Anda di halaman 1dari 2

MODEL PEMBELAJARAN SIMULASI

Fanni Wirliani Putri (1507370)


Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan
fanniwp@student.upi.edu

Model pembelajaran simulasi adalah salah satu dari rumpun model-model pembelajaran
interaksi sosial. Interaksi sosial didasari oleh teori belajar Gestalt, yang mana teori ini
menitikberatkan hubungan yang harmonis antara individu dengan masyarakat (learning of life
together). Model pembelajaran simulasi ditokohi oleh Sarene Bookock dan Harold Guetzkov,
yang mana dalam konsep perancangannya, sehubungan teori Gestalt yaitu bertujuan untuk
membantu siswa mengalami bermacam-macam proses dan kenyataan sosial, dan untuk
menguji reaksi mereka, serta untuk memperoleh konsep pembuatan keputusan (Rusman,
2010, hal. 138). Reaksi yang ditimbulkan akibat kenyataan sosial tersebut diharapkan akan
menjadi sumber bagi penemuan berikutnya yang akan berguna bagi siswa dalam
berkehidupan sosial di masyarakat kelak. Sebab teori belajar pada dasarnya merupakan
penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses dalam
pikiran siswa itu (Al-Tabany, 2014, hal. 28)
Ada dua filsafat yang melandasi terbentuknya model pembelajaran ini. Pertama,
melalui konstruktivisme. Hakikatnya, pengetahuan dibangun dari dalam diri siswa.
Maksudnya, siswa dapat menemukan cara tepat untuk belajar bagi dirinya masing-masing.
Mengingat bahwa pengetahuan dibangun baik secara individual maupun sosial, maka
menurut konstruktivisme, kelompok belajar dapat dikembangkan demi keberhasilan
pembelajaran (Suparno dalam Syaripudin & Kurniasih, 2015, hal. 126). Kedua, yaitu filsafat
idealisme. Dalam idealisme, pengetahuan berasal dari ide-ide. Bahwa proses mengetahui
terjadi dalam pikiran,dan siswa mendapatkan pengetahuan melalui berpikir (Syaripudin &
Kurniasih, 2015, hal. 52). Maka struktur dan atmosfir kelas hendaknya memberikan
kesempatan pada siswa untuk berpikir, dan menggunakan kriteria penilaian moral dalam
situasi konkrit dalam konteks pelajaran. Namun, tidak cukup sebatas memberikan
kesempatan berpikir saja, perlu ada tindak lanjut dari proses tersebut yang kemudian
dituangkan dalam perbuatan ataupun kegiatan praktis.
Simulasi digunakan dalam semua sistem pengajaran, terutama dalam desain
pembelajaran yang berorientasi pada tujuan-tujuan tingkah laku. Menurut Oemar Hamalik,
ada empat kategori keterampilan yang digunakan dalam simulasi (Hamalik, 2002, hal. 196-
197); (1) simulasi dalam mantra kognitif, (2) simulasi dalam mantra psikomotor, (3) simulasi
dalam mantra reaktif, dan (4) simulasi dalam mantra interaktif. Dalam kognitif, simulasi
berarti pemecahan masalah yang khusus, perencanaan, dan tugas-tugas membuat keputusan
dapat disimulasikan dengan menyajikan situasi yang nyata ke pada siswa. Dalam psikomotor,
simulasi dilaksanakan pada semua bidang keterampilan (off the job training), yang mana
memberikan pengalaman tanpa mendatangkan bahaya seperti bilamana melakukan latihan di
lapangan (on the job training). Dalam reaktif, simulasi mengenai gejala-gejala sosial dan
gejala-gejala lainnya dimaksudkan untuk mengembangkan sikap dan nilai—misalnya
masalah hubungan antar suku, kekeluargaan, dapat diungkapkan dalam bentuk sosiodrama.
Terakhir dalam interaktif, simulasi bermanfaat dalam rangka pengembangan keterampilan-
keterampilan interaktif dalam bidang sosial dan situasi-situasi bisnis lainnya, dengan cara
melibatkan para siswa dalam peranan-peranan tertentu.

Referensi
Al-Tabany, T. I. (2014). Mendesain Model Pembelajaran: Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual. Jakarta: Prenadamedia Grup.
Hamalik, O. (2002). Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Syaripudin, T., & Kurniasih. (2015). Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Percikan
Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai