Anda di halaman 1dari 5

Bicara mengenai transaksi penjualan maka tidak lepas dengan jenis distribusi/transportasi

barang yang diperjualbelikan. Jenis transaksi penjualan ini menentukan dimana titik kepemilikan
barang berpindah tangan antara penjual dengan pembeli. Pindahnya kepemilikan barang ini
menjadi hal penting karena mempengaruhi resiko akan berada di tangan siapa dan berapa biaya
distribusi barang. Dari syarat penyerahan barang ini yang mempengaruhi harga barang yang
dijual, sehingga harus ditentukan dengan jelas apakah menggunakan LOCO, FOB, C&F, CIF, atau
Franco. Berikut penjelasan untuk masing tipe penyerahan barang tersebut:
 LOCO (ex.works)
Penyerahan barang di gudang penjual dalam kedaan seperti aslinya di gudang penjual.
Karena penyerahan barang dilakukan di gudang penjual maka biaya pengangkutan di darat
maupun di laut menjadi beban pembeli. Kalau pembeli ingin merubah kemasan, ongkos
pengepakan ini pun ditanggung pembeli.
 FOB (Free on Board)
Poin perubahan kepemilikan barang adalah saat barang sudah dinaikkan ke atas kapal.
Dalam hal ini semua biaya sampai barang selesai dimuat di atas kapal sudah termasuk dalam
harga yang disebut. Ini berarti termasuk ongkos pengepakan, pengangkutan ke pelabuhan,
dan ongkos muat ke atas kapal di samping harga barangnya sendiri.
 C&F (Cost and Freight)
Barang beralih kepemilikan barang pada pelabuhan tujuan (destination port). Biayanya
adalah biaya FOB ditambah dengan ongkos angkut laut (freight) dari pelabuhan muat
(loading port) sampai ke pelabuhan tujuan (destination port) yang diinginkan oleh importir
atau pembeli, termasuk harga barang itu sendiri. Dengan kata lain, biayanya terdiri dari
ongkos angkut dari gudang ke pelabuhan muat (forwarding fee), dan ongkos angkut laut
serta ongkos dokumen pengapalan (shipping charges).
 CIF (Cost, Insurance and Freight)
Titik pengalihan kepemilikan barang sama dengan C&F yaitu pada pelabuhan tujuan
(destination port). Biaya CIF adalah segala biaya sebagaimana dalam C&F ditambah premi
asuransi ( Insurance Premium).
 Franco
Harga pembelian sudah termasuk semua biaya sampai barang dibongkar di gudang pembeli.
Jadi berarti termasuk bea-bea yang harus dibayar seperti bea masuk, pajak masuk, dan
ditambah dengan ongkos angkut dari pelabuhan tujuan ke gudang pembeli dan ongkos
bongkar di gudang pembeli. Cara penjualan franco gudang pembeli ini jarang sekali terjadi di
dalam perdagangan luar negeri.
Selain lima jenis penyerahan barang di atas, masih terdapat tiga jenis lagi penyerahan barang
yang mempengaruhi harga barang, yaitu:
 F.O.T ( Free On Truck ) = harga barang sampai di atas truk
 F.I.W (Free In Wagon ) = harga barang sampai di dalam gerbong
 F.A.S (Free Alongside Ship) = harga termasuk sampai barang siap di pelabuhan, untuk
dimuat dikapal
 dimuat ke kapal

Istilah Loco dan Franco saat ini sudah jarang digunakan dan lebih banyak dikenal istilah internasional
seperti tampak pada gambar berikut:
Arti dari Demurrage yaitu :
Pengenaan denda kepada penyewa kapal kalau dalam pelaksanaan pekerjaan pemuatan atau
pembongkaran muatan kapal terjadi keterlambatan penyelesaian pekerjaan berdasarkan
Voyage Charter Party (Surat kontrak perjanjian sewa menyewa kapal untuk satu kali perjalanan.

Sedangkan arti dari Despatch yaitu :


Pemberian anugerah (reward) kepada Charterer apabila pekerjaan pemuatan atau
pembongkaran muatan kapal diselesaikan lebih cepat dari pada waktu laycan yang disetujui
didalam voyage charter party (surat kontrak perjanjian sewa menyewa kapal untuk satu kali
perjalanan).

Persetujuan yang dapat dituangkan oleh kedua belah pihak antara pemilik dan penyewa kapal,
yaitu Berdasarkan persetujuan Time Charter Party (surat perjanjian sewa menyewa kapal untuk
suatu jangka waktu tertentu), penyewa kapal menjadi operator kapal dan harus menanggung
semua resiko operasi, sebaliknya penyewa kapal akan menikmati semua keuntungan yang
diperoleh dari operasi kapal kalau operasi itu berlangsung sebagaimana ketetapan didalam Time
Charter Party.

Didalam surat kontrak perjanjian sewa menyewa kapal biasanya dimuat klausul WWD-SHEX-UU,
DHD, yaitu singkatan dari Weather-Working Day, Sundays and Holidays EXcepted Unless Used,
Despatch Half Demurrage, pengertiannya adalah : denda demurrage sebesar sekian rupiah atau
dollar.- per hari kerja kalau pekerjaan dapat dikerjakan karena cuaca baik .

Maka pengertian secara keseluruhan dari persetujuan prospek bahwa denda demurrage akan
dikenakan sebesar tarif tertentu untuk tiap hari kerja kalau keadaan cuaca mengijinkan
dilakukannya pekerjaan pemuatan atau pekerjaan pembongkaran dan kepada pencharter akan
diberikan imbalan sebesar 50% dari tarif demurrage tersebut kalau pekerjaan diselesaikan lebih
cepat daripada waktu laycan yang disetujui. Singkatan SHEX-UU umumnya diinterpretasikan
sebagai penegasan dari WWD kecuali diberikan rincian yang lebih lengkap.

Dikatakan bahwa tarip demurrage pada persetujuan voyage charter adalah sebesar 100% dari
biaya eksploitasi kapal sehari, sedangkan tarip despatch setengah dari jumlah tarip Demurrage.

Timbulnya klausul tersebut diatas berdasarkan alasan : Apabila kapal menyelesaikan pekerjaan
pemuatan atau pembongkaran lebih lambat dari waktu laycan (laydays) yang disepakati dan
dituangkan dalam charter party, maka shipowner (pemilik kapal) mengalami kerugian sebesar
satu kali biaya eksploitasi sehari dan kalau pekerjaan diselesaikan lebih cepat maka shipowner
mendapat keuntungan satu hari?

Biaya eksploitasi kapal dalam sehari bisa dihitung dengan menyimak komponen-komponen dari
biaya eksploitasi tersebut. perincian dari beberapa komponen yang penting, yaitu:
1. Biaya pembangunan kapal dibagi (15 x 365); umur teknis kapal dipersepsikan 15 tahun
sejak pembangunannya;
2. Biaya asuransi kapal dalam satu tahun dibagi 365;
3. Total gaji seluruh crew dalam satu tahun dibagi 365;
4. Biaya depresiasi kapal dalam satu tahun dibagi 365;

Dan seterusnya biaya-biaya nyata bagi pengoperasian kapal dalam satu hari, dapat diketahui;
total biaya-biaya tersebut terakumulasi menjadi biaya eksploitasi kapal dalam satu hari.

Dalam persetujuan voyage charter seorang/perusahaan mempunyai sejumlah muatan yang ada
di pelabuhan tertentu (atau yang dapat disiapkan di pelabuhan tersebut) yang perlu diangkut ke
pelabuhan lain dalam satu kali pengangkutan.

Pada umumnya jenis muatan yang memerlukan pengangkutan seperti itu adalah muatan curah
(bulk cargo) karena biayanya akan lebih murah dari pada diangkut dengan cara lain, misalnya
pengapalan menggunakan kapal liner service.

Pemilik muatan sebagai pencharter kapal, boleh dikatakan tidak berkepentingan dengan
kegiatan pemuatan serta kegiatan pembongkaran muatan, sepanjang kegiatan itu dikerjakan
dengan cara yang normal dan berlangsung dalam waktu yang normal, demikian juga pihak
pencarter perhatiannya relatif pasif terhadap lamanya waktu kapal berlayar mengangkut barang
muatannya dari pelabuhan pemuatan ke pelabuhan tujuan, asalkan waktu tempu berlayar itu
tidak berlarut larut.

Bagaimana halnya dengan pemilik kapal? Bagi pemilik kapal setiap hari keterlambatan pekerjaan
pemuatan demikian juga setiap hari keterlambatan waktu berlayar merupakan tanggungan
kerugian yang cukup signifikan. sedangkan bagi pencharter kapal sifatnya kepentingannya relatif
karena tidak ikut terlibat dalam pengoperasian kapal dalam hal ini pencarter kapal hanya
berkepentingan terhadap waktu tibanya muatan ditempat tujuan sedapat mungkin tepat waktu
sesuai target waktu yang sudah diperhitungkan atau lebih cepat dari waktu tiba yang sudh
diperkirakan terutama bila barang yang diangkut sangat dibutuhkan dan akan segera dipakai.

Resiko keterlambatan waktu berlayar kapal yang diakibatkan oleh beberapa macam hambatan
dalam pelayaran ditanggung oleh shipowner.

Namun perhitungan waktu yang dialokasikan bagi kapal untuk menyelesaikan pekerjaan
pemuatan dan pekerjaan pembongkaran sebagaimana yang dituangkan dalam klausul charter
party yang bersangkutan, ikut menjadi perhatian bagi pencarter kapal karena adanya resiko
untuk dikenakan denda demurrage kalau kegiatan pemuatan (dan) atau pembongkaran
terlambat dari waktu yang dialokasikan (waktu laycan/laydays).
Keterlambatan waktu pemuatan dapat terjadi karena adanya gangguan dalam pemasokan
barang dari hinterland ke pelabuhan pemuatan padahal masalah pemasokan barang tidak ada
urusannya dengan shipowner.

Lamanya waktu laycan yang dapat dialokasikan kepada kapal untuk menyelesaikan pekerjaan
pemuatan dihitung dari banyaknya muatan yang harus dimuat ke kapal dibagi dengan
kecepatan kerja pemuatan atau loading rate (istilah tehnis pengapalan/ shipping) sedangkan
lamanya waktu untuk menyelesaikan pembongkaran muatan itu dihitung dari banyaknya
muatan yang harus dibongkar dibagi dengan kecepatan pembongkaran (discharging rate).

Kecepatan kerja dari setiap pelabuhan berbeda-beda karena ditentukan oleh beberapa faktor
antara lain ketersediaan sarana pendukung, ketrampilan kerja TKBM (tenaga kerja bongkar
muat) dan lain-lain.

Shipowner menetapkan denda demurrage sebesar satu kali biaya eksploitasi kapal satu hari,
berdasarkan pemahaman bahwa satu hari kapal terlambat berlayar keluar dari pelabuhan
(karena pekerjaan pemuatan belum selesai) maka shipowner menanggung kerugian satu hari
biaya eksploitasi kapal; kerugian ini harus diganti oleh pihak pencarter dalam bentuk denda
demurrage.

Shipowner juga sering menetapkan maximum demurrage days, terutama kalau pencarter hanya
menyewa kapal itu satu kali saja apalagi kalau shipowner punya prospek penyewaan lain setelah
kontrak sewa-menyewa kapal ini sudah berakhir.

Pada prinsipnya timbulnya adanya Demurrage berdasarkan perhitungan untung-ruginya usaha


perkapalan dari shipowner sedangkan besaran dari tarip Demurrage perhari tergantung dari
jumlah perincian yang dijelaskan diatas.

Anda mungkin juga menyukai