Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan akibat iskemia lokal,
disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke daerah itu, paling sering karena trombus atau
embolus. Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan
vasokonstriksi. Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus
atau plak aterosklerosis. Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor,
volvulus atau hernia. Ruptur karena trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan
vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat disebabkan obat-obatan seperti
kokain.
Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Klinis
sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-
55 tahun, tanpa gejala pendahuluan. Infark miokard akutdengan elevasi ST (ST
elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindrom
koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST
dan IMA dengan elevasi ST.
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap
tersering di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30 %
dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit.
Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30 % dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di
antara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun
pertama setelah IMA.
BAB II
LAPORAN KASUS

Saudara seorang dokter yang sedang bertugas di UGD. Datang Tn. Ahmad, 40
tahun dari kantor diantar teman sekantor dengan keluhan nyeri dada dan keringat
dingin. Petugas penerima yang sudah terlatih segera membawa penderita ke dokter
dengan kursi roda

Pada anamnesis selanjutnya didapat sakit dada dengan lokasi substernal, terasa
berat seperti ditindih. Menjalar ke epigastrium. Menurut teman sekantor yang
bersangkutan sedang stress dan sibuk dengan tugas dikantor. Riwayat memakai
nitrogliserin. Pasien adalah perokok berat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan hal sebagai berikut:
Keadaan umum: tampak kesakitan, berkeringat
Tanda vital: TD: 130/80mmHg. HR: 120 x/menit, regular. RR: 20 x/menit
JVP: 5+3 cm
Ictus cordis di ICS V garis midklavikularis. Aktivitas ventrikel normal. S1-S2 regular,
gallop (-). Ronki (-)
Hepatomegali (-), lien tidak teraba
Pretibial edema (-)

EKG yang segera dilakukan setelah dokter jaga mendengar keluhan penderita
menunjukkan hasil sebagai berikut terlampir
Foto thoraks yang dilakukan di UGD menunjukkan hasil sebagai berikut terlampir

Hasil laboratorium:
Hb: 15 g%
Lekosit: 13000/uL
Ht: 45%
Ureum: 32 mg/dL
Creatinin: 0.8 mg/dL
GDS: 145 mg/dL
CK: 302 IU/L
CKMB: 51 IU/L
Kolesterol total: 210 mg/dL
LDL: 174 mg/dL
HDL: 31 mg/dL
Trigliserida: 135 mg/dL

Hasil EKG
Hasil foto thoraks
BAB III
ANALISA KASUS

I. Anamnesis
Identitas Pasien
Nama : Tn. Ahmad
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Kerja di kantor
Agama :-
Status Pernikahan :-
Alamat :-
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada dan keringat dingin

Riwayat Penyakit Sekarang


Pada anamnesis selanjutnya didapat sakit dada dengan lokasi substernal, terasa berat
seperti ditindih. Menjalar ke epigastrium. Menurut teman sekantor yang bersangkutan
sedang stress dan sibuk tugas di kantor.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Pengobatan

Pasien memakai nitrogliserin

Riwayat Kebiasaan

Pasien adalah perokok berat

ANAMNESIS TAMBAHAN
Riwayat Penyakit Sekarang
- Bagaimana sifat nyerinya, dan apakah nyeri dirasakan di tempat lain?
- Berapa lama nyeri yang dirasakan pasien?
- Apakah ada mual dan muntah?
- Apakah nyeri membaik saat istirahat?
- Apakah ada demam?
Riwayat Penyakit Dahulu
- Apakah keluhan pernah dialami pasien sebelumnya?
Riwayat Keluarga
- Apakah di keluarga pasien ada yang mengalami riwayat hipertensi, PJK, DM,
stroke, atau dislipidemia?
Riwayat Kebiasaan
- Bagaimana olahraga yang dijalani pasien, dan apakah teratur?

II. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Umum
 Keadaan umum: tampak kesakitan, berkeringat
 Tanda vital:
o Tekanan darah : 130/80 mmHg
o HR (heart rate) : 120x/menit, regular
o Pernapasan : 20x/menit
o Suhu tubuh : -
o Berat badan : -
o Tinggi badan : -

Inspeksi
Jantung :
Ictus cordis di ICS V garis midklavikularis -> normal
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali dengan mudah pulsasi yang
disebut ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis. Pulsasi ini letaknya
sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan punctum
maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu sistolis
ventrikel. Bila ictus cordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan adanya
pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi pada waktu
diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini disebut ictus
cordis negatif. Pulsasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan dilatasi arteri
pulmonalis. Pulsasi pada supra sternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada
hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau
daerah epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat
dilihat pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada
leher bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
Aktivasi ventrikel : normal
Palpasi
Leher :
JVP 5+3 cm; normal
Tekanan Vena Jugularis diperiksa pada posisi berbaring terlentang dengan kepala
membentuk sudut 30° dengan bidang datar. Atur posisi kepala sedemikian rupa agar
vena jugularis tampak jelas. Tekan bagian distal dari vena jugularis (dibawah
mandibula), tandai batas bagian vena yang kolaps. Kemudian buat bidang datar
melalui angulus Ludovici, ukur jarak antara bidang tersebut dengan batas bagian vena
yang kolaps. Bila jaraknya 2 cm, maka hal ini menunjukkan tekanan vena jugularis
adalah 5-2 cm H2O yang merupakan ukuran normal tekanan vena jugularis. Kemudian
buat bidang datar melalui angulus Ludovici, merupakan bidang yang berjarak 5 + 0
cm H2O. Pada pasien gagal jantung atau efusi pericardial, maka tekanan vena
jugularis akan meningkat diatas 5-2 cm H2O.
Hepar dan lien
Hepatomegali (-) ; normal, tidak ada pembesaran hepar
Lien tidak teraba : normal
Ekstremitas :
Edema pretibial (-) : normal
Perkusi
Kegunaan perkusi adalah menentukan batas-batas jantung. Pada penderita emfisema
paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas jantung. Selain perkusi batas-batas
jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah besar di bagian basal jantung. Pada
keadaan normal antara linea sternalis kiri dan kanan pada daerah manubrium sterni
terdapat pekak yang merupakan daerah aorta. Bila daerah ini melebar, kemungkinan
akibat aneurisma aorta.
Auskultasi
Jantung:
 S1-S2 regular -> normal
 Gallop (-) -> normal, tidak ada kelainan bunyi jantung

Pulmo:
Ronchi (-) -> normal, ronchi adalah suara tambahan pada suara napas yang
disebabkan oleh adanya cairan eksudat/ transudat/ darah di dalam lumen bronchiolus.
III. Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium
Normal
Hemoglobin : 15 g 13-16 % normal Tidak ditemukan
% anemia

Leokosit : 4000 – 10000 /πl ↑ Peningkatan leokosit


13000/πL menandakan adanya
peradangan akut dan
infeksi.

Hematokrit : 45 % 40-48 % normal


Ureum : 32 20-40 mg/dl normal Pemeriksaan ureum
mg/dl untuk melihat fungsi
ginjal .

Kreatinin : 0,8 0,5 – 1,5 mg/dl Normal pemeriksaan


mg/dl kreatinin untuk
melihat fungsi ginjal.

Gula darah sewaktu : 145 <150 mg/dl Normal pemeriksaan gds ini
mg/dl untuk melihat ada
atau tidaknya
penyakit DM
( diabetes mellitus ).

Coletrol total : 210 150 – 200 mg/dl ↑ Pemeriksaan


mg/dl colesterol ini kita
bisa melihat ada
tidaknya factor resiko
penyakit jantung .

Ck ( creatinin kinase ) : 302 30 – 180 IU/l ↑ Untuk mendeteksi


Iu/l infark miokardium
akut.

Ckmb : 51 24 IU/l ↑ Peningkatan ck-mb


Iu/l menandakan
terjadinya kerusakan
otot jantung.
Ck-mb meningkat
pada keadaan angina
pectoris dan iskemik
reversible
LDL : <150 mg/dl ↑ pemeriksaan LDL ini
174mg/dl kita bisa melihat
adanya
atherosclerosis.
HDL : 35-55 mg/dl ↓ Mudah terjadinya
31mg/dl aterosklerosis dan
risiko PJK
Trigliserida : <150 mg/dl normal bila tinnginya nilai
135mg/dl trigliserida
mempunyai resiko
adanya penyakit
jantung.

Hasil EKG
Sandapan I : Didapatkan gelombang T inversi , masalah yang terjadi berupa
LVH, Iskemia
Sandapan II : Didapatkan segmen S-T elevasi yang biasanya terdapat pada
infark miocard
Sandapan III : Didapatkan segmen S-T elevasi dan Gelombang T terlihat
runcing yang kemungkinan terjadi ischemia miokard akut.
Sandapan aVR : Terlihat semua gelombang negative yang menandakan masih
dalam normal
Sandapan aVL : Terlihat Gelombang Q Dalam > 2 kotak kecil menunjukkan
masalah infark miokard
Sandapan aVF : Didapatkan segmen S-T elevasi
Sandapan v1 : Didapatkan gelombang T Inversi yang memungkinkan terjadi
masalah Iskemia, Emboli paru
Sandapan v2 : Terlihat gelombang S dalam > 7 kotak, masalah yang mungkin
terjadi berupa LVH
Sandapan v3 : sama seperti sandapan v2
Sandapan v4 : normal
Sandapan v5 : normal
Sandapan v6 : segmen S-T depresi biasanya karna terdapat iskemia

Hasil foto thorax


Pada foto rontgen di atas tidak layak di baca karna tidak tercantumnya
1. Identitas :
- nama penderita
- umur penderita
- jenis kelamin
- tanggal pemotretan
- RS / klinik tempat foto dibuat

2. Fotonya kurang jelas


3. Foto tidak jelas posisi pengambilannya karna tidak di cantumkan AP
( AnteroPosterior ) atau PA ( PosteroAnterior ) karna dari posisi nya saja
berpengaruh terhadap pembacaan .

Pada foto ini kita hanya bisa menyimpulkan adanya hipertropi ventrikel kiri
yaitu pembesaran ventrikel kiri.

Patofisiologi

Pada kasus ini kelompok kami mendiagnosis adanya infark miokard dengan ST
elevasi. Infark tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh faktor stres, kurang istirahat,
dan merokok. Awalnya pasien mengalami stres psikologis, yang menyebabkan
kebutuhan oksigen di miokardium meningkat, terutama karena denyut jantung dan
kontraktilitas miokardium akan ditingkatkan oleh perangsangan simpatis. Sebagai
respons terhadap hal ini, resistensi pembuluh darah koroner pada jantung yang normal
menurun hingga sekitar 20% dari nilai istirahat, sehingga sejalan dengan peningkatan
perfusi koroner, keseimbangan O2 akan dipertahankan. Kemampuan peningkatan
perfusi koroner hingga 5 kali lipat dari nilai istirahat ini yang disebut cadangan
koroner.
Arterosklerosis yang kemungkinan diderita oleh pasien, yang merupakan penyebab
utama PJK. Penyempitan arteri koronaria besar menyebabkan adanya resistensi yang
meningkat atau tekanan yang menurun, ini menyebabkan cadangan koroner
meningkat melampaui batas, bahkan ketika istirahat, yang akan mengakibatkan
berkurangnya respons kompensasi, dan akhirnya akan habis. Bersamaan dengan itu
suplai O2 akan berkurang, yang akan menyebabkan kematian sel jantung yang
diperdarahi. Inilah yang disebut anoksia iskemik yang akan bermanifestasi sebagai
nyeri di dada bagian kiri yang terjadi selama aktivitas fisik atau stres psikologis.
Anoksia iskemik stadium awal menyebabkan adanya defisiensi ATP, karena bahan
pembentuknya yaitu piruvat dan asetil-KoA membutuhkan laktat, H+, dan asam
lemak bebas, sedangkan laktat, asam lemak bebas, dan H+ dipakai untuk
memperbaiki kerusakan sel jantung, maka dengan adanya defisiensi ATP akan
mengakibatkan kontraksi miokardium abnormal, dan terjadilah angina pektoris.
Jika nyeri menghilang saat stres atau aktivitas berlalu disebut angina pektoris stabil.
Bila pasien dengan angina pektoris stabil kronis tiba-tiba mengalami angina yang
lebih kuat dan lebih sering (angina pektoris tidak stabil), ini biasanya merupakan
tanda awal infark miokardium akut, yang berarti terjadi penyumbatan total pada arteri
koronaria.
Iskemi yang terjadi akan menyebabkan tidak adanya pengeluaran H+ dan laktat yang
akan menyebabkan asidosis dan penimbunan laktat. Asidosis akan mengakibatkan
penghambatan glikolisis yang menyebabkan bertambahnya defisiensi ATP, dan
kerusakan sel akan bersifat irreversibel, lalu terjadilah infark.
IV. Diagnosis

Diagnosis Fisiologis : Infark Miokard Akut dengan ST Elevasi


Diagnosis Etiologi : STEMI ini disebabkan oleh Aterosklerotik Koroner
Diagnosis IMA dengan Elevasi ST ditegakkan berdasarkan :
1. Anamnesis nyeri dada yang khas berupa :
a. Lokasi : Substernal
b. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditindih benda berat
c. Penjalaran : menuju epigastrium
d. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat
e. Faktor pencetus : stress emosi
f. Gejala yang menyertai : keringat dingin
2. Tampak gambaran EKG adanya elevasi ST ≥2 mm, minimal pada 2 sandapan
prekordial yang berdampingan atau ≥1 mm pada 2 sandapan ekstremitas
3. Terjadi peningkatan penanda biokimiawi serum pada cedera sel jantung,
berupa Cretinin Kinase dan isoenzimnya creatinine kinase MB (CK-MB).
Peningkatan ini merupakan penanda cedera otot yang paling spesifik seperti
pada MCI

Diagnosis Fungsional : saat iskemi miokard yang terlokalisasi menyebabkan


perkembangan suatu regio nekrosis dengan batas yang jelas. IMA paling sering
disebabkan oleh ruptur lesi aterosklerotik pada arteri koroner. Hal ini menyebabkan
pembentukan thrombus yang menyumbat arteri, sehingga menghentikan pasokan
darah ke regio jantung yang disuplainya.
Diagnosis Anatomi : iskemia menyebabkan suatu kehilangan kontraktilitas secara
tiba-tiba pada miokardium yang terkena, suatu kondisi yang disebut hipokinesis.
Nekrosis mulai berkembang dalam subendokardium (bagian dalam miokardium,
bagian yang paling cenderung mengalami iskemia), sekitar 15-30 menit setelah oklusi
koroner. Regio nekrotik meluas ke arah luar menuju epikardium selama 3-6 jam
selanjutnya, akhirnya meluas ke seluruh dinding ventrikel. Pada area tertentu
( umumnya pada tepi infark), miokardium mengalami kekakuan (kerusakan yang
reversible) dan akan pulih bila aliran darah dikembalikan. Kontraktilitas pada sisa
miokardium yang masih hidup meningkat, suatu proses yang disebut hiperkinesis.

V. Komplikasi
Menurut kelompok kami, komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini adalah
1. Disfungsi Ventrikel. Pada pasien ini telah terjadi hipertrofi ventrikel, hal ini
apabila terjadi dan tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan
terjadinya dilatasi ventrikel hingga disfungsi ventrikel .
2. Gangguan Hemodinamik. Akibat CO yang berkurang terus menerus, maka
dapat terjadi gangguan hemodinamik.
3. Syok Kardiogenik. Hal ini dapat terjadi apabila infark yang terjadi makjin
meluas ke pembuluh darah koroner lainnya.
4. Infark Ventrikel Kanan.
5. Aritmia Pasca STEMI. Hal ini dapat terjadi akibat dari ketidakseimbangan
system saraf otonom, gangguan elektrolit, iskemia, dan perambatan konduksi
di zona iskemia miokard.
6. Ruptur Muskulus Papilaris, rupture septum ventrikel, rupture dinding
ventrikel. Hal ini dapat terjadi akibat dari kerja jantung, terutama ventrikel
yang makin berat.
7. Edema paru.
8. Infark Miokard Kiri. Hal ini bisa terjadi akibat dari perluasan daerah infark
yang terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.

VI. Penatalaksanaan

A. Tatalaksan di IGD
1. Bed rest, dilakukan karena pasien dalam keadaan gawat sehingga harus
dilakukan hingga keadaan stabil.
2. O2 nasal kanul 4 L/menit, dilakukan untuk pemulihan keseimbangan
antara kebutuhan dan asupan oksigen untuk mencegah iskemia lebih lanjut.
3. Aspirin 160 mg dikunyah, berguna sebagai anti platelet atau antikoagulan
trombosit. Aspirin menghambat tromboksan, sehingga trombus tidak
terbentuk.
4. Isosorbid dinitrate 5mg sublingual, digunakan sebagai vasodilator (pelebar
pembuluh darah), khususnya pada kondisi angina pektoris, juga pada CHF
(congestive heart failure)

B. Tindak Lanjut
1. Isosorbid dinitrate IV 10 µg/menit, digunakan sebagai vasodilator (pelebar
pembuluh darah), khususnya pada kondisi angina pektoris, juga pada CHF
(congestive heart failure)
2. Simvastatin 1 x 20 mg, digunakan untuk pengobatan dislipidemia dan
pencegahan penyakit kardiovaskular.
3. Bisoprolol 1 x 5 mg, merupakan β blocker yang berguna untuk menurunkan
tekanan darah pasien.
4. Fibrinolitik dan streptokinase 1,5 juta unit, digunakan untuk melisiskan fibrin
sehingga trombus hilang dari pembuluh darah.

C. Edukasi
1. Diet, mengurangi asupan makanan yang mengandung garam, lemak, dan
kolesterol.
2. Olahraga, untuk melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan metabolisme
tubuh.
3. Jangan merokok, karena rokok merupakan faktor predisposisi yang dapat
merusak endotel. Sehingga dapat mudah terjadi atherosklerosis dan koagulasi
trombosit.
4. Keadaan pasien perlu dijaga agar tidak mudah stres.

VII. Prognosis

1. Ad Vitam : Dubia ad bonam

Pada pasien ini kemungkinan hidup pasien masih tinggio karena belum
ditemukannnya tanda gagal jantung yang memasukkan pasien ini pada
klasifikasi IMA klas 1 menurut Klasifikasi Killip. Pada klas ini angka
mortalitas pasien sebesar 6%.
2. Ad Fungsionam : Dubia ad bonam

Pada pasien ini belum ditemukan adanya gangguan fungsi dari bagian
jantung meskipun ada hipertrofi ventrikel kiri.
3. Ad Sanasionam : Dubia ad malam

Kekambuhan pasien ini tergantung pada gaya hidup pasien dan tingginya
kadar kolesterol dalam tubuh. Walaupun telah ditangani tetapi pasien tetap
memiliki kadar kolesterol tinggi dan merokok, maka hal tersebut tetap
menjadi factor resiko terjadinya rekurensi.
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA

1. Sindrom Koroner Akut (Penyakit Jantung Koroner)

Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung
koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner yang terdiri dari
infark miokard akut dengan gambaran elektrokardiografi (EKG) elevasi segmen ST
(ST Elevation Myocard Infark/STEMI), infark miokard akut tanpa elevasi segmen ST
(Non STEMI) dan angina pektoris tidak stabil (APTS). Penyakit ini timbul akibat
tersumbatnya pembuluh darah koroner yang melayani otot-otot jantung oleh
atherosclerosis yang terbentuk dari secara progresif dari masa kanak-kanak.

Adapun faktor-faktor risiko terjadinya SKA dapat dibagi menjadi dua yaitu :
risiko mayor : hiperkolesterolemia, hipertensi, merokok, diabetes mellitus dan
genetic. Sedangkan risiko minor antara lain obesitas, stress, kurang olah raga, laki-
laki, perempuan menopause.

Manisfestasi klinis SKA dapat berbeda-beda. Bisa asimtomatis tanpa gejala,


nyeri pada dada (angina pectoris), Infark Miokard Akut, dekompensasi kordis,
Aritmia jantung, sinkop atau mati mendadak. Nyeri dada (angina pectoris) biasanya
timbul saat beraktivitas dan bersifat kronis. Nyeri prekordial dirasakan terutama di
daerah retrosternal terasa seperti ditekan, diremas, panas atau tercekik. Rasa nyeri
sering menjalar ke lengan kiri atas/bawah bagian media leher, daerah maksila hingga
dagu atau ke punggung tetapi jarang ke lengan kanan. Nyeri yang dirasakan
berlangsung singkat. Pada Infark miokard akut, nyeri dirasakan lebih sakit dan lama.

SKA merupakan penyebab kematian yang utama di Indonesia menurut Survei


Kesehatan Rumah Tangga oleh Departemen Kesehatan. SKA juga menyebabkan
angka perawatan Rumah Sakit yang sangat besar di Pusat Jantung Nasional
dibandingkan penyakit jantung lainnya. Di Amerika Serikat dilaporkan jumlah
penderita SKA baru sebanyak 1,5 juta orang setiap tahun (satu penderita setiap 20
detik).

Penatalaksanaan SKA meliputi :

1.Pathogenesis SKA,

2.Cara mendiagnosa SKA yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang seperti elektrokardiografi dan petanda biokimia jantung,

3.Stratifikasi risiko terjadinya SKA seperti nyeri dada, riwayat SKA sebelumnya, usia,
jenis kelamin, diabetes dan lain-lain,

4.Terapi SKA beserta faktor risiko SKA.


Penatalaksaan SKA mengalami perubahan yang sangat cepat seiring dengan
banyaknya penelitian pada pasien STEMI dan NSTEMI. Sehingga untuk memperoleh
penatalaksanaan yang terkini dibutuhkan suatu studi kepustakaan yang komprehensif.

2. Angina Pektoris

Angina pektoris adalah rasa tidak enak di dada sebagai akibat dari suatu iskemik
miokard tanpa adanya infark. Klasifikasi klinis angina pada dasarnya berguna untuk
mengevaluasi mekanisme terjadinya iskemik. Walaupun patogenesa angina
mengalami perubahan dari tahun ke tahun, akan tetapi pada umumnya dapat
dibedakan 3 tipe angina:

1. Classical effort angina (angina klasik) Pada nekropsi biasanya didapatkan


aterosklerosis koroner. Pada keadaan ini, obstruksi koroner tidak selalu menyebabkan
terjadinya iskemik seperti waktu istirahat. Akan tetapi bila kebutuhan aliran darah
melebihi jumlah yang dapat melewati obstruksi tersebut, akan tetapi iskemik dan
timbul gejala angina. Angina pektoris akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan atatus inotropik jantung sehingga
kebutuhan O2 akan bertambah seperti pada aktifitas fisik, udara dingin dan makan
yang banyak.

2. Variant angina (angina Prinzmetal) Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul
pada saat istirahat, akibat penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba.
Penelitian terbaru menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme
koroner baik pada arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi
koroner yang tidak menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai
penurunan aliran darah arteri koroner.

3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS) Istilah lain yang sering digunakan
adalah Angina preinfark, Angina dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner
akut atau Sindroma koroner pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu
keadaan yang dapat berubah seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya
dengan angina stabil atau angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat
istirahat maupun bekerja. Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard
yang mempunyai ciri tersendiri.

Angina Pektoris Tak Stabil


Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik miokard
akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan anfark miokard akut.
Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis sebagai berikut :

1. Angina pertama kali Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali
dialami oleh penderita dalam priode 1 bulan terakhir
2. Angina progresif Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam
1 bulan terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan
pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang biasa
dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil.
3. Angina waktu istirahat Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-
hal yang dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina
sedikitnya 15 menit.
4. Angina sesudah IMA Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah
IMA.
Kriteria penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama- bersama
tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi pada IMA harus
disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan pencatatan EKG.

Patofisiologi
Gejala angina pektoris pada dasarnya timbul karena iskemik akut yang tidak menetap
akibat ketidak seimbangan antara kebutuhan dan suplai O2 miokard. Beberapa
keadaan yang dapat merupakan penyebab baik tersendiri ataupun bersama-sama yaitu:

1. Faktor di luar jantung Pada penderita stenosis arteri koroner berat dengan
cadangan aliran koroner yang terbatas maka hipertensi sistemik, takiaritmia,
tirotoksikosis dan pemakaian obat- obatan simpatomimetik dapat meningkatkan
kebutuhan O2 miokard sehingga mengganggu keseimbangan antara kebutuhan dan
suplai O2. Penyakit paru menahun dan penyakit sistemik seperti anemi dapat
menyebabkan tahikardi dan menurunnya suplai O2 ke miokard.
2. Sklerotik arteri koroner Sebagian besar penderita ATS mempunyai gangguan
cadangan aliran koroner yang menetap yang disebabkan oleh plak sklerotik yang lama
dengan atau tanpa disertai trombosis baru yang dapat memperberat penyempitan
pembuluh darah koroner. Sedangkan sebagian lagi disertai dengan gangguan
cadangan aliran darah koroner ringan atau normal yang disebabkan oleh gangguan
aliran koroner sementara akibat sumbatan maupun spasme pembuluh darah.
3. Agregasi trombosit Stenosis arteri koroner akan menimbulkan turbulensi dan
stasis aliran darah sehingga menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang
akhirnya membentuk trombus dan keadaan ini akan mempermudah terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah.
4. Trombosis arteri koroner Trombus akan mudah terbentuk pada pembuluh darah
yang sklerotik sehingga penyempitan bertambah dan kadang-kadang terlepas menjadi
mikroemboli dan menyumbat pembuluh darah yang lebih distal. Trombosis akut ini
diduga berperan dalam terjadinya ATS.
5. Pendarahan plak ateroma Robeknya plak ateroma ke dalam lumen pembuluh
darah kemungkinan mendahului dan menyebabkan terbentuknya trombus yang
menyebabkan penyempitan arteri koroner.
6. Spasme arteri koroner Peningkatan kebutuhan O2 miokard dan berkurangnya
aliran koroner karena spasme pembuluh darah disebutkan sebagai penyeban ATS.
Spame dapat terjadi pada arteri koroner normal atupun pada stenosis pembuluh darah
koroner. Spasme yang berulang dapat menyebabkan kerusakan artikel, pendarahan
plak ateroma, agregasi trombosit dan trombus pembuluh darah.
Beberapa faktor risiko yang ada hubungannya dengan proses aterosklerosis antara lain
adalah :
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah : Umur, jenis kelamin dan riwayat
penyakit dalam keluarga.
2. Faktor risiko yang dapat diubah : Merokok, hiperlipidemi, hipertensi, obesitas
dan DM.

Gejala klinis
1. Gejala Didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa sakit,
tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri, tercekik atau rasa
terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher, tenggorokan, daerah antara tulang
skapula, daerah rahang ataupun lengan. Sewaktu angina terjadi, penderita dapat sesak
napas atau rasa lemah yang menghilang setelah angina hilang. Dapat pula terjadi
palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir pingsan.

2. Pemeriksaan fisik Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada


auskultasi dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah
apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau meningkat pada waktu
serangan angina.

3. EKG EKG perlu dilakukan pada waktu serangan angina, bila EKG istirahat normal,
stress test harus dilakukan dengan treadmill ataupun sepeda ergometer. Tujuan dari
stress test adalah :

- menilai sakit dada apakah berasal dari jantung atau tidak. - Menilai
beratnya penyakit seperti bila kelainan terjadi pada pembuluh darah
utama akan memberi hasil positif kuat. Gambaran EKG penderita ATS dapat berupa
depresi segmen ST, depresi segmen ST disertai inversi gelombang T, elevasi segmen
ST, hambatan cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.
Perubahan EKG pada ATS bersifat sementara dan masing-masing dapat terjadi
sendiri-sendiri ataupun sersamaan. Perubahan tersebut timbul di saat serangan angina
dan kembali ke gambaran normal atau awal setelah keluhan angina hilang dalam
waktu 24 jam. Bila perubahan tersebut menetap setelah 24 jam atau terjadi evolusi
gelombang Q, maka disebut sebagai IMA.
4. Enzim LDH, CPK dan CK-MB Pada ATS kadar enzim LDH dan CPK dapat
normal atau meningkat tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal. CK-MB
merupakan enzim yang paling sensitif untuk nekrosis otot miokard, tetapi dapat
terjadi positif palsu. Hal ini menunjukkan pentingnya pemeriksaan kadar enzim secara
serial untuk menyingkirkan adanya IMA.

3. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI)

Definisi
Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari
spektrum sindrom koroner akut yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, Infark
miokard akut (IMA) tanpa elevasi ST dan Infark miokard akut dengan elevasi ST.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI
dapat terjadi secara cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini dicetuskan
oleh faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Diagnosis Infark Miocard akut dengan ST elevasi berdasarkan anamnesis
nyeri dada yang khas dan pada gambaran EKG salah satu perubahan EKG adalah
elevasi karakteristik yang disebut "segmen ST." Segmen ST elevasi menunjukkan
bahwa jumlah yang relatif besar kerusakan otot jantung yang terjadi (karena arteri
koroner tersumbat).2 Elevasi ST >2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau >1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung,
terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis namun keputusan
memberikan terapi revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim,
mengingat dalam tatalaksana IMA, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is
muscle.

Anamnesis
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,
seperti aktivitas berat, stress emosi atau penyakit medis atau bedah.

Nyeri Dada
Bila di jumpai pasein dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara tepat
apakan pasien menderita IMA atau tidak. Nyeri dada tipikal (Angina) merupakan
gelaja kardianal pasien IMA.
Nyeri dada Angina sebagai berikut:
1. Lokasi : substernal, retrosternal, dan perkordial.
2. Sifat nyeri : rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk.
3. Penjalaran : Biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, punggung, perut, dan
lengan kanan.
4. Nyeri membaik dengan istirahat atau obat nitrat.
5. Faktor pencetus : latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
6. Gejala yang menyertai : mual, mundah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas
dan lemas.

Pertanda (Biomarker) kerusakan jantung


Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase CK dan cardiac specific
troponin (cTn) T atau cTn I yang dilakukan secara serial. cTn harus dilakukan sebagai
pertanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai dengan kerusakan otot skeletal,
karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.
Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal menunjukan ada
nekrosis jantung (Infark Miocard).
 CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
 cTn : ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam
bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T
masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.

Pemeriksaan enzim yang lain yaitu: Mioglobin, Creatinin Kinase (CK), dan
Latic dehydrogenase (LDH).

BAB VI
KESIMPULAN

Tuan Ahmad yang berumur 40 tahun, kami diagnosa infark miokard akut
dengan elevasi ST berdasarkan keluhan-keluhan yang terdapat pada pasien,
pemeriksaan fisik, penunjang, dan laboratorium. Selain itu, anamnesis nyeri dada
yang khas dan pada gambaran EKG terdapat salah satu perubahan EKG yaitu elevasi
karakteristik yang disebut "segmen ST”. Dari riwayat pengobatan dan riwayat
kebiasaan juga mendukung diagnosis tersebut. Rencana tatalaksana pada pasien ini
adalah dengan prinsip meningkatkan oksigenasi dan memperbaiki iskemi. Prognosis
pada pasien ini cukup baik apabila faktor penyebab timbulnya infark miokard
ditangani secara adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

1. Alwi I. Infark Miokard Akut Dengan Elevasi ST. Dalam: Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.p.1741-54
2. Fogoros, RN. Heart Health Center. STEMI - ST Segment Elevation
Myocardial Infarction. Available at :
http://heartdisease.about.com/od/heartattack/g/STEMI.htm. [update :
September 3rd, 2008]. Accessed on : May 3rd, 2012.
3. Zahari AM. Medscape reference. Myocardial Infarction Treatment &
Management. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/155919-
treatment. [update : February 13th 2012 ]. Accessed on : May 6th, 2012.
4. Dharma S. Sistimatika Interprestasi EKG. Jakarta: Penerbit buku kedokteran;
2010.p.14,26
5. Sasonto A, Pusponegoro A, Sani A, dkk.MIMS, Indonesia Index of Medical
Specialities. Kardiovaskular. Jakarta: BIP; 2010.p.47,56.

Anda mungkin juga menyukai