Anda di halaman 1dari 14

REVOLUSI MENTAL-REVOLUSI MORAL-REVOLUSI AKHLAK

Mencoba berpikir obyektif. Ada suatu capres yang mengusung visi ini, bagaimananpun juga visi
ini jauh lebih penting dan harus kita apresiasi karena sudah terlalu banyaknya kebobrokan
mental/moral di negeri tercinta ini. Sadar atau tidak, tahu atau tidak dan percaya atau tidak,
bahwa visi Revolusi Mental ini "meniru" cara apa yang telah dilakukan Rasulullah Nabi
Muhammad SAW pada jaman jahiliyah dahulu di negeri Arab. Tentu kita masih ingat bagaimana
keadaan bangsa Arab sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW, kondisi kehidupan bangsa
Arab dikenal dengan sebutan zaman jahiliyah. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan bangsa Arab
yang berperilaku buruk dan berakhlak tercela. Mereka suka mencuri, minum khamr, berzina,
merampok, bertengkar, berperang dan bahkan terbiasa membunuh bayi-bayi perempuan yang
baru dilahirkan. Kemudian Allah SWT mengutus seorang Rasul akhir zaman (Nabi Muhammad
SAW) untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak manusia. Nabi Muhammad SAW
bersabda: ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik”. (HR: Bukhari
dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab syu’bil Iman dan Hakim). Beliau lah yang
merubah moral atau akhlak bangsa Arab yang tidak beradab menjadi lebih beradab. Kemudian
muncul pertanyaan dalam diri ini. Lebih penting mana, mengajarkan ilmu dahulu baru
mengajarkan adab? atau mengajarkan adab dahulu baru ilmu? Jawabannya adalah Nabi
Muhammad SAW jaman dahulu mengajarkan adab dahulu baru setelah itu ilmu. Karena apabila
mengajarkan ilmu dahulu baru mengajarkan adab, jadinya ya seperti jaman kita sekarang. Tidak
sedikit orang pinter (baik ilmu atau agamanya) tetapi menjadi keblinger. Menurut wikipedia,
Etika Islam atau "Adab dan Akhlak Islamiyah" adalah etika dan moral yang dianjurkan di dalam
ajaran Islam yang tercantum di dalam Al-Quran dan Sunnah, dengan mengikuti contoh dari
teladan Nabi Muhammad S.A.W[1][2], yang di dalam akidah Islamiyah dinyatakan sebagai
manusia yang paling sempurna akhlaknya. Mengapa Revolusi Mental ini sangat penting?
Ternyata Mental/Akhlak ini mempunyai kedudukan tertinggi. Dikutip dari wikipedia: Dari As-
Sunnah, yaitu hadits-hadits Nabi Muhammad S.A.W: - "Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak mulia" - "Sesungguhnya orang yang terbaik dari kalian adalah orang
yang terbaik akhlakny" - "Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang paling
baik akhlaknya (di antara mereka)" - "Pergaulilah manusia dengan akhlak yang mulia" - "Tidak
ada sesuatu yang lebih berat timbangannya (di Hari Kiamat) dibanding Akhlak mulia" -
"Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat tempatnya
denganku pada hari kiamat adalah yang paling mulia akhlaknya" - Dari Nawwas bin Sim’an al-
Anshari, katanya: “Saya bertanya kepada Rasulullah S.A.W tentang kebaikan dan tentang dosa.
Beliau menjawab, “Kebaikan adalah akhlak yang mulia, dan dosa adalah sesuatu yang bergejolak
dalam dadamu dan engkau merasa tidak senang apabila orang lain mengetahuinya” Dan masih
banyak dalil-dalil lain yang menunjukkan tingginya kedudukan Akhlak dan Adab yang baik di
dalam ajaran Islam. Dan berikut beberapa contoh adab dan akhlak yang mulia dalam
bermasyarakat: 1. Cintailah saudaramu sebagaimana mencintai diri sendiri - “Tidak beriman
seseorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri” (HR. Bukhari dan Muslim). 2. Muliakan tamu dan tetanggamu - “Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barang siapa
yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR.
Bukhari dan Muslim) 3. Berbuat baiklah kepada temanmu - “Sebaik-baik teman di sisi Allah
Ta’ala adalah yang paling berbuat baik kepada temannya” (HR. Tirmidzi, shahih) 4. Tolonglah
saudaramu yang kesulitan - “Barang siapa yang membantu seorang muslim dan menghilangkan
kesulitan yang ada pada dirinya dari kesuliatan-kesulitan dunia, maka Allah akan hilangkan
baginya kesuliatan dari kesulitan-kesulitan di hari kiamat kelak” (HR. Muslim) 5. Balaslah
kejelekan orang lain dengan kebaikan - “Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang
yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah” (QS. Asy Syura : 40) 6. Berterimakasihlah atas
kebaikan orang lain - “Tidaklah bersyukur kepada Allah seseorang yang tidak berterima kasih
kepada manusia” (HR. Bukharidalam Al Adabul Mufrad) 7. Tebarkanlah salam - Maukah kalian
aku tunjukkan suatu amalan yang jika kalian kerjakan niscaya kalian akan saling mencintai?
Tebarkanlah salam di antara kalian” (HR. Tirmidzi, shahih) 8. Hormati yang tua, sayangi yang
muda - “Bukanlah termasuk golongan kami, orang yang tidak menghormati yang lebih tua, dan
tidak menyayangi yang lebih muda…” (HR. Ahmad, hasan) 9. Menjaga tangan dan lisan -
“Seorang muslim yang baik adalah yang membuat kaum muslimin yang lain selamat dari
gangguan lisan dan tangannya” (HR. Bukhari) Jelas adanya bahwa visi Revolusi Mental ini harus
kita apresiasi karena dalam Islam Mental/Adab/Moral/Akhlak suatu elemen paling penting dalam
suatu individu. Semoga nanti pada pelaksanaannya dimudahkan dan dilancarakan dan kita bantu
sebisanya untuk mendukung pelaksanaan visi ini.

Oleh Warsa Suwarsa

Tulisan ini dapat dikatakan sebagai sebuah kolase yang disarikan dari sekumpulan makalah
ilmiah Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tingkat Kota Sukabumi Tahun 2018. Sebagai salah
satu Dewan Juri dalam Lomba Menulis Makalah Ilmiah Al-Qur’an, saya merasa kagum terhadap
karya-karya yang dihasilkan oleh Sembilan orang peserta karena dapat menyajikan tulisan berupa
karya ilmiah sesuai harapan Dewan Juri. Dapat dikatakan, para peserta dari setiap kecamatan
merupakan utusan terbaik hasil dari seleksi MMIQ tingkat kecamatan beberapa minggu lalu.

Secara keseluruhan, para peserta MMIQ Pelajar dapat mengelaborasi secara baik sebuah tema
yang ditentukan oleh panitia MTQ yaitu Konsepsi Al-Qur’an Tentang Revolusi Mental. Kondisi
ini merupakan prestasi bagus yang telah diraih oleh Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an
(LPTQ) di tiap kecamatan di Kota Sukabumi. Bahkan, melalui karya ilmiah dari peserta ini
menyiratkan lahirnya cara baru generasi milenial dalam memberi penafsiran komprehensif dan
memiliki spektrum persepsi (dari berbagai sudut pandang) yang lebih segar.

Dengan tidak berlebihan baik memuji penyajian makalah atau muatan yang dikandungnya,
menurut hemat penulis, ikhtiar yang telah dilakukan oleh para peserta MMIQ merupakan upaya
agar Al-Qur’an dapat dipahami oleh bahasa kaumnya. Tujuannya agar pesan-pesan dalam Al-
Quran dapat dimengerti dengan jelas. Sudah tentu hal ini merupakan pengimplementasian dari
nilai-nilai Al-Qur’an tentang: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan (dari tiada
menjadi ada, dari gelap menjadi terang, dari samar menjadi jelas).

Revolusi Mental dalam Pendidikan dengan Perspektif Al-Qur’an


Dalam makalah ilmiah dengan judul di atas, Abdul Aziz salah seorang peserta MMIQ dari
Kecamatan Cibeureum memberikan pandangan revolusi mental menganjurkan kita untuk selalu
melakukan pembaharuan dengan konsep Al-Qur’an. Diawali dari diri pribadi, masyarakat dan
Bangsa, dalam melakukan perubahan untuk kemaslahatan umat, perubahan dibarengi dengan
kekuatan spiritual, dilandasi dengan keimanan akan mendapatkan perubahan yang hakiki, dan
mengantarkan kita selamat dunia akhirat. Dengan menggunakan pendidikan revolusi mental yang
sesuai dengan Al-Qur’an kita dapat menjadikan Indonesia

Salah satu kunci keberhasilan Rasulullah SAW dalam pembaharuan revolusi mental yaitu dengan
menjadikan diri sendiri sebagai suri tauladan (Uswatun Hasanah) dalam berbagai hal. Pesan dari
Rasulullah SAW adalah semangat Ibda’ Bi Nafsika memiliki maksud agar segala sesuatu
terutama perubahan diawali oleh dan dari diri sendiri. Tanpa kecuali di bidang pendidikan.

Perubahan Masyarakat Melalui Revolusi Mental dengan Perspektif Al-Qur’an


Aril Arsiandi menyimpulkan bahwa revolusi mental merupakan sebuah gerakan yang digaungkan
oleh pemerintah pada dasarnya adalah merupakan gerakan perubahan sikap masyarakat supaya
menjadi masyarakat baru yang berdaya saing tinggi dan bermental baja. Perubahan sikap
masyarakat tersebut nyatanya sudah banyak dituangkan dalam Al – Qur’an yang merupakan
pedoman dan petunjuk bagi umat manusia dengan berbagai istilah nya seperti ummatan wahidah,
ummatan masathan, dan ummatan muqtasidah serta mungkin ada banyak yang lainnya. Hal ini
juga menunjukan bahwa Al – Qur’an benar-benar merupakan pedoman dalam bertingkah laku.

Sikap Derma Ditinjau dari Moralitas dan Al-Qur’an


Salah seorang peserta dari Kecamatan Gunungpuyuh menampilkan gagasan yang lebih khusus
dalam makalahnya. Eneng Resti Yuliani menjabarkan sikap derma dan menyantuni merupakan
ciri utama individu yang telah mencapai moral tertinggi baik ditinjau dari perspektif moralitas
atau Al-Qur’an. Sikap derma merupakan salah satu ajaran tertinggi yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. Bahkan ayat-ayat pertama (periode Mekah) selalu memposikan sikap derma
sebagai landasan atau basis nilai dalam kehidupan masyarakat. Orang kikir yang enggan
mendermakan sebagian hartanya disetarakan posisinya dengan perilaku saa-huun, sikap lalai
dalam pengabdian kepada Allah SWT. Artinya, menihilkan kasih sayang kepada manusia sama
artinya dengan menghilangkan pengabdian kita kepada Tuhan.
Makalah ilmiah ini jika dibaca secara utuh seakan membawa kita ke masa sejarah dalam fase
dakwah Rasulullah di Mekah. Sebuah tahap masa kenabian di mana Rasulullah SAW secara
peribadi harus bersentuhan dan membela kaum tertindas, para budak belian, hamba sahaya, yatim
piatu, dan kelompok minoritas yang teralienasi dirinya dari kehidupan kosmopolitan Mekah yang
partiarkis-klanis.

Revolusi Mental Meminimalisir Dekadensi Moral


Apa yang disebutkan oleh Fadhlan Ridwanullah dan Siti Rukoyah dalam makalahnya seperti di
atas merupakan hal yang tidak salah. Generasi muda selaku orang yang akan melanjutkan estafet
kepemudaan bangsa harus dipersiapkan dengan matang lewat ilmu pengetahuan dan keimanan
yang kuat. Cara ampuh untuk mengobati dekadensi (kemerosotan) moral dan mental yaitu
dengan memahami dan menjalankan pola pikir revolusi mental menurut perspektif Al-Qur’an.
Hal tersebut dilalui melalui tahapan antara lain; membaca, bertilawah, dan mentadaburi serta
mengamalkan pesan-pesan subsantif Al-Qur’an.

Relevansi Revolusi Mental dan Pendidikan Karakter dalam Perspektif Al-Qur'an


Revolusi mental seperti yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi p merupakan suatu proses
pendidikan. Proses pendidikan, yaitu pembentukan dan pengembangan karakter. Pembentukan
dan pengembangan karakter sebagai suatu proses pendidikan tidak terlepas dari sistem
pendidikan nasional yang berlaku. Hal ini karena pendidikan nasional menjadi rujukan untuk
mengukur relevansi pendidikan karakter tersebut. Di samping itu, pendidikan karakter tidak
hanya berlaku demi pendidikan itu sendiri, melainkan juga untuk mempersiapkan individu dapat
menjadi warga negara yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kehidupan dirinya dan
keberlangsung bangsanya. Karakter merupakan kesatuan antara pola pikir (logos), nurani (ethos),
dan sikap (patos). Karakter merupakan ciri khas yang unik yang melekat pada seseorang atau
kelompok yang mengandung nilai, kemampuan, moral, dan ketegaran dalam menghadapi
kesulitan dan tantangan. Alinea ini merupakan sebuah kesimpulan dari makalah yang ditulis oleh
Mira Rahmawati peserta MMIQ dari Kecamatan Citamiang.

Penulis adalah Guru MTs Riyadlul Jannah, Cikundul dan Dewan Hakim MMIQ Kota Sukabumi

REVOLUSI MENTAL PERSPEKTIF AL-QUR'AN

Dalam kehidupan sehari-hari banyak hal yang perlu kita ketahui, zaman
menuntut akan perubahan agar terlihat lebih mapan. Sementara jiwa
terkadang tak sesuai harapan. Banyak hal yang mengandung pembaruan
disertai unsur kepentingan yang luar biasa. Sehingga sering tak terlihat
bahkan sulit membedakan antara baik dan buruk, antara haram dan halal,
antara satu dengan yang lainnya. Merupakan aspek yang sudah menjiwai
setiap insan yang terus bergejolak.

"REVOLUSI MENTAL PERSPEKTIF AL-QUR'AN"


firman Allah SWT didalam Al-Qur'an ;

‫َا‬ ‫َه‬
‫َم‬ َْ
‫نع‬ ‫ً أ‬‫َة‬‫ْم‬ ‫ًا ن‬
‫ِع‬ ‫َيِر‬
‫ُغ‬‫ي كُ م‬
َ ْ‫لم‬ َ َ‫اَّلل‬
َّ ‫َن‬
َّ ‫ِكَ ب‬
‫ِأ‬ ‫َٰل‬ َ
‫ذ‬
‫َن‬
َّ ‫َأ‬
‫ۙ و‬ ْ
‫ِم‬‫ُسِه‬
‫نف‬َْ
‫ِأ‬‫َا ب‬‫ُوا م‬ ‫َيِر‬ ُ َٰ
‫يغ‬ ‫َّى‬
‫حَت‬ ٍ‫ْم‬‫َو‬ ‫َى‬
‫َٰ ق‬ ‫عَل‬
ٌ‫ِيم‬‫عَل‬ ٌ‫اَّللَ سَمِيع‬
َّ
(Siksaan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali
tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada
suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka
sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Praktek revolusi mental menjadikan manusia lebih berintegrasi, mau bekerja


keras dan punya semangat gotong royong. Revolusi mental juga adalah
suatu gerakan untuk menjadikan manusia agar menjadi manusia baru yang
berhati putih berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api
yang menyala-nyala. Mental, sikap dan pola pikir sangat ditentukan arahnya
oleh sistem keyakinan sebagai modal penggerak. Sifat dan kebutuhan dasar
manusia adalah meraih kebaikan dan kebahagiaan hidup, tidak hanya
didunia tetapi juga diakhirat.

Menurut M.Quraish shihab pada dasarnya Al-Qur'an adalah kitab satu-


satunya yang dikenal manusia yang berbicara tentang hukum-hukum
kemasyarakatan. Perubahan masyarakat baru terjadi manakala terpenuhi
dua syarat pokok yaitu :

Pertama, Adanya nilai-nilai atau ide.


Syarat pertama telah diambil alih sendiri oleh Allah swt. melalui petunjuk Al-
Qur’an dan penjelasan Nabi saw., walaupun sifatnya masih umum dan
memerlukan perincian dari manusia.

Kedua, Adanya pelaku-pelaku yang menyesuaikan diri dengan nilai-nilai


tersebut.
Syarat kedua mengenai para pelakunya, mereka adalah manusia-manusia
yang hidup dalam suatu tempat dan yang selalu terikat dengan hukum-
hukum masyarakat yang ditetapkan Allah.

Sesuai dengan pedoman, Al-Qur'an yang merupakan salah satu perangkat


revolusi mental bangsa indonesia yang sangat ampuh. Karena Al-Qur'an
adalah petunjuk obat bagi setiap hati.

َ‫َّاس‬‫َ الن‬‫ِتُخْرِج‬
‫ْكَ ل‬ َِ
‫لي‬ ‫ُ إ‬‫َاه‬‫لن‬َْ َْ
‫نز‬ ‫ِتَا ب‬
‫ٌ أ‬ ‫ك‬ ۚ
‫الر‬
‫لى‬
َٰ َِ
‫ْ إ‬
‫ِم‬ ‫ْنِ ر‬
‫َبِه‬ ‫ِذ‬ ‫ُّورِ ب‬
‫ِإ‬ ‫ل ى الن‬ َِ
‫َاتِ إ‬‫ُم‬‫َ الظُّل‬‫مِن‬
ِ ْ ِ‫َزِيز‬
‫ال حَمِيد‬ ْ ِ‫َاط‬
‫ال ع‬ ‫صِر‬
Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan
manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu)
menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.

Tentu kita masih ingat bagaimana keadaan bangsa Arab sebelum


kedatangan Nabi Muhammad SAW, kondisi kehidupan bangsa arab dikenal
dengan sebutan jahiliyah. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan buruk dan
berperilaku tercela. kemudian Allah SWT mengutus seorang Rasul akhir
zaman untuk memperbaiki atau menyempurnakan akhlak manusia. Nabi
SAW bersabda :
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik"

Saat ini generasi kita sangat jauh dari apa yang diharapkan, karakter bangsa
sudah luntur digilas waktu. pondasi yang dibangun dengan kokoh kini
diruntuhkan oleh generasi itu sendiri. Bangsa yang santun, berbudi pekerti,
ramah, dan selalu lekat dengan sistem gotong-royong seharusnya mampu
membuat indonesia menjadi bangsa yang arif. Namun jika generasi kita
sudah jauh dari keaslian bangsa mau dibawa kemana masa depan bangsa
ini?

Oleh karena itu pentinglah jikalau kita menerapkan ajaran Al-Qur'an yang
telah diturunkan sebagai pelengkap dan petunjuk bagi kehidupan yang dapat
mengubah masyarakat biadab menjadi beradab, yang dulunya berseteru
menjadi satu, yang dulunya menyembah berhala kini kembali menyembah
Allah SWT. Kita kembalikan jati diri kita, identitas kita, ciri khas kita. Krisis
moral yang menjangkit kalangan muda, harus diberantas habis-habisan dan
selalu berfikir dan bertindak sebagai bangsa yang besar. sehingga kita akan
menciptakan generasi muda yang handal yang tidak hanya tangguh secara
intelektual tetapi juga anggun secara moral. Amin........................

Teks Lengkap Khotbah Idul Fitri Quraish Shihab di Istiqlal

Reporter: M. Quraish Shihab


25 Juni 2017 dibaca normal 7 menit

https://amp.tirto.id/teks-lengkap-khotbah-idul-fitri-qurais…

---
Teks Lengkap Khotbah Idul Fitri Quraish Shihab di Istiqlal

Reporter: M. Quraish Shihab


25 Juni 2017 dibaca normal 7 menit

Prof. Quraish Shihab dipilih sebagai khatib dalam salat Id di Masjid Istiqlal. Inilah teks lengkap
khotbah salat Id yang dibawakan Quraish Shihab pagi ini di Istiqlal.

Allah Akbar, Allah Akbar, Wa Lillahil Hamd.

Dengan takbir dan tahmid, kita melepas Ramadan yang insya Allah telah menempa hati,
mengasuh jiwa serta mengasah nalar kita. Dengan takbir dan tahmid, kita melepas bulan suci
dengan hati yang harus penuh harap, dengan jiwa kuat penuh optimisme, betapa pun beratnya
tantangan dan sulitnya situasi. Ini karena kita menyadari bahwa Allah Maha Besar. Allahu
Akbar! Allahu Akbar!

Semua kecil dan ringan selama kita bersama dengan Allah. Kita bersama sebagai umat Islam dan
sebagai bangsa, kendati mazhab, agama atau pandangan politik kita berbeda. Karena kita semua
ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita semua satu bangsa, satu bahasa dan satu tanah air dan kita
semua telah sepakat ber-Bhineka Tunggal Ika, dan menyadari bahwa Islam, bahkan agama-
agama lainnya, tidak melarang kita berkelompok dan berbeda. Yang dilarang-Nya adalah
berkelompok dan berselisih.

Maksudnya: "Janganlah menjadi serupa dengan orang-orang yang berkelompok-kelompok dan


berselisih dalam tujuan, setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan. Mereka itulah
yang mendapatkan siksa yang pedih." Demikian Allah berfirman dalam Q.S. Ali ‘Imran ayat 105.

Saudara, keragaman dan perbedaan adalah keniscayaan yang dikehendaki Allah untuk seluruh
makhluk, termasuk manusia.

Seandainya Allah menghendaki niscaya kamu dijadikannya satu umat saja, tetapi (tidak demikian
kehendak-Nya). Itu untuk menguji kamu menyangkut apa yang dianugerahkan-Nya kepada
kamu. Karena itu berlomba-lombalah dalam kebajikan (Q.S. Al-Maidah ayat 48).
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa Lillahil Hamd!

Saudara, kini kita beridul fitri. Kata fithri atau fithrah berarti “asal kejadian”, “bawaan sejak
lahir”. Ia adalah naluri. Fitri juga berarti “suci”, karena kita dilahirkan dalam keadaan suci bebas
dari dosa. Fithrah juga berarti “agama” karena keberagamaan mengantar manusia
mempertahankan kesuciannya. Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama (Islam) dalam
keadaan lurus.

Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.
Itulah agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. Ar-Rum ayat 30).

Dengan beridul fitri, kita harus sadar bahwa asal kejadian kita adalah tanah: Allah Yang membuat
sebaik-baiknya segala sesuatu yang Dia ciptakan dan Dia telah memulai penciptaan manusia dari
tanah. (Q.S. AsSajadah ayat 7)

Kita semua lahir, hidup dan akan kembali dikebumikan ke tanah. Dari bumi Kami menciptakan
kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu untuk dikuburkan dan darinya Kami akan
membangkitkan kamu pada kali yang lain. (Q.S. Thaha ayat 55).

Kesadaran bahwa asal kejadian manusia dari tanah, harus mampu mengantar manusia memahami
jati dirinya. Tanah berbeda dengan api yang merupakan asal kejadian iblis. Sifat tanah stabil,
tidak bergejolak seperti api. Tanah menumbuhkan, tidak membakar. Tanah dibutuhkan oleh
manusia, binatang dan tumbuhan -- tapi api tidak dibutuhkan oleh binatang, tidak juga oleh
tumbuhan. Jika demikian, manusia mestinya stabil dan konsisten, tidak bergejolak, serta selalu
memberi manfaat dan menjadi andalan yang dibutuhkan oleh selainnya.

Bumi di mana tanah berada, beredar dan stabil. Allah menancapkan gunung-gunung di perut
bumi agar penghuni bumi tidak oleng – begitu firman-Nya dalam Q.S. An-Nahl ayat 15.
Peredaran bumi pun mengelilingi matahari sedemikian konsisten! Kehidupan manusia di dunia
ini pun terus beredar, berputar, sekali naik dan sekali turun, sekali senang di kali lain susah.

Saudara, jika tidak tertancap dalam hati manusia pasak yang berfungsi seperti fungsinya gunung
pada bumi, maka hidup manusia akan oleng, kacau berantakan. Pasak yang harus ditancapkan ke
lubuk hati itu adalah keyakinan tentang Ketuhanan Yang Maha Esa. Itulah salah satu sebab
mengapa idul fitri disambut dengan takbir.

Kesadaran akan kehadiran dan keesaan Tuhan adalah inti keberagamaan. Itulah fithrah atau fitri
manusia yang atas dasarnya Allah menciptakan manusia (Q.S. Ar-Rum ayat 30).

Selanjutnya karena manusia diciptakan Allah dari tanah, maka tidak heran jika nasionalisme,
patriotisme, cinta tanah air, merupakan fithrah yakni naluri manusia. Tanah air adalah ibu pertiwi
yang sangat mencintai kita sehingga mempersembahkan segala buat kita, kita pun secara naluriah
mencintainya. Itulah fithrah, naluri manusiawi. Karena itulah, hubbu al-wathan minal iman, cinta
tanah air adalah manfestasi dan dampak keimanan. Tidak heran jika Allah menyandingkan iman
dengan tanah air (Q.S Al-Hasyr ayat 9).

Sebagaimana menyejajarkan agama dengan tanah air, Allah berfirman: Allah tidak melarang
kamu berlaku adil (memberi sebagian hartamu) kepada siapapun - walau bukan muslim-- selama
mereka tidak memerangi kamu dalam agama atau mengusir kamu dari negeri kamu (Q.S. Al-
Mumtahanah ayat 8). Demikian pembelaan agama dan pembelaan tanah air yang disejajarkan
oleh Allah.

Saudara, (siapa) yang mencintai sesuatu akan memeliharanya, menampakkan dan


mendendangkan keindahannya serta menyempurnakan kekurangannya bahkan bersedia
berkorban untuknya. Tanah air kita, yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, harus
dibangun dan dimakmurkan serta dipelihara persatuan dan kesatuannya. Persatuan dan kesatuan
adalah anugerah Allah yang tidak ternilai.
“Seandainya engkau, siapapun engkau, menafkahkan segala apa yang di bumi untuk
mempertautkan hati anggota masyarakat, engkau tidak akan mampu, tetapi Allah yang
mempertautkan hati mereka,” begitu Firman-Nya dalam Q.S. al-Anfal ayat 63.

Sebaliknya, perpecahan dan tercabik-cabiknya masyarakat adalah bentuk siksa Allah. Itulah
antara lain yang diuraikan Al-Quran menyangkut masyarakat Saba’, negeri yang tadinya
dilukiskan Al-Quran sebagai baldatun thayyibatum wa rabbun ghafur, negeri sejahtera yang
dinaungi ampunan Illahi tapi mereka durhaka dengan menganiaya diri mereka, menganiaya
negeri mereka.

Maka Kami jadikan mereka buah bibir dan kami cabik-cabik mereka sepenuh pencabik-cabikan.
(Q.S. Saba’ ayat 18).

Saudara, yang dikemukan ayat-ayat di atas adalah sunatullah. Itu adalah hukum kemasyarakatan
yang kepastiannya tidak berbeda dengan kepastian “hukum-hukum alam”. Allah berfirman:
“Sekali-kali engkau -– siapapun, kapan dan di mana pun engkau -- tidak akan mendapatkan bagi
sunnatullah satu perubahan pun dan sekali-kali engkau tidak akan mendapatkan bagi sunnatullah
Allah sedikit penyimpangan pun.

Itulah yang terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia dan yang prosesnya bisa jadi yang kita saksikan
dewasa ini di sekian negara di Timur Tengah.

Allahu Akbar, Allah Akbar, Wa Lillahil Hamd.

Saudara-saudara sekalian, Allah berpesan bahwa bila hari raya fithrah tiba, maka hendaklah kita
bertakbir.ْ Kalimat takbir merupakan satu prinsip lengkap menembus semua dimensi yang
mengatur seluruh khazanah fundamental keimanan dan aktivitas manusia. Dia adalah pusat yang
beredar, di sekelilingnya sejumlah orbit unisentris serupa dengan matahari, yang beredar di
sekelilingnya planet-planet tata surya. Di sekeliling tauhid itu beredar kesatuan-kesatuan yang
tidak boleh berpisah atau memisahkan diri dari tauhid, sebagaimana halnya planet-planet tata
surya -- karena bila berpisah akan terjadi bencana kehancuran.

Kesatuan-kesatuan tersebut antara lain. Pertama, kesatuan seluruh makhluk karena semua
makhluk kendati berbeda-beda namun semua diciptakan dan di bawah kendali Allah. Itulah
“wahdat al-wujud/Kesatuan wujud” – dalam pengertiannya yang sahih.

Kedua, kesatuan kemanusiaan. Semua manusia berasal dari tanah, sejak Adam, sehingga semua
sama kemanusiaannya. Semua harus dihormati kemanusiaannya, baik masih hidup maupun telah
wafat, walau mereka durhaka. Karena itu: Siapa yang membunuh seseorang tanpa alasan yang
benar, maka dia bagaikan membunuh semua manusia dan siapa yang memberi kesempatan hidup
bagi seseorang maka dia bagaikan telah menghidupkan semua manusia.“ [Q.S. al-Maidah ayat
32]

Memang jika ada yang manusia yang menyebarkan teror, mencegah tegaknya keadilan,
menempuh jalan yang bukan jalan kedamaian, maka kemanusiaan harus mencegahnya. Hal ini
dikarenakan, menurut Q.S. Al-Hajj ayat 40: Seandainya Allah tidak mengizinkan manusia
mencegah yang lain melakukan penganiayaan niscaya akan diruntuhkan biara-biara, gereja-
gereja, sinagog-sinagog, dan masjid-masjid, yang merupakan tempat-tempat yang di dalamnya
banyak disebut nama Allah. Tetapi Allah tidak menghendaki roboh-robohnya tempat-tempat
peribadatan itu. Karena itu pula kemanusiaan harus bersifat adil dan beradab.

Ketiga, di pusat tauhid beredar juga kesatuan bangsa. Kendati mereka berbeda agama, dan suku,
berbeda kepercayaan atau pandangan politik, mereka semua bersaudara, dan berkedudukan sama
dari kebangsaan. Karena itu sejak zaman Nabi Muhammad SAW., beliau telah memperkenalkan
istilah “Lahum Ma Lanaa Wa ‘Alaihim Maa ‘Alaina”. Mereka yang tidak seagama dengan kita
mempunyai hak kewargaan sebagaimana hak kita kaum muslimin dan mereka juga mempunyai
kewajiban kewargaan sebagaimana kewajiban kita.

Dan karena itu pula, pemimpin tertinggi Al-Azhar, Prof. Dr. Ahmad At-Thayyib, berkata:
“Dalam tinjauan kebangsaan dan kewargaannegaraan, tidak wajar ada istilah mayoritas dan
minoritas karena semua telah sama dalam kewargaan negara dan lebur dalam kebangsaan yang
sama."

Kesadaran tentang kesatuan dan persatuan itulah yang mengharuskan kita duduk bersama
bermusyawarah demi kemaslahatan dan itulah makna “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan”.ْ

Saudara, kesadaran tentang kesamaan dan kebersamaan itu merupakan salah satu sebab mengapa
dalam rangkaian idul fithri, setiap muslim berkewajiban menunaikan zakat fitrah yang
merupakan simbol kepedulian sosial serta upaya kecil dalam menyebarkan keadilan sosial. Selain
kesatuan-kesatuan di atas, masih banyak yang lain, seperti: kesatuan suami isteri, yakni kendati
mereka berbeda jenis kelamin namun mereka harus menyatu. Tidak ada lagi yang berkata “saya”
tetapi “kita”, karena mereka sama-sama hidup, sama-sama cinta serta sama-sama menuju tujuan
yang sama.

Akhirnya, walau bukan yang terakhir, perlu juga disebut kesatuan jati diri manusia yang terdiri
dari ruh dan jasad. Penyatuan jiwa dan raga, mengantar “binatang cerdas yang menyusui” ini
menjadi manusia utuh sehingga tidak terjadi pemisahan antara keimanan dan pengamalan, tidak
juga antara perasaan dan perilaku, perbuatan dengan moral, idealitas dengan realitas. Akan tetapi,
masing-masing merupakan bagian yang saling melengkapi. Jasad tidak mengalahkan ruh dan ruh
pun tidak merintangi kebutuhan jasad.

Kecenderungan individu memperkukuh keutuhan kolektif dan kesatuan kolektif mendukung


kepentingan individu. Pandangan tidak hanya terpaku di bumi dan tidak juga hanya mengawang-
awang di angkasa. Demikian itulah manusia yang ber-‘idul fithri, yang kembali ke asal
kejadiannya.

Anda menemukan dia teguh dalam keyakinan. Teguh tetapi bijaksana, senantiasa bersih walau
miskin, hemat dan sederhana walau kaya, murah hati dan murah tangan, tidak menghina dan
tidak mengejek, tidak menyebar fitnah tidak menuntut yang bukan haknya dan tidak menahan
hak orang lain.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Wa lillahil Hamd.

Saudara, kitab suci Al-Qur’an menguraikan bahwa sebelum manusia ditugaskan ke bumi, Allah
memerintahkannya transit terlebih dahulu di surga. Itu dimaksudkan agar Adam dan ibu kita
Hawa memperoleh pelajaran berharga di sana. Di surga, hidup bersifat sejahtera. Di sana,
menurut Al-Qur’an Surah Thaha ayat 118-119, "tersedia sandang, papan dan pangan yang
merupakan tiga kebutuhan pokok manusia. Di sana juga tidak terdengar, jangankan ujaran
kebencian, ucapan yang tidak bermanfaat pun tidak ada wujudnya. Yang ada hanya damai…
damai dan damai.

Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula yang menimbulkan
dosa, akan tetapi ucapan salam lagi sejahtera. (Q.S. Al-Waqiaah ayat 25-26).

Situasi demikian, dialami oleh manusia modern pertama itu, bukan saja agar jika mereka tiba di
pentas bumi mereka rindu kepada surga sehingga berusaha kembali ke sana, tetapi juga agar
berusaha mewujudkan bayang-bayang surga itu dalam kehidupan di bumi ini, yakni hidup
sejahtera, terpenuhi kebutuhan pokok setiap individu, dalam suasana damai, bebas dari rasa takut
yang mencekam, bebas juga dari kesedihan yang berlarut.ْ

Saudara! Di surga juga keduanya menghadapi tipu daya iblis dan mengalami kepahitan akibat
memperturutkannya. Sementara pakar berkata bahwa kata “iblis” terambil dari bahasa Yunani
Kuno yakni Diabolos, yang berarti "sosok yang memfitnah, yang memecah belah". Iblis
memfitnah Tuhan dengan berkata bahwa Allah tidak melarang Adam dan pasangannya mencicipi
buah terlarang, kecuali karena Allah enggan keduanya menjadi malaikat atau hidup kekal (Q.S.
Al-’Araf ayat 20). Iblis memfitnah, memecah belah, dan menanamkan prasangka buruk.
Dengan beridul fitri, kita hendaknya sadar tentang peranan Iblis dan pengikut-pengikutnya dalam
menyebar luaskan fitnah dan hoax serta menanamkan prilaku buruk serta untuk memecah belah
persatuan dan kesatuan.

Saudara, Al-Qur’an melukiskan bahwa mempercayai ujaran Iblis, mengakibatkan tanggalnya


pakaian Adam dan Hawa. (Q.S. Al-araf ayat 27). Pakaian adalah hiasan, pakaian juga menandai
identitas dan melindungi manusia dari sengatan panas dan dingin sambil menutupi bagian yang
enggan diperlihatkan. Selama bulan puasa ini, kita menenun pakaian takwa dengan nilai-nilai
luhur.

Nilai yang telah disepakati oleh bangsa kita adalah nilai-nilai yang bersumber dari agama dan
budaya bangsa yang tersimpul dalam Pancasila. Itulah pakaian kita sebagai bangsa. Itulah yang
membedakan kita dari bangsa-bangsa lain. Itulah hiasan kita dan itu pula yang dengan
menghayatinya kita dapat terlindungi -- atas bantuan Allah -- dari aneka sengatan panas dan
dingin, dari aneka bahaya yang mengganggu eksistensi kita sebagai bangsa.

Allah berpesan: Jangan menjadi seperti seorang perempuan gila dalam cerita lama yang
merombak kembali tenunannya sehelai benang demi sehelai setelah ditenunkannya (Q.S. An
Nahl ayat 92).

Saudara-saudara, para ‘Â’idîn dan ‘Â’idât, yakinlah bahwa kita memiliki nilai-nilai luhur yang
dapat mengantarkan kita ke cita-cita proklamasi. Tetapi agaknya kita kurang mampu merekat
nilai-nilai itu dalam diri dan kehidupan bermasyarakat. Nilai-nilai inilah yang membentuk
kepribadian anggota masyarakat; semakin matang dan dewasa masyarakat, semakin mantap pula
pengejawantahan nilai-nilai tersebut. Masyarakat yang sakit adalah yang mengabaikan nilai-nilai
tersebut.

Ada orang atau masyarakat yang sakit tapi tidak menyadari bahwa dia sakit. Sayyidina Ali pernah
berucap melukiskan keadaan seseorang atau masyarakat: “Penyakitmu disebabkan oleh ulahmu
tapi engkau tidak lihat obatnya ada di tanganmu tapi engkau tak sadar.”

Keadaan yang lebih parah adalah tahu dirinya sakit, obat pun telah dimilikinya, tapi obatnya dia
buang jauh-jauh. Semoga bukan kita yang demikian.

Akhirnya, mari kita jadikan ‘idul fithri, sebagai momentum untuk membina dan memperkukuh
ikatan kesatuan dan persatuan kita, menyatupadukan hubungan kasih sayang antara kita semua,
sebangsa dan setanah air.

Marilah dengan hati terbuka, dengan dada yang lapang, dan dengan muka yang jernih, serta
dengan tangan terulurkan, kita saling memaafkan, sambil mengibarkan bendera as-Salâm,
bendera kedamaian di tanah air tercinta, bahkan di seluruh penjuru dunia.

“Ya Allah, Engkaulah as-Salâm (kedamaian), dari-Mu bersumber as-Salâm, dan kepada-Mu pula
kembalinya. Hidupkanlah kami, Ya Allah, di dunia ini dengan as-Salâm, dengan aman dan
damai, dan masukkanlah kami kelak di negeri as-Salâm (surga) yang penuh kedamaian. Maha
Suci Engkau, Maha Mulia Engkau, Yâ Dzal Jalâli wal Ikrâm.

=================================================================

Oleh Warsa Suwarsa Tulisan ini dapat dikatakan sebagai sebuah kolase yang disarikan dari
sekumpulan makalah ilmiah Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) Tingkat Kota Sukabumi Tahun
2018. Sebagai salah satu Dewan Juri dalam Lomba Menulis Makalah Ilmiah Al-Qur’an, saya
merasa kagum terhadap karya-karya yang dihasilkan oleh Sembilan orang peserta karena dapat
menyajikan tulisan berupa karya ilmiah sesuai harapan Dewan Juri. Dapat dikatakan, para peserta
dari setiap kecamatan merupakan utusan terbaik hasil dari seleksi MMIQ tingkat kecamatan
beberapa minggu lalu. Secara keseluruhan, para peserta MMIQ Pelajar dapat mengelaborasi
secara baik sebuah tema yang ditentukan oleh panitia MTQ yaitu Konsepsi Al-Qur’an Tentang
Revolusi Mental. Kondisi ini merupakan prestasi bagus yang telah diraih oleh Lembaga
Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ) di tiap kecamatan di Kota Sukabumi. Bahkan, melalui
karya ilmiah dari peserta ini menyiratkan lahirnya cara baru generasi milenial dalam memberi
penafsiran komprehensif dan memiliki spektrum persepsi (dari berbagai sudut pandang) yang
lebih segar. Dengan tidak berlebihan baik memuji penyajian makalah atau muatan yang
dikandungnya, menurut hemat penulis, ikhtiar yang telah dilakukan oleh para peserta MMIQ
merupakan upaya agar Al-Qur’an dapat dipahami oleh bahasa kaumnya. Tujuannya agar pesan-
pesan dalam Al-Quran dapat dimengerti dengan jelas. Sudah tentu hal ini merupakan
pengimplementasian dari nilai-nilai Al-Qur’an tentang: Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
telah menciptakan (dari tiada menjadi ada, dari gelap menjadi terang, dari samar menjadi jelas).
Revolusi Mental dalam Pendidikan dengan Perspektif Al-Qur’an Dalam makalah ilmiah dengan
judul di atas, Abdul Aziz salah seorang peserta MMIQ dari Kecamatan Cibeureum memberikan
pandangan revolusi mental menganjurkan kita untuk selalu melakukan pembaharuan dengan
konsep Al-Qur’an. Diawali dari diri pribadi, masyarakat dan Bangsa, dalam melakukan
perubahan untuk kemaslahatan umat, perubahan dibarengi dengan kekuatan spiritual, dilandasi
dengan keimanan akan mendapatkan perubahan yang hakiki, dan mengantarkan kita selamat
dunia akhirat. Dengan menggunakan pendidikan revolusi mental yang sesuai dengan Al-Qur’an
kita dapat menjadikan Indonesia Salah satu kunci keberhasilan Rasulullah SAW dalam
pembaharuan revolusi mental yaitu dengan menjadikan diri sendiri sebagai suri tauladan
(Uswatun Hasanah) dalam berbagai hal. Pesan dari Rasulullah SAW adalah semangat Ibda’ Bi
Nafsika memiliki maksud agar segala sesuatu terutama perubahan diawali oleh dan dari diri
sendiri. Tanpa kecuali di bidang pendidikan. Perubahan Masyarakat Melalui Revolusi Mental
dengan Perspektif Al-Qur’an Aril Arsiandi menyimpulkan bahwa revolusi mental merupakan
sebuah gerakan yang digaungkan oleh pemerintah pada dasarnya adalah merupakan gerakan
perubahan sikap masyarakat supaya menjadi masyarakat baru yang berdaya saing tinggi dan
bermental baja. Perubahan sikap masyarakat tersebut nyatanya sudah banyak dituangkan dalam
Al – Qur’an yang merupakan pedoman dan petunjuk bagi umat manusia dengan berbagai istilah
nya seperti ummatan wahidah, ummatan masathan, dan ummatan muqtasidah serta mungkin ada
banyak yang lainnya. Hal ini juga menunjukan bahwa Al – Qur’an benar-benar merupakan
pedoman dalam bertingkah laku. Sikap Derma Ditinjau dari Moralitas dan Al-Qur’an Salah
seorang peserta dari Kecamatan Gunungpuyuh menampilkan gagasan yang lebih khusus dalam
makalahnya. Eneng Resti Yuliani menjabarkan sikap derma dan menyantuni merupakan ciri
utama individu yang telah mencapai moral tertinggi baik ditinjau dari perspektif moralitas atau
Al-Qur’an. Sikap derma merupakan salah satu ajaran tertinggi yang telah dicontohkan oleh
Rasulullah SAW. Bahkan ayat-ayat pertama (periode Mekah) selalu memposikan sikap derma
sebagai landasan atau basis nilai dalam kehidupan masyarakat. Orang kikir yang enggan
mendermakan sebagian hartanya disetarakan posisinya dengan perilaku saa-huun, sikap lalai
dalam pengabdian kepada Allah SWT. Artinya, menihilkan kasih sayang kepada manusia sama
artinya dengan menghilangkan pengabdian kita kepada Tuhan. Makalah ilmiah ini jika dibaca
secara utuh seakan membawa kita ke masa sejarah dalam fase dakwah Rasulullah di Mekah.
Sebuah tahap masa kenabian di mana Rasulullah SAW secara peribadi harus bersentuhan dan
membela kaum tertindas, para budak belian, hamba sahaya, yatim piatu, dan kelompok minoritas
yang teralienasi dirinya dari kehidupan kosmopolitan Mekah yang partiarkis-klanis. Revolusi
Mental Meminimalisir Dekadensi Moral Apa yang disebutkan oleh Fadhlan Ridwanullah dan Siti
Rukoyah dalam makalahnya seperti di atas merupakan hal yang tidak salah. Generasi muda
selaku orang yang akan melanjutkan estafet kepemudaan bangsa harus dipersiapkan dengan
matang lewat ilmu pengetahuan dan keimanan yang kuat. Cara ampuh untuk mengobati
dekadensi (kemerosotan) moral dan mental yaitu dengan memahami dan menjalankan pola pikir
revolusi mental menurut perspektif Al-Qur’an. Hal tersebut dilalui melalui tahapan antara lain;
membaca, bertilawah, dan mentadaburi serta mengamalkan pesan-pesan subsantif Al-Qur’an.
Relevansi Revolusi Mental dan Pendidikan Karakter dalam Perspektif Al-Qur'an Revolusi mental
seperti yang dikemukakan oleh Presiden Jokowi p merupakan suatu proses pendidikan. Proses
pendidikan, yaitu pembentukan dan pengembangan karakter. Pembentukan dan pengembangan
karakter sebagai suatu proses pendidikan tidak terlepas dari sistem pendidikan nasional yang
berlaku. Hal ini karena pendidikan nasional menjadi rujukan untuk mengukur relevansi
pendidikan karakter tersebut. Di samping itu, pendidikan karakter tidak hanya berlaku demi
pendidikan itu sendiri, melainkan juga untuk mempersiapkan individu dapat menjadi warga
negara yang bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kehidupan dirinya dan keberlangsung
bangsanya. Karakter merupakan kesatuan antara pola pikir (logos), nurani (ethos), dan sikap
(patos). Karakter merupakan ciri khas yang unik yang melekat pada seseorang atau kelompok
yang mengandung nilai, kemampuan, moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan
tantangan. Alinea ini merupakan sebuah kesimpulan dari makalah yang ditulis oleh Mira
Rahmawati peserta MMIQ dari Kecamatan Citamiang. Penulis adalah Guru MTs Riyadlul
Jannah, Cikundul dan Dewan Hakim MMIQ Kota Sukabumi

Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/100057/revolusi-mental-dalam-literasi-mmiq-kota-
sukabumi
Konten adalah milik dan hak cipta www.nu.or.id
Kesehatan mental
Menurut Hasan Langgulung, kesehatan mental dapat disimpulkan sebagai “akhlak yang mulia”.
Oleh sebab itu, kesehatan mental didefinisikan sebagai “keadaan jiwa yang menyebabkan merasa
rela (ikhlas) dan tentram ketika ia melakukan akhlak yang mulia.

Didalam buku Yahya Jaya menjelaskan bahwa kesehatan mental menurut islam yaitu, identik
dengan ibadah atau pengembangan potensi diri yang dimiliki manusia dalam rangka pengabdian
kepada Allah dan agama-Nya untuk mendapatkan Al-nafs Al-muthmainnah (jiwa yang tenang
dan bahagia) dengan kesempurnaan iman dalam hidupnya.

Sedangkan dalam bukunya Abdul Mujib dan Yusuf Mudzkir kesehatan menurut islam yang
dkutip dari Musthafa fahmi, menemukan dua pola dalam mendefenisikan kesehatan mental:

1. Pola negatif (salaby), bahwa kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari neurosis (al-
amhradh al-’ashabiyah) dan psikosis (al-amhradh al-dzihaniyah).

2. Pola positif (ijabiy), bahwa kesehatan mental adalah kemampuan individu dalam penyesuaian
terhadap diri sendiri dan terhadap lingkungan sosial.

Islam sebagai suatu agama yang bertujuan untuk membahagiakan dan meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, sudah barang tentu dalam ajaran-ajaranya memiliki konsep kesehatan
mental.Begitu juga dengan kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah bertujuan untuk mendidik
dan memperbaiki dan membersihkan serta mensucikan jiwa dan akhlak.

Di dalam Al-Qur’an sebagai dasar dan sumber ajaran islam banyak ditemui ayat-ayat yang
berhubungan dengan ketenangan dan kebahagiaan jiwa sebagai hal yang prinsipil dalam
kesehatan mental. Ayat-ayat tersebut adalah:

‫َاب َو ْال ِح ْك َمةَ َو ِإن كَانُواْ ِمن قَ ْب ُل‬


َ ‫سوالً ِ هم ْن أَنفُ ِس ِه ْم َيتْلُو َعلَ ْي ِه ْم آ َياتِ ِه َويُزَ ِ هكي ِه ْم َويُ َع ِ هل ُم ُه ُم ْال ِكت‬ ِ ‫علَى ْال ُم‬
َ ‫ؤمنِينَ ِإ ْذ َب َع‬
ُ ‫ث فِي ِه ْم َر‬ ‫لَقَدْ َم َّن ه‬
َ ُ‫ّللا‬
‫ضالل ُّمبِين‬ َ ‫ل ِفي‬ َ

Artinya: Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah
mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka
al-kitab dan al-hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (keadaan nabi) itu, mereka adalah benar-
benar dalam kesesatan yang nyata. (Q.S. 3: 164)

Dalam hadits Rasulullah dijelaskan juga yaitu:

Artinya: Sesungguhnya aku diutus oleh Allah adalah bertugas untuk menyempurnakan kemulian
Akhlak manusia.

Dari ayat Al-Qur’an dan hadits diatas dapat ditegaskan bahwa kesehatan mental (shihiyat al nafs)
dalam arti yang luas adalah tujuan dari risalah Nabi Muhammad SAW diangkat jadi rasul Allah
SWT, karena asas, cirri, karakteristik dan sifat dari orang yang bermental itu terkandung dalam
misi dan tujuan risalahnya. Dan juga dalam hal ini al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk, obat,
rahmat dan mu’jizat (pengajaran) bagi kehidupan jiwa manusia dalam menuju kebahagian dan
peningkatan kualitasnya sebagai mana yang ditegaskan dalam ayat berikut:

Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepadakebajikan,
menyuruh kepada yangcma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. (Q.S. Ali Imran: 104)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah menjanjikan kemenangan kepada orang-orang yang
mengajak kepada kebaikan,menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kapada yang mungkar.
Keimanan,katqwaan,amal saleh,berbuat yang makruf, dan menjauhi perbuatan keji dan mungkar
faktor yang penting dalam usaha pembinaan kesehatan mental.
Artinya: Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya
keimanan merek bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan
Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(Q.S. Al-Fath: 4)

Ayat di atas menerangkan bahwa Allah mensifati diriNya bahwa Dia-lah Tuhan Yang Maha
Mengetahui dan Bijaksana yang dapat memberikan ketenangan jiwa ke dalam hati orang yang
beriman.

ALQURAN DAN KESEHATAN JIWA

Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW (verbatim) sebagai
petunjuk bagi manusia. Walaupun kitab ini menggunakan bahasa Arab, dan pada awal
perkembangan Islam diturunkan pada masyarakat Arab. Tidak berarti wahyu Allah itu hanya
untuk kalangan tertentu, bangsa Arab. Namun, ia bersifat universal risalahnya, yaitu untuk semua
manusia, apapun ras, bangsa dan bahasanya.

Al-Qur’an sendiri menegaskan bahwa ia tidak diturunkan hanya untuk masyarakat Arab, tetapi
juga untuk seluruh umat manusia. (QS 2: 185) Oleh karena itu Rasulullah SAW berpesan kepada
mereka yang mempercayai Al-Qur’an sebagai wahyu Allah untuk mempelajari dan
mengajarkannya.

‫ﺨيﺮكﻡمنتعلﻡالقرانوعلمه‬

“Sebaik-baik di antaramu yaitu yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (HR Bukhari).

Pada zaman modern sekarang ini, ketika hubungan antarbangsa semakin meningkat dan terbuka,
tidak tertutup kemungkinan orang-orang non-muslim pun mempelajari kitab Al-Qur’an. Walau
tentu saja tujuan mereka mempelajarinya berbeda dengan tujuan kaum muslim. Tujuan mereka
ada yang semata-mata ilmiah dan juga sengaja ingin merusak aqidah umat Islam, sedangkan
kaum muslim mempunyai tujuan untuk memahami dan mengamalkannya.

Dilihat dari sejarahnya Al-Qur’an diturunkan pada masyarakat Arab Jahiliyah. Pada zaman ini
masyarakat Arab hidup dalam kegelapan, yaitu suatu kehidupan tanpa cahaya iman. Dalam
situasi demikian yang berlaku dalam mengatur kehidupan adalah hukum rimba, yang kuat
menjadi pemimpin dan yang lemah menjadi budak. Benda-benda dijadikan sebagai Tuhan dan
anak perempuan dianggap tidak berharga. Mereka ibarat layang-layang yang terputus, tak
mepunyai arah dan tujuan. Dapat dikatakan bahwa orang-orang Jahiliyah itu hanya sibuk
mengurus dunia, atau sebagai penganut materialisme, sedangkan ruhaninya gersang. Karena itu,
tepat sekali Al-Qur’an diturunkan pada saat masyarakat mengalami kemerosotan akhlak.

Dalam keadaan demikian kitab ini menjadi petunjuk dan sebagai obat penawar kegersangan
ruhani. Masyarakat Jahiliyah seperti pasien yang sakit yang butuh pertolongan dokter, namun
yang sakit bukan jasmaninya melainkan ruhaninya atau jiwanya. Allah berfirman dalam kitab-
Nya: “Hai seluruh manusia, sesungguhnya telah datang kepada kamu pengajaran dari Tuhan
kamu dan obat bagi apa yang terdapat dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
mukmin ”. (QS Yunus: 57)

Abdullah Yusuf Ali, dalam menafsirkan ayat ini mengatakan, bahwa “obat penyakit hati
keimanan, lebih berharga daripada keuntungan duniawi (materi), kekayaan.” (Yusuf Ali, h. 499)
Dan memang, kata Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah mengatakan bahwa, “Ayat ini
menegaskan bahwa Al-Qur’an adalah obat bagi apa yang terdapat dalam dada. Penyebutan kata
dada yang diartikan dengan hati, menunjukkan bahwa wahyu-wahyu Ilahi itu berfungsi
menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani seperti ragu, dengki, takabur dan semacamnya.” (vol.
6, h. 102)
Dalam ayat lain yang berhubungan dengan ayat sebelumnya: “Dan (sedangkan) Kami
menurunkan Al-Qur’an sebagai obat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
ia tidaklah menambah kepada orang-orang yang dhalim selain kerugian. ”(QS Al-Isra: 82)
Mengenai obat penawar telah disinggung di muka, dan tentang rahmat Allah Quraish Shihab
mengatakan bahwa, “Ayat ini membatasi rahmat Al-Qur’an untuk orang-orang mukmin, karena
merekalah yang paling berhak menerimanya sekaligus paling banyak memperolehnya. Akan
tetapi ini bukan berarti bahwa selain mereka tidak memperoleh walau secercah dari rahmat akibat
kehadiran Al-Qur’an.” (Tafsir Al-Mishbah, vol. 7, h. 533) “Tidak ragu lagi bahwa dalam Al-
Qur’an terdapat kekuatan spiritual yang luar biasa dan mempunyai pengaruh mendalam atas diri
manusia. Ia membangkitkan pikiran, menggelorakan perasaan, dan menajamkan wawasan. Dan
manusia yang berada di bawah pengaruh Al-Qur’an ini seakan menjadi manusia baru yang
diciptakan kembali.” Demikian dikatakan oleh Dr. M ‘Utsman Najati dalam bukunya Al-Qur’an
dan Ilmu Jiwa.

Kita dapat membandingkan dalam sejarah umat manusia, bagaimana masyarkata Arab sebelum
dan sesudah datangnya Islam. Sebelum datangnya Islam mereka hidup dalam kegelapan, namun
setelah Islam, kehidupan mereka berubah sama sekali. Dari masyarakat nomad dan bersuku-suku
mereka mampu membangun peradaban Islam yang maju, hingga dapat menandingi imperium
besar, Persia dan Romawi.

Atas keberhasilan itu Michael Hert menempatkan nabi Muhammad SAW pada rangking pertama
dari seratus tokoh yang berpengaruh di dunia.

Itulah kekuatan spiritual Al-Qur’an. Bukan saja secara spiritual, namun juga ia sebagai obat
secara fisik. Seperti diceritakan oleh Ibnul Qoyyim, bahwa suatu ketika beberapa sahabat Nabi
SAW sampai di suatu perkampungan Arab. Ketika itu kepala dusun tersengat ular berbisa, dan
belum juga mendapat obat. Lalu beberapa dari mereka meminta sahabat Nabi untuk
mengobatinya. Salah seorang musafir tersebut membaca suratal-Fatihah sampai selesai, dan
orang itupun sembuh.

Ketika bertemu dengan Rasulullah peristiwa ini diceritakan para sahabat. Beliau berkata, “
Adakah yang memberi tahu kepadamu bahwa Al-Fatihah itu “ruqyah” (obat dengan jampi-
jampi)? Engkau telah dengan tepat melakukannya. …”(Ibnul Qoyyim, h. 18-19 ).

Al-Qur’an adalah obat penawar dan rahmat bagi kaum beriman. Karena itu, jiwa-jiwa kaum
beriman tidak mengalami gangguan jiwa. Terjadinya gangguan jiwa karena kehidupan manusia,
terutama manusia modern saat ini, tidak seimbang. Padahal hidup manusia harus seimbang antara
kehidupan duniawi (materi) dan kebutuhan akan ketenangan jiwa (ruhani). Dengan keseimbangan
itu, maka jiwa manusia akan sehat.

Jadi, kita sebagai manusia (beriman) harus mau mempelajarinya dengan membaca, memahami
dan mengamalkannya serta merenungkan apa yang terdapat di dalamnya. Wallahu ‘alam
bishawwab.

Depok,19 -10 – 2007

lu’ay Peminat buku

Daftar Pusaka

Abdullah Yusuf Ali, The Holy Qur’an, terj. Ali Audah

Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol. 6

———————-, Tafsir Al-Mishbah, vol. 7

Dr. M. Utsman Najati, Al-Quran dan Ilmu Jiwa, terj.

Ibnu Qoyyim, Therapi Penyakit Hati, terj

Anda mungkin juga menyukai