Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

KELOMPOK 4 “AKALASIA “

Disusun Oleh :
Indri Ramadanti (21116072)
Citra Rati Sintia (21116078)
Hikmah Pujiarti (21116089)
Indah Mayasari (21116097)
Dina Ekadasi oktaryana (21116098)
Nezka Ilfi Putri (21116092)
Nurcholis (21116116)

Dosen pembimbing :

PROGRAM STUDY ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini
yang alhamdulillah tepat pada waktunya.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasia meridoi segala usaha kita. Amin

Palembang, Maret 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................i


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................................. 2
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
BAB II LAPORAN PENDAHULUAN .......................................................................... 3
2.1 Definisi ......................................................................................................................... 3
2.2 Etiologi ......................................................................................................................... 4
2.3 Patofisiologi ................................................................................................................. 5
2.4 Manifestasi klinis akalasia ........................................................................................... 8
2.5 Pemeriksaan penunjang akalasia .................................................................................. 9

BAB III KASUS .............................................................................................................. 13


3.1 kasus ............................................................................................................................ 13
Step 1........................................................................................................................... 13
Step 2........................................................................................................................... 13
Step 3........................................................................................................................... 15
Step 4........................................................................................................................... 16
Step 5........................................................................................................................... 17
Step 6.............................................................................................................................
Step 7.............................................................................................................................
BAB IV PENUTUP ........................................................................................................ 25
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 25
B. Saran ...................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia,


Kardiospasme, Megaesofagus, Dilatasi esofagus tanpa stenosis atau Dilatasi
esofagus idiopatik atau suatu gangguan neuromuskular. Kegagalan relaksasi batas
esofagogastrik pada proses menelan menyebabkan dilatasi bagian proksimal
esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu
mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna
menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh subternal
dan umumnya terjadi reguritasi.

Akalasia esofagus mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672.
Mula-mula diduga penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia
melakukan dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk
kedalam lambung. Pada tahun 1908 Henry Plummer melakukan dilatasi dengan
kateter.balun . pada tahun 1913 Heller melakukan pembedahan dengan cara
kardiomiotomi diluar mukosa yang terus dianut sampai sekarang.

Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltik esofagus


distal disertai dengan kegagalan sfingter eshofagus untuk rileks dalan respon
terhadap menelan. Penyempitan eshopagus untuk tepat diatas lambung
menyebabkan peningkatan dilatasi eshopagus secara bertahap di dada atas.
Akalasia dapat berlanjut secara perlahan. Ini terjadi paling sering pada individu
usia 40 atau lebih. Diduga terdapat insiden akalasia dalam keluarga.

Akalasia akibat dari retensi atau lambatnya bongkahan makanan disertai


meningkatnya obstruksi dan dilatasi eshopagus. Penyebab keadaan ini tidak
diketahui, tetapi ditemukan berkurangnya sel ganglion plekus minterik dan

1
degenerasi wallerian pada akson bermielin maupun tak bermielin dari nervus
vagus ekstra eshopagus.

1.2 Tujuan

Makalah ini disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu gambaran,


penjelasan yang lebih medalam mengenai penyakit akalasia esofagus ini.
Diharapakan masyarakat dapat melakukan pencegahan dan pengobatan dini
dengan cara yang tepat.

1.3 Rumusan masalah


1. Apa definisi dari akalasia ?
2. Bagaimana etiologi dari akalasia ?
3. Bagaimanan patofisioligi dari akalasia ?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari pasien akalasia ?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari pasien akalasia ?

2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1. DEFINISI

Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia,


Kardiospasme, Megaesofagus, Dilatasi esofagus tanpa stenosis atau Dilatasi
esofagus idiopatik atau suatu gangguan neuromuskular. Kegagalan relaksasi batas
esofagogastrik pada proses menelan menyebabkan dilatasi bagian proksimal
esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu
mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna
menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh subternal
dan umumnya terjadi reguritasi.

Akalasia esofagus mulai dikenal oleh Thomas Willis pada tahun 1672.
Mula-mula diduga penyebabnya adalah sumbatan di esofagus distal, sehingga dia
melakukan dilatasi dengan tulang ikan paus dan mendorong makanan masuk
kedalam lambung. Pada tahun 1908 Henry Plummer melakukan dilatasi dengan
kateter.balun . pada tahun 1913 Heller melakukan pembedahan dengan cara
kardiomiotomi diluar mukosa yang terus dianut sampai sekarang.

Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltik esofagus


distal disertai dengan kegagalan sfingter eshofagus untuk rileks dalan respon
terhadap menelan. Penyempitan eshopagus untuk tepat diatas lambung
menyebabkan peningkatan dilatasi eshopagus secara bertahap di dada atas.
Akalasia dapat berlanjut secara perlahan. Ini terjadi paling sering pada individu
usia 40 atau lebih. Diduga terdapat insiden akalasia dalam keluarga.

Akalasia akibat dari retensi atau lambatnya bongkahan makanan disertai


meningkatnya obstruksi dan dilatasi eshopagus. Penyebab keadaan ini tidak
diketahui, tetapi ditemukan berkurangnya sel ganglion plekus minterik dan
degenerasi wallerian pada akson bermielin maupun tak bermielin dari nervus
vagus ekstra eshopagus.

3
2.2. ETIOLOGI

Etiologi dari akalasia tidak diketahui secara pasti. Tetapi, terdapat bukti
bahwa degenerasi plexus Auerbach menyebabkan kehilangan pengaturan
neurologis. Beberapa teori yang berkembang berhubungan dengan gangguan
autoimun, penyakit infeksi atau kedua-duanya.

Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian:

1. Akalasia Primer, (yang paling sering ditemukan). Penyebab yang jelas


tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik yang berakibat
lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang otak dan ganglia mienterikus
pada esofagus. Disamping itu, faktor keturunan juga cukup berpengaruh
pada kelainan ini.
2. Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat disebabkan oleh
infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia atau pendorongan
ekstraluminer seperti pseudokista pankreas. Kemungkinan lain dapat
disebabkan oleh obat antikolinergik atau pascavagotomi.

Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum diketahui. Secara histologik


diteraukan kelainan berupa degenerasi sel ganglion plexus Aurbach
sepanjang esofagus pars torakal. Dari beberapa data disebutkan bahwa
faktor-faktor seperti herediter, infeksi, autoimun, dan degeneratif adalah
kemungkinan penyebab dari akalasia:

a. Teori Genetik
Temuan kasus akalasia pada beberapa orang dalam satu keluarga telah
mendukung bahwa akalsia kemungkinan dapat diturunkan secara
genetik. Kemungkinan ini berkisar antara 1% sampai 2% dari populasi
penderita akalasia.
b. Teori Infeksi
Faktor-faktor yang terkait termasuk bakteri (diphtheria pertusis,
clostridia, tuberculosis dan syphilis), virus (herpes, varicella zooster,
polio dan measles), Zat-zat toksik (gas kombat), trauma esofagus dan

4
iskemik esofagus uterine pada saat rotasi saluran pencernaan intra
uterine. Bukti yang paling kuat mendukung faktor infeksi neurotrofic
sebagai etiologi. Pertama, lokasi spesifik pada esofagus dan fakta
bahwa esofagus satu-satunya bagian saluran pencernaan dimana otot
polos ditutupi oleh epitel sel skuamosa yang memungkinkan infiltrasi
faktor infeksi. Kedua, banyak perubahan patologi yang terlihat pada
akalasia dapat menjelaskan faktor neutropik virus tersebut. Ketiga,
pemeriksaan serologis menunjukkan hubungan antara measles dan
variancella zooster pada pasien akalasia.
c. Teori Autoimun
Penemuan teori autoimun untuk akalasia diambil dari beberapa
sumber. Pertama, respon inflamasi dalam pleksus mienterikus esofagus
didominasi oleh limfosit T yang diketahui berperan dalam penyakit
autoimun, kedua, prevalensi tinggi dari antigen kelas II, yang diketahui
berhubungan dengan penyakit autoimun lainnya.yag terakhir, beberapa
kasus akalasia ditemukan autoantibodi dari pleksus mienterikus.
d. Teori Degeneratif
Studi epidiemilogi dari AS. Menemukan bahwa akalasia berhubungan
dengan proses penuaan dengan status neurologi atau penyakit pkisis,
seperti penyakit parkinson dan depresi.

2.3 PATOFISIOLOGI
Menurut kastel ada dua defek penting pada pasien akalasia:
1. Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat peningkatan
sfingter esofagus bawah(SEB) istirahat jauh diatas normal dan
gagalnya SEB untuk relaksasi sempurna. Beberapa penulis
menyebutkan adanya hubunga antara kenaikan SEB dengan sensitifitas
terhadap hormon gastrin. Panjang SEB manusia adalah 3-5 cm
sedangkan Tekanan SEB basal normal rata-rata 20 mmHg. Pada
akalasia tekanan SEB meningkat sekitar dua kali lipat atau kurang
lebih 50 mmHg.

5
Gagalnya relaksasi SEB ini disebabkan penurunan sbesar 30-40 %
yang dalam keadaan normal turun sampai 100% yang akan
mengakibatkan bolus makanan tidak dapat masuk kedalam lambung.
Kegagalan ini mengakibatkan tertahannya makanan dan minuman
diesofagus. Ketidakmampuannya relaksasi sempurna akan
menyebabkan adanya tekanan residual. Bila tekanan hidrostatik
disertai dengan gravitasi dapat melebihi tekanan residual, makanan
dapat masuk kedalam lambung.
2. Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik
dan latasi 2/3 bagian bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan tidak
terkoordinisasinya paristaltik sehingga tidak efektif dalam mendorong
bolus makanan melewati SEB. Dengan berkembangnya. Penelitian ke
arah motilitas secara obyektif dapat ditentukan motilitas esofagus
secara manometrik pada keadaan normal dan akalasia.
Pada literatur lain juga menyebutkan bahwa patofisiologi akalasia,
yaitu:
1) Neuropatologi
Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah bayak
dikemukakan. Beberapa dari perubahan ini mungkin primer (misal:
Hilangnya sel-sel ganglion dan inflamasi mienterikus). Dimana
yang lainnya(misal : prubahan degeneratif dari n. Vagus dan
nukleus motoris dorsalis dari n. Ataupun kelainan otot dan
mukosa) biasanya merupakan penyebab sekunder dari statis dan
obstruksi esofagus yang lama:
a. Kelainan pada innervensi Ekstrinsik
Saraf eferen dari n. Vagus, dengan badan-badan selnya dan
nukleus motoris dorsalis, menstimulasi relaksasi dari LES dan
gerakan peristaltik yang merupakan respom dari proses
menelan.dengan mikroskop cahaya, serabut saraf vagus
terlihat normal pada pasien akalasia. Namun demikian,dengan
menggunakan mikroskop elektron ditemukan adanya

6
degenerasi dari sehlbung myeh n, yang merupakan perubahan-
perubahan yang serupa dengan percobaan transeksi saraf.
b. Kelainan pada Innervasi Intrinsik
Neuron nitrergik pada pleksus meinterikus menstimulasi
inhibisi di sepanjang badan esofagus dan LES yang timbul
pada proses menelan.inhibisi ini penting untuk menghasilkan
peningkatan kontraksi stabil sepanjang esofagus, dimana
menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi dari LES. Pada
alakasia, sistem saraf inhibitor intrinsik dari esofagus menjadi
rusak yang disertai inflamasi dan hilangnya sel-sel ganglion
disepanjang pleksus mienterikus Auerbach.
c. Kelainan Otot Polos Esofagus
Pada muskularis propria,khususnya pada otot polos sirkuler
biasanya menebal pada pasien akalasia. Goldblum
mengemukakan secara mendetail beberapa kelainan otot pada
pasien akalasia setelah proses esofagektomi. Hipertrofi muncul
pada semua kasus, dan 79% dari specimen memberikan bukti
adanya degenerasi otot yang biasanya melibatkan fibrosis tapih
termasuk juga nekrosis likuefaktif, perubahan vakuolar, dan
klasifikasi distrofik. Disebutkan juga bahwa perubahan
degeneratif disebebkan oleh otot yang membesar suplai
darahnya oleh karena obstuksi yang lama dan dilatasi esofagus.
Kemungkinan lain menyebutkan bahwa hipertropi otot yang
merupakan reaksi dari hilangnya persyarafan.
d. Kelainan pada Mukosa Esofagus
Kelainan mukosa, diperkirakan akibat sekunder dari statis
luminal kronik yang telah digambarkan pda akalasia. Pada
semua kasus, mukosa skuamosa dari penderita akalasia yang
menandakan hiperplasia dengan papilamatosis dan hiperplasia
sel basal. CD3+ selalu melebihi sel CD20+, situasi ini
signifikan dengan infalamasi kronik, yang kemungkinan

7
berhubungan dengan tingginya resiko karsinoma sel skuamosa
pada pasien akalasia.
e. Kelainan Otot Skelet
Fungsi otot skelet pada proksimal esofagus dan spingter
esofagus atas tenganggu pada pada pasien akalasia, meskipun
paristalik pada otot skelet normal tetapi amplitude kontraksi
paristelik mengecil. Messey dkk. Juga melaporkan bahwa
refleks sendawah juga terganggu. Ini dengan menyebabkan
esofagus berdilatasi secara masif dan obstuksi jalan nafas akut.
2) Kelainan Neorofisiologik
Pada esofagys yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan
asetilkolin menyebabkan kontraksi otot dan meningkankan tonus
LES, dimana inhibisi neoron NO/VIP memediasi inhbisi sehingga
menghabat respon menelan sepanjang esofagus, yang
menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi LES. Kunci
kelainan dari akalasi adalah kerusakan dari neoron inhibitor
postganglionik dari otot sikuler LES.

2.4 MANIFESTASI KLINIS AKALASIA


a. Sulit menelan baik cair dan padat.
b. Pasien mempunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah
esofagus.
c. Muntah, secara spontan atau sengaja untuk menghilangkan
ketidaknyamanan.
d. Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena makanan atau
tidak.
e. Kemungkinan komplikasi pulmonal akibat aspirasi isi lambung.
f. Disfagia, merupakan keluahan utama dari penderita Akalasia.
Disfagia dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada
gangguan emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara atau

8
progresif lambat. Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari pada
makanan padat.
g. Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusa mengurangi
makannya untuk mencegah terjadinya regurgitas dan perasaan nyeri
didaerah substernal.
h. Regurgitasi ini esophagus yang stagnam. Regurgitasi dapat
ditimbulkan setelah makan atau pada saat berbaring. Sering
regurgitasi terjadi pada malam hari pada saat penderita tidur,
sehingga dapat menimbulkan pneumonia aspirasi dan abses paru.
i. Rasa terbakar dan nyeri substernal dapat dirasakan pada stadium
permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di
daerah eoigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan
angina pektori.
j. Gajala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada
substernal dan akibat komplikasi dari retensi makanan.
k. Adanya ruptur esofagus karena dilatasi.
l. Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus
yang sangat hebat.

2.5 PEMERIKSAAN PENUJANG AKALASIA

1. Pemeriksaan Radiologik
Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung
udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air
fluid level pada sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan esofagogram
barium dengan pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilaktasi pada daerah
pertiga distal esofagus dengan gambaran paristaltik yang abnormal serta
gambaran penyempitan dibagian ditastal esofagus atau esophagogastric
junction yang menyerupai seperti bird-beak like appearance.
1. Pemeriksaan Esofagoskopi
Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk semua
pasien akalasia oleh karena beberapa alasan yaitu utnuk menentukan

9
adanya esofagitis retensi dan derajat keparahannya, untuk melihat
sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan ada tidaknya keganasan.
Pada pemeriksaan ini, pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal
yang menyempit, terdapat sisa-sia makanan dan cairan dibagian
proksimal dari daerah penyempitan, mukosa esofagus berwarna
pucat,edema dan kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis
akibat retensi makanan. Sfingter esofagus bawah akan tebuka dengan
melakukan sedikit tekanan pada esofagoskop dan esofagoskop dapat
masuk ke lambung dengan mudah.
2. Pemeriksaan Manometrik
Gunanya untuk menilai fungsi motorik esofagus dengan melakukan
pemeriksaan tekanan di dalam lumen sfingter esofagus pemeriksaan
ini untuk memperlihatkan kelainan motilitas secara kualitatif.
Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa untuk pemeriksaan
manometrik melalui mulut atau hidung. Pada akalasia dinilai adalah
fungsi motorik badan esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada
badan esofagus yang dinilai istirahat dan aktifitas
peristaltiknya.sfingter esofagus bawah yang dinilai adalah istirahat
dan mekanisme relaksasinya. Gambaran manometrik yang khas
adalah tekanan istirahat badan esofagus meningkat, tidak terdapat
gerakan paristaltik sepanjang esofagus sebagai reaksi proses menelan.
Tekanan sfingter esofagus bagian bawah normal atau meninggi dan
tidak terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan.
3. Pemeriksaan foto thorax
Tertahannya makanan akan memperlihatkan gambaran mediastinum
yang melebar. Udaran yang berkurang pada lamung menghasilkan
gelembung udara yag berjumblah sedikit atau tidak ada sama sekali.
Aspirasi ke dalam paru dapat menyebabkan berbagai perubahan
dibagian basal.
4. Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena aperistaltik
dan latasi 2/3 bagian bawah korpus esofagus. Akibat lemah dan tidak

10
terkoordinisasinya paristaltik sehingga tidak efektif dalam
mendorong bolus makanan melewati SEB.

11
BAB III

KASUS

3.1 KASUS

Tn. T 55 tahun dirawat Rumah sakit umum dengan keluhan awal nyeri pada ulu
hati, sering mengalami mual dan muntah, serta berat badan turun tanpa sebab
yang jelas. Pasien tampak lemah dan kurang betenaga. Diagnosa dokter yaitu
penyakit asam lambung (maag) namun setelah dirawat selama 5 hari keluhan
semakin bertambah parah. Pasien mengeluh Disfagia, batuk-batuk, sakit dada
disertai rasa terbakar dan sesak nafas. Setelah diperiksa tanda-tanda vitalnya
didapat TD : 130/80 mmHg , N : 82x/menit , RR : 24x/menit , T : 37,5°C. Dokter
menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk dapat mengetahui
diagnosa pasti penyakit Tn. T, pemerikasaan yang dilakukan yaitu : sinar-X dan
Barium, X-ray, endoskopi, dan manometri. Dari hasil pemerikasaan tersebut di
dapatkan hasil bahwa pasien mengalami pneumonia dan regurgitasi.

STEP 1

Istilah yang tidak dimengerti :

1. Disfagia
2. Pneumonia
3. Regurgitasi
4. Endoskopi
5. Manomentri
6. Barium

Jawaban istilah tidak dimengerti :


1. Disfagia adalah keadaan sulit bahkan sakit ketikan menelan makanan
maupun minuman.

12
2. Pneumonia adalah penyakit radang paru-paru (akibat invasi
mikrookrganisme patogen ).
3. Regurgitasi adalah keluarnya kembali makanan yang dikunyah atau
minuman yang ditelan ( dimasukkan ) ke lambung ; muntah ; memuntahka
kembali makanan atau minuman yang sudah masuk kedalam lambung.
4. Endoskopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan endoskop (teropong
yang digunakan untuk memeriksa rongga didalam pembulu, saluran, dan
liang yang sempit dalm beberapa bagian tubuh).
5. Manometri adalah tabung plastik kecil yang dimasukkan kedalam
keronggokan lewat mulut atau hidung, dan akan merekam aktivitas dan
kekuatan kontraksi otot dan memeriksa fungsi kerongkongan.
6. Barium adalah senyawa zat kimia yang digunakan untuk memudahkan
ketika akan melakukan pemeriksaan sinar-X sehingga kerongkongan bisa
dilihat saat melakukan sinar-X.

STEP 2

Pernyataan- pernyataan :

1. Berdasarkan tanda dan gejalan kasus diatas penyakit apa yang sesuai
dengan kasus tersebut ?
2. Kenapa pasien di lakukan tindakan endoskopi ?
3. Mengapa berat badan pasien turun secara drastis ?
4. Mengapa pasien dapat mengalami pneumonia ?

STEP 3

Jawaban pertanyaan :

1. Apa tanda dan gejala pasien mengalami Disfagia ?


Jawab :
- Sakit saat menelan makanan maupun minuman

13
- Memliku sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada
dibelakang tulang dada
- Menegluarkan air liur
- Makanan naik keatas (regurgitasi)
- Berat badan turun secara drastis
- Asam lambung naik
- Batuk dan ingin muntah saat menelan

2. Kenapa pasien di lakukan tindakan endoskopi ?


Jawab :
Endoskopi adalah tindakan non bedah yang digunakan untuk memeriksa
saluran pencernaan dari pasien dan dalam beberapa kasus, disertai
pengobatan jika sudah memungkinkan. Tindakan ini menggunakan
endoskop, tabung lentur (fleksibel) dengan kamera yang melekat pada
salah satu ujungnya. Kamera tersebut mengambil gambar dari salah satu
ujungnya pada bagian dalam salura n pencernaan.
Endoskopi sendiri biasanya digunakan untuk memeriksa penyakit-penyakit
pencernaan antara lain :
- Radang usus buntu
- Peradangan saluran pencernaan
- Kanker saluran pencernaan
- Akalasia
- Dll.

3. Mengapa berat badan pasien turun secara drastis ?


Jawab :
Berat badan turun secara drastis akibat dari disfagia ( kesulitan menelan
makanan maupun minuman ) yang menyebabkan tidak terpenuh nya
nutrisi pada tubuh yang menyebabkan nyeri ulu hati akibat naiknya asam
lambung (maag) sehingga menyebab kan seringnya mual dan muntah.

14
4. Mengapa pasien dapat mengalami pneumonia ?
Jawab :
Pneumonia terjadi karna adanya invasi mikroorganisme patogen dalam
paru-paru yang mengakibatkan radang paru pada pasien. Pneumonia
sendiri terjadi karna adanya makanan dan minuman yang masuk kedalam
paru-paru yang menyebabkan penumpukan pada paru sehingga pasien
mengalami sesak nafas.

STEP 4

Pathway

Degenerasi Kerusakan kerja syaraf neksus


Faktor usia
syaraf meintrikus pada 2/3 bag.
Bawah esofagus

Tekanan esofagus
atas aperistaltik Kerja otot ?

Sfingter esofagus Sulit menelan AKALASIA


bawah gagal relaksasi

Makanan masuk ke Makanan


salurn makan tertahan di
esofagus

Respon batuk
dan bersin Aliran balik Absorpsi
makanan keluar nutrient ?

Resiko bersihan
STEP 5
jalan nafas tak muntah Nutrisi kurang
efektif dari kebutuhan
tubuh

15
STEP 5

Learning Outcame

1. Mahasiswa mengetahui pengertian akalasia


2. Mahasiswa mengetahui macam-macam,tanda gejala,penyebab
akalasia
3. Mahasiswa mengetahui patofisiologi akalasia
4. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan akalasia
5. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang akalasia
6. Mahasiswa megetahui diagnosa dan asuhan keperawatan
akalasia

STEP 6

Mahasiswa Belajar Mandiri

1. Gejala dispegia yaitu Sakit saat menelan makanan maupun minuman


a. Memliku sensasi makanan tersangkut di tenggorokan atau dada
dibelakang tulang dada
b. Menegluarkan air liur
c. Makanan naik keatas (regurgitasi)
d. Berat badan turun secara drastis
e. Asam lambung naik
f. Batuk dan ingin muntah saat menelan
2. Endoskopi adalah tindakan non bedah yang digunakan untuk memeriksa
saluran pencernaan dari pasien dan dalam beberapa kasus, disertai
pengobatan jika sudah memungkinkan. Tindakan ini menggunakan
endoskop, tabung lentur (fleksibel) dengan kamera yang melekat pada
salah satu ujungnya. Kamera tersebut mengambil gambar dari salah satu
ujungnya pada bagian dalam salura n pencernaan.

16
Endoskopi sendiri biasanya digunakan untuk memeriksa penyakit-penyakit
pencernaan antara lain :
- Radang usus buntu
- Peradangan saluran pencernaan
- Kanker saluran pencernaan
- Akalasia
- Dll.

3. Berat badan turun secara drastis akibat dari disfagia ( kesulitan menelan
makanan maupun minuman ) yang menyebabkan tidak terpenuh nya
nutrisi pada tubuh yang menyebabkan nyeri ulu hati akibat naiknya asam
lambung (maag) sehingga menyebab kan seringnya mual dan muntah.

4. Pneumonia terjadi karna adanya invasi mikroorganisme patogen dalam


paru-paru yang mengakibatkan radang paru pada pasien. Pneumonia
sendiri terjadi karna adanya makanan dan minuman yang masuk kedalam
paru-paru yang menyebabkan penumpukan pada paru sehingga pasien
mengalami sesak nafas.

STEP 7

Jawaban LO (Learning Outcame)

1. Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltik esofagus


distal disertai dengan kegagalan sfingter eshofagus untuk rileks dalan
respon terhadap menelan. Penyempitan eshopagus untuk tepat diatas
lambung menyebabkan peningkatan dilatasi eshopagus secara bertahap di
dada atas.

17
2. Menurut etiologinya, akalasia dapat dibagi dalam 2 bagian:
- Akalasia Primer, (yang paling sering ditemukan). Penyebab yang
jelas tidak diketahui. Diduga disebabkan oleh virus neurotropik
yang berakibat lesi pada nukleus dorsalis vagus pada batang otak
dan ganglia mienterikus pada esofagus. Disamping itu, faktor
keturunan juga cukup berpengaruh pada kelainan ini.
- Akalasia sekunder, (jarang ditemukan). Kelainan ini dapat
disebabkan oleh infeksi, tumor intraluminer seperti tumor kardia
atau pendorongan ekstraluminer seperti pseudokista pankreas.
Kemungkinan lain dapat disebabkan oleh obat antikolinergik atau
pascavagotomi.

3. Menurut kastel ada dua defek penting pada pasien akalasia:


a. Obstruksi pada sambungan esofagus dan lambung akibat
peningkatan sfingter esofagus bawah(SEB) istirahat jauh diatas
normal dan gagalnya SEB untuk relaksasi sempurna. Beberapa
penulis menyebutkan adanya hubunga antara kenaikan SEB
dengan sensitifitas terhadap hormon gastrin. Panjang SEB manusia
adalah 3-5 cm sedangkan Tekanan SEB basal normal rata-rata 20
mmHg. Pada akalasia tekanan SEB meningkat sekitar dua kali lipat
atau kurang lebih 50 mmHg.
b. Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena
aperistaltik dan latasi 2/3 bagian bawah korpus esofagus. Akibat
lemah dan tidak terkoordinisasinya paristaltik sehingga tidak
efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB. Dengan
berkembangnya. Penelitian ke arah motilitas secara obyektif dapat
ditentukan motilitas esofagus secara manometrik pada keadaan
normal dan akalasia.
Pada literatur lain juga menyebutkan bahwa patofisiologi akalasia,
yaitu:

18
1. Neuropatologi
Beberapa macam kelainan patologi dari akalasia telah bayak
dikemukakan. Beberapa dari perubahan ini mungkin primer (misal:
Hilangnya sel-sel ganglion dan inflamasi mienterikus). Dimana
yang lainnya(misal : prubahan degeneratif dari n. Vagus dan
nukleus motoris dorsalis dari n. Ataupun kelainan otot dan
mukosa) biasanya merupakan penyebab sekunder dari statis dan
obstruksi esofagus yang lama:
a. Kelainan pada innervensi Ekstrinsik
b. Kelainan pada Innervasi Intrinsik
c. Kelainan Otot Polos Esofagus
d. Kelainan pada Mukosa Esofagus
e. Kelainan Otot Skelet

2. Kelainan Neorofisiologik

Pada esofagys yang sehat, neuron kolinergik eksftatori melepaskan


asetilkolin menyebabkan kontraksi otot dan meningkankan tonus
LES, dimana inhibisi neoron NO/VIP memediasi inhbisi sehingga
menghabat respon menelan sepanjang esofagus, yang
menghasilkan gerakan peristaltik dan relaksasi LES. Kunci
kelainan dari akalasi adalah kerusakan dari neoron inhibitor
postganglionik dari otot sikuler LES.

4 MANIFESTASI KLINIS AKALASIA


a. Sulit menelan baik cair dan padat.
b. Pasien mempunyai sensasi makanan menyumbat pada bagian bawah
esofagus.
c. Muntah, secara spontan atau sengaja untuk menghilangkan
ketidaknyamanan.

19
d. Nyeri dada dan ulu hati (pirosis). Nyeri bisa karena makanan atau tidak.
e. Kemungkinan komplikasi pulmonal akibat aspirasi isi lambung.
f. Disfagia, merupakan keluahan utama dari penderita Akalasia. Disfagia
dapat terjadi secara tiba-tiba setelah menelan atau bila ada gangguan
emosi. Disfagia dapat berlangsung sementara atau progresif lambat.
Biasanya cairan lebih sukar ditelan dari pada makanan padat.
g. Penurunan berat badan terjadi karena penderita berusa mengurangi
makannya untuk mencegah terjadinya regurgitas dan perasaan nyeri
didaerah substernal.
h. Regurgitasi ini esophagus yang stagnam. Regurgitasi dapat ditimbulkan
setelah makan atau pada saat berbaring. Sering regurgitasi terjadi pada
malam hari pada saat penderita tidur, sehingga dapat menimbulkan
pneumonia aspirasi dan abses paru.
i. Rasa terbakar dan nyeri substernal dapat dirasakan pada stadium
permulaan. Pada stadium lanjut akan timbul rasa nyeri hebat di daerah
eoigastrium dan rasa nyeri ini dapat menyerupai serangan angina
pektori.
j. Gajala lain yang biasa dirasakan penderita adalah rasa penuh pada
substernal dan akibat komplikasi dari retensi makanan.
k. Adanya ruptur esofagus karena dilatasi.
l. Kesukaran menempatkan dilator pneumatik karena dilatasi esofagus
yang sangat hebat.

5. PEMERIKSAAN PENUJANG AKALASIA

Pemeriksaan Radiologik
Pada foto polos toraks tidak menampakkan adanya gelembung-gelembung
udara pada bagian atas dari gaster, dapat juga menunjukkan gambaran air
fluid level pada sebelah posterior mediastinum. Pemeriksaan esofagogram

20
barium dengan pemeriksaan fluoroskopi, tampak dilaktasi pada daerah
pertiga distal esofagus dengan gambaran paristaltik yang abnormal serta
gambaran penyempitan dibagian ditastal esofagus atau esophagogastric
junction yang menyerupai seperti bird-beak like appearance.
- Pemeriksaan Esofagoskopi
 Esofagoskopi merupakan pemeriksaan yang
dianjurkan untuk semua pasien akalasia oleh karena
beberapa alasan yaitu utnuk menentukan adanya
esofagitis retensi dan derajat keparahannya, untuk
melihat sebab dari obstruksi, dan untuk memastikan
ada tidaknya keganasan. Pada pemeriksaan ini,
pelebaran lumen esofagus dengan bagian distal yang
menyempit, terdapat sisa-sia makanan dan cairan
dibagian proksimal dari daerah penyempitan,
mukosa esofagus berwarna pucat,edema dan
kadang-kadang terdapat tanda-tanda esofagitis
akibat retensi makanan. Sfingter esofagus bawah
akan tebuka dengan melakukan sedikit tekanan pada
esofagoskop dan esofagoskop dapat masuk ke
lambung dengan mudah.
- Pemeriksaan Manometrik
 Gunanya untuk menilai fungsi motorik esofagus
dengan melakukan pemeriksaan tekanan di dalam
lumen sfingter esofagus pemeriksaan ini untuk
memperlihatkan kelainan motilitas secara kualitatif.
Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan pipa
untuk pemeriksaan manometrik melalui mulut atau
hidung. Pada akalasia dinilai adalah fungsi motorik
badan esofagus dan sfingter esofagus bawah. Pada
badan esofagus yang dinilai istirahat dan aktifitas
peristaltiknya.sfingter esofagus bawah yang dinilai

21
adalah istirahat dan mekanisme relaksasinya.
Gambaran manometrik yang khas adalah tekanan
istirahat badan esofagus meningkat, tidak terdapat
gerakan paristaltik sepanjang esofagus sebagai
reaksi proses menelan. Tekanan sfingter esofagus
bagian bawah normal atau meninggi dan tidak
terjadi relaksasi sfingter pada waktu menelan.
- Pemeriksaan foto thorax
 Tertahannya makanan akan memperlihatkan
gambaran mediastinum yang melebar. Udaran yang
berkurang pada lamung menghasilkan gelembung
udara yag berjumblah sedikit atau tidak ada sama
sekali. Aspirasi ke dalam paru dapat menyebabkan
berbagai perubahan dibagian basal.
- Peristaltik esofagus yang tidak normal disebabkan karena
aperistaltik dan latasi 2/3 bagian bawah korpus esofagus. Akibat
lemah dan tidak terkoordinisasinya paristaltik sehingga tidak
efektif dalam mendorong bolus makanan melewati SEB.

6 . Asuhan keperawatan

NO DIAGNOSA NIC NOC


1 Gangguan pemenuhan Label: Status Nutrisi: Asupan Label: Manajemen
Nutrisi Gangguan Makan.
nutrisi kurang dari
Setelah dilakukan perawatan 1x24 Aktivitas-aktivitas:
kebutuhan tubuh jam status kenyamanan pasien 1. Rundingkan dengan
meningkat. ahli gizi dalam
Do : TD : 130/80
No Indikasi Awal Target menentukan asupan
N : 82X/menit kalori harian yang
diperlukan untuk
RR : 24X/menit
mempertahakan berat
T : 37,5 badan yang sudah
ditentukan.
Pasien tanpak lemah
2. Ajarkan dan dukung

22
dan kurang bertenaga 1. Asupan 2 4 konsep nutrisi yang
gizi baik dengan klien
2. Asupan 2 4 (dan orang terdekat
Ds : 1.pasien mengeluh makanan klien dengan tepat).
3. Asupan 3 5 3. Monitor tanda-tanda
pada uluh hati
cairan fisiologis (pada hari
2.mual-mual dan 4. Energi 3 5 yang sama dan
setelah BAB/BAK)
muntah
Skala: Monitor
3 Berat badan turun 1. Sangat terganggu
intake/asupan cairan secara
2. Banyak terganggu
tanpa sebab
3. Cukup terganggu tepat
4. Pasien mengeluh 4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
dispagia
5 sakit dada dan
merasa terbakar

2 Resiko bersihan jalan Label: status pernafasan: Label : manajemen jalan


nafas tak efekti kepatenan jalan nafas nafas
DO: Setelah dilakukan perawatan 2x24 Aktivitas-aktivitas :
TD : 130/80 jam jalan nafas pasien mulai 1. Posisiakn pasien
N : 82X/menit membaik untuk
RR : 24X/menit Dengan indikasi : memakismalkan
T : 37,5 no indikasi Awal target vertilasi
DS : 1 Batuk 2 4 2. Motivasi pasien
 Pasien 2 Penggunaan 2 4 untuk bernafas pelan,
mengeluh otot bantu dalam, berputar, dan
disfagia nafas batuk
 Sakit dada, 3 Dispneu 2 4 3. Lakukan fisioterapi
sesak dan saat dada sebagaimana
merasa terbakar istirahat mestinya
 Batuk 4. Dispneu 2 4 4. Posisikan untuk
dengan meringankan sesak
nafas

23
aktivitas
ringan

Skala :
1. Skala 1 (sangat berat)
2. Skala 2 ( berat)
3. Skala 3 (cukup)
4. Skala 4 (ringan)
5. Skala 5 ( tidak ada)

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Akalasia esofagus, atau dikenal juga dengan nama Simple ectasia,
Kardiospasme, Megaesofagus, Dilatasi esofagus tanpa stenosis atau Dilatasi
esofagus idiopatik atau suatu gangguan neuromuskular. Kegagalan relaksasi batas
esofagogastrik pada proses menelan menyebabkan dilatasi bagian proksimal
esofagus tanpa adanya gerak peristaltik. Penderita akalasia merasa perlu
mendorong atau memaksa turunnya makanan dengan air atau minuman guna
menyempurnakan proses menelan. Gejala lain dapat berupa rasa penuh subternal
dan umumnya terjadi reguritasi.

Akalasia adalah tidak adanya atau tidak efektifnya peristaltik esofagus


distal disertai dengan kegagalan sfingter eshofagus untuk rileks dalan respon
terhadap menelan. Penyempitan eshopagus untuk tepat diatas lambung
menyebabkan peningkatan dilatasi eshopagus secara bertahap di dada atas.
Akalasia dapat berlanjut secara perlahan. Ini terjadi paling sering pada individu
usia 40 atau lebih. Diduga terdapat insiden akalasia dalam keluarga.

Akalasia akibat dari retensi atau lambatnya bongkahan makanan disertai


meningkatnya obstruksi dan dilatasi eshopagus. Penyebab keadaan ini tidak
diketahui, tetapi ditemukan berkurangnya sel ganglion plekus minterik dan
degenerasi wallerian pada akson bermielin maupun tak bermielin dari nervus
vagus ekstra eshopagus.

4.2 Saran
Makalah sangat jauh dari kesempurnaan oleh karena itu kami sebagai
kelompok mengharapkan kriik dan saran dari dosen pembimbing dan teman-
teman sesama mahasiswa. Selain itu penyakit akalasia sangat berbahaya dan kita
sebagai harus bisa menerapkan pola hidup sehat agar kesehatan kita tetap terjaga.

25
DAFTAR PUSTAKA

 Diyono , & Sri Mulyani. 2013. Keperawatan Medikal Bedah (Sistem


Pencernaan). Jakarta : Kharisma Putra Utama.
 Riyadi, sujono. 2011. Keperawatan Medikal bedah. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
 Fachri Fitri, Novialdi, Wahyu Triana. “Diagnosis dan
Penatalaksanaan Struktur Esofagus“. (online). Tersedia :
http://jurnal.fk.unand.ac.id . (22 Maret 2018)
 Agianto, Efrin riyadi, Aisyah, Enny zahratunnisa, Mega Silvia,
Azzizah Zahratun Nisa, Mutia No’or, Muhlison. (2015). “Studi Kasus
: Gangguan Menelan Pada Pasien Akalasia Esofagus”. (online)
Tersedia : https://download.portalgaruda.org/artocle.php . ( 20 Maret
2018)
 Andree Kurniawan, Marcelleus Simadibrata, Prima yuriandro. Lie khie
chen. (2015). “Approach for Diagnosric and Treatment of
Achalasia”. (online). Tersedia :
https://www.researchgate.net/profile/Andree_Kurniawan/publication/2
80876238_Approach_for_Diagnostic

26

Anda mungkin juga menyukai