Anda di halaman 1dari 12

Nama : SRIAHMA DEPI SARAGIH

“ Kepada Peminta-Minta”

1 Baik, baik aku akan menghadap Dia


2 Menyerahkan diri dan segala dosa
3 Tapi jangan lagi tentang aku
4 Nanti darahku jadi beku
5 Jangan lagi kau bercerita
6 Sudah tercacar semua di muka
7 Nanah meleleh dari luka
8 Sambil berjalan kau usap juga
9 Bersuara tiap kau melangkah
10 Mengerang tiap kau menendang
11 Menetes dari suasana kau datang
12 Sembarang kau merebah
13 Mengganggu dalam mimpiku
14 Menghempas aku di bumi keras
15 Di bibirku terasa pedas
16 Mengaum di telingaku
17 Baik, baik aku akan menghadap Dia
18 Menyerahkan diri dan segala dosa
19 Tapi jangan tentang lagi aku
20 Nanti darahku jadi beku
(Chairil Anwar, 2010:78)

B. Unsur Intrinsik Puisi “Kepada Peminta-minta”


Unsur intrinsik puisi adalah unsur-unsur yang berasal dari dalam naskah puisi tersebut.
Adapun unsur-unsur intrinsic puisi yang berjudul “Kepada Peminta-minta” meliputi:

 Tema

Tema merupakan gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair. Pokok pikiran itu begitu
kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Tema
puisi yang berjudul ”Kepada Peminta-minta” adalah keperihatinan dan ketidak setujuan.
Disini tokoh aku tidak suka melihat pengemis mencari nafkah dengan cara meminta-minta,
walaupun kehidupan sangat rumit namun tokoh aku berharap pengemis mencari nafkah
dengan cara yang lebih baik.

 Tipografi

Tipografi disebut juga ukiran bentuk puisi. Tipografi adalah tatanan larik, bait, dan baris

No Bentuk Puisi Kepada Peminta-minta

1 Bait Terdapat 5 bait

2 Baris Tiap bait terdiri dari 4 baris


 Perasaan

Perasaan dalam menciptakan puisi, suasana perasaan penyair ikut diekspresikan dan harus
dapat dihayati oleh pembaca. Untuk mengungkapkan tema yang sama, penyair yang satu
dengan perasaan yang berbeda dari penyair lainnya. Perasaan yang terdapat dalam “Kepada
Peminta-minta” mampu mengungkapkan isi hati penyair yang begitu menginginkan
pengemis untuk tidak lagi meminta-minta dan mencari pekerjaan yang lebih baik.
Penggunaan kata-katanya sederhana namun dapat membangkitkan perasaan pembaca yang
ingin melihat perubahan terhadap cara untuk mencari nafkah. Dalam kalimat
Mengganggu dalam mimpiku
Menghempas aku di bumi keras
Di bibirku terasa pedas
Mengaum di telingaku.
Penyair mengungkapkan perasaan yang ingin diutarakan kepada pengemis dimana Tokoh aku
selalu kepikiran dengan sikap si pengemis, Membuatnya berpikir tentang kehidupan yang
begitu sulit dan rumit, namun ia ingin mengatakan sesuatu yang selalu menjanggal
dipikirannya kepada si pengemis agar mencari nafkah yang lebih baik dari pada meminta.

 Nada dan Suasana

Nada berkaitan erat dengan suasana. Nada bahagia yang diciptakan penyair dapat
menimbulkan perasaan senang pada pembaca setelah membaca puisi. Nada religius
menimbulkan suasana khusyuk pada pembaca. Nada kritik menimbulkan suasana
pemberontakan pada hati pembaca. Begitulah sangat eratnya hubungan nada dan suasana.
Puisi “Kepada Peminta-minta” bernada terpaksa seperti yang ditunjukkan oleh kalimat
Baik, baik aku akan menghadap Dia
Menyerahkan diri dan segala dosa
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku.
“ Seorang tokoh aku yang merasa iba kepada si pengemis dan memberikan apa yang ia punya
dengan terpaksa. Tokoh aku terganggu dan risih selalu dipandang terus-menerus oleh
pengemis, sebenarnya tokoh aku tidak setuju dengan cara si pengemis mencari nafkah dan
mengatakan jika si pengemis terus seperti ini ia tidak akan iba lagi”.
Suasana yang timbul akibat nada yang disodorkan penyair tersebut membuat pembaca setuju
bahwa dalam mencari nafkah tidak seharusnya dengan cara meminta-minta selama kita masih
mampu untuk berusaha.

 Diksi

Persoalan pemilihan kata merupakan masalah yang sungguh-sungguh esensial untuk


melukiskan dengan sejelas-jelasnya wujud dan perincian materi. Diksi sendiri berarti
pemilihan kata, yaitu pemilihan kata yang digunakan penyair untuk mencari kata yang tepat
dan sesuai dengan bentuk puisi dan tema yang dikandungnya, sehingga menghasilkan jiwa
penyair secara tepat, setidak-tidaknya mendekati kebenaran.
Kata-kata yang dipergunakan dunia persajakan di samping memiliki arti denotatif dapat pula
memiliki arti konotatif. Berikut perbandingan pemakaian kata-kata konotatif dalam puisi ”
Kepada Peminta-minta” tersebut:
Bait Kepada Peminta-minta
Menyerahkan diri dan segala dosa
1
(baris 2)
Nanti darahku menjadi beku
2
(baris 4)
Nanah meleleh dari muka
3
(baris 1)
Mengerang tiap kau memandang
4
(baris 2)
Menghempas diri di bumi keras
5
(baris 2)
Menyerahkan diri dan segala dosa
6
(baris 2)
Nanti darahku menjadi beku
7
(baris 4)

 Citraan

Citraan atau imagi (imageri) adalah gambaran angan yang timbul setelah seseorang membaca
karya sastra dalam hal ini puisi. Imageri dapat kita pakai sebagai hal untuk memperkuat serta
memperjelas daya bayang pikiran manusia dan nantinya akan menjelmakan gambaran nyata.
Citraan yang terdapat dalam puisi “Kepada Peminta-minta” meliputi citraan penglihatan,
citraan pendengaran, dan citraan gerak. Berikut ini citraan yang terdapat pada puisi tersebut:

Citraan Kepada Peminta-minta


Nanti darahku jadi beku
(bait 1 & 5, baris 4)
Telah tercacar semua di muka
(bait 2, baris 2 )
Penglihatan
Nanah meleleh dari muka
(bait 2, baris 3)
Sembarang kau merebah
(bait 3, baris 4)
Pendengaran Bersuara tiap kau memandang
(bait 3, baris 1)
Mengaum di telingaku
(bait 4, baris 4)
Sambil berjalan kau usap jua
Gerak
(bait 2, baris 4)

 Gaya bahasa

Bahasa Figuratif
Dalam puisi Kepada Peminta-minta karya Chairil Anwar terdapat bahasa figuratif yang
muncul yaitu pada baris ke 4 dan 21. Merupakan majas hiperbola yang bersifat berlebih-
lebihan. Muncul majas hiperbola dari kata nanti darahku jadi beku. Selain itu pula muncul
majas repetisi pada baris 1 dan 18. Terjadi pengulangan pada kata baik, dalam konteksnya
yaitu baik, baik aku akan menghadap Dia.

 Verifikasi

Verifikasi adalah berupa rima (persamaan bunyi pada puisi, di awal, di tengah, dan di akhir);
ritma (tinggi-rendah, panjang-pendek, keras-lemahnya bunyi). Vertifikasi yang terdapat
dalam puisi ”Kepada Peminta-minta” adalah bait pertama dan bait kelima.

 Majas

Majas adalah cara penyair menjelaskan pikirannya melalui gaya bahasa yang indah dalam
bentuk puisi. Gaya bahasa yang terdapat dalam puisi “Kepada Peminta-minta” adalah
hiperbola. Berikut ini gaya bahasa hiperbola yang terdapat dalam puisi tersebut:

Gaya Kepada Peminta-minta


Bahasa
Nanti darahku jadi beku
(bait 1 dan 5, baris 4)
Nanah meleleh dari muka
(bait 2, baris 3)
Hiperbola
Menghempas diri di bumi keras
(bait 4, baris 2)
Mengaum di telingaku
(bait 4 baris 4)
 Amanat

Amanat atau pesan adalah sesuatu yang ingin disampaikan penyair melalui karyanya. Amanat
puisi “Kepada Peminta-minta” adalah ajakan penyair kepada pembaca agar tetap berusaha
dalam mencari nafkah untuk dirinya sendiri serta keluarganya dan mencari pekerjaan yang
lebihbaik.

C. Unsur Ekstrinsik Puisi “Kepada Peminta-minta”

 Biografi Pengarang

Unsur biografi adalah latar belakang atau riwayat hidup penulis.


Chairil Anwar dijuluki sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya yang berjudul Aku),
adalah penyair terkemuka Indonesia. Ia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70
puisi. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor
Angkatan '45 sekaligus puisi modern Indonesia. Chairil lahir dan dibesarkan di Medan,
sebelum pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dengan ibunya pada tahun 1940, dimana ia
mulai menggeluti dunia sastra. Setelah mempublikasikan puisi pertamanya pada tahun 1942,
Chairil terus menulis. Pusinya menyangkut berbagai tema, mulai dari pemberontakan,
kematian, individualisme, dan eksistensialisme, hingga tak jarang multi-interpretasi.

Chairil Anwar dibesarkan dalam keluarga yang kurang harmonis. Orang tuanya bercerai, dan
ayahnya menikah lagi. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha,
keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Jabatan terakhir ayahnya
adalah sebagai bupati Inderagiri, Riau. Ia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan
Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. Sebagai anak tunggal, orang tuanya selalu
memanjakannya. Namun, Chairil cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan
apa pun; sedikit cerminan dari kepribadian orang tuanya. Chairil Anwar mulai mengenyam
pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi
pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid
Lager Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah. Chairil
mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi seorang seniman. Pada usia
19 tahun, setelah perceraian orang tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia
(sekarang Jakarta) dimana ia berkenalan dengan dunia sastra; walau telah bercerai, ayahnya
tetap menafkahinya dan ibunya. Meskipun tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia dapat
menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman.

Chairil Anwar juga mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang


internasional ternama, seperti: Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish,
Hendrik Marsman, J.Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Penulis-penulis tersebut sangat
memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan kesusasteraan Indonesia.
Semasa kecil di Medan, Chairil Anwar sangat dekat dengan neneknya. Keakraban ini begitu
memberi kesan kepada hidup Chairil Anwar. Dalam hidupnya yang amat jarang berduka,
salah satu kepedihan terhebat adalah saat neneknya meninggal dunia. Chairil melukiskan
kedukaan itu dalam sajak yang luar biasa pedih:
Bukan kematian benar yang menusuk kalbu/ Keridlaanmu menerima segala tiba/ Tak kutahu
setinggi itu atas debu/ Dan duka maha tuan bertahta
Sesudah nenek, ibu adalah wanita kedua yang paling Chairil puja. Dia bahkan terbiasa
membilang nama ayahnya, Tulus, di depan sang Ibu, sebagai tanda menyebelahi nasib si ibu.
Dan di depan ibunya, Chairil acapkali kehilangan sisinya yang liar. Beberapa puisi Chairil
juga menunjukkan kecintaannya pada ibunya. Sejak kecil, semangat Chairil terkenal
kedegilannya. Seorang teman dekatnya Sjamsul Ridwan, pernah membuat suatu tulisan
tentang kehidupan Chairil Anwar ketika semasa kecil. Menurut dia, salah satu sifat Chairil
pada masa kanak-kanaknya ialah pantang dikalahkan, baik pantang kalah dalam suatu
persaingan, maupun dalam mendapatkan keinginan hatinya.

Keinginan dan hasrat untuk mendapatkan itulah yang menyebabkan jiwanya selalu meluap-
luap, menyala-nyala, boleh dikatakan tidak pernah diam. Rakannya, Jassin pun punya
kenangan tentang ini. “Kami pernah bermain bulu tangkis bersama, dan dia kalah. Tapi dia
tak mengakui kekalahannya, dan mengajak bertanding terus. Akhirnya saya kalah. Semua itu
kerana kami bertanding di depan para gadis.”

Wanita adalah dunia Chairil sesudah buku. Tercatat nama Ida, Sri Ayati, Gadis Rasyid, Mirat,
dan Roosmeini sebagai gadis yang dikejar-kejar Chairil. Dan semua nama gadis itu bahkan
masuk ke dalam puisi-puisi Chairil. Namun, kepada gadis Karawang, Hapsah, Chairil telah
menikahinya. Pernikahan itu tak berumur panjang. Disebabkan kesulitan ekonomi, dan gaya
hidup Chairil yang tak berubah, Hapsah meminta pisah. Saat anaknya berumur 7 bulan,
Chairil pun menjadi duda. Tak lama setelah itu, pukul 15.15 WIB, 28 April 1949, Chairil
meninggal dunia. Ada beberapa versi tentang sakitnya. Tapi yang pasti, TBC kronis dan
sipilis.Umur Chairil memang pendek, 27 tahun.
Tapi kependekan itu meninggalkan banyak hal bagi perkembangan kesusasteraan Indonesia.
Malah dia menjadi contoh terbaik, untuk sikap yang tidak bersungguh-sungguh di dalam
menggeluti kesenian. Sikap inilah yang membuat anaknya, Evawani Chairil Anwar, seorang
notaris di Bekasi, harus meminta maaf, saat mengenang kematian ayahnya, di tahun 1999,
“Saya minta maaf, karena kini saya hidup di suatu dunia yang bertentangan dengan dunia
Chairil Anwar.”

 Unsur nilai dalam cerita meliputi nilai ekonomi, politik, sosial, adat-istiadat, budaya,
dan lain-lain.

1. Nilai ekonomi adalah kita harus berusaha mencari nafkah dan pekerjaan yang lebih
baik, buktinya : tokoh aku menginginkan si pengemis mencari nafkah dengan cara
yang lebih baik, sehingga si pengemis bisa mendapatkan pekerjaan yang jauh lebih
baik daripada meminta-minta.
2. Nilai sosial adalah kita sesama manusia harus saling membantu dan tolong menolong.
Buktinya : tokoh aku membantu si pengemis dengan cara memberikannya uang dan
nasihat.
3. Nilai politik adalah kita sebagai penerus bangsa harus menjadi orang yang memiliki
kehidupan yang lebih baik untuk dirisendiri, Negara, dan bangsa. Buktinya tokoh aku
ingin melihat Negara Indonesia menjadi maju dengan masyarakat yang terus berusaha
mencari nafkah dengan pekerjaan yang lebih baik dan mengurangi tingkat populasi
pengemis maupun gelandangan.
4. Nilai agama adalah kita sebagai umat islam harus selalu berusaha dengan segenap
kemampuan sebagaimana yang telah dianjurkan oleh Allah SWT. Butinya : tokoh aku
tidak suka melihat seorang pengemis yang meminta-minta, sedangkan dalam agama
Allah SWT menganjurkan umatnya untuk berusaha selama ia bisa melakukannya.
5. Nilai budaya adalah kita sebagai generasi penerus harus melestarikan kebiasaan yang
baik dan menjauhi kebiasaan yang buruk. Buktinya : melakukan si pengemis akan
menjadikan pekerjaan meminta-minta sebagai kebiasaan sehingga ia malas untuk
berusaha.
6. Nilai pendidikan adalah kita sebagai penerus bangsa harus berusaha dalam belajar
agar mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan berkecukupan.

 Latar Belakang Puisi

Pada puisi ”Kepada Peminta-minta” penyair menggambarkan bahwa ia merasa kecewa serta
marah terhadap pengemis dan ia ingin si pengemis mencari nafkah dengan cara yang lebih
baik, sehingga penyair menggambarkan perasaannya melalui puisi ini.
GADIS PEMINTA-MINTA

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil


Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu

Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa


Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil
Pulang kebawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan

Gembira dari kemayaan riang


Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi begitu yang kau hafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk bias membagi dukaku

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil


Bulan diatas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak punya lagi tanda

(Toto Sudarto Bachtiar, Tonggak 2, hlm. 3)


Pendekatan Struktural

a. Tema

Cerita ini mengangkat kisah pertemu seseorang dengan seorang gadis kecil
yang selalu membawa kaleng kecil ( pengemis ). Orang tersebut tahu bahwa gadis
kecil itu memendam duka yang sangat mendalam, Dimana kepedulian orang itu
dengan memikirkan keadaanya. Seperti dalam penggalan dibawah ini

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil


Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu

Puisi ini sangat menarik karena memaparka terhadap pembaca agar peduli
antar sesama.

b. segi bahasa / sudut pandang

kebanyakan puisi mengunakan bahasa berupa pengandaiaan sehingga


pembaca harus memahami dan menafsairkan sendiri, seperti

Setiap kita bertemu, gadis kecil berkaleng kecil

Sudut pandang yang dipaparkan menggunakan orang kesatu, orang kesatu


disini bisa pengarang atau pembaca puisi ini, lebih jelasnya lagi lihat penggalan
kalimat dibawah ini,

Tengadah padaku, pada bulan merah jambu


Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Yang saya maksud “ KU” Disini bisa disebut pengarang atau pembaca, sedangkan
kata “ KAMU atau MU” sudah jelas ditujukan siapa yaitu “ Gadis kecil itu dengan
kaleng kecil” ( pengemis itu )
c. setting

untuk setting yang dipaparkan memang tidak jelas tetapi saya bias menarik
kesimpulan tempat semua kejadian dalam puisi itu yaitu “ diatas langit di bawah
bumi “ dengan kata lain bahwa tempatnya berpindah-pindah karena menceritakan
seorang gadis yang hidup gelandangan

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil


Bulan diatas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak punya lagi tanda
Yang saya tangkap dari penggalan ini kalau gadis itu mati siapa yang punya
bulan karena bulan dianggap lampu malam, dan pinggiran kota tempat tidurnya
sehingga tak ada lagi gadis kecil itu dengan kaleng kecil.

Terimaksih sudah menyimak kajian diatas, semoga bermanfaat, jika anda ingin
mencari bahan belajar mengenai analisis puis, ikuti saja perjalan admin ini, dan
terkhir kali saya ucapkan jika anda merasa bahwa kajian ini kurang atau ada
kekeliruan, mohon kritik dan sarannya.

A. Analisis struktur fisik puisi “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar

1. Diksi
Diksi yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya.
Dalam pemilihan kata Toto Sudarto Bachtiar dalam puisi yang berjudul Gadis Peminta-minta
menggunakan bahasa atau kata-kata yang mudah dipahami dan sering kita jumpai di
kehidupan sehari-hari. Kata-kata tersebut sebagai contoh duka, tengadah, kemayaan, menara,
dan masih banyak yang lain. Walaupun demikian puisi Toto Sudarto Bachtiar tetap indah dan
bagus.

2. Tipografi puisi / perwajahan puisi


Tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan prosa dan drama.
Tipografi juga merupakan bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi
kanan kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri dengan tanda titik.
Bentuk tipografi puisi “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar adalah diawali
dengan huruf kapital. Selain itu bentuk tipografi puisi diatas adalah tulisan ditulis dari kiri ke
kanan dan rata kiri, tidak dibuat menjorok kedalam. Puisi tersebut terdiri dari 16 baris yang
sering disebut dengan bebas.

3. Imaji/citraan
Imaji atau pengimajian merupakan kata atau susunan kata yang dapat
mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, perabaan dan
perasaan. Pengimajian ditandai dengan penggunaan kata-kata konkret dan khas.

Dalam “Gadis Peminta-minta” di dapatkan imaji visual (citraan penglihatan) seperti


baris-baris di bawah ini :
Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kekal untuk duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Ingin aku ingat, gadis kecil berkaleng kecil


Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok
Hidup dari kehidupan angan-angan yang germelapan
Gembira dari kemayaan riang.
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau lafal
Jiwa begitu murni, terlalu murni
Untuk dapat membagi dukaku.

Kata-kata yang bergaris bawah merupakan contoh imaji visual atau citraan
penglihatan. Dalam puisi “Gadis Peminta-minta” karya Toto Sudarto Bachtiar, pengarang
lebih menonjolkan citraan penglihatan di banding citraan yang lain seperti pendengaran dan
perasaan.

4. Kata kongkret
Kata kongkret yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
muncul imaji. Kata konkret yang muncul dalam puisi “Gadis Peminta-minta” karya Toto
Sudarto Bachtiar:

Senyummu terlalu kekal untuk kekal untuk duka


Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Menjelaskan bahwa senyum gadis kecil itu seolah menggugat kemanusiaan penyair.
Oleh karena itu penyair merasa bahwa gadis kecil itu tengadah tanpa harapan. Maka gadis
kecil itu tidak mudah mrncari belas kasihan. Kota itu jadi hilang tanpa jiwa.

Pulang ke bawah jembatan yang melulur sosok


Hidup dari kehidupan angan-angan yang germelapan
Gembira dari kemayaan riang.
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral
Melintas-lintas di atas air kotor, tapi yang begitu kau lafal
Menjelaskan bahwa tempat tinggal gadis peminta-minta di bawah jembatan. Tempat
itu hanya cukup untuk melulu Melewati sosok tubuh gadis kecil itu, tetapi penyair ingin
mengikuti ke sana. Kegerlapan hanya memenuhi angan-angannya dan gembira atau riang
hatinya itu hanya maya karena hidupnya sendiri dan penuh duka. Penyair ingin mengetuk
perasaan belas kasih pembaca untuk ikut meratapi tokohnya. Sebab, ia menyatakan bahwa
tidak hanya dunianya lebihb tinggi dari menara katedral, namun jiwa tokohnya terlalu murni.
Gadis kecil berkaleng kecil itu tidak mampu merasakan kedukaan penyair yang memikirkan
deritanya.

Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil


Bulan di atas itu, tak ada yang punya
Dan kotaku, ah kotaku
Hidupnya tak lagi punya tanda.

Maksudnya adalah apabila gadis itu mati, penyair merasa kehilangan kehilangan.
Penyair merasa bahwa gadis kecil itu sebagai identitas kota Jakarta, tetapi ia juga ingin
supaya tokoh semacam itu tidak ada lagi. Ia mengharap agar kotanya punya belas kasih untuk
memikirkan gadis kecil berkaleng itu, sehingga hidupnya tidak lagi di bawah jembatan dan ia
tidak perlu mati.

5. Versifikasi (Rima, Ritma, Metrum)


Versifikasi menyangkut rima, ritme dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik di awal, tengah dan akhir baris puisi. Rima pada bait pertama :
Setiap kali bertemu, gadis kecil berkaleng kecil
Senyummu terlalu kekal untuk kekal untuk duka
Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa

Rima pada bait pertama berada di tengah yaitu (aaaa) yang berakhiran uuuu yaitu
pada huruf yang bergaris bawah

6. Bahasa Figuratif / Majas


Bahasa figuratif yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek
dan menimbulkan konotasi tertentu.
Salah satu gaya bahasa yang digunakan dalam puisi Gadis Peminta-minta ini yaitu
menggunakan gaya bahasa personifikasi sebagai berikut: “kotaku jadi hilang tanpa jiwa”,
“bulan di atas itu tak ada yang punya”, “kotaku hidupnya tak lagi punya tanda”.

Anda mungkin juga menyukai