Anda di halaman 1dari 5

Kelompok 8 Teori Akuntansi Kelas C

1. Geraldine Wydia Prasetianti (170423169)


2. Yovega Chandha P. N. (170423304)
3. Shania Hillius (170423760)

Assets
Klasifikasi dari kompnen-komponen yang ada di laporan keuangan adalah hal yang paling
mendasar dalam akuntansi karena akan memengaruhi cara pengguna laporan keuangan
menginterpretasikan kondisi keuangan dan konsekuensi dari proses pengambilan keputusan.
Memengaruhinya melalui persepsi risiko dan solvabilitas perusahaan. Oleh karena itu, perlu
dibahas mengenai definisi aset, bagaimana pengakuan dan kriteria pengakuannya, dan
dampak dari perbedaan pendekatan dalam pengukuran aset.

1. Assets Defined

Tiga karakter dalam definisi aset:

 Memberikan manfaat ekonomis di masa depan


 Dikendalikan oleh sebuah entitas
 Didapat dari kejadian masa lampau
 Dapat dipertukarkan  pendukung

 Manfaat ekonomi di masa depan (future economic benefit)

Manfaat ekonomis di masa depan di dalam aset adalah potensi yang dapat dikontribusikan
secara langsung maupun tidak langsung yang mengalir ke kas entitas. Dapat juga disebut
sebagai manfaat yang membantu entitas untuk mencapai tujuannya.

Dari berbagai pendapat, jika disimpulkan, maka aset adalah sesuatu yang ada saat ini, dan
memiliki kapabilitas memberikan jasa atau manfaat saat ini dan juga di masa yang akan
datang.

Konsep aset ini membedakan antara objek dengan manfaat yang diwujudkan di dalamnya.
Saat gedung dinyatakan sebagai aset, pada dasarnya aset yang dimaksudkan adalah manfaat
tempat pada gedung itu, bukan batu bata dan semen yang membangung gedung tersebut.

 Dikendalikan oleh sebuah entitas (controlled by an entity)

Mengontrol kadang tidak sama dengan memiliki. Misalnya, suatu perusahaan memiliki aset,
tapi ada peraturan pemerintah yang melarang penggunaanya, sehingga perusahaan kehilangan
kontrol atas aset yang sebenarnya dimilikinya itu.
Secara teknis, aset sebenarnya adalah hak untuk menggunakan aset, bukan secara fisik.
Perusahaan memiliki hak untuk menadapatkan manfaat dari aset tersebut dan bisa
mengontrolnya. Misalnya truk yang dibayar dengan kredit, meskipun selama mencicil belum
memiliki bukti sah kepemilikan, tapi sudah boleh mengambil manfaat dari truk tersebut.

 Didapat dari kejadian masa lampau (past event)

Syarat ini untuk menegaskan bahwa aset yang baru direncanakan tidak dimasukkan dalam
pelaporan. Contohnya aset yang ada dalam anggaran. Perdebatan sering timbul dalam hal
seperti wholly executory contract.

 Dapat dipertukarkan (exchageability) pendukung

Beberapa peneliti berpendapat bahwa definisi dari aset harus mengikutsertakan kondisi
bahwa aset itu harus dapat dipertukarkan, artinya suatu item terpisah dari entitas dan nilai
penghapusan terpisah dari nilai entitas. Suatu barang yang tidak memiliki exchageability
pastilah tidak memiliki nilai ekonomi (MacNael).

Namun, goodwill menjadi dipertanyakan dengan adanya syarat ini karena goodwill tidak bisa
dipertukarkan apabila tidak melekat pada suatu barang. Chambers berpendapat agar goodwil
dipisahkan dari aset karena sangat rawan terhadap variasi yang tidak memiliki kualitas jangka
panjang. Chambers juga berpendapat bahwa dalam penentuan neraca diperlukan pengukuran
terhadap aset dan kewajiban, tapi goodwill menggunakan evaluasi bukan pengukuran. Nilai
yang ditetapkan dari goodwill tidak sama dengan jenis nilai aset dan kewajiban lain.

Untuk yang menentang syarat ini berpendapat bahwa exchangeability hanyalah cara satu arah
untuk mendapatkan benefit dari aset. Contohnya persediaan. Namun, sebagaian besar aset
benefitnya didapatkan selama masa penggunaan, seperti mesin dan gedung. Sehingga tidak
terpengaruh apakah aset dapat dipertukarkan atau tidak.

Nilai ekonomis juga berdasarkan pada kelangkaan, bukan dapat dipertukarkan. Pertukaran
tidak menciptakan nilai, hanya mengungkapkannya (Moonitz).

Pengikutsertaan aset tidak nyata sebagai aset tidak dapat menilai bisnis secara keseluruhan,
melainkan hanya untuk mengidentifikasi nilai dari sumber-sumber khusus benefit di masa
yang akan datang bagi perusahaan.

2. Asset Recognition

Pengakuan melibatkan aturan pengakuan, ada yang formal maupun informal. Contoh
informal adalah pengakuan piutang ketika penjualan secara kredit terjadi. Contoh formal
adalah pengakuan financial leases sebagai aset.

Framework recognition criteria (kriteria-kriteria dalam pengakuan):

a. Peluang dari keuntungan ekonomis yagn akan datang


b. Aset harus dapat diukur dengan andal (reliably measured)
Past recognition criteria yang tidak harus semuanya dipenuhi dan tidak mutually exclusive:

a. Kepercayaan pada hukum (reliance on the law)


Pengakuan aset bergantung pada konsept legal/sah aset tersebut. Contoh: pembelian
aset tetap
b. Penentuan substansi ekonomis pada transaksi atau kejadian
Substabsi ekonomis dari transaksi berhubungan dengan tujuan pelaporan informal
yang relevan dan dapat diandalkan.
c. Penggunaan konservatisme: antisipasi kerugian, tapi tidak pada keuntungan

Beberapa standar yang membatasi pengakuan aset: IAS 38.AASB 138 intangible assets
paragraf 48 melarang pengakuan goodwill yang dihasilkan secara internal.

3. Asset Measurement

 Tangible Asset

Terdapat dua jenis pengkuran yang dikenal, yaitu historical cost dan fair value. Untuk
historical cost, aset diukur pada saat akuisisi dan dikurangi akumulasi depresiasi dan
penurunan nilai. Pendukung model ini berpendapat bahwa biaya pada saat akuisisi ini
menyediakan tujuan dan bukti-bukti bahwa pengukuran depresiasi dan penurunan nilai yang
telah dihitung merefleksikan nilai yang sesungguhnya dalam balance sheet.

Sementara itu, revaluasi aset menyediakan informasi yang relevan untuk para pengguna
laporan keuangan. Namun, beberapa berpendapat bahwa pengukuran ini tidak handal dan
subjektif apabila penetuan nilainya diestimasi padahal seharusnya diobservasi. Dikatakan
subjektif karena niali yang didapat berasal dari perhitungan manajemen sendiri.

 Intangible Asset

Karena intangible asset tidak memiliki pasar, maka yang biasa yang digunakan adalah cost
(dikurangi oleh akumulasi amortisasi dan impairment). IAS 38 melarang pengakuan atas
internally generated intangible asset karena hanya dapat dimunculkan di balance sheet hanya
atas capitalization of development cost nya saja.

 Financial Instrument

Model pengukuran yang paling dominan adalah historical cost. Namun, banyak yang
menentang karena tidak relevan. Contohnya derivatif yang telah diatur untuk diukur dalam
fair value. Sehingga, meskipun harga pasar lebih dianjurkan, namun perkiraan manajemen
juga boleh digunakan (untuk fair value).

Untuk membuat standar yang baku, IASB telah menetapkan penggunaan fair value guna
menyediakan informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuangan. Beberapa pihak
menentang karena akan menghasilkan laproan yang tidak relevan, tidak dapat diantdalkan,
diak dapat dimengerti, dan tidak dapat dibandingkan.
Pengukuran ini sangat konpleks. Belum ada sebuah model pengukuran yang disetujui oleh
pembuat standar di IAS 39. Financial instrument kemudian dibagi menjadi 4 tipe dengan
pengukuran yang berbeda-beda.

Tipe aset finansial Metode pengukuran


Original (pinjaman dan piutang) Amortized cost
Originated loans and receivables Aset tidak dipengaruhi oleh niat untuk
menjual atau hold to maturity.
Hold-to-maturity investment Amortized cost, subject to review for
impairment in value.
Perusahaan tidak diperbolehkan
menggunakan klasifikasi HTM apabila aset
dijual atau ditransfer lebih dari sebagian kecil
Available for sale securities Fair value.
Gain atau loss dari remeasurement diakui di
ekuitas.
Financial asset held for trading, or classified Fair value.
as fair value through profit and loss, and Dengan profit atau loss atas remeasurement
derivatives diakui sebagai profit dan loss.
Semua financial intstrument yang
berdasarkan amoritzed cost dan AFS harus
dinilai impairment nya setiap tanggal
pelaporan.

4. Challenges for Standard Setters

 Which measurement model?

Terdapat dukungan dari IASB dan FASB untuk penggunaan nilai wajar yang lebih luas dan
menjadi fokus beberapa bagian dalam komunitas keuangan.

 How to calculate fair value measurement?

Dalam SFAS 157 terdapat contoh dari teknik penilaian yang digunakan untuk
memperkirakan niali wajar, termasuk di dalamnya:

a. Pendekatan pasar
Penggunaan dari harga observasi dan informasi dari transaksi aktual untuk aset dan
kewajiban yang identik, mirip, atau sebanding.
b. Pendekatan pendapatan
Konversi dari nilai masa depan ke nilai sekarang.
c. Pendekatan biaya
Nilai yang dibutuhkan untuk mengganti kapasitas dari sebuah jasa.
Tiga kategori untuk input yang digunakan untuk estimasi nilai wajar

1. Tingkat 1
Menggunakan harga terpilih untuk aset dan kewajiban yang identik di pasar yang aktif
yang direkomendasikan kapan pun informasi tersebut tersedia. Harga tersebut tidak
perlu disesuaikan.
2. Tingkat 2
Jika harga terpilih untuk aset dan kewajiban yang identik di pasar yang aktif yang
direkomendasikan tidak tersedia, maka nilai wajar harus diestimasikan berdasarkan
harga yang terpilih untuk aset dan kewajiban yang hampir sama di pasar aktif.
Dibutuhkan adanya penyesuaian pada beberapa perbedaan.
3. Tingkat 3
Jika tingkat 1 dan 2 tidak tersedia, atau jika perbedaan antara set dan kewajiba yang
hampir sama tidak dapat ditentukan secara objektif, maka nilai wajar dapat diestimasi
menggunakan beberapa teknik penilaian yang konsisten dengan pendekatan pasar,
pendapatan dan biaya.

5. Issues for Auditors

Mengaudit fair value menimbulkan kesulitan pada auditor karena membutuhkan penerapan
dari model valuasi dan ahli dari valuasi itu sendiri. Untuk menciptakan pendekatan audit yang
efektif, auditor memiliki peranan penting untuk memastikan pengukuran yang dilakukan
telah sesuai dan tidak terpengaruhi berlebihan oleh insentif manajer. Auditor harus
mengetahui proses dari perusahaan kliennya dan pengendalian dalam pengukuran fair value,
dan auditor harus membuat penilai an apakah metodae pengukuran dan asumsi yang
diguankan dari perusahaan kliennya tersebut sudah sesuai dan memberikna landasa yang kuat
dalam pengukuran fair value. Ada potensi auditor dikenakan tuntutan legal apabila gagal
untuk mealkukan pendekatan atas audit nilai wajar untuk aset secara sesuai. Mayoritas
masalah yang ditemukan terkait dengan pengujian nilai aset menggunakan model biaya
historis. Situasi spesifik yang mengharusskan penggunaan nilai wajar untuk berbagai macam
tipe aset adalah dalam kombinasi bisnis.

Anda mungkin juga menyukai