PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk member pengetahuan
kepada para pembaca tentang bahasa indonesia terutama dalam ilmu fonologi
dalam cabang ilmunya yaitu perubahan – perubahan bunyi. Diharapkan juga
untuk para pembaca apabila sudah megerti dan paham, diharapkan mampu
memberikan atau membagi ilmunya kepada masyarakat luas.
3. Rumusan masalah
A. Untuk menambah ilmu fonologi kali ini kami akanmenjelaskan
perubahan – perubahan bunyi besrta contohnya ?
B. Apa itu gejala perubahan bunyi ?
C. Bagaimana bunyi perubahanhukum van der tuk dan perubahannya ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. METATESIS
Metatesis adala perubahan urutan bunyi fonemis pada suatu kata sehingga
menjadi dua bentuk kata yan0g bersaing. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata
yang mengalami metatesis ini tidak banyak. Metatesis dapat terjadi secara
sinkronik dan dapat terjadi secara diakronik. Misalnya :
1. Metatesis Sinkronis (terjadi padamasa tertentu)
Kelikir → kerikil
Lajur → jalur
Bantras → brantas
2. Metatesis Diakronis (melalui proses sejarah)
Almari (Portugis) → lemari
Arba (Arab) → rabu
Arbab (arab) → rebab
2. DISIMILASI
Disimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip
menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Contohnya sebagai berikut.
1. Secara sinkronis, Kata “belajar” berasal dari penggabungan prefiks ber
dan bentuk dasar ajar. Mestinya, kalau tidak ada perubahan menjadi
berajar. Tetapi, karena ada dua buny [r], maka [r] yang pertama
disimilasikan menjadi [l] sehingga menjadi [belajar]. Karena perubahan
tersebut sudah menembus batas fonem, yaitu [r] merupakan alofon dari
3
fonem /r/ dan [l] merupakan alofon dari fonem /l/, maka disebut disimilasi
fonemis.
2. Secara diakronis, kata sarjana berasal dari bahasa Sanskerta sajjana.
Perubahan itu terjadi karena adanya bunyi [j] ganda. Bunyi [j] yang
pertama diubah menjadi bunyi [r] : [sajjana] > [sarjana]. Karena
perubahan itu sudah menembus batas fonem, yaitu [j] merupakan alofon
dari fonem /j/ dan [r] merupakan alofon dari fonem /r/, maka perubahan
itu disebut disimilasi fonemis.
3. ASIMILASI
Asimilasi adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang tidak sama menjadi
bunyi yang sama atau yang hampir sama. Hal ini terjadi karena bunyi-bunyi
bahasa itu diucapkan secara berurutan sehingga berpotensi untuk saling
mempengaruhi dan dipengaruhi.
1. Asimilasi Progresif, artinya penyelarasan maju, yakni perubahan bunyi
yang di belakang karena bunyi di depannya. Contoh :
/meN- + /tendang/ → /menendang/
2. Asimilasi Regresif, yaitu bunyi yang diasimilasikan mendahului bunyi
yang mengasimilasikannya. Suatu asimilasi dikategorikan asimilasi
regresif apabila bunyi yang diasimilasikan mendahului bunyi yang
mengasimilasikan. Dengan kata lain, bunyi yang diubah itu terletak
dimuka bunyi yang mempengaruhinya.
Misalnya, berubahnya bunyi /p/ menjadi bunyi /b/ pada pada kata
Belanda op de weg yang dilafalkan /obdeweg/, dimana bunyi /p/ dilafalkan
menjadi bunyi /b/ sebagai akibat pengaruh bunyi /d/ pada kata de.
Contoh :
peN- + bela → pembela
in- + possible → impossible
en- + power → empower
4. ADAPTASI
4
Adaptasi artinya penyesuaian. Dalam hubungannya dengan perubahan bunyi,
perubahan itu terjadi karena ada upaya untuk menyesuaikan system fonemis
bahasa tertentu dengan system fonemis bahasa sendiri, atau sebaliknya.
Penyesuaian itu dilakukan karena terpungutnya kata-kata bahasa asing ke
dalam bahasa Indonesia. Contoh :
/fadlu/ (Arab) → /perlu/
/koetsir/ (Prancis) → /kusir/
aa (Belanda) menjadi a
paal pal
baal bal
octaaf oktaf
aerobe aerob
aerodinamics aerodinamika
haemoglobin hemoglobin
haematite hematit
ai tetap ai
trailer trailer
5
caisson kaison
au tetap au
audiogram audiogram
autotroph autotrof
tautomer tautomer
hydraulic hidraulik
caustic kaustik
calomel kalomel
construction konstruksi
cubic kubik
coup kup
classification klasifikasi
crystal Kristal
central sentral
cent sen
cybernetics sibernetika
circulation sirkulasi
cylinder silinder
coelom selom
accomodation akomodasi
acculturation akulturasi
acclimatization aklimatisasi
accumulation akumulasi
acclamation aklamasi
6
cc di muka e dan i menjadi ks
accent aksen
accessory aksesori
vaccine vaksin
saccharin sakarin
charisma karisma
cholera kolera
chromosome kromosom
technique teknik
echelon eselon
machine mesin
check cek
China Cina
ç (Sanskerta) menjadi s
çabda sabda
çastra sastra
e tetap e
effect efek
description deskripsi
synthesis sintesis
ea tetap ea
7
idealist idealis
habeas habeas
ee (Belanda) menjadi e
stratosfeer stratosfer
system sistem
ei tetap ei
eicosane eikosan
eidetic eidetik
einsteinium einsteinium
eo tetap eo
stereo stereo
geometry geometri
zeolite zeolit
eu tetap eu
neutron neutron
eugenol eugenol
europium europium
f tetap f
fanatic fanatik
factor faktor
fossil fosil
gh menjadi g
Sorghum sorgum
gue menjadi ge
igue ige
8
gigue gige
iambus iambus
ion ion
iota iota
politiek politik
riem rim
variety varietas
patient pasien
efficient efisien
kh (Arab) tetap kh
khusus khusus
akhir akhir
ng tetap ng
contingent kontingen
congress kongres
linguistics linguistik
oestrogen estrogen
oenology enologi
foetus fetus
oo (Belanda) menjadi u
cartoon kartun
9
proof pruf
pool pul
zoology zoologi
coordination koordinasi
gouverneur gubernur
coupon kupon
contour kontur
ph menjadi f
phase fase
physiology fisiologi
spectrograph spektograf
ps tetap ps
pseudo pseudo
psychiatry psikiatri
psychosomatic psikosomatik
pt tetap pt
pterosaur pterosaur
pteridology pteridologi
ptyalin ptialin
q menjadi k
aquarium akuarium
frequency frekuensi
equator ekuator
10
rh menjadi r
rhapsody rapsodi
rhombus rombus
rhythm ritme
rhetoric retorika
scandium skandium
scotapia skotapia
scutella skutela
sclerosis sklerosis
scriptie skripsi
scenography senografi
scintillation sintilasi
scyphistoma sifistoma
schema skema
schizophrenia skizofrenia
scholasticism skolastisisme
ratio rasio
action aksi
patient pasien
th menjadi t
theocracy teokrasi
orthography ortografi
11
thiopental tiopental
thrombosis trombosis
method metode
u tetap u
unit unit
nucleolus nukleolus
structure struktur
institute institut
ua tetap ua
dualisme dualisme
aquarium akuarium
ue tetap ue
suede sued
duet duet
ui tetap ui
equinox ekuinoks
conduite konduite
uo tetap uo
fluorescein fluoresein
quorum kuorum
quota kuota
uu menjadi u
prematuur prematur
vacuum vakum
v tetap v
12
vitamin vitamin
television televisi
cavalry kavaleri
xanthate xantat
xenon xenon
xylophone xilofon
executive eksekutif
taxi taksi
exudation eksudasi
latex lateks
exception eksepsi
excess ekses
excision eksisi
excitation eksitasi
excavation ekskavasi
excommunication ekskomunikasi
excursive ekskursif
exclusive eksklusif
yakitori yakitori
yangonin yangonin
13
yen yen
yuan yuan
yttrium itrium
dynamo dinamo
propyl propil
psychology psikologi
z tetap z
zenith zenith
zirconium zirkonium
zodiac zodiak
zygote zigot
Perubahan bunyi yang alamiah bias terjadi dengan penambahan atau penyisipan
segmen, pengurangan atau pelepasan segmen. Penambahan dan pengurangan segmen
dapat terjadi pada awal, tengah, atau akhir kata. Dengan menggunakan kombinasi istilah
penambahan, pengurahan, awal, tengah, dan akhir; maka gejala perubahan bunyi itu
dapat dibedakan sebagai berikut.
1. Protesis, adalah penambahan satu fonem pada awal kata. Contoh
/mpu/ menjadi /empu/
/mas/ menjadi /emas/
2. Epentesis, adalah penambahan fonem atau bunyi pada tengah kata. Contoh
/kapak/ menjadi /kampak/
/upama/ menjadi /umpama/
/sajak/ menjadi /sanjak/
3. Paragoge, adalah penambahan fonem atau bunyi pada akhir kata. Contoh
/lamp/ menjadi /lampu/
14
/ina/ menjadi /inang/
/das/ menjadi /dasi/
4. Aferesis adalah penghilangan atau pelepasan satu fonem pada awal kata.
Contohnya
/tetapi/ menjadi /tapi/
/peperment/ menjadi /permen/
5. Sinkop penghilangan atau pelepasan fonem pada tengah kata. Contohnya
/dahulu/ menjadi /dulu/
/baharu/ menjadi /baru/
6. Apakop adalah penghilangan atau pelepasan satu fonem atau lebih di akhir kata.
Contohnya
/president/ menjadi /presiden/
/pelangit/ menjadi /pelangi/
/silah + -kan/ menjadi /sila + -kan/
Gejala perubahan bunyi ini sering disebut dengan gejala bahasa. Jenis yang lain lagi
tentang gejala perubahan bunyi adalah diftongisasi, monoftongisasi, dan perubahan-
perubahan bunyi karena kasus morfofonemik. Kita mulai pembahasan dari,
a. Diftongisai adalah perubahan bunyi vocal tunggal (monoftong) menjadi dua
bunyi vocal atau vocal rangkap (diftong) secara berurutan. Contohnya
[senatosa] menjadi [sentausa]
[teladan] menjadi [tauladan]
[topan] menjadi [taufan]
b. Monoftongisasi adalah kebalikan dari diftongisasi, yaitu perubahan dua bunyi
vocal atau vocal rangkap (diftong) menjadi vocal tunggal (monoftong).
Contohnya
[kalau] menjadi [kalo]
[danau] menjadi [dano]
[satai] menjadi [sate]
[petai] menjadi [petai]
15
Perubahan-perubahan bunyi karena kasus morfofonemik dapat dipelajari dalam
morfologi.
Salah satu warisan berharga yang ditorehkan oleh Van der Tuuk adalah hukum
tentang peralihan konsonan dalam bahasa austronesia. Pertama, hukum pergeseran antara
bunyi konsonan /r/, /g/ dan /h/. Kedua, hukum pergeseran bunyi konsonan /r/, /d/ dan /l/.
Bahasa-bahasa yang menjadi data dalam penelitiannya adalah bahasa Austronesia. Van
der Tuuk meneliti bahasa Melayu, Bali, Jawa, Sunda, Lampung dan Batak.
Dalam melakukan penelitian, Van der Tuuk membandingkan bunyi-bunyi bahasa yang
ditelitinya. Dalam memperoleh data, Van der Tuuk mencatat dari seorang informan.
Seorang penutur asli bahasa yang ditelitinya.
Dalam salah satu penelitiannya pada bahasa Batak di daerah Sumatera Utara. Van der
Tuuk berpendapat bahwa perkembangan aksara Batak terjadi dari selatan ke utara.
Dengan kata lain, bahasa-bahasa berkembang dari satu tempat ke tempat lainnya,
sehingga memungkinkan terjadinya ‘sedikit’ kesamaan bunyi. Misalnya; kata sayur
(Batak Mandailing) dan saur (Batak Toba), manyurat dan manurat. Pari (jawa) dan Padi
(Melayu).
Keragaman satu bahasa dengan bahasa yang lain memupnyai pertalian. Di mana dalam
satu tempat tertentu, di tempat lain juga memiliki bunyi yang hampir sama. Perbedaan
bunyi-bunyi tertentu diakibatkan pada salah satu bahasa tertentu tidak memilikinya,
misalnya: dalam bahasa Indonesia tidak ada bunyi aspirasi /th/ dan /ph/, sedangkan di
dalam bahasa Inggris stone [sthoun].
16
uRat oGat oHat
tikaR tikeH
17
BAB III
RANGKUMAN
18
Daftar pustaka
Muslich, Mansur. 2008. Fonlogi Bahasa Indonesia: Tinjuan Deskriptif Sistem Bunyi
Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Abbas, Lutfi. 1967.Pengantar Lliguistik dan Tatabahasa Bahasa Indonesia. Edisi
I.Banung: Jajasan Penerbit Universitas Padjadjaran
Halim, Ambran. 1984. Intonasi dalam Hubungannya dengan Sintaksis Indonesia. Jakarta:
Jabatan.
Keraf,Gorys. 1982. Tatabahasa Indonesia. Ende Flores; Nusa Indah.
Parera, Jos Daniel.1983. Pengantar Linguistik Umum: Fonetik dan Fonemik. Ende
Flores; Nusa Indah
Samsuri. 1982. Analisis Bahasa: Memahami Bahasa Indonesia Ilmiah. Jakarata
: erlangga.
Sitidoan, G. 1984.Pengantar Linguistik dan Tatabahasa Indonesia. Bandung: Pustaka
Prima.
Verhaar, J.W.M. 1979. Pengantar Linguistik. Yokyakarta: Gajah Mada Universitas Perss.
Depdikbud. (1986.) Pedoman umum Pembentukan Istilah. Jakarta: Pusat Bahasa.
Parera, Jos Daniel.1985. Pengantar Linguistik Umum: Fonetik dan Fonemik. Ende
Flores; Nusa Indah
Samsuri. 1978. Analisis Bahasa: Memahami Bahasa Indonesia Ilmiah. Jakarata
: erlangga
Verhaar, Prof. Dr J.W.M. 1977. Pengantar Linguistik. Yokyakarta: Gajah Mada
Universitas Perss.
Yusuf, M.A., Drs suhendra. 1998. Fonetik dan Fonologi. Jakarta: penerbiy Gramedia
Pustaa Utama
19