ANAK
Disusun oleh:
KELOMPOK I
Tutor:
dr.Meidyta Sinantryana Sp.KK
Laporan tutorial “Skenario I” telah melalui konsultasi dan disetujui oleh Tutor
Pembimbing
Pembimbing
dr.Meidyta Sinantryana Sp.KK
kelompok 1 :
Seorang anak laki – laki berusia 18 bulang datang ke IGD dengan diantar oleh ibunya
dengan keluhan lemah dan selalu mengantuk sejak hari ini. Sejak seminggu sebelum keRS
anak demam dan tidak nafsu makan, diare 4x5 perhari. Diare cair, ada ampas dikit, sejak usia
6 bulan. setelah pemberian MPASI, BB anak sulit naik bahkan kadang turun. Dari
pemeriksaan fisik didapatkan anak dengan BB 7.1 kg (< -3SD), Panjang badan 75 cm (antara
-2SD dan -3SD). kesadaran anak somnolen, HR 130x/menit. RR 44x/ menit dan suhu 36,3
derajat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan old man face, mata cowong , iga gambang, baggy
pants dan akral dingin basah pucat.
STEP 1
Kata sulit : -
Kata kunci :
1. Anak laki – laki 18 bulan
2. Lemah dan selalu mengantuk
3. Demam dan tidak nafas makan 1 minggu lalu
4. Diare 4-5x/hari, diare cair dan ampas sedikit
5. BB sulit naik bahkan turun
6. Mata cowong, old man face, iga gambang , baggy pants
7. Akral dingin basah pucat
Keterangan ta,bahan
1. Sejak bayi 5 bulan Asi ekslusif
2. 5 bulan susu formula dan Tidak minum Asi
3. Karena sembelit susu formula diencerkan
4. MPASI 6-7 diberikan pyur buah dan susu serta sesekali diberikan umbi umbian
5. Usia 8 bulan dikarenakan prokin hewan, diberikan sedikit dengan bubur halus agar
cair
6. Usia 1 tahun maka bubur halus 1 cup 50cc 3x/hari
7. Imunisasi: lengkap sejak kecil
Pemeriksaan penunjang
1. HB : 9,2
2. Leukosit : 17,3 x 10
3. Platelet : 180 x 10
4. GDA : 45
Riwayat sosial
1. Anak ke 5 ayah sebagai buruh bangunan ibu menjadi pembantu rumah sekitar hanya
berkerja setengah hari
STEP 2
POMR
STEP 3
Hipotesis
Anak datang laki – laki 18 bulan datang keIGD dengan keluhan lemah dan
selalu mengantuk sejak hari ini. Pada pemeriksaan fisik didapatkan old man face,
mata cowong , iga gambang, baggy pants dan akral dingin basah pucat didiagnosa
yaitu marasmus
STEP 4
Minp Mipping
Marasmus
Hiperperistaltik
STEP 6
Learning Objective
1. Untuk mampu menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding
2. Untuk mampu menjelaskan etiologi dan faktor resiko
3. Untuk mampu menjelaskan manifestasi klinis
4. Untuk mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang
5. Untuk mampu menjelaskan klasifikasi gizi buruk
6. Untuk mampu menjelaskan tatalaksana kegawat daruratan dx
7. Untuk mampu menjelaskan edukasi dan prognosis
8. Untuk mampu menjelaskan tatalaksana dx dan asupan nutrisi
9. Untuk mampu menjelaskan komplikasi
STEP 7
1. Diagnosis dan Diagnosis banding
a. Diagnosis
- Marasmusadalah bentuk malnutrisi protein kalori yang
terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama
terjadi selama tahun pertama kehidupan, disertai retardasi
pertumbuhan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot.
(Dorland, 1998).
b. Diagnosis Banding
Etiologi marasmus
Marasmus dapat terjadi pada segala umur , akan tetapi yang
sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapatkan cukup ASI dan
tidak diberi makanan penggantinya atau sering di serang diare.
marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain, seperti;
infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung,
malabsorbsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga
gangguan pada saraf pusat. (Solihin, 1990)
Menurut Sodikin, 2012
1. Faktor psikologis seperti adanya penolakan yang berhubungan
dengan anoreksia
2. Asupan kalori dan protein yang tidak memadai akibat diet yang
tidak cukup
3. Kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan antara orang tua
dan anak yang terganggu tidak harmonis.
4. Adanya kelainan metabolik, atau malformasi kongenital
Faktor Risiko
Memurut Soekirman, 2000
Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi
yang mungkin diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karena
makanan yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang
mendapatkan makanan cukup baik, tetapi sering diserang diare atau
demam, akhirnya dapat menderita kurang gizi. Demikian juga pada
anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan tubuhnya akan
melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang
dapatmengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang
gizi. Pada kenyataannya keduanya baik makanan dan penyakit infeksi
secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.
Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga,
pola pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan (Hariza Adnani, 2011). Secara medik, indikator yang dapat
digunakan untuk menyatakan masalah gizi adalah indikator
antropometri (ukurannya adalah berat dan tinggi badan yang
dibandingkan dengan standar), indikator hematologi (ukurannya adalah
kadar hemoglobin dalam darah), dan sebagainya. Di luar aspek medik,
masalah gizi dapat diakibatkan oleh kemiskinan, sosial budaya,
kurangnya pengetahuan dan pengertian, pengadaan dan distribusi
pangan, dan bencana alam (Khumaidi, 1994)
Faktor Risko :
1. Pendidikan Ibu
2. Status sosial ekonomi
3. Kelengkapan imunisasi
4. Penyeakit penyerta
5. Infeksi BBLR
6. Asupan makanan
7. ASI
3. Manifestasi Klinis
Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak
kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai
marasmus, kwashiorkor atau marasmic-kwashiorkor. Tanpa mengukur/melihat BB bila
disertai edema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/Gizi buruk tipe
kwasiorkor.
a.Kwashiorkor
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai : penyakit infeksi, umumnya akut, anemia, diare.
b. Marasmus:
c. Marasmik-Kwashiorkor:
- -Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan
Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.
4. Pemeriksaan penunjang
Marasmus
a. Pemeriksaan fisik
b. Mengukur TB dan BB
c. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kg) dibagi dengan TB
(dalam meter)
d. Mengukur ketebalan lipatan kulit di lengan atas sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak di bawah kulitnya
dapat diukur, biasanya dengan menggunakan jangka lengkung (kaliper).
Lemak di bawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan
lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita
Laboratorium
Perubahan biokimia yang ditemukan pada marasmus adalah:
1. Anemia ringan sampai berat
2. Kadar albumin dan globulin serum rendah
3. Kadar kolesterol serum yang rendah
4. Kadar gula darah yang rendah
Pemeriksaan laboratorium
1. Darah
Leukosit
1) TB paru : N/sedikit naik
2) Bronkopneumonia : Leukositosis + shift to the left
3) Marasmus : Leukositosis >5 LPB + shift to the left Leukopenia : Vakuolisasi
+ granulasi toksik PMN
Hb
1) TB paru : anemia der. Sedan, bersifat normositik
2) Marasmus : anemia ringan – berat
3) Disentri : anemia ringan - berat
Protein (albumin, globulin, dan protein total)
Marasmus : albumin turun (hipoalbuminemia), globulin normal
Kolesterol
Marasmus : kolesterol dan trigliserida turun
2. Urine rutin
Bronkopneumonia: urine berwarna lebih tua, mungkin ada albuminuria dan
sedikit torak hialin
Marasmus : (-) proteinuria (berbeda dengan sindroma nefrotik)
3. Tinja rutin
Marasmus : untuk mengetahui mikroorganisme penyebab (ascaris,
ancylostom, entamoeba)
Disentri :
1) Basil dalam tinja
2) Leukosit >10 LPB
Pemeriksaan tambahan
1. Tes tuberkulin
untuk menunjukkan rx imunitas seluler yang timbul setelah 4 sampai 6
minggu penderita mengalami infeksi pertama dengan basil TB
Metode : Mantoux test (Mt)
Hasil tes :
1) TB paru (yang berat) : Mt False (-)
2) Marasmus : Mt False (-)
2. Foto Thoraks
Bronkopneumonia : bercak bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus
TB paru : Fokus primer + Limfangitis + Limfadenopati
Pembesaran kel. Paratrakheal : Penyebaran bronkogen
Penyebaran milier
Atelektasis
Pleuritis dengan efusi (Marshal dan Bangert, 2008).
5. Klasifikasi
2.1.KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita
warna kuning
2.2.KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah
Garis Merah (BGM).
2.3.KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku median WHO-
NCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/Gizi buruk dan KEP sedang,
sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan Tabel BB/U Baku
Median WHO-NCHS (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes.
1997)
a. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah bentuk malnutrisi berenergi protein yang disebabkan oleh
defisiensi protein yang berat, asupan kalori biasanya juga mengalami defisiensi.
(Dorland, 1998) Kwashiorkor terjadi terutamanya karena pengambilan protein
yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita kwashiorkor, anak akan
mengalami gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu pada biasanya
penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan sebagian besar
penderita ditemukan edema. Selain itu, pederita akan mengalami gejala
gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare. Hal ini mungkin karena gangguan
fungsi hati, pankreas dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor senang
dicabut tanpa rasa sakit. (Waterlaw JC. 1992)
Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering, halus,
jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan garis-garis
yang lebih mendalam dan lebar. Terjadi perubahan kulit yang khas yaitu crazy
pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda
dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat
tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar,
kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan
terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar
globulin yang normal atau sedikit meninggi. (Waterlaw JC. 1992)
Gejala khas yang sering timbul secara umum adalah:
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai : • penyakit infeksi, umumnya akut
anemia
diare.
b. Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi protein kalori yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan, disertai retardasi pertumbuhan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan
otot. (Waterlow JC. 1992)
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat
lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah
dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati
dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah:
Marasmus adalah bentuk malnutrisi protein kalori yang terutama akibat kekurangan
kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan, disertai
retardasi pertumbuhan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998).
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak
dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan
sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan,
karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah:
- Tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (baggy
pant/pakai celana longgar)
- Perut cekung
- Iga gambang
- Sering disertai:
- penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)
- diare kronik atau konstipasi/susah buang air (Waterlaw JC. 1992)
c. Marasmik-Kwashiorkor:
Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
Kwashiorkor dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai
edema yang tidak mencolok.
Dalam proses pengobatan KEP berat/Gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil
memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tata laksana ini digunakan
pada semua penderita KEP Berat/Gizi Buruk (Kwashiorkor, Marasmus maupun
Marasmik-Kwashiorkor).(DEPKES,2011)
7. Prognosis
Penatalaksanaan Malnutrisi
Menurut Depkes RI (2005), penatalaksanaan gizi buruk yaitu:
1. Mencegah dan mengatasi hipoglikemi. Hipoglikemi jika kadar gula darah <54 mg/dl
atau ditandai suhu tubuh sangat rendah, kesadaran menurun, lemah, kejang, keluar
keringat dingin, pucat. Pengelolaan berikan segera cairan gula: 50 ml dekstrosa 10%
atau gula 1 sendok teh dicampurkan ke air 3,5 sendok makan, penderita diberi makan
tiap 2 jam, antibotik, jika penderita tidak sadar, lewat sonde. Dilakukan evaluasi
setelah 30 menit, jika masih dijumpai tanda-tanda hipoglikemi maka ulang pemberian
cairan gula tersebut.
2. Mencegah dan mengatasi hipotermi. Hipotermi jika suhu tubuh anak < 35’C , aksila 3
menit atau rectal 1 menit. Pengelolaannya ruang penderita harus hangat, tidak ada
lubang angin dan bersih, sering diberi makan, anak diberi pakaian, tutup kepala,
sarung tangan dan kaos kaki, anak dihangatkan dalam dekapan ibunya (metode
kanguru), cepat ganti popok basah, antibiotik. Dilakukan pengukuran suhu rectal tiap
2 jam sampai suhu > 36,5’C, pastikan anak memakai pakaian, tutup kepala, kaos kaki.
3. Mencegah dan mengatasi dehidrasi. Pengelolaannya diberikan cairan Resomal
(Rehydration Solution for Malnutrition) 70-100 ml/kgBB dalam 12 jam atau mulai
dengan 5 ml/kgBB setiap 30 menit secara oral dalam 2 jam pertama. Selanjutnya 5-10
ml/kgBB untuk 4-10 jam berikutnya, jumlahnya disesuaikan seberapa banyak anak
mau, feses yang keluar dan muntah. Penggantian jumlah Resomal pada jam 4,6,8,10
dengan F75 jika rehidrasi masih dilanjutkan pada saat itu. Monitoring tanda vital,
diuresis, frekuensi berak dan muntah, pemberian cairan dievaluasi jika RR dan nadi
menjadi cepat, tekanan vena jugularis meningkat, jika anak dengan edem, oedemnya
bertambah.
4. Koreksi gangguan elektrolit. Berikan ekstra Kalium 150-300mg/kgBB/hari, ekstra Mg
0,4- 0,6 mmol/kgBB/hari dan rehidrasi cairan rendah garam (Resomal)
5. Mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik (bila tidak komplikasi : kotrimoksazol 5
hari, bila ada komplikasi amoksisilin 15 mg/kgBB tiap 8 jam 5 hari. Monitoring
komplikasi infeksi ( hipoglikemia atau hipotermi)
6. Mulai pemberian makan. Segera setelah dirawat, untuk mencegah hipoglikemi,
hipotermi dan mencukupi kebutuhan energi dan protein. Prinsip pemberian makanan
fase stabilisasi yaitu porsi kecil, sering, secara oral atau sonde, energi 100
kkal/kgBB/hari, protein 1-1,5 g/kgBB/hari, cairan 130 ml/kgBB/hari untuk penderita
marasmus, marasmik washiorkor atau kwashiorkor dengan edem derajat 1,2, jika
derajat 3 berikan cairan 100 ml/kgBB/hari.
7. Koreksi kekurangan zat gizi mikro. Berikan setiap hari minimal 2 minggu suplemen
multivitamin, asam folat (5mg hari 1, selanjutnya 1 mg), zinc 2 mg/kgBB/hari, cooper
0,3 mg/kgBB/hari, besi 1-3 Fe elemental/kgBB/hari sesudah 2 minggu perawatan,
vitamin A hari 1 (<6 bulan 50.000 IU, 6-12 bulan 100.000 IU, >1 tahun 200.000 IU)
8. Memberikan makanan untuk tumbuh kejar. Satu minggu perawatan fase rehabilitasi,
berikan F100 yang mengandung 100 kkal dan 2,9 g protein/100ml, modifikasi
makanan keluarga dengan energi dan protein sebanding, porsi kecil, sering dan padat
gizi, cukup minyak dan protein.
9. Memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang. Mainan digunakan sebagai stimulasi,
macamnya tergantung kondisi, umur dan perkembangan anak sebelumnya.
Diharapkan dapat terjadi stimulasi psikologis, baik mental, motorik dan kognitif.
10. Mempersiapkan untuk tindak lanjut di rumah. Setelah BB/PB mencapai -1SD
dikatakan sembuh, tunjukkan kepada orang tua frekuensi dan jumlah makanan,
berikan terapi bermain anak, pastikan pemberian imunisasi boster dan vitamin A tiap
6 bulan10.
Asupan nutrisi untuk balita
9.KOMPLIKASi
Komplikasi
Anak malnutrisi lebih rentan terhadap infeksi, khususnya sepsis, pneumonia dan
gastroenteritis. Hipoglikemia sering dijumpai setelah puasa lama, namun dapat juga
merupakan suatu tanda sepsis. Hipoglikemia mungkin menandakan infeksi atau bila disertai
bradikardia, mungkin menunjukan penurunan laju metabolisme untuk menghemat energi.
Bradikardia dan curah jantung yang buruk pada anak malnutrisi merupakan faktor
predisposisi terjadinya gagal jantung, yang dapat dipicu oleh pemberian cairan atau solut
mendadak.
Defisiensi mikronutrien juga dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi malnutrisi.
Defisiensi vitamin A dan seng juga dapat menjadi komplikasi malnutrisi. Defisiensi vitamin A
dan seng juga umum terjaddi di negara berkembang dan merupakan penyebab penting
perubahan respons imun dan peningkatan morditas dan mortalitas. Tergantung pada usia
awitan dan lamanya malnutrisi berlangsung, anak malnutrisi mungkin mengalami hambatan
pertumbuhan permanen (dari malnutrisi intrauterin, masa bayi atau saat remaja). Deprivasi
lingkungan (sosial) mungkin berinteraksi dengan efek malnutrisi sehingga mengganggu
perkembanga dan fungsi kognitif selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Adnani, Hariza., 2011. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta; Mulia Medika.
DEPKES, 2011, Pedoman tatalaksana kurang energy protein pada anak, Jakarta
Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes. Pedoman Penanggulangan
Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk Pelaksanaan PMT pada Balita, Jakarta
1997.
Khumaidi. 1994. Gizi Masyarakat. PT. BPK Gunung Mulia. Jakarta.
Marshal,W.J., dan S.K., Bangert. 2008. Clinical Biochemistry: Metabolic and Clinical
Aspect. 2nd edition. Elsevier: London
Pudjiadi, Solihin, 1990. Ilmu Gizi Klinispada Anak. Edisi 4. Jakarta: FKUI
Sodikin.2012.Prinsip Perawatan Demam Pada Anak.Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Soekirman,2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya. Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional.