maka hal tersebut harus diperhatikan. Sebagaimana halnya faktor-faktor lain,
konsistensi juga dibagi enam kelas yaitu perfect, excellent, good, average,
fair dan poor. Westinghouse factors dilihat pada Tabel 2.1 (Sutalaksana,2005)

16
Tabel 2.1 Westinghouse Factors
Faktor Kelas Lambang Penyesuaian
Superskill A1 + 0,15
Excellent A2 + 0,13
B1 + 0,11
Good B2 + 0,08
Keterampilan C1 + 0,06
Average C2 + 0,03
D 0,00
Fair E1 - 0,05
Poor E2 - 0,10
F1 - 0,16
Excessive F2 - 0,22
A1 + 0,13
Excellent A2 + 0,12
B1 + 0,1
Good B2 + 0,08
Usaha C1 + 0,05
Average C2 + 0,02
D 0,00
Fair E1 - 0,04
E2 - 0,08
Poor F1 - 0,12
F2 - 0,17
Ideal A + 0,06
Excellenty B + 0,04
Good C + 0,02
Kondisi Kerja
Average D 0,00
Fair E - 0,03
Poor F - 0,07
Perfect A + 0,04
Excellenty B + 0,03
Good C + 0,01
Konsistensi
Average D 0
Fair E - 0,02
Poor F - 0,04

17
3. Kelonggaran (Allowance)
Kelonggaran (allowance) diberikan kepada tiga hal yaitu untuk kebutuhan
pribadi, menghilangkan kelelahan dan hambatan yang tidak dapat
dihindarkan. Ketiganya merupakan hal yang secara nyata dibutuhkan oleh
pekerja selama pengamatan karenanya setelah mendapatkan waktu normal
perlu ditambahkan kelonggaran. Dalam menghitung besarnya allowance,
keadaan yang dianggap wajar diambil harga allowance =100 %. Sedangkan
bila terjadi penyimpangan dari keadaan ini, allowance harus ditambah dengan
faktor-faktor berpengaruh terhadap kegiatan kerja yang dilakukan.
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu:
A. Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi (personal)
Yang termasuk didalam kebutuhan pribadi adalah hal-hal sepeti minum
sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, berbicara
dengan teman untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam
bekerja.
B. Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique
Fatique merupakan hal yang akan terjadi pada diri seseorang sebagai
akibat dari melakukan suatu pekerjaan.
C. Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tidak terhindarkan (delay)
Hambatan-hambatan tidak terhindarkan terjadi karena berada diluar
kekuasaan/kendali pekerja.

2.2.6 Menentukan Waktu Terpilih, Waktu Normal dan Waktu Standar


Waktu terpilih yang digunakan adalah harga rata-rata data yang telah
seragam dan cukup di tiap stasiun kerja. Harga rata-rata tersebut diperoleh dari
data pengamatan waktu siklus operasi yang telah berada pada batas kontrol yang
ditentukan seperti yang terlihat pada perhitungan sebelumnya. Untuk menghitung
waktu normal (Wn) dilakukan dengan menggunakan rumus:
(2.6)

18
Untuk menentukan Rf (Rating Factor) digunakan metode Westinghouse
system of rating yang terdiri dari empat faktor yang mempengaruhi penentuan
rating yaitu keterampilan, kondisi kerja, usaha dan konsistensi. Penentuan Rf
(Rating Factor) adalah sebagai berikut:

(2.7)

Waktu baku dihitung setelah mengetahui allowance. Persentase allowance


merupakan kelonggaran untuk istirahat yang diberikan kepada tenaga kerja.
(Ginting, 2009)

( ) (2.8)

Dengan:
Wn = Waktu normal
Wb = Waktu baku

2.3 Metode NEH (Nawaz, Enscore and Ham)


Metode ini dikembangkan oleh Nawaz, Enscore, dan Ham pada tahun 1983.
metode ini juga disebut metode Incremental Construction Algorithms yang telah
mendapat penghargaan sebagai metode heuristic terbaik dalam Permutation Flow
Shop Sequencing Problem (PFSP). Untuk penjadwalan n job terhadap mesin
dilakukan dengan algoritma NEH dengan langkah-langkah (Ginting, 2009):
1. Langkah pertama
a. Jumlahkan waktu proses setiap job
b. Urutkan job-job menurut jumlah waktu prosesnya dimulai dari yang
terbesar hingga yang terkecil
c. Hasil urutan ini disebut dengan daftar pengurutan job-job
2. Langkah kedua
a. Set K = 2
b. Ambil job yang menempati urutan pertama dan kedua pada daftar
pengurutan job-job
c. Buat dua alternatif calon urutan parsial baru

19
d. Hitung setiap makespan parsial dan mean time parsial dari calon
urutan parsial baru
e. Pilih calon urutan parsial baru yang memiliki makespan yang parsial
yang terkecil. Jika ada calon urutan parsial baru yag memiliki
makespan parsial terkecil yang sama, pilihlah calon urutan parsial
baru tadi yang memiliki mean flow time parsial yang lebih kecil. Jika
sama juga pilihlah calon urutan parsial baru tadi secara acak
f. Calon urutan parsila baru yang terpilih menjadi urutan parsial baru
g. Coret job-job yang diambil tadi dari daftar pengurutan job-job
h. Periksa apakah k = n (dimana n adalah jumlah job yang ada ). Jika ya,
lanjutkan ke langkah 4. Jika tidak lanjutkan ke langkah 3.
3. Langkah ketiga
a. Set k = k + 1
b. Ambil job yang menempati urutan pertama dari daftar pengurutan job-
job
c. Hasilkan sebanyak k calon urutan parsial baru dengan memasukkan
job yang diambil ke dalam setiap slot urutan parsial sebelumnya
d. Hitung setiap makespan parsial dan mean flow time parsial dari calon
urutan parsial baru
e. Pilih calon urutan parsial baru yang memiliki makespan yang parsial
yang terkecil. Jika ada calon urutan parsial baru yag memiliki
makespan parsial terkecil yang sama, pilihlah calon urutan parsial
baru tadi yang memiliki mean flow time parsial yang lebih kecil. Jika
sama juga pilihlah calon urutan parsial baru tadi secara acak
f. Calon urutan parsial baru yang terpilih menjadi urutan parsial baru
g. Coret job-job yang diambil tadi dari daftar pengurutan job-job
h. Periksa apakah k = n (dimana n adalah jumlah job yang ada ). Jika ya,
lanjutkan ke langkah 4. Jika tidak alnjutkan ke langkah 3.
4. Langkah keempat
Urutan parsial baru menjadi urutan final dan berhenti.

20
2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Metode Hasil Penelitian

Silvi Ariyanti, Usulan Penjadwalan Algoritma NEH Hasil penelitian dengan metode Algoritma NEH dan
1
Adianto dan Produksi Benang (Nawaz, Enscore Algoritma Johnson memiliki makespan yang sama dengan
Ricky Miharja Untuk Meminimasi and Ham) & total makespan 898,97 jam. Selisih waktu dengan perusahaan
Waktu Produksi di Algoritma Johnson yakni selama 61,9 jam atau selama 2 hari 20 jam kerja atau
PT. Laksana Kurnia memperkecil sebesar 6,44% dari makespan perusahaan.
Mandiri Sejati Perusahaan dapat menggunakan metode Algoritma NEH
karena memiliki nilai lateness terkecil dibandingkan dengan
metode lain.

21
Dhiya Ulhaq Penjadwalan Algoritma Nawaz, Hasil penelitian dengan metode Algoritma NEH dan
2
Faadhilah Produksi PT X Enscore, & HAM Algoritma CDS memiliki makespan yang sama dengan total
Untuk dan Algoritma makespan 172,5541 jam. Selisih waktu dengan perusahaan
Meminimalkan Nilai Campbell, Dudek, yakni selama 6,24 jam. Dengan nilai mean flow time yang
Makespan dan Mean & Smith (CDS) berbeda, untuk metode Algoritma NEH 79,7238 jam dan
Flow Time Dengan Algoritma CDS 79,6215 jam. Perusahaan dapat menggunakan
Algoritma Nawaz, metode Algoritma CDS karena memiliki nilai mean flow time
Enscore, & HAM terkecil dibandingkan dengan metode lain.
(NEH) Dan
Algoritma Campbell,
Dudek, & Smith
(CDS)

22
Neneng Makespan untuk penjadwalan dengan menggunakan metode
3 Analisis Harmony Search
Isnaini Lubis Harmony Search diperoleh waktu sebesar 1270,30 jam
Penjadwalan dan Algoritma
dimana terdapat pengurangan nilai makespan sebesar 4,69%
Produksi Flowshop Nawaz, Enscore
dari makespan metode First Come First Serve yang memiliki
dengan And Ham (NEH)
nilai sebesar 1332,92 jam. Makespan untuk penjadwalan
Membandingkan
dengan menggunakan metode NEH yaitu 1269,66 jam. Dari
Metode Harmony
metode ini terdapat pengurangan nilai makespan sebesar
Search dan
4,74% dari nilai makespan metode First Come First Serve.
Algoritma Nawaz,
Hal ini menunjukkan bahwa metode NEH memiliki
Enscore And Ham
performansi yang lebih baik dibandingkan dengan metode
(NEH) di PT.
Harmony Search maupun metode perusahaan (FCFS).
Suryamas Lestari
Prima

23
Ilyas Penelitian ini dilakukan pada PT. Temprina Media Grafika
4 Penjadwalan Algoritma Nawaz,
Masudin, Cabang Malang yang bergerak di bidang percetakan yang
Flowshop Enscore And Ham
Dana mencetak koran jawa pos. Data sales order pada bulan Juni
Menggunakan (NEH)
Marsetya 2013 menunjukkan bahwa terdapat 30% produk yang
Algoritma Nawaz
Utama, dan mengalami keterlambatan penyelesaian pekerjaan, sehingga
Enscore And HAM
Febrianto perusahaan akan mengalami kerugian dalam biaya
Susastr pengerjaan dan terkena biaya keterlambatan. Dari penelitian
yang dilakukan, diperoleh bahwa metode NEH memberikan
nilai makespan yang lebih kecil yaitu 3.781 menit dari
metode yang diterapkan perusahaan First Come First Serve
(FCFS) yaitu 3.899 menit.

24
2.5 Kerangka Berpikir
Kerangka pikir adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis besar
alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pikir dalam penelitian ini
akan dijelaskan pada gambar dibawah ini:

· Data pemesanan
· Data mesin
· Waktu proses setiap job

· Menghitung Rating Factor dan allowance


· Uji keseragaman data
· Menghitung waktu rata-rata
· Menghitung nilai standar deviasi
· Menghitung nilai BKA dan BKB
· Uji kecukupan data
· Menghitung waktu normal dan waktu
standar/waktu baku
· Menghitung total waktu penyelesaian
(makespan)

First Come First Serve Algoritma Nawaz, Enscore


(FCFS) and HAM (NEH)

Penjadwalan produksi yang


optimal

Gambar 2.3 Kerangka Pikir

Gambar kerangka berpikir di atas dibuat berdasarkan teori penjadwalan.


Kerangka pikir dalam penelitian ini menjelaskan bahwa terdapat beberapa
variabel yang dibutuhkan untuk membuat penjadwalan yang optimal. Tahap awal
dalam penelitian ini adalah mempersiapkan data-data seperti data pesanan, waktu
proses setiap job dan data mesin.

Tahap kedua yaitu dengan menghitung rating factor dan allowance, uji
keseragaman data, menghitung waktu rata-rata, menghitung nilai standard deviasi,

25
menghitung nilai BKA & BKB, uji kecukupan data, menghitung waktu normal
dan waktu standard (waktu baku) dan menghitung total waktu penyelesaian
(makespan).

Tahap ketiga yaitu menghitung makespan dengan menggunakan metode


penjadwalan perusahaan yaitu First Come First Serve (FCFS) dan metode
Algoritma Nawaz, Enscore and Ham (NEH). Ukuran efektivitas yang
menunjukkan bahwa penjadwalan itu optimal jika menghasilkan makespan
minimum.

26

Anda mungkin juga menyukai