Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS DENGAN DIARE AKUT


DEHIDRASI SEDANG

Disusun Oleh :
Tiara Rahmawati
030.08.240
Pembimbing :
dr. Thomas Harry Adoe, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI
PERIODE 26 AGUSTUS – 2 NOVEMBER 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
BEKASI
LEMBAR PENGESAHAN

Dengan hormat,
Presentasi kasus pada kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bekasi periode 26
Agustus – 2 November 2013 dengan judul “Kejang Demam Kompleks dengan Diare Akut
Dehidrasi Sedang” yang disusun oleh :
Nama : Tiara Rahmawati
NIM : 030.08.240
Telah disetujui dan diterima hasil penyusunannya oleh Yth :
Pembimbing :
dr. Thomas Harry Adoe, Sp. A

Menyetujui,

(dr. Thomas Harry Adoe, Sp. A)

2
BAB I
ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS
Data Pasien Ayah Ibu
Nama An. A Tn. M Ny. S
Umur 2 tahun 6 bulan 31 tahun 24 tahun
Jenis Kelamin Perempuan Pedagang Perempuan
Alamat Bantar Gebang, Bekasi
Agama Islam Islam Islam
Suku bangsa Sunda Sunda Sunda
Pendidikan - SMP SMP
Pekerjaan - Pekerja Bangunan Ibu Rumah Tangga
Penghasilan - - -
Keterangan Hubungan dengan
orang tua : Anak
kandung
Tanggal Masuk RS 6 Oktober 2013

II. ANAMNESIS
Dilakukan sacara Alloanamnesis kepada ibu pasien pada hari Minggu tanggal 6 Oktober
2013.
a. Keluhan Utama
Kejang sejak±14 jam SMRS
b. Keluhan Tambahan
Demam, Mencret, Nafsu makan turun
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dibawa oleh orang tuanya ke IGD RSUD Bekasi dengan keluhan kejang
sejak ±14 jam SMRS. Sebelum kejang pasien demam tinggi yang diukur dengan
menggunakan termometer digital oleh ibu pasien, suhunya 38,5oC.
±13 jam SMRS kejang terjadi lagi. Saat diukur dengan termometer digital oleh
ibu pasien suhunya 38,7oC. Setelah kejang, Pasien diberi obat panas sirup yang dibeli
di apotek, kemudian demam pasien dirasakan turun. Kemudian ±10 jam SMRS,

3
pasien kembali demam, lalu pasien dibawa ke klinik yang berada di dekat rumah. Di
sana pasien diberi obat penurun panas yang dimasukkan dari dubur. Setelah
mendapatkan obat, demam dirasakan turun. Namun, ±2 jam SMRS pasien kembali
demam, ketika diukur suhunya 38,9oC. ±1 jam SMRS pasien kembali kejang dan
keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke RSUD Bekasi. Di IGD, pasien
sudah tidak kejang.
Seluruh kejang tipenya sama. Kejang terjadi pada seluruh tubuh, badan
kelojotan, mata terbuka namun tidak mendelik ke atas. Saat kejang keluar cairan
berbusa dari mulut pasien warna bening, jumlah sedikit. Lidah tidak tergigit, kepala
tidak terbentur saat kejang berlangsung. Kejang terjadi selama ± 1-2 menit. Setelah
kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari tidur pasien langsung menangis.
Menurut Ibunya, sejak 2 hari SMRS BAB pasien cair disertai demam. Demam
muncul mendadak tinggi berlangsung terus menerus, ketika diukur dengan
termometer digital oleh ibu pasien suhunya 38,9oC. BAB cair yang dialami oleh
pasien berlangsung 5-6 kali sehari, volume ± ½ gelas aqua, cair dengan sedikit ampas,
berwarna kuning, terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau. Anak menjadi
rewel dan menjadi sering minum karena haus. Ibu pasien menyangkal adanya cairan
yang keluar dari telinga, batuk (-), pilek (-), muntah (-),tapi nafsu makan pasien
menjadi menurun.
d. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi - Difteria - Penyakit Jantung -
Cacingan - Diare - Penyakit ginjal -
Demam berdarah - Kejang - Penykait darah -
Demam typhoid - Kecelakaan - Radang paru -
Otitis - Morbili - Tuberkulosis -
parotitis - Operasi - Lain,…… -
Kesan :
Pasien belum pernah mengalami kejang sebelumnya. Ini merupakan kejang yang
pertama kali. Pasien tidak mempunyai riwayat sering demam sebelumnya.

4
e. Riwayat Keluarga
1) Corak Reproduksi
No Tgl lahir(umur) Jenis Hidup Lahir abortus Keterangan
kelamin mati kesehatan
1. 7 Maret Perempuan YA - - Pasien
2011/2th, 6 bln

2) Riwayat Pernikahan
Ayah/wali Ibu/wali
Nama Tn. M Ny. S
Perkawinan ke 1 1
Umur saat 24 tahun 21 tahun
menikah
Pendidikan SMA SMP
terakhir
Agama Islam Islam
Suku bangsa Betawi Betawi
Keadaan Epilepsi(-), DM(-), HT(-), Epilepsi (-),DM(-), HT(-),
kesehatan TB paru (-) TB paru (-)
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Penyakit, bila ada Pernah kejang saat usia 1th Tidak ada
Kesan :
Ayah pasien pernah kejang seperti OS saat usia 1 tahun. Ibu dan ayah tidak menderita
penyakit hipertensi, jantung dan kencing manis.

f. Riwayat Kehamilan/Kelahiran
KEHAMILAN Morbiditas Kehamilan DM(-), Hipertensi (-)
Perdarahan (-), Ketuban pecah dini
(-), Lain-lain (-)

Perawatan Antenatal Rutin kontrol ke klinik bidan 1


bulan sekali dan sudah mendapat
imunisasi vaksin TT 2 kali.

5
KELAHIRAN Tempat kelahiran Rumah Bersalin
Penolong persalinan Bidan
Cara persalinan Normal
Masa Gestasi 9 bulan
Keadaan bayi Berat lahir 3150 gr
Panjang lahir:49 cm
Lingkar kepala:tidak tahu
Langsung menangis(+)
Merah (+)
Nilai APGAR: tidak tahu
Kelainan Bawaan: tidak ada
Kesan :
Baik, tidak ada riwayat kejang pada anak ketika baru lahir.

g. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : 7 bulan (normal: 5-9 bulan)
Psikomotor
Tengkurap : 3 bulan (normal: 3-4 bulan)
Duduk : 6 bulan (normal: 6 bulan)
Berdiri : 11 bulan (normal: 9-12 bulan)
Berjalan : 13 bulan (normal: 13 bulan)
Bicara : 12 bulan (normal: 9-12 bulan)
Baca dan Tulis : belum bisa
Kesan :
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai usia (normal)
h. Riwayat Makanan
Umur(Bulan) ASI/PASI Buah/biskuit Bubur susu Nasi Tim
0-2 ASI - - -
2-4 ASI - - -
4-6 ASI - - -
6-8 ASI+PASI + + -
8-10 ASI+PASI + + +
10-12 ASI+PASI + + +

6
Umur di atas 1 tahun
Jenis Makanan Frekuensi dan jumlah
Nasi/pengganti 2-3x/hari, 1 centong nasi
Sayur 3x/minggu
Daging 2x/bulan
Telur 3x/minggu
Ikan 1x/minggu
Tahu 2x/hari
Tempe 3x/hari
Kesimpulan riwayat makanan:tidak ada kesulitan, asupan cukup baik.

i. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 1 bulan
DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan
POLIO 0 bulan 2 bulan 4 bulan 6 bulan
CAMPAK - - 9 bulan
HEPATITIS B 0 bulan 1 bulan 6 bulan
MMR - - -
TIFOID - - -
Kesan : imunisasi dasar sesuai jadwal dan lengkap.

j. Riwayat Lingkungan Perumahan


Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan kakaknya di perkampungan, rumah
dengan dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan 1 dapur, beratap genteng, berlantai
keramik, berdinding tembok. Keadaan rumah cukup luas, pencahayaan baik, ventilasi
baik. Sumber air bersih dari air PAM. Air limbah rumah tangga disalurkan dengan
baik dan pembuangan sampah setiap harinya diangkut oleh petugas kebersihan. Tidak
terdapat orang yang mengeluh hal serupa dengan pasien.
Kesan : Cukup baik.

7
III. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum:
- Kesan sakit : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis (cengeng)
- Kesan gizi : gizi baik
b. Data Antropometri
Berat Badan : 13 kg Lingkar kepala : 48 cm (normal)
Tinggi Badan : 88 cm Lingkar lengan atas : 16 cm
Status gizi menurut WHO : gizi baik
Tanda Vital
- Frekuensi nadi :140x/ menit,regular, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri
- Tekanan darah : 95/65 mmHg
- Frekuensi napas : 36x/menit, tipe torako-abdomino, inspirasi : ekspirasi = 1 : 2
- Suhu :36,8 ºC, axilla (diukur dengan thermometer air raksa)

c. Kepala
- Bentuk : normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup dan datar
- Rambut : rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata
- Mata : cekung+/+, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+
- Telinga : normotia, liang telinga lapang, membran timpani sulit dinilai,
serumen -/-
- Hidung : bentuk simetris, deviasi septum (-), sekret (-), mukosa
hiperemis (-), nafas cuping hidung -/-
- Bibir : Simetris saat diam, mukosa berwarna merah muda, kering
(+), sianosis (-)
- Mulut : Oral higiene baik, gigi caries (-), trismus (-), mukosa gusi
merah muda, hiperemis (-), ulkus (-), halitosis (-), lidah :
normoglosia, ulkus (-), hiperemis (-) massa (-)
- Tenggorokan : tonsil T1-T1 tenang, kripta tidak melebar, detritus (-), faring
tidak hiperemis, ulkus (-) massa (-)

8
d. Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid
maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun
KGB, trakea teraba di tengah
e. Thoraks
- Inspeksi : Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal,
pada sela iga tidak terlihat adanya retraksi, pembesaran KGB
aksila -/- , tidak ditemukan efloresensi pada kulit dinding
dada, ictus cordis terlihat pada ICS V linea midclavicularis
kiri, pulsasi abnormal (-)
- Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan dan benjolan, gerak napas simetris
kanan dan kiri, vocal fremitus sama kuat kanan dan kiri, teraba
ictus cordis pada ICS V linea midclavicularis kiri, denyut kuat
- Perkusi : Sonor di kedua lapang paru, jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, reguler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi
jantung I-II reguler, punctum maksimum pada ICS V 1 cm
linea midclavicularis kiri, murmur (-), gallop (-)

f. Abdomen
- Inspeksi : perut rata, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut
maupun benjolan, kulit keriput (-) gerakan peristaltik (-)
- Palpasi : supel dan tidak teraba adanya massa maupun pembesaran
organ, nyeri tekan (-), turgor kulit baik
- Perkusi : timpani pada seluruh lapang perut, nyeri ketok abdomen (-)
- Auskultasi : bising usus (+), frekuensi 5x / menit

g. Anogenitalia : jenis kelamin perempuan, tanda radang (-), ulkus (-), sekret (-
), fissura ani (-)
h. KGB :
- Preaurikuler : tidak teraba membesar
- Postaurikuler : tidak teraba membesar
- Submandibula : tidak teraba membesar
- Supraclavicula : tidak teraba membesar
- Axilla : tidak teraba membesar
- Inguinal : tidak teraba membesar

9
i. Anggota Gerak
Kanan Kiri
Tangan (+) (+)
Akral hangat
Kaki (+) (+)
Tangan Normotonus Normotonus
Tonus otot
Kaki Normotonus Normotonus
Tangan Aktif Aktif
Sendi
Kaki Aktif Aktif
Capillary Tangan <2 detik <2 detik
refill time Kaki <2 detik <2 detik
Refleks Tangan (+) (+)
fisiologis Kaki (+) (+)
Refleks Tangan (-) (-)
patologis Kaki (-) (-)
Lain – lain Oedem (-) (-)

j. Kulit : warna sawo matang merata, tidak anemis, tidak ikterik,


tidak sianosis, turgor kulit baik, lembab, pengisian kapiler < 2
detik, petechie (-)
k. Tulang Belakang : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)

STATUS NEUROLOGIS
a. Rangsang meningeal
Kaku kuduk(-)
Refleks neurologis:
Kanan Kiri
Kernig > 135° > 135°
Laseq (-) (-)
Brudzinski I (-) (-)
Brudzinski II (-) (-)

b. Saraf cranialis
- N. I (Olfaktorius) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. II dan III (Opticus dan Occulomotorius) : Pupil isokor, RCL +/+, RCTL +/+
10
- N. IV dan VI (Trochlearis dan Abducens) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. V (Trigeminus) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
Sensorik:
- cabang oftalmik : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- cabang maksilaris : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- cabang mandibularis : tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. VII (Facialis) : Wajah simetris,
Motorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
Sensorik: tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. VIII (Vestibulo-kokhlearis): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. IX, X (Glosofaringeus, Vagus): Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. XI (Aksesorius) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan
- N. XII (Hipoglosus) : Tidak dapat dilakukan pemeriksaan

DERAJAT DEHIDRASI ( berdasarkan MAURICE KING SCORE)


- Keadaan Umum: cengeng = 1
- Turgor kulit: baik =0
- Mata: sedikit cekung =1
- Ubun-ubun besar: datar =0
- Mulut: kering =1
- Denyut nadi: 140 =1
 Kesan : Jumlah skor 4 = Dehidrasi sedang

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Tanggal 6 Oktober 2013
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
LED 25 mm/jam 0-10
Leukosit 6,6 ribu/μL 5,5-15,5
Hemoglobin 11,8 g/dL 10,8-12,8
Hematokrit 36 % 35-43
Trombosit 283 ribu/ μL 229-553
Basofil 1% 0-1

11
Eosinofil 0% 1-5
Netrofil batang 1% 3-6
Netrofil segmen 50 % 25-60
Limfosit 48 % 25-50
Monosit 14 % 1-6
KIMIA DARAH
Gula Darah Sewaktu 118 mg/dL 33-111
ELEKTROLIT
Natrium 130 mmol/L 135-155
Kalium 3,0 mmol/L 3,6-5,5
Klorida 98 mmol/L 98-109

V. RESUME
Pasien seorang anak perempuan berusia 2 tahun 6 bulan datang dengan keluhan
kejang sejak ±14 jam SMRS. Kejang 3x,seluruh tubuh kelojotan, ±1-2 menit,keluar cairan
berbusa dari mulut pasien warna bening,jumlah sedikit, lidah tidak tergigit, kepala tidak
terbentur saat kejang berlangsung.Setelah kejang berhenti pasien tertidur, setelah bangun dari
tidurpasien langsung menangis.
Sejak 1 hari SMRS pasien demam (+) mendadak tinggi disertai BABcair yang
berlangsung 5-6 kali sehari, volume ± ½ gelas aqua, cair dengan sedikit ampas, berwarna
kuning, terdapat lendir, tidak ada darah, serta tidak berbau.Nafsu makan pasien menurun
semenjak sakit.
Pada pemeriksaan fisik saat pasien sudah di rawat inap didapatkan Keadaan umum
Tampak Sakit Sedang, tampak rewel, status gizi baik, tinggi normal, T:36,8 ºC, N:
140x/menit,P: 36x/menit,mata cekung +/+, bibir kering (+).Dari pemeriksaan Laboratorium
didapatkan:Leu: 6,6 rb/uL, LED: 25 mm/jam, monosit: 14%, Natrium: 130mmol/L Kalium:
3,0 mmol/L.

VI. DIAGNOSIS BANDING


1) Kejang:
1. Kejang Demam Kompleks
2. Epilepsi

12
2) Diare:
1. Diare Akut dengan Dehidrasi sedang et causa infeksi virus
2. Diare Akut dengan Dehidrasi sedang et causa infeksi bakteri
VII. DIAGNOSIS KERJA
1. Kejang Demam Kompleks et causa Diare Akut infeksi virus
2. Diare Akut dengan Dehidrasi Sedang et causa infeksi virus

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


1) EEG
2) Feses Lengkap
3) Cek ulang darah rutin

IX. PENATALAKSANAAN
a. Non Medikamentosa:
1) Tirah baring
2) Observasi tanda-tanda vital
3) Feses ditampung
b. Medikamentosa:
- Rawat inap
- IVFD RL3 cc/kgBB/jam
- Paracetamol 3x3/4 Cth
- Diazepam 2x5 mg bila suhu >390C
X. PROGNOSIS
Ad vitam : ad bonam
Ad fungtionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

XI. FOLLOW UP
Tgl S O A P
8/9/13 -Kejang (-) KU/KS: TSS, -Kejang Demam IVFD Asering 3
RH-1 -Demam(-) rewel/CM Kompleks cc/kgBB/jam
Bebas -Muntah (-) Kepala: normocephali, -Diare Akut Paracetamol 3x
demam 1 -BAB cair UUB sudah menutup Dehidrasi ringan 3/4 Cth (bila
hari dengan Mata: cekung(-/-),CA(- suhu > 380C)

13
ampas, lendir /-) Diazepam 2 x
N:114x/m, (+), darah (-), Hidung: NCH-/-, secret 5mg (bila suhu
regular,isi 2x/hari, -/- > 390C)
cukup,kuat, volume ± ½ Mulut: tonsil T1-T1, Zinkid 1x20mg
equal gelas aqua. uvula di Lacto.B 1 x ½
T:37,0 ºC - BAK kesan tengah,hiperemis(- sach
RR:32x /m cukup ),bibir kering(+)
- makan ↓/ Leher: KGB dan tiroid:
minum baik ttm, kaku kuduk (-)
Thorax: C/ BJI-II reg,
m(-),g(-)
P/ SNV+/+,rh-/-,wh-/-
Abdomen:supel, BU(+)
5x/menit,turgor baik
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-
Defisit Neurologis (-)
MKS:2
9/9/13 -Kejang (-) KU/KS: TSS /CM -Kejang Demam Venflon
RH-2 -Demam (-) Kepala: normocephali, Kompleks Paracetamol 3x
Bebas -Muntah (-) UUB sudah menutup -Diare Akut 3/4 Cth (bila
demam 2 -BAB kental, Mata: cekung (-/-),CA tanpa Dehidrasi suhu > 380C)
hari warna (-/-) Diazepam 2 x
kuning, Hidung: NCH -/-, secret 5mg (bila suhu
N:118x/m, lendir (-) -/- > 390C)
regular, isi darah (-), Mulut: tonsil T1-T1, Zinkid 1x20mg
cukup, kuat, 1x/hari uvula di Lacto.B 1 x ½
equal - BAK kesan tengah,hiperemis (-), sach
T: 36,6 ºC cukup bibir kering (-)
RR: 38x /m - makan / Leher: KGB dan tiroid:
minum baik ttm, kaku kuduk (-)
Thorax: C/ BJI-II reg,

14
m (-), g (-)
P/ SNV +/+, rh -/-, wh -
/-
Abdomen: supel, BU
(+) 5x/menit, turgor
baik
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+
R. Patologis: -/-
Defisit Neurologis (-)
MKS: 0
10/9/13 -Kejang (-) KU/KS: TSS /CM -Kejang Demam Venflon
RH-3 -Demam (-) Kepala: normocephali, Kompleks Paracetamol 3x
Bebas -Muntah (-) UUB sudah menutup -Diare 3/4 Cth (bila
demam 3 -BAB cair (- Mata: cekung (-/-),CA Akuttanpa suhu > 380C)
hari ), lembek (-/-) Dehidrasi Diazepam 2 x
1x/hari Hidung: NCH -/-, secret 5mg (bila suhu
N:104x/m, - BAK kesan -/- > 390C)
regular, isi cukup Mulut: tonsil T1-T1, Zinkid 1x20mg
cukup, kuat, - makan / uvula di Lacto.B 1 x ½
equal minum baik tengah,hiperemis (-), sach
T: 36,5 ºC bibir kering (-)
RR: 32x /m Leher: KGB dan tiroid: Pasien boleh
ttm, kaku kuduk (-) pulang
Thorax: C/ BJI-II reg,
m (-), g (-)
P/ SNV +/+, rh -/-, wh -
/-
Abdomen: supel, BU
(+) 5x/menit, turgor
baik
Ekstremitas: CRT< 2”
R. Fisiologis: +/+

15
R. Patologis: -/-
Defisit Neurologis (-)
MKS: 0

Tanggal 7 Oktober 2013


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
FESES LENGKAP
Makroskopik
Warna Cokelat Cokelat
Konsistensi Cair Lunak
Lendir + -
Darah - -
Mikroskopik
Leukosit - -
Eritrosit - -
Amoeba coli - -
Amoeba histolitika - -
Telur cacing - -
Pencernaan
Lemak + -
Amilum - -
Serat - -
Sel ragi - -

Tanggal 9 April 2013


Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
ELEKTROLIT
Natrium 140 mmol/L 135-155
Kalium 3,9 mmol/L 3,6-5,5
Klorida 106 mmol/L 98-109

Tanggal 10September 2013

16
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
HEMATOLOGI RUTIN
Leukosit 7,0 ribu/μL 5,5-15,5
Hemoglobin 12,3 g/dL 10,8-12,8
Hematokrit 37 % 35-43
Trombosit 310 ribu/ μL 229-553

17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEJANG DEMAM
A. DEFINISI
1. Kejang
Sebelum kita memahami definisi mengenai kejang, perlu kita ketahui
tentangseizure dan konvulsi. Yang dimaksud dengan seizure adalah cetusan aktifitas
listrik abnormal yang terjadi secara mendadak dan bersifat sementara di antara saraf-
saraf diotak yang tidak dapat dikendalikan. Akibatnya, kerja otak menjadi terganggu.
Manifestasi dari seizure bisa bermacam-macam, dapat berupa penurunan kesadaran,
gerakan tonik (menjadi kaku) atau klonik (kelojotan), konvulsi dan
fenomenapsikologis lainnya.Kumpulan gejala berulang dari seizure yang terjadi
dengan sendirinya tanpa dicetuskan oleh hal apapun disebut sebagai epilepsi
(ayan).Sedangkan konvulsi adalah gerakan mendadak dan serentak otot-otot yang
tidak bisa dikendalikan, biasanya bersifat menyeluruh.Hal inilah yang lebih sering
dikenal orang sebagai kejang. Jadi kejang hanyalah salah satu manifestasi dari
seizure.1

2. Kejang Demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal lebih dari 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.2-4
Mengenai definisi kejang demam ini masing-masing peneliti membuat batasan-
batasan sendiri, tetapi pada garis besarnya hampir sama. Menurut
ConsensusStatement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada
bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.2,3 Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur
kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Derajat tingginya demam yang dianggap cukup
untuk diagnosis kejang demam ialah 38ºC atau lebih, tetapi suhu sebenarnya saat
kejang tidak diketahui.2Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian
kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang disertai demam
pada bayi usia kurang dari 1 bulan tidak termasuk kejang demam.5

18
B. EPIDEMIOLOGI
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% di Amerika Serikat, Amerika Selatan,
dan Eropa Barat. Di Asia dilaporkan lebih tinggi, kira-kira 20% kasus merupakan kejang
demam kompleks. Umumnya kejang demam timbul pada tahun kedua kehidupan (17-23
bulan). Kejang demam sedikit lebih sering terjadi pada laki-laki.4

C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kejang demam pertama adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orangtua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.4
Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali
rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9% anak mengalami rekurensi 3 kali atau lebih,
risiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan
riwayat keluarga epilepsi.2-4
Kejang demam sangat tergantung pada umur, 85% kejang pertama sebelum berumur
4 tahun, terbanyak diantara 17-23 bulan. Hanya sedikit yang mengalami kejang demam
pertama sebelum berumur 5-6 bulan atau setelah berumur 5-8 tahun.Biasanya setelah
berumur 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi, walaupun pada beberapa pasien masih
dapat mengalami sampai umur lebih dari 5-6 tahun.Kejang demam diturunkan secara
dominan autosomal sederhana.2

D. KLASIFIKASI
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu kejang
demam sederhana (simple febrile convulsion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam
(epilepsi triggered of by fever). Definisi ini tidak lagi digunakan karena studi prospektif
epidemiologi membuktikan bahwa risiko berkembangnya epilepsi atau berulangnya
kejang tanpa demam tidak sebanyak yang diperkirakan.4
Di Sub Bagian Saraf Anak Bagian IKA FK UI-RSCM Jakarta, kriteria Livingston
tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai pedoman untuk membuat diagnosis kejang
demam sederhana ialah:3
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

19
3. Kejang bersifat umum.
4. Kejang timbul setalah 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria
modifikasi Livingston diatas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam.
Kejang kelompok ke-dua ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan
timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.3
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan,yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure) yaitu kejang menyeluruh
yang berlangsung kurang dari 15, menit dan tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks(Complex Febrile Seizure) yaitu kejang fokal (hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh), berlangsung lebih dari 15 menit dan atau
berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurologi atau riwayat kejang
demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.4,6,7

E. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui secara pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi, kadang-kadang demam yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.2-4

F. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1ºC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang
anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat

20
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang
disebut neurotransmitter dan terjadilah kejang.3
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38ºC sedangkan pada anak dengan ambang
kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40ºC atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang
yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu
berapa penderita kejang.3
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi kadang kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15
menit) biasanya disertai terjadinya apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi
untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapni, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat.3
Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan
neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksemia sehingga meninggikan permeabilitas
kapiler dan timbul edem otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak.3
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan anatomis diotak sehingga terjadi epilepsi.3

G. MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain.2-
4,8
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat bangkitan kejang dapat berbentuk tonik-klonik bilateral, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi seperti mata

21
terbalik keatas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan semakin berulang
tanpa didahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekakuan fokal.1,2-4,8
Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8% berlangsung
lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak
kembali terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat diikuti
hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa jam sampai
beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap.
Bangkitan kejang yang lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. Jika
kejang tunggal berlangsung kurang dari 5 menit, maka kemungkinan cedera otak atau
kejang menahun adalah kecil.4
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada penderita yang
sebelumnya normal.Kelainan neurologis terjadi pada sebagian kecil penderita, ini
biasanya terjadi pada penderita dengan kejang lama atau berulang baik umum atau
fokal.Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam
sederhana.IQ lebih rendah ditemukan pada penderita kejang demam yang berlangsung
lama dan mengalami komplikasi.Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar
apabila kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam.

H. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya kejang pada seorang anak yang
mengalami demam dan sebelumnya tidak ada riwayat epilepsi. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan jika didapatkan karakteristik khusus pada
anak,yaitu:2,6-8

1. Pungsi lumbal
Pungsi lumbal adalah pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menyingkirkan meningitis terutama pada pasien kejang demam pertama. Pada bayi-
bayi kecil seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga pungsi lumbal harus
dilakukan pada bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan. Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal
yang abnormal umumnya diperoleh pada anak dengan kejang demam yang:
a. Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh: kaku kuduk).
b. mengalami complex partial seizure.

22
c. Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya).
d. Kejang saat tiba di IGD.
e. Keadaan post ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1
jam setelah kejang demam adalah normal.
f. Kejang pertama setelah usia 3 tahun.

Pada anak dengan usia lebih dari 18 bulan, pungsi lumbal dilakukan jika tampak
tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan
infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima
terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus
seperti itu pungsi lumbal sangat dianjurkan untuk dilakukan.7

2. EEG
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidak-normalan
gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam
yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit neurologis.3,4 Tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya
atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di
masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang
abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap
risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.1,3,4,8 EEG dapat
memperlihatkan gelombang lambat didaerah belakang yang yang bilateral, sering
asimetris, kadang-kadang unilateral. Perlambatan ditemukan pada 88% pasien bila
EEG dikerjakan pada hari kejang dan ditemukan pada 33% pasien bila EEG dilakukan
tiga sampai tujuh hari setelah serangan kejang.2 Saat ini pemeriksaan EEG tidak
dianjurkan untuk pasien kejang demam sederhana.2,7

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,
magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.
Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan
sekedar sebagai pemeriksaan rutin.6,7

23
4. Pemeriksaan Imaging
Pemeriksaan imaging (CT Scan atau MRI) dapat diindikasikan pada keadaan:6
a. Adanya riwayat dan tanda klinis trauma kepala.
b. Kemungkinan adanya lesi struktural diotak (mikrosefali, spastik).
c. Adanya tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah
berulang, fontanel anterior membonjol, paresis saraf otak VI, edema papil)

I. DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus dipikirkan
apakah penyebab dari kejang itu didalam atau diluar susunan saraf pusat (otak). Kelainan
didalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis, abses otak dan
lain-lain.2 Oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada kelainan
organis di otak. Baru sesudah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam
kejang demam sederhana atau epilepsi yang diprovokasi oleh demam. Infeksi susunan
saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan cairan cerebrospinal.
Kejang demam yang berlangsung lama kadang-kadang diikuti hemiparesis sehingga sukar
dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial. Sinkop juga dapat diprovokasi oleh
demam, dan sukar dibedakan dengan kejang demam. Anak dengan demam tinggi dapat
mengalami delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang demam.2

J. PERJALANAN PENYAKIT
Beberapa hal yang harus dievaluasi adalah mortalitas, perkembangan mental dan
neurologis, berulangnya kejang demam dan risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari.
Mortalitas pada kejang demam sangat rendah, hanya sekitar 0,64-0,74%.2
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Peneliti lain melakukan penelitian retrospektif dan melaporkan
kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus. Kelainan neurologis yang terbanyak ialah
hemiparesis, disusul diplegia, koreoatetosis atau rigiditas serebrasi. Kelainan ini biasanya
terjadi pada pasien dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal.
11% pasien kejang menunjukkan hiperaktifitas walaupun tidak diberi pengobatan
fenobarbital.2
Gangguan intelek dan gangguan belajar jarang terjadi pada kejang demam
sederhana. Ellenberg dan Nelsonmelaporkan bahwa IQ pada 42 pasien kejang demam
tidak berbeda dibandingkan dengan saudara kandungnya yang tidak menderita kejang

24
demam.2 IQ lebih rendah ditemukan pada pasien kejang demam yang berlangsung lama
dan mengalami komplikasi. Risiko retardasi mental menjadi 5 kali lebih besar apabila
kejang demam diikuti terulangnya kejang tanpa demam. Angka kejadian kejang tanpa
demam atau epilepsi berbeda-beda tergantung kepada cara penelitian, pemilihan kasus
dan definisi. Sebagian peneliti melaporkan angka sekitar 2-5%.2
Livingston melakukan pengamatan selama 1 tahun lebih. Ia mendapatkan bahwa
diantara 201 pasien kejang demam sederhana hanya 6 (3%) yang menderita kejang tanpa
demam (epilepsi), sedangkan diantara 297 pasien yang digolongkan epilepsi yang
diprovokasi oleh demam 276(93%) menderita epilepsi. Prichard dan Mc Greal
mendapatkan angka epilepsi 2% pada kejang demam sederhana dan 30% pada kejang
demam atipikal. Di Indonesia, Lumban Tobing melaporkan 5 (6,5%) diantara 83 pasien
kejang demam menjadi epilepsi.2
Angka kejadian epilepsi pada pasien kejang demam kira-kira 2-3 kali lebih banyak
dibandingkan populasi umum dan pada pasien kejang demam berulang kemungkinan
terjadinya epilepsi adalah 2 kali lebih sering dibandingkan dengan pasien yang tidak
mengalami berulangnya kejang demam. Faktor risiko terjadinya epilepsi adalah:
1) Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan.
2) Adanya riwayat kejang tanpa demam (epilepsi) pada orangtua atau saudara kandung.
3) Kejang berlangsung lama lebih dari 15 menit atau kejang fokal.
Bila hanya satu faktor risiko kemungkinan timbulnya epilepsi adalah 2 – 3%,
sedangkan apabila terdapat 2 dari 3 faktor diatas, kemungkinan menjadi epilepsi adalah
13%. Epilepsi yang terjadi setelah kejang demam dapat bermacam-macam, yang paling
sering adalah epilepsi motor umum yaitu kira-kira 50%. Kejang demam yang lama
biasanya diikuti oleh epilepsi parsial kompleks. Sebanyak 30-35% pasien mengalami
berulangnya kejang demam. Sebagian besar hanya berulang 2- 3 kali kecuali pada 9-17%
kasus yang berulang lebih dari 3 kali. Setengahnya berulang dalam 6 bulan pertama dan
75% berulang dalam 1 tahun. Nelson dan Ellenberg melaporkan berulangnya kejang
demam pada 35% diantara 1706 pasien. Berulangnya kejang demam lebih sering bila
serangan pertama terjadi pada bayi berumur kurang dari 1 tahun yaitu sebanyak 50%. Bila
kejang demam pertama terjadi pada usia lebih dari 1 tahun risiko berulangnya kejang
adalah 28%. Berulangnya kejang multipel juga lebih sering terjadi pada bayi. Anak
dengan perkembangan abnormal atau mempunyai riwayat epilepsi dalam keluarga juga
lebih sering tmengalami berulangnya kejang demam.2
25
K. PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam ada 3 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu:
pengobatan fase akut, mencari dan mengobati penyebab, dan pengobatan profilaksis
terhadap berulangnya kejang demam;3,4
1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenasi
terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan
dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres air dingin dan
pemberian antipiretik.3,4,9
Obat yang paling cepat untuk menghilangkan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena atau intrarektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah
akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diazepam diberikan intravena dan dalam
waktu 5 menit apabila diberikan intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5
mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari
2 menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Apabila kejang tidak berhenti dapat diberikan
diazepam lagi dengan dosis dan cara yang sama. Apabila sukar mencari vena dapat
diberikan diazepam intrarektal dengan dosis 0,5-0,75mg/kgBB atau sebanyak 5 mg
pada anak dengan berat badan kurang dari 10kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 10 kg. Bila kejang tidak berhenti diberikan fenitoin dengan dosis awal 10-20
mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
kurang dari 50 mg/kg/menit. Dosis selanjutnya diberikan 4-8 mg/kg/hari, 12-24 jam
setelah dosis awal.
Dalam waktu 30-60 menit kadar diazepam dalam otak sudah menurun dan
pasien dapat kejang kembali. Oleh karena itu setelah kejang berhenti harus diberikan
obat dengan masa kerja yang lama misalnya valproat atau fenobarbital. Fenobarbital
diberikan secara intramuskular dengan loadingdose. Dosis awal 10-20 mg/kg dan
dosis selanjutnya 4-8 mg/kg/hari. Diberikan 24 jam setelah dosis awal.
Fenobarbital dosis tinggi intravena dapat menyebabkan depresi pernapasan,
hipotensi, letargi dan somnolen, sehingga pemberian harus dipantau dengan ketat.
Diazepam juga mempunyai efek samping hipotensi dan depresi pernapasan,sebab itu
setelah pemberian fenobarbital dosis tinggi jangan diberikan diazepam.3,4,7,10

26
2. Mencari dan Mengobati Penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian
kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai
mengalami meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. Pada bayi kecil
sering manifestasi meningitis tidak jelas, sehingga pungsi lumbar harus dilakukan pada
bayi berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan pada pasien berumur kurang dari 18
bulan. Pemeriksaan laboratorium lain perlu dilakukan untuk mencari penyebab.2-4
3. Pengobatan profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena menakutkan dan
bila sering berulang menyebabkan kerusakan otak menetap. Ada 2 cara profilaksis,
yaitu:
a. Profilaksis intermiten pada waktu demam.
Antikonvulsan hanya diberikan pada waktu pasien demam dengan ketentuan
orangtua pasien atau pengasuh mengetahui dengan cepat adanya demam pada
pasien. Obat yang diberikan harus cepat diabsorpsi dan cepat masuk ke otak. Hal
yang demikian sebenarnya sukar dipenuhi. Peneliti-peneliti sekarang tidak
mendapat hasil dengan fenobarbital intermiten. Diazepam intermiten memberikan
hasil lebih baik karena penyerapannya cepat. Dapat digunakan diazepam
intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg, setiap pasien
menunjukkan suhu 38,50 ºC atau lebih. Diazepam dapat pula diberikan oral
dengan dosis 0,5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis pada waktu pasien demam.
Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.2-4,7,10
Kepustakaan lain menyebutkan bahwa pemberian diazepam tidak selalu efektif
karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat
diberikan. Efek sedasi diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang
lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.11

b. Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari (rumatan)


Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah
terjadinya epilepsi dikemudian hari. Profilaksis setiap hari terus menerus dengan
fenobarbital 4-5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang digunakan
27
adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari.2 Antikonvulsan terus
menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan.

Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1
atau 2) yaitu:
a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangan ( misalnya cerebralpalsy atau mikrosefal).
b. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti oleh kelainan neurologis
sementara atau menetap.
c. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orangtua atau saudara kandung.
d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu kriteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka
panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan
diazepam oral atau rektal tiap 8 jam disamping antipiretik.2-4

28
ALGORITMA PENGOBATAN MEDIKAMENTOSA SAAT KEJANG12

5 – 15 menit
KEJANG
Perhatikan jalan napas, kebutuhanO2 atau
bantuan pernapasan
Bila kejang menetap 3-5 menit,

Diazepam rektal 0,5mg/kg


dosis 5 - 10 kg
> 10 kg : 10 mg rekta
Atau
Diazepam intravena dosis rata-rata
(0,2 – 0,5 mg/kg/dosis)
dapat diulang dengan dosis/cara yang sama
dengan interval 5 - 10 menit

15 – 20 menit Pencarian akses vena dan pemeriksaan


laboratorium sesuai indikasi

Kejang (-) Kejang (+)


Fenitoin IV (15 – 20mg/kg)
diencerkandgn NaCl 0,9% diberikan
selama 20-30 menit atau dengan
kecepatan 50mg/menit

> 30 menit: Status konvulsifus

Kejang (-) Kejang (+)


Dosis pemeliharaan Fenobarbotal IV/IM 10-20 mg/kg
29
FenitoinIV 5 – 7mg/kg
diberikan 12 jam kemudian

Kejang (-) Kejang (+)


Dosis pemeliharaan Perawatan Ruang Intensif

Fenobarbital IVIM 5-7 mg/kg Pentobarbital IV 5 – 15mg/kg


diberikan 12 jam kemudian bolus atau Midazolam 0,2 mg/kg

L. RUJUKAN
Pasien kejang demam dirujuk atau dirawat di rumah sakit pada keadaan berikut:
1. Kejang demam kompleks
2. Hiperpireksia
3. Usia dibawah 6 bulan
4. Kejang demam pertama
5. Dijumpai kelainan neurologis

M. PROGNOSIS
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
perlu menyebabkan kematian.3,4 Dua penyelidikan masing-masing mendapat angka
kematian 0,46% dan 0,74%. Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang
berkisar antara 25%-50% yang umumnya terjadi pada 6 bulan pertama.3
Berdasarkan kepustakaan lainnya, risiko berulangnya kejang apabila terjadi demam
lagi kira-kira 40-50%. Angka kejadian berulangnya kejang meningkat apabila onsetnya
kurang dari umur 19 bulan, riwayat kejang dalam keluarga positif, terdapat kelainan
neurologis (meskipun minimal), kejang awal gambarannya unilateral, kejang berhenti
lebih dari 30 menit atau berulang karena penyakit yang sama.1
Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, lennox-Buchtal
(1973) mendapatkan:1

30
- Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50% dan
pria 33%.
- Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya
kejang, terulangnya kejang adalah 50%, sedang pada tanpa riwayat kejang adalah
25%.

Berdasarkan penelitian Livingston didapati golongan kejang demam sederhana


hanya 2,9% yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam ternyata 97% yang menjadi epilepsi. Risiko yang akan dihadapi oleh seorang
anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari faktor:
a. Riwayat kejang tanpa demam dalam keluarga.
b. Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang
demam.
c. Kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal.

Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari
akan mengalami serangan kejang tanpa demam sekitar 13%, dibanding bila hanya
terdapat 1 atau tidak sama sekali faktor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam
hanya 2-3% saja (Consensus Statement on Febrile Seizure, 1981).

N. PENCEGAHAN
Kejang bisa terjadi jika suhu tubuh naik atau turun dengan cepat. Pada sebagian
besar kasus, kejang terjadi tanpa terduga atau tidak dapat dicegah. Dulu digunakan obat
anti kejang sebagai tindakan pencegahan pada anak-anak yang sering mengalami kejang
demam. Tetapi hal ini sekarang sudah jarang dilakukan.
Kepada anak-anak yang cenderung mengalami kejang demam, pada saat menderita
demam, bisa diberikan diazepam (baik yang melalui mulut maupun melalui rektal).

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Short, Jhon R; Gray, J.P; Dodge, J.A. Ikhtisar Penyakit Anak. Edisi Keenam. Jilid Dua.
Binarupa Aksara. Jakarta: 1994; hal 62-3.
2. S, Soetomenggolo; Taslim; Ismail,S. Buku Ajar Neurologis Anak. Cetakan Kedua. BP.
IDAI. Jakarta: 2000; hal 244-51.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah 2. Ilmu Kesehatan Anak. Bagian IKA
FK UI. Jakarta: 1985; hal 847-55.
4. Mansjoer, A; Suprohaita; Wardhan, W.I; Setiowulan, W. Kapita Selekta Kedokteran.
Jilid 2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius. FK UI. Jakarta: 2000; hal 434-7.
5. ILAE, Commission on Epidemiology and Prognosis. Epilepsia. 1993;34;592-8
6. Pusponegoro, H.D, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: 2004; hal 210-1.
7. Febrile Sizure. 2002. Pada laman
http://aappolicy.aappublication.org/cgi/content/abstract/pediatrics. Diakses pada tanggal
15 September 2013
8. Behrman, Kliegman, Arvinka. Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Vol 3. Edisi 15. EGC.
Jakarta: 1999;hal 575-8
9. Infants and children: Acute Management of Seizures. Edisi kedua. 2004. Pada laman
www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf. Diakses pada
tanggal 15 September 2013
10. Prodigy Guidance Convulsion. 2001. Pada
Lamanhttp://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=febrile%20convulsion. Diakses pada
tanggal 15 September 2013
11. Committee on Quality Improvement and Subcommitte on Febrile Seizure. Practice
Parameter: Long Term Treatment of The Child with Simple Febrile Seizure. Pediatrics.
1999; 103:1307-9.
12. Sastroasmoro, S, dkk, Panduan Pelayanan Medis Departmen Ilmu Penyakit Anak.
Cetakan Pertama. RSUP Nasional Dr Ciptomangunkusumo. Jakarta: 2007; hal 252

32

Anda mungkin juga menyukai