Disusun Oleh :
Moh. Fahry Djuraini
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................... 2
Daftar Isi ............................................................................................................................. 3
BAB 1 PEMBUKAAN ............................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 4
BAB 2 PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5
2.1 Sejarah Asal Usul Tojo Una-una ................................................................................ 5
2.2 Letak Geografis ......................................................................................................... 7
2.3 Kondisi Geografis ...................................................................................................... 8
2.4 Budaya Tojo Una-una ................................................................................................ 9
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................ 14
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 14
3.2 Saran ................................................................................................................. 14
GLOSARIUM ...................................................................................................................... 15
Daftar Pustaka .................................................................................................................. 16
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kabupaten Tojo Una Una berawal dari terbentuknya Kewedanaan Tojo Una
Una yang merupakan bekas wilayah swapraja yang berkedudukan di Ampana
yang dibentuk atas kuasa Zelfbestuurregeling Tahun 1938. Seiring dengan
lahirnya UU No. 29 Tahun 1959 Tentang Penghapusan Wilayah-wilayah
Swapraja, maka Bupati KDH Poso atas perintah Residen Koordinator Sulawesi
Tengah, mengeluarkan Instruksi No. 1 Tahun 1960 Tanggal 9 Pebruari 1960
untuk mempersiapkan Kewedanaan Tojo Una Una.
1. Kecamatan Tojo
2. Kecamatan Ulubongka
3. Kecamatan Ampana Tete (sebelumnya Kecamatan Ampana Borone)
4. Kecamatan Ampana Kota
5. Kecamatan Una Una
6. Kecamatan Walea Kepulauan.
Awal bulan April 1965 Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Tojo Una Una
(IKPM-TU) melalui delegasinya bertemu Pembantu Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia, dan membuat pernyataan yang tegas tentang realisasi
pembentukan Dati II Tojo Una Una.
Bulan Pebruari 1969 atas inisiatif dan semangat yang kuat dari penguhubung
Bupati KDH Tingkat II Poso untuk wilayah Tojo Una Una di Ampana Bapak
Yusuf Muslaini memberikan mandat kepada Panitia Penuntut Kabupaten Tojo
Una-Una. Panitia Penuntut Kabupaten Tojo Una Una tersebut berjumlah 9
(sembilan) orang yaitu :
Kemudian delegasi Tojo Una Una melalui bantuan Bapak Hi. ISHAK
MORO melakukan pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh
Dirjen PUOD bapak Mayjen TNI. SOENANDAR PRIJOSUDARMO kemudian
dilanjutkan pertemuan dengan Pimpinan Bagian “B” dan Komisi III untuk
menyampaikan surat Gubernur KDH Provinsi Sulawesi Tengah No. Pemda/2/1/28
Tanggal 25 Maret 1969, Tentang Tuntutan Kabupaten Tojo Una-Una.
Setelah menunggu ± 30 Tahun akhirnya bangkit kembali, yang ditandai dengan
Rembuk Masyarakat Tojo Una Una pada Tanggal 10 s.d. 11 Maret 2001 yang
disponsori oleh Mahasiswa Tojo Una Una yang tergabung dalam Forum Pelajar
Mahasiswa Tojo Una Una (FORPESTAN). Rembuk tersebut membentuk Forum
Perjuangan yang diberi nama : “KOMITE PERJUANGAN PEMBENTUKAN
KABUPATEN TOJO UNA-UNA (KPPK-TU)” sebagai wadah perjuangan
masyarakat Tojo Una Una, untuk merealisasikan terbentuknya Kabupaten Tojo
Una Una lepas dari Kabupaten Poso sebagai Kabupaten Induk dalam bingkai
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di nakhkodai oleh Bapak Syaiful Bahri
Tandjumbulu sebagai Ketua Umum. Deklarasi hasil rembuk masyarakat tersebut
dibacakan oleh Bapak DJAMAL SUPU pada tanggal 11 Maret 2001.
Kabupaten Tojo Una–una dipengaruhi oleh dua musim yang tetap, yakni
Musim Barat dan Musim Timur dengan iklim tropis, curah hujan berkisar 1.200-
4.100 mm/tahun dan temperaturnya berkisar 17–33 °C, sedangkan kelembaban
udara antara 74% - 82% dan kecepatan angin berkisar 3-6 knot. Sungai–sungai
besar yang mengalir sepanjang tahun di wilayah Kabupaten Tojo Una–una antara
lain Sungai Balingara di perbatasan Kabupaten Tojo Una–una dengan Kabupaten
Banggai dan Sungai Malei di perbatasan Kabupaten Tojo Una–una dengan
Kabupaten Poso.
a. Padungku
Ritual Padungku sudah sangat terkenal dan melembaga di desa-desa yang ada
di Kecamatan Tojo Barat dan Tojo timur Kabupaten Tojo Una-una dan juga di
desa-desa yang ada di Kabupaten Poso. Ritual padungku ini berkaitan dengan
pengucapan syukur kehadirat Allah SWT atas kebehasilan panen masyarakat yaitu
panen raya. Pengucap rasa syukur ini sama halnya dengan padungku pada etnis
bare’eyang ada di desa uedele, ketika semua masyarakat sudah selesai memanen
hasil pertaniannya maka sudah dekat pula hari pelaksanaan ritual padungku ini
dan masyarakat sangat antusias dalam menyambut pesta penen raya tersebut.
Pada awalnya ritual padungku ini disiapkan waktu pelaksanaanya oleh ketua
adat yang ada di desa Uedele, kemudiaan dimusyawarahkan bersama dengan
pemerintah desa dan masyarakat melalui rapat yang dilakukan di kantor desa
Uedele. Dalam rapat tersebut banyak yang harus disepakati bersama terkait
dengan acara pelaksanaan ritual padungku ini. Setelah semuanya sudah disepakati
dari penentuan hari, pembentukan panitia pelaksana, perlombaan yang akan di
tampilkan dan siapa-siapa yang akan di undang di luar desa untuk memeriahkan
ritual padungku tersebut. Maka masyarakat mulai melakukan gotong royong
dalam menyambut pesta panen
raya dengan penuh kegembiraan.
Geso-geso adalah alat musik berdawai satu yang dimainkan dengan cara di
gesek. Selain nada yang dikeluarkann , bentuk alat musik ini sangat unik. Geso-
geo terbuat dari kayu khusus yang kuat dan keras, ditambah tempurung yang
dilapisi dengan kulit binatang sebagai membran pengeras bunyinya menjadikan
alat musik ini sangat estetis. Alat geseknya terbuat dari serat kayu atau ijuk yang
diikatkan pada sebilah kayu atau rotan. Alat musik gesek ini mampu
menghadirkan suasana eksotis ini menjadi salah satu kesenian yang sangat
menarik.
Sayang alat musik"geso-geso" ini jarang lagi digunakan saat mokayori pada
upacara padungku (panen padi) karena pelaku (pemain) sudah tidak ada (jarang
dijumpai) kalaupun ada peminat alat musik"unik" ini terbatas pada orang tua saja
karena mereka lebih mengerti dan mau menikmatinya.
c. Objek Wisata
1. Pulau Una-Una
Jika terbiasa menemukan pasir berwarna putih, kali ini di Pulau Una-una
pasirnya memiliki kombinasi warna putih dan hitam. Konon, di pulau ini ada
gunung berapi yang masih aktif. Meski tercatat sebagai gunung berapi yang sudah
tua. Dulunya terjadi letusan koloasal dari Gunung Colo di Pulau Una-una.
Sehingga menyebabkan bercampurnya material vulkanik dengan pasir pantai.
1. Danau Mariona
2. Pulau Kadiri
3. Tanjung Api
Tanjung Api merupakan salah satu lokasi dimana merupakan suatu rangkaian
yang terhubung dengan gunung colo di pulau una-una. Di tempat ini, jika
menggali tanahnya maka secara otomatis akan keluar semburan api. Sehingga
banyak masyarakat maupun wisatawan yang memanfaatkan tempat ini untuk
berlibur dan bias untuk memasak.
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Adat-istiadat dan budaya masyarakat masih berjalan berkelanjutan
menurut peran dan fungsi sebagai manifestasi dan nilai-nilai tradisi yang melekat
dan terus dipertahankan, sekaligus memberikan corak tradisi suatu etnisitas.
Masyarakat Tojo Una-Una bersifat terbuka, bersahabat dan tidak ekslusif karena
dapat menerima dan terbuka serta memiliki tenggang rasa yang tinggi terhadap
masyarakat pendatang lainnya. Dengan semakin terbukanya akses masyarakat
pendatang, maka terdapat pula banyak perbedaan di antara etnis tersebut yang
merupakan kekhasan yang harmonis dalam masyarakat.
3.1 Saran
Kita sebagai generasi bangsa perlu menjaga serta melestarikan kebudayaan
daerah kita. Sehingga tetap terjaga secara terus menerus dari generasi ke generasi
selanjutnya. Mohon maaf atas berbagai kesalahan yang terdapat didalam makalah
ini.
GLOSARIUM
Kayori : Pertunjukkan berbalas pantun yang menampilkan berbagai unsur pertunjukkan tradisional
yang ada pada masyarakat Taa, yang diselenggarakan pada acara tertentu seperti : pesta panen
(padungku) dan pasca perkawinan, dll.
Lalove : Seruling yang mempunyaai tiga lubang dan ditiup lewat hidung
Lore : Tradisi
Main Kantar : Permainan (keahlian) untuk mempertahankan diri dengan kepandaian menangkis,
mengelak, dan sebagainya dengan menggunakan perisai
Mailogo : Permainan yang terbuat dari batok kelapa yang berbentuk segitiga dimainkan dengan
cara dipukul dengan kayu.
Malaolita : Seni berbalas pantun pada saat memetik padi.
Mangkoni mangkeni : Makan sepuasnya dan membungkus (bawa) pulang
makanan sebagai oleh-oleh.
Padungku : Berasal dari kata dungku (bahasa Taa), yang berarti semua sudah rapi, tertib, sudah
usai (selesai). Artinya petani di seluruh negeri sudah selesai memanen, alat-alat pertanian seperti
pemaras padi, ani-ani, alat pembajak, mesin penggiling, semua sudah disimpan atau ditempatkan
di bawah rumah (kolong rumah)
Senggona : Alat musik tiup yang terbuat dari bambu yang
mempunyaai empat lubang
Sivia Patuju : Kemampuan/keinginan yang sama dalam pembangunan
Taa : Sub etnis dari kelompok etnolinguistik Pamona yang mendiami wilayah-wilayah sekitar
sungai Bongka, Ulubongka, Bungku Utara dan Barong.
Tamburu : Alat musik yang terbuat dari bambu mirip Celempung. Tamburu dilengkapi dengan
senar yang dibuat dari sembilu bambu. Dimainkan dengan cara dipukul dengan alat pemukul. Alat
musik ini tidak dimainkan sendiri melainkan ini sebagai pengatur irama lagu pada tarian Salonde.
Daftar Pustaka
Astutik, S. (2013). Koleksi flora hutan Tojo Una-Una. Dalam M.A. Humaedi,
Ekspedisi menuju Tuhan II: sakit dan penyakit dalam konsepsi Masyarakat Tau
Taa Vana (in press). Yogyakarta: Valia Press.
Atkinson, D.T. (1958). Magic, myth, and medicine. New York: Fawcett.
Atkinson, J.M. (1989). Agama dan Suku Wana di Sulawesi Tengah. Dalam
Ampana: Gempita.
Bourdieu, P. (1997). The field of cultural production: essays on art and literature
Pierre Bourdieu. Columbia: Columbia University Press.
Camang, N. (2002). Tau Taa Wana Bulang: bergerak untuk berdaya. Jakarta:
Yayasan Merah Putih dan Regenskogsfondet Indonesia.