Anda di halaman 1dari 20

COVER

KEGAWAT DARURATAN

“Asuhan Keperawatan dengan Kegawatan Sistem Kardiovaskular pada Pasien dengan


Acut Coronary Syndrom (ACS)/ Sindrom Koroner Akut (SKA)”

Dosen Pembimbing:

Ns. Anita Mirawati, M.Kep

Oleh:

Kelompok 4 lokal 3A

1. Defita Sari
2. Nia Darma Putri
3. Rozi Safputra
4. Silsi Dwi Wahyuni

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

PRODI D-III KEPERAWATAN SOLOK

TAHUN 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Penyusunan
makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Kegawat Daruratan. Selain itu bertujuan untuk
memberikan informasi dan menambah wawasan tentang penyakit ACS (Acut Coronary
Syndrom).

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Ns. Anita Mirawati, M.Kep.
selaku dosen pembimbing mata kuliah Materi Kegawat Daruratan.

Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dalam penulisan
maupun penyusunan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini dan memperbaiki kesalahan dimasa yang akan
datang.

Solok, Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER ......................................................................................................................................................... 1

KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................................................................. 3

BAB I ............................................................................................................................................................ 5

PENDAHULUAN ........................................................................................................................................ 5

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 5

1.2 Rumusan masalah ......................................................................................................................... 5

1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 5

BAB II........................................................................................................................................................... 6

PEMBAHASAN ........................................................................................................................................... 6

2.1 Tinjauan Teoritis ................................................................................................................................. 6

A. Definisi.......................................................................................................................................... 6

B. Etiologi.......................................................................................................................................... 7

C. Manifestasi Klinis ......................................................................................................................... 7

D. Patofisiologi .................................................................................................................................. 8

E. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................................ 9

F. Web of Coution ........................................................................................................................... 10

2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis ........................................................................................................... 11

1. Pengkajian ................................................................................................................................... 11

2. Diagnose Keperawatan ............................................................................................................... 15

3. Intervensi Keperawatan............................................................................................................... 17

3.1 Kesimpulan ................................................................................................................................. 19

3
3.2 Saran ........................................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 20

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang di akibatkan oleh
pengganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner di jantung secara akut. Gangguan
pada aliran darah tersebut disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah) yang terbentuk di
dalam pembuluh darah sehingga menghambat alirah darah.

SKA terbagi atas 2 bagian yakni angina tidak stabil dan infark miokard akut. Angina
tidak stabil adalah dimana pembekuan darah tidak sampai menyebabkan sumbatan total pada
pembuluh darah, sedangkan infark miokard akut terjadi jika pembekuan darah menyebabkan
aliran darah tersumbat total.

1.2 Rumusan masalah


a. Apa penjelasan tentang ACS (Acut Coronary Syndrom) atau SKA (Sindrom Koroner
Akut)?
b. Seperti apa asuhan keperawatan pada pasien dengan ACS?

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui tentang ACS.
b. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien ACS.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Teoritis

A. Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang di akibatkan oleh
pengganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner di jantung secara akut. Gangguan
pada aliran darah tersebut disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah) yang terbentuk di
dalam pembuluh darah sehingga menghambat alirah darah.

SKA terbagi atas 2 bagian yakni angina tidak stabil dan infark miokard akut. Angina
tidak stabil adalah dimana pembekuan darah tidak sampai menyebabkan sumbatan total pada
pembuluh darah, sedangkan infark miokard akut terjadi jika pembekuan darah menyebabkan
aliran darah tersumbat total.

a. Angina Pectoris

Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis berupa serangan sakit dada yang
khas, yaitu ditekan atau terasa berat di dada yang sering kali menjalar ke lengan kiri. Hal
ini bisa timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera hilang apabila aktivitas di
hentikan.

Ciri khas tanda dan gejala angina pectoris dapat dilihat dari letaknya (daerah yang
terasa sakit), kualitas sakit hubungan timbulnya sakit dengan aktivitas dan lama
serangannya, sakit biasanya timbul di daerah sterna atau dada sebelah kiri, dan menjalar
ke lengan kiri. Kualitas sakit yang timbul beragam dapat seperti di tekan benda berat di
jepit atau terasa panas. Sakit dada biasanya timbul saat melakukan aktivitas dan hilang
saat berhenti dengan lama serangan berlangsung antara 1-5 menit.

b. Infark Miokard Akut

6
Infark miokard akut (IMA) adalah nekrosis miokard darah ke otot jantung. Nyeri
dada serupa dengan angina tetapi lebih insentif dan menetap lebih dari 30 menit, tidak
sepenuhnya menghilang dengan istirahat ataupun pemberian nitro gliserin nausea
berkeringat dan sangat menakutkan pasien, pada saat pemeriksaan fisik didapatkan muka
pucat karti kardi dan bunyi jantung 3 (bila disertai gagal jantung kongestif).

B. Etiologi
Masalah yang sesungguhnya pada SKA terletak pada penyempitan pembuluh darah
jantung (vasokontriksi). Penyempitan ini diakibatkan oleh 4 hal yaitu :

1) Adanya timbunan lemak (aterosklerosis) dalam pembuluh darah akibat konsumsi


kolesterol yang tinggi.
2) Sumbatan (trombosit) oleh sel bekuan darah (thrombus)
3) Vasokontriksi (penyempitan pembuluh darah akibat kejang terus menerus.
4) Infeksi pada pembuluh darah

Terjadinya SKA dipengaruhi oleh beberapa keadaan yakni :

 Aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tidak terkondisikan)


 Stress atau emosi dan terkejut.
 Udara dingin, keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan
aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar meningkat dan
kontra aktivitas jantung meningkat.

C. Manifestasi Klinis
a. Rasa tertekan, teremas, terbakar yang tidak nyaman, nyeri atau rasa ‘penuh’ yang
sangat terasa dan menetap di bagian tengah dada dan berlangsung selama beberapa
menit (biasanya lebih dari 15 menit).
b. Nyeri yang memancar sampai ke bahu, leher, lengan, atau rahang, atau nyeri di
punggung diantara tulang belikat.
c. Pening atau pusing
d. Berkeringat
e. Mual

7
f. Sesak napas
g. Keresahan atau firasat terhadap malapetaka yang akan dating

D. Patofisiologi
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplei
darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan
suplai darah mungkin akibat penyempitan arteri koroner karena aterosklerosis atau
penyumbatan total arteri oleh emboli (plak) atau thrombus. Penurunan aliran darah koroner
juga bisa diakibatkan oleh syok atau perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terjadi
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen jantung.

Iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama (>30-45menit) menyebabkan kerusakan


seluler yang irreversibel. Plak aterosklerosis menyebabkan bekuan darah atau trombus yang
akan menyumbat pembuluh darah arteri, jika bekuan terlepas dari tempat melekatnya dan
mengalir ke cabang arteri koronaria yang lebih perifer pada arteri yang sama.

Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik dan
aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi sekuncup
(stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium
kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke jaringan
interstisium paru (gagal jantung).

Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan
bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat
peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila
daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotic. Sebagai
akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung
ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark.

Perubahan tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan


mempengaruhi fungsi ventrikel dan timbulnya aritmia. Bila IMA makin tenang fungsi
jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah

8
yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan
menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula
mengalami hipertropi.

Terjadinya penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut
dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan
penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-menit atau jam-jam pertama setelah
serangan. Hal ini disebabkan oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar
rangsangan dan kepekaaan terhadap rangsangan.

E. Pemeriksaan Penunjang
1) EKG
2) Pemeriksaan Laboratori
3) Pemeriksaan Darah
4) Pemeriksaan Enzim Serum

9
F. Web of Coution

10
2.2 Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian
a. Primary Survey Survei

Primer atau biasa disebut primary survey adalah suatu proses melakukan penilaian
keadaan korban gawat darurat dengan menggunakan prioritas ABCDE untuk menentukan
kondisi patofisiologis korban dan pertolongan yang dibutuhkan dalam waktu emasnya.
Penilaian keadaan korban gawat darurat dan prioritas terapi dilakukan berdasarkaan jenis
perlukaan, stabilitas tanda - tanda vital.

Adapun prioritas ABCDE yaitu :

1) Airway,menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spinecontrol)

Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan


membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat,
oleh karena itu hal pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas. Menurut
ATLS (Advanced Trauma Life Support) 2004, Kematian-kematian dini karena masalah
airway seringkali masih dapat dicegah, dan dapat disebabkan oleh :

 Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan airway


 Ketidakmampuan untuk membuka airway
 Kegagalan mengetahui adanya airway yang dipasang secara keliru
 Perubahan letak airway yang sebelumnya telah dipasang
 Kegagalan mengetahui adanya kebutuhan ventilasi
 Aspirasi isi lambung

Teknik-teknik mempertahankan airway :

- Head tilt

Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada
pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien harus direndahkan dengan posisi
semilateral untuk memudahkan drainase lendir, cairan muntah atau benda asing. Kepala
diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher pasien dengan sedikit

11
mengangkat leher ke atas. Tangan lain diletakkan pada dahi depan pasien sambil
mendorong / menekan ke belakang. Posisi ini dipertahankan sambil berusaha dengan
memberikan inflasi bertekanan positif secara intermittena (Alkatri, 2007).

- Chin lift

Jari - jemari salah satu tangan diletakkan bawah rahang, yang kemudian secara
hati – hati diangkat ke atas untuk membawa dagu ke arah depan. Ibu jari tangan yang
sama, dengan ringan menekan bibir bawah untuk membuka mulut, ibu jari dapat juga
diletakkan di belakang gigi seri (incisor) bawah dan, secara bersamaan, dagu dengan hati
– hati diangkat. Maneuver chin lift tidak boleh menyebabkan hiperekstensi leher.
Manuver ini berguna pada korban trauma karena tidak membahayakan penderita dengan
kemungkinan patah ruas rulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal
menjadi patah tulang dengan cedera spinal.

- Jaw thrust

Penolong berada disebelah atas kepala pasien. Kedua tangan pada mandibula, jari
kelingking dan manis kanan dan kiri berada pada angulus mandibula, jari tengah dan
telunjuk kanan dan kiri berada pada ramus mandibula sedangkan ibu jari kanan dan kiri
berada pada mentum mandibula. Kemudian mandibula diangkat ke atas melewati molar
pada maxila (Arifin, 2012)

2) Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi Oksigen

Oksigen sangat penting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan pasokan


konstan O2 yang digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi penghasil energi, yang
menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara terus-menerus (Sherwood, 2001)..
Pada keadaan normal, oksigen diperoleh dengan bernafas dan diedarkan dalam aliran
darah ke seluruh tubuh (Smith, 2007). Airway yang baik tidak dapat menjamin pasien
dapat bernafas dengan baik pula (Dolan, Holt, 2008). Menjamin terbukanya airway
merupakan langkah awal yang penting untuk pemberian oksigen.

Apabila pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-


valve-face-mask merupakan cara yang efektif, teknik ini lebih efektif apabila dilakukan

12
oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu petugas dapat digunakan untuk
menjamin kerapatan yang baik (ATLS, 2004).

3) Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrage control)

Perdarahan merupakan penyebab kematian setelah trauma (Dolan, Holt, 2008).


Oleh karena itu penting melakukan penilaian dengan cepat status hemodinamik dari
pasien, yakni dengan menilai tingkat kesadaran, warna kulit dan nadi (ATLS,2004).

4) Disability, status neurologis

Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis


secara cepat. Hal yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil. Tanda-
tanda lateralisasi dan tingkat (level) cedera spina. Cara cepat dalam mengevaluasi status
neurologis yaitu dengan menggunakan AVPU, sedangkan GSC (Glasgow Coma Scale)
merupakan metode yang lebih rinci dalam mengevaluasi status neurologis, dan dapat
dilakukan pada saat survey sekunder. GSC (Glasgow Coma Scale) adalah sistem skoring
yang sederhana untuk menilai tingkat kesadaran pasien.

5) Exposure/environmental control, membuka baju penderita, tetapi cegah hipotermia

Merupakan bagian akhir dari primary survey, penderita harus dibuka keseluruhan
pakaiannya, kemudian nilai pada keseluruhan bagian tubuh. Periksa punggung dengan
memiringkan pasien dengan cara log roll. Selanjutnya selimuti penderita dengan selimut
kering dan hangat, ruangan yang cukup hangat dan diberikan cairan intra-vena yang
sudah dihangatkan untuk mencegah agar pasien tidak hipotermi.

b. Secondary Survey

Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan secara head to
toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya dilakukan setelah kondisi
pasien mulai stabil, dalam artian tidak mengalami syok atau tanda-tanda syok telah mulai
membaik.

13
1) Anamnesis

Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat dari pasien dan
keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):

A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester, makanan)


M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang menjalani
pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit yang pernah
diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan obat- obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi, dikonsumsi berapa jam
sebelum kejadian, selain itu juga periode menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian yang
menyebabkan adanya keluhan utama)
Selain itu apat dilakukan pengkajian PQRST saat pasien mengeluhkan nyeri, adapun
pengkajian PQRS adalah :
P (Provokes/palliates) : apa yang menyebabkan nyeri? Apa yang membuat nyerinya
lebih baik? apa yang menyebabkan nyerinya lebih buruk? apa yang anda lakukan saat
nyeri? apakah rasa nyeri itu membuat anda terbangun saat tidur?
Q (Quality) : bisakah anda menggambarkan rasa nyerinya? apakah seperti diiris,
tajam, ditekan, ditusuk tusuk, rasa terbakar, kram, kolik, diremas? (biarkan pasien
mengatakan dengan kata- katanya sendiri.
R (Radiates) : apakah nyerinya menyebar? Menyebar kemana? Apakah nyeri
terlokalisasi di satu titik atau bergerak?
S (Severity) : seberapa parah nyerinya? Dari rentang skala 0-10 dengan 0 tidak ada
nyeri dan 10 adalah nyeri hebat
T (Time) : kapan nyeri itu timbul? Berapa lama nyeri itu timbul? Apakah terus
menerus atau hilang timbul? apakah pernah merasakan nyeri ini sebelumnya? apakah
nyerinya sama dengan nyeri sebelumnya atau berbeda?

Setelah dilakukan anamnesis, maka langkah berikutnya adalah pemeriksaan


tanda-tanda vital. Tanda tanda vital meliputi suhu, nadi, frekuensi nafas, saturasi oksigen,
tekanan darah, berat badan, dan skala nyeri.

14
2) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanaya kelainan-


kelainan dari sustu sistem atau suatu organ tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).

2. Diagnose Keperawatan
1) Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard.
DS:
- Mengeluh nyeri
DO:
- Tampak meringis
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Tekanan darah meningkat
- Sulit tidur
2) Penurunan curah jantung b/d peningkatan beban kerja ventikuler.
DS:
- Perubahan irama jantung: palpitasi
- Perubahan preload: lelah
- Perubahan afterload: dispnea
- Perubahan kontraktilitas: ortopnea, batuk
- Perilaku/emosional: cemas, gelisah

DO:

- Irama jantung bradikardia/takikardia


- Edema
- Tekanan darah meningkat/menurun
- Nadi perifer teraba lemah
- Oliguria
- Sianosis
3) Gangguan pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru.

15
DS:
- Dispnea
- Pusing
- Penglihatan kabur

DO:

- PCO2 meningkat/menurun
- PO2 menurun
- Takikardia
- Bunyi nafas tambahan
- Sianosis
- Gelisah
- Nafar cuping hidung
- Kesadaran menurun
4) Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan
DS:
- Mengeluh lelah
- Dispnea setelah/saat aktivitas
- Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
- Merasa lemah

DO:

- Frekuensi jantung meningkat


- Sianosis
- Gambaran EKG menunjukkan iskemia
- Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
5) Kelebihan volume cairan b/d peningkatan natrium/ retensi air.
6) Perubahan perfusi perifer b/d penurunan aliran darah ke jaringan.

16
3. Intervensi Keperawatan

Tanggal Diagnosa NOC NIC

1 Nyeri akut b/d Level I Domain: Kondisi Level 1 Domain:


iskemia jaringan kesehatan yang dirasakan. Fisiologis: Dasar
miokard. Level II Kelas V: Status Level 2
gejala. Kelas E: Peningkatan
Level III Outcomes: Tingkat Kenyamanan Fisik
nyeri (2102). Level 3 Intervensi:
Outcomes Manajemen nyeri
1. Nyeri yang dilaporkan (1400)
2. Panjangnya episode
nyeri Aktivitas-aktivitas:
3. Mengerang dan 1. Lakukan
menangis pengkajian nyeri
4. Ekspresi nyeri wajah komprehensif
5. Tidak bias beristirahat yang meliputi
6. Frekuensi nafas lokasi,
7. Denyut nadi radikal karakteristik,
8. Tekanan darah durasi,
9. berkeringat frekuensi,
kualitas,
intensitas, dan
factor pencetus.
2. Evaluasi
pengalaman
nyeri di masa
lalu meliputi
nyeri kronik
individu atau

17
keluarga atu
nyeri yang
menyebabkan
kecacatan,
dengan tepat
3. Ajarkan teknik
non farmalogi
(seperti
relaksasi nafas
dalam).

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sindrom koroner akut (SKA) adalah sekumpulan gejala yang di akibatkan oleh
pengganggunya aliran darah pada pembuluh darah koroner di jantung secara akut. Gangguan
pada aliran darah tersebut disebabkan oleh thrombosis (pembekuan darah) yang terbentuk di
dalam pembuluh darah sehingga menghambat alirah darah.

SKA terbagi atas 2 bagian yakni angina tidak stabil dan infark miokard akut. Angina
tidak stabil adalah dimana pembekuan darah tidak sampai menyebabkan sumbatan total pada
pembuluh darah, sedangkan infark miokard akut terjadi jika pembekuan darah menyebabkan
aliran darah tersumbat total.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami materi atau isi
dari makalah di atas. Dan memberikan kritik dan saran kepada penulis.

19
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Krisanty Paula, S.Kep, Ns, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : TIM.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.

Johnson, Marion, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta: Elsevier.

Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Interventions Classifications (NIC). Jakarta: Elsevier.

20

Anda mungkin juga menyukai