Anda di halaman 1dari 36

PEMBANGUNAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

MAKALAH

disusun guna memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Pekerjaan Sosial dengan

Organisasi dan Masyarakat

Dosen Mata Kuliah


Dr. Bambang Rustanto, M.Hum

Oleh
Kelompok 2
Kelas 2C
1. Lintang Bagus Prayogi 17.04.021
2. Syifa Ummimah Moeljati 17.04.033
3. Yulens Boy Galandjindjinay 17.04.054
4. Fika Pebianti 17.04.150
5. Vini Nurillah Ciherla 17.04.206
6. Vidi Malinda Nurfadilah 17.04.244
7. Alfitria Digita 17.04.393

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA IV PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL

BANDUNG

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah
dengan judul “Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial”.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Pekerjaan Sosial dengan
Organisasi dan Masyarakat. Selain itu, makalah ini juga ditulis supaya para pembaca,
khusunya penyusun bisa menambah wawasan tentang Pembangunan Sosial dan Pekerjaan
Sosial.

Penyusun menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, sulit bagi penyusun
untuk menyelesaikan penulisan makalah ini. Oleh sebab itu, penyusun menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:

1. Dr. Bambang Rustanto, M.Hum., selaku dosen mata kuliah Pekerjaan Sosial dengan
Organisasi dan Masyarakat.
2. Teman-teman kelompok 2 terima kasih atas kerja samanya sehingga makalah
“Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial” dapat terselesaikan.
Penyusun berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penyusun khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya.

Bandung, 29 Januari 2019


Atas Nama Kelompok 2

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 2

BAB II ISI ...................................................................................................................... 3

2.1 Pembangunan Sosial ........................................................................................ 3

2.1.1 Pengertian Pembangunan Sosial ........................................................... 3

2.1.2 Kajian Pembangunan ............................................................................. 5

2.2 Kesejahteraan Sosial ........................................................................................ 7

2.2.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial ........................................................... 7

2.2.2 Tujuan Kesejahteraan Sosial ................................................................. 10

2.2.3 Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial ..................................................... 12

2.2.4 Komponen-Komponen Kesejahteraan Sosial ........................................ 13

2.3 Hubungan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial ............................. 14

2.4 Masyarakat Madani ......................................................................................... 25

2.4.1 Negara Sejahtera dan Masyarakat Sejahtera ......................................... 25

2.4.2 Menuju Masyarakat Madani .................................................................. 27

2.4.3 Perbedaan Negara Sejahtera dengan Kesejahteraan Sosial ................... 28

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 30

3.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 30

3.2 Saran ................................................................................................................ 30

ii
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 31

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di banyak negara, khususnya negara berkembang, pembangunan ekonomi
menjadi prioritas utama. Akibatnya muncul berbagai ketimpangan khususnya
kemiskinan yang merupakan dampak dari pembangunan ekonomi. Untuk mengatasi
permasalahan ketimpangan yang disebabkan karena lebih memprioritas pembangunan
ekonomi perlu adanya “pembangunan tandingan” yang berupa pembangunan sosial.
Menurut Margareth dan Midgley (1982) model pembangunan sosial pada
dasarnya menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan
kelompok marjinal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki
kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Hal ini tentunya sejalan dengan konsep
kesejahteraan sosial tentang pelayanan sosial.
Pekerja sosial sangatlah dibutuhkan agar tercipta pendekatan pekerjaan sosial
pada pembangunan sosial yang berbeda dari yang lain. Pekerjaan sosial merupakan
profesi dimana melakukan pelayanan terhadap individu, keluarga, komunitas dan
masyarakat untuk mencapai keberfungsian sosialnya dan bisa menyelesaikan
masalahnya sendiri. Pekerjaan sosial dipandang sebagai sebuah profesi yang bisa
menyelesaikan permasalahan sosial yang ada di abad ini. Karena proses pendekatan
dan kajian ilmunya yang multidisiplin sehingga mampu diadaptasikan dengan ilmu
sosial yang lainnya.
Kontribusi pekerja sosial perlu dihargai karena pekerja sosial lebih
memperkenalkan dan mempopulerkan pembangunan sosial pada negara-negara
industri dan mereka telah menjadi pendukung yang antusias terhadap pendekatan
pembangunan sosial ini. Fokus mereka pada isu-isu praktis telah mendukung
komitmen penting pembangunan sosial pada hal-hal yang bersifat program. Dimasa
depan, mereka mungkin mendukung munculnya sebuah pendekatan koheren pada
intervensi profesional di lapangan. Penyusun sebagai calon pekerja sosial tentunya
harus mengetahui dan memahami tentang pembangunan sosial dan kesejahteraan
sosial. Oleh karena itu, kami tertarik untuk menyusun makalah ini dengan judul
“Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial”.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pembangunan sosial?
2. Bagimana kajian tentang pembangunan?
3. Apa yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial?
4. Apa tujuan dari kesejahteraan sosial?
5. Apa fungsi-fungsi dari kesejahteraan sosial?
6. Apa saja komponen kesejahteraan sosial?
7. Bagaimana keterkaitan antara pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial?
8. Apa yang dimaksud negara sejahtera dan masyarakat sejahtera?
9. Bagaimana menuju masyarakat madani?
10. Apa perbedaan dari negara sejahtera dengan kesejahteraan sosial?

1.1 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut
mengenai pembangunan sosial dan kesejahteraan sosial terkait dengan metode
pekerjaan sosial yang berupa Community Organization/Community Development
(CO/CD).

2
BAB II

ISI

2.1 Pembangunan Sosial


2.1.1 Pengertian Pembangunan Sosial
Pembangunan sosial adalah sebuah proses perubahan sosial yang
terencana dan desain untuk mewujudkan kesejahteraan seluruh penduduk
dalam kaitannya dengan proses yang dinamis dalam pembangunan ekonomi
(Midgley 1995:25). Pembangunan sosial adalah peningkatan kualitas norma
dan nilai dalam pranata sosial yang menghasilkan pola interaksi atau, lebih
dalam lagi, pola relasi sosial (terutama menyangkut hubungan kekuasaan),
baik antar individu maupun kelompok. Jadi, pembangunan sosial adalah
perbaikan manusia dalam dimensi sosialnya.
Dalam perspektif pembangunan sosial, partisipasi masyarakat bukan
sekedar alat atau cara, tetapi tujuan karena, dalam keikutsertaan yang aktif dan
kreatif dalam pembangunan, hakikat manusia sebagai makhluk yang memiliki
aspirasi, harga diri dan kebebasan diwujudkan dan sekaligus ditingkatkan
mutunya. Dengan kata lain, penekanan pembangunan sosial adalah
pemerataan sarana dan hak-hak manusia yang paling dasar (inklusi sosial)
(Conyers 1982; Midgley 1995; Haralombos 2008:212-277).
Selanjutnya Edi Suharto mengartikan pembangunan sosial sebagai
suatu pendekatan pembangunan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan
kualitas kehidupan manusia secara paripurna, yakni memenuhi kebutuhan
manusia yang terentang mulai dari kebutuhan fisik sampai sosial.
Berdasarkan definisi dari Edi Suharto tersebut terlihat bahwa
pembangunan sosial lebih kepada meningkatkan keadilan terhadap semua
anggota masyarakat. Jadi pembangunan sosial adalah proses pembangunan
yang direncanakan dan diselaraskan dengan pembangunan ekonomi yang
bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan
keadilan.Untuk melihat suatu pembangunan mempunyai dimensi
pembangunan sosial dapat dilihat dari karateristik pembangunan sosial itu
sendiri.
Dalam kenyataanya masyarakat bukan hanya sebagai sasaran objek
dalam prses pembuatan proram pembangunan, namun sekaligus berperan

3
sebagai subjek. Artinya pembangunan dari masyarakat, oleh masyarakat, dan
untuk masyarakat. Tantanganya dibutuhkan SDM yang berkualitas dan
mampu berperan dan ikut serta dalam prses pembangunan. Sumber daya
manusia yang berkualitas dan mampu bersaing dalam dunia kerja hanya dapat
tercipta jika telah melewati tempaan pendidikan.
Pembangunan kesejahteraan sosial dapat dipahami melalui pendekatan
teoritis-konseptual maupun yuridis-kontekstual. Secara Perspektif
pembangunan sosial dan pembangunan berpusatkan pada rakyat sebagai
landasan konseptual pembangunan kesejahteraan sosial, didasari argumen
sebagai berikut :
a. Pembangunan kesejahteraan sosial sebagai aktivitas yang terorganisasi
untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial kelompok
rentan, membutuhkan kerangka acuan pembangunan sosial dan
berpusatkan pada rakyat sesuai dengan komitmen international dalam
perlindungan hak asasi manusia.
b. Tujuan pembangunan sosial dan berpusatkan pada rakyat adalah
meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan sosial. Sasaran yang ingin
dicapai adalah untuk semua masyarakat, termasuk kelompok rentan yang
perlu menjadi prioritas dalam pelayanan sosial.
c. Kelompok rentan mengalami hambatan fungsi sosial karena keterbatasan
kemampuan dalam mengakses sumber sosial dan tidak terpenuhi hak atas
pemenuhan kebutuhan dasar. Dalam kondisi demikian, setiap usaha
kesejahteraan sosial harus memberikan peluang bagi kelompok rentan
untuk dapat merealisasikan aspirasi kebutuhan hidup sesuai dengan
potensi yang dimiliki. Hal ini merupakan prinsip dasar dalam profesi
pekerjaan sosial.
d. Penerapan kerangka acuan dasar yang mengintegrasikan paradigma
pembangunan sosial dan pembangunan yang berpusat pada rakyat,
relevan dengan peranan profesi pekerjaan sosial dalam konteks
pembangunan kesejahteraan sosial.
e. Proses pemecahan masalah sosial dalam profesi pekerjaan sosial
didasarkan atas peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat.
Proses peningkatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat dalam
konteks pembangunan sosial, mendorong terjadinya peningkatan akses

4
dan kemampuan dasar dalam memenuhi kebutuhan dasar sesuai dengan
hak asasi manusia.

2.1.2 Kajian Pembangunan


Development studies merupakan cabang ilmu sosial yang multidisiplin
yang mengkaji pembangunan, pendekatan dalam kajian ini adalah
menekankan pada konsep pembangunan. Kajian tentang pembangunan sosial
pada awal perkembangannya, sering dipertentangkan dengan pembangunan
ekonomi. Hal ini terkait dengan pemahamam banyak orang yang
menggunakan istilah pembangunan yang dikonotasikan sebagai perubahan
ekonomi yang diakibatkan oleh adanya industrialisasi (midgley, 1995:2).
Dalam kenyataannya, pembangunan yang terlalu berfokuskan pada
pembangunan ekonomi akan membuat jurang yang sangat besar antara si
miskin dan si kaya, yang membuat kesenjangan diantara keduanya membuat
masalah baru yang besar.
Kajian tentang pembangunan sosial pada awal perkembangannya,
sering dipertentangkan dengan pembangunan ekonomi. Hal ini terkait dengan
pemahamam banyak orang yang menggunakan istilah pembangunan yang
dikonotasikan sebagai perubahan ekonomi yang diakibatkan oleh adanya
industrialisasi (midgley, 1995:2). Dalam kenyataannya, pembangunan yang
terlalu berfokuskan pada pembangunan ekonomi akan membuat jurang yang
sangat besar antara si miskin dan si kaya, yang membuat kesenjangan diantara
keduanya membuat masalah baru yang besar.
Midgley (1995) melihat bahwa pertumbuhan ekonomi yang tidak
diikuti dengan mengecilnya jurang antara si kaya dan si miskin merupakan
suatu proses pembangunan yang terdistorsi. Sehingga perlu dilakukan
pendekatan pembangunan lain yang bisa mengurangi kesenjangan atau jurang
dari si kaya dan si miskin. Pandang midgley ini juga munculnya sebagai hasil
kunjungannya dari negara dunia ketiga di era 1980-an dan awal 1990-an,
termasuk salah satunya melihat perkembangan kesejahteraan sosial di
indonesia pada periode tersebut. Sebagai salah satu alternatif mengatasi
permasalahan yang muncul, maka midgley mengusung gagasan pembangunan
sosial yang disetarakan dengan pembangunan ekonomi.

5
Midgley mengajukan 8 aspek dalam sebuah pembangunan sosial yang
perlu diperhatikan, yaitu :
1. Proses pembangunan sosial tidak terlepas dari pembangunan ekonomi. hal
ini yang membuat pendekatan pembangunan sosial berbeda dengan
pendekatan institusional dan residual dalam ilmu kesejahteraan sosial. jadi
dalam hal ini midgley beranggapan bahwa sebuah pembangunan sosial
tidak bisa terlepas dari pembangunan ekonomi yang baik.
2. Salah satu sektor pembangunan ekonomi yang baik adalah salah satunya
penerimaan keuangan negara yang baik. Penerimaan keuangan negara
yang baik bisa menjadi salah satu indikator bahwa kondisi ekonominya
membaik. Bagaimana APBN ini digunakan dengan baik, disitulah
pembangunan sosial ada. APBN sekarang sudah tidak lagi berfokus
bagaimana pembangunan sektor infrastruktur, lapangan kerja dan sektor
industri, tetapi lebih kepada peningkatan kualitas SDM melalui
pendidikan dan pelatihan, serta didukung dengan kesehatan yang baik.
3. Pembangunan sosial mempunyai fokus yang interdisipliner yang diambil
dari berbagai jenis ilmu sosial. Misalnya, pandangan dari ilmu politik dan
ekonomi yang dipadukan untuk mendapatkan gambaran permasalahan
dalam masyarakat. Perpaduan dari aspek ekonomi dan politik akan
memformulasikan sebuah intervensi sosial (perubahan sosial yang
terencana) untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bukan sekedar
menangani permasalahan yang ada di masyarakat.
4. Dalam proses pembangunan sosial tergambar adanya suatu proses yang
dinamis. Dinamika dalam perubahan sosial ini menggambarkan adanya
interaksi antara pelaku perubahan dengan sasaran perubahan, serta
menggambarkan adanya interaksi internal di dalam masyarakat. pada
aspek ini di dalamnya dinyatakan secara eksplisit akan adanya unsur
perubahan dan pertummmbuhan yang terjadi dalam suatu masyarakat.
Proses dinamis ini meliputi tahap awal, pre-existing condition (kondisi
awal) merupakan kondisi masyarakat yang kurang menyenangkan yang
ingin diubah; tahap kedua, proses perubahan itu sendiri; damn tahap
ketiga kondisi akhir (the end state) ketika proses perubahan sosial sudah
berakhir.

6
5. Proses perubahan yang terdapat dalam pendekatan pembangunan sosial
pada dasarnya bersifat progresif. Aspek progresif ini menunjukan bahwa
perubahan dirancang dalam pendekatan pembangunan sosial ini secara
bertahap tapi terencana, dengan pasti akan menunjukan ke arah yang lebih
baik.
6. Proses pembangunan sosial adalah interventionist. Perbaikan kehidupan
masyarakat hanya dapat terjadi jika pelaku perubahan melakukan berbagai
upaya perubahan sosial yang terencana guna meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Hal ini menentang pandangan yang menyatakan bahwa
perbaikan kehidupan sosial akan terjadi secara natural, jika ekonomi pasar
sudah berjalan dengan baik ataupun perubahan yang terjadi secara natural
karena dorongan sejarah.
7. Tujuan pembangunan sosial diusahakan untuk dicapai melalui beberapa
strategi. Strategi-strategi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung,
akan menghubungkan intervensi sosial dengan upaya-upaya pembangunan
ekonomi. Meskipun keduanya didasari oleh keyakinan dan ideologi yang
berbeda.
8. Program pasar murah, Rumah sakit gratis adalah beberapara dari strategi
pembangunan sosial yang secara langsung dirasakan oleh masyarakat.
Kebijakan pembangunan fasilitas pendidikan baru, peningkatan SDM di
sektor pemerintahan, sektor kesehatan dan sektor pendidikan, merupakan
kebijakan secara tidak langsung tapi berdampak pada peningkatan
pembangunan sosial.

2.2 Kesejahteraan Sosial


2.2.1 Pengertian Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan berasal dari kata ”sejahtera". Sejahtera ini mengandung
pengertian dari bahasa Sansekreta ”Catera” yang berarti Payung. Dalam
konteks ini, kesejahteraan yang terkandung dalam arti ”catera” (payung)
adalah orang yang sejahtera yaitu orang yang dalam hidupnya bebas dari
kemiskinan, kebodohan, ketakutan, atau kekhawatiran sehingga hidupnya
aman tenteram, baik lahir maupun batin. Sedangkan Sosial berasal dari
kata ”Socius” yang berarti kawan, teman, dan kerja sama. Orang yang sosial
adalah orang dapat berelasi dengan orang lain dan lingkungannya dengan baik.

7
Jadi kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana orang
dapat memenuhi kebutuhannya dan dapat berelasi dengan lingkunganya secara
baik. Dalam pekerjaan sosial sering kali tingkatan kesejahteraan sosial dibagi
menjadi sebagai berikut:
(1) Social security
(2) Social well being
(3) Ideal status of social welfare
Banyak pengertian kesejahteraan sosial yang dirumuskan, baik oleh
para pakar pekerjaan sosial maupun PBB dan badan-badan di bawahnya di
antaranya:
(1) Friedlander (1980)
Social welfare is the organized system of social services and
institutions, designed to aid individuals and groups to attain satisfyng
standards of life and health, and personal and social relationships that
permit them to develop their full capaties and to promote their well being
in harmony with the needs of their families and the community.
Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisasi dari pelayanan-
pelayanan sosial dan institusi-institusi yang dirancang untuk membantu
individu-individu dan kelompok-kelompok guna mencapai standar hidup
dan kesehatan yang memadai dan relasirelasi personal dan sosial sehingga
memungkinkan mereka dapat mengembangkan kemampuan dan
kesejahteraan sepenuhnya selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga
dan masyarakatnya.
(2) Perserikatan Bangsa Bangsa
Kesejahteraan sosial merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi
dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individuindividu
dengan lingkungan sosial mereka.
(3) UU No. 6 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat 1
Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial,
materiil ataupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan,
dan ketenteraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga
negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial yang sebaikbaiknya bagi diri, keluarga

8
serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban
manusia sesuai dengan Pancasila.
(4) UU No. 11 Tahun 2009
UU Nomor 6 Tahun 1974 kemudian diganti dengan UU No. 11 Tahun
2009 tentang Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa kesejahteraan sosial
adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungs sosialnya.
Telah banyak dipahami bahwa istilah Kesejahteraan Sosial dapat
diartikan secara luas dan secara sempit. Dalam pengertian secara luas,
kesejahteraan sosial lebih diartikan sebagai kondisi kesejahteraan masyarakat,
sedangkan dalam arti sempit lebih merujuk kepada kesejahteraan sosial
individu.
Demikian juga pengertian tentang kesejahteraan sosial dalam konteks
dinamis dan statis harus dipahami sebagai usaha untuk menunjukkan bahwa
kesejahteraan sosial akan mengikuti perkembangan paradigma pembangunan
dan komitment global dalam peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sebagai kondisi dinamis, maka kesejahteraan sosial merujuk pada aktivitas
yang terorganisasi. Dalam aktivitas tersebut terdapat serangkaian pelayanan
sosial untuk mencapai keadaan sejahtera. Sementara sebagai kondisi statis,
kesejahteraan sosial adalah keadaan sejahtera, yakni terpenuhinya kebutuhan
jasmaniah, rohaniah, dan sosial.
Dari berbagai pengertian tentang kesejahteraan sosial, terlihat adanya
dinamika dari pengertian konvensional menuju kontemporer. Jika pada
awalnya kesejahteraan sosial itu lebih mengarah pada konteks mikro dan
kelembagaan, maka akhir-akhir ini lebih bergeser pada konteks mezzo/ makro
dan berorientasi kemasyarakatan. Compton (1980:34) memberikan pengertian:
“Kesejahteraan sosial adalah institusi sosial yang ditujukan menolong
individu-individu dan institusi-institusi sosial untuk secara bersama-sama
bergerak mencapai tujuan yang lebih produktif. Hal ini dicapai dengan
memberikan pelayanan tertentu untuk mendukung dan mempertahankan
keberfungsian sosial yang ada sebelumnya dan yang ada saat ini, untuk
mengembangkan kapasitas agar dapat berfungsi lebih produktif, serta untuk
memecahkan masalah-masalah yang dialami individu dan institusi

9
bersangkutan”. Pengertian ini lebih mengacu pada pendekatan pelayanan
konvensional yang lebih memfokuskan pada pelayanan individu dan
berorietasi kelembagaan.
Pengertian kesejahteraan sosial terus berkembang sesuai dengan tren
pembangunan kesejahteraan sosial. Menurut Midgley (1995) kondisi
kesejahteraan sosial (atau kemaslahatan sosial) terdiri dari tiga unsur utama
yaitu (1) permasalahan sosial yang dikelola, (2) tingkat kebutuhan yang
berhasil dipenuhi, serta (3) derajat kesempatan untuk mencapai kemajuan
disediakan. Ketiga unsur ini diterapkan pada individu, keluarga. kelompok,
komunitas dan seluruh masyarakat. Dengan demikian kesejahteraan sosial
tidaklah sebagaimana yang sering dipahami, yakni peningkatan keberfungsian
atau kesejahteraan sosial kelompok-kelompok rentan atau marjinal saja, tetapi
mencakup semua tingkatan dan lapisan masyarakat yang memiliki hak untuk
menikmati kesejateraan sosial. Kamerman & Kahn (1979) menjelaskan enam
komponen atau subsistem dari Kesejahteraan Sosial, yaitu: pendidikan,
kesehatan, pemeliharaan penghasilan, pelayanan kerja, perumahan dan
pelayanan sosial personal.
Secara yuridis konstitusional, Undang-undang Dasar 1945 telah secara
jelas pula mengamanatkan bahwa cita-cita perjuangan bangsa adalah untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila, yaitu
masyarakat yang berkeadilan dan berkesejahteraan sosial. Di Indonesia,
pengertian yang luas dinyatakan juga dalam penjelasan umum Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial.
Terdapat perbedaan yang signifikan pengertian kesejahteraan sosial
dalam UU Nomor 6 Tahun 1974 dan UU Nomor 11 Tahun 2009. Perbedaan
yang menyolok terletak pada cara pemenuhan kesejahteraan sosial di mana
dalam UU Nomor 6 Tahun 1974 sangat tegas dinyatakan dengan tetap
menjunjung hak-hak asasi dan Pancasila, namun dalam UU No. 11 Tahun
2009 tidak dijelaskan dalam pengertian kesejahteraan sosial.

2.2.2 Tujuan Kesejahteraan Sosial


Kesejahteraan sosial mempunyai tujuan yaitu:

10
(1) Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar
kehidupan pokok seperti sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan
relasi-relasi sosial yang harmonis dengan lingkungannya.
(2) Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik khususnya dengan masyarakat
di lingkungannya, misalnya dengan menggali sumber-sumber,
meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan.
Selain itu, Schneiderman (1972) mengemukakan tiga tujuan utama dari
sistem kesejahteraan sosial yang sampai tingkat tertentu tercermin dalam
semua program kesejahteraan sosial, yaitu pemeliharaan sistem pengawasan
sistem, dan perubahan sistem.
(1) Pemeliharaan Sistem
Pemeliharaan dan menjaga keseimbangan atau kelangsungan
keberadaan nilai-nilai dan norma sosial serta aturan-aturan
kemasyarakatan dalam masyarakat, termasuk hal-hal yang bertalian
dengan definisi makna dan tujuan hidup; motivasi bagi kelangsungan
hidup orang seorang dan kelompok; norma-norma yang menyangkut
pelaksanaan peranan anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua, dan
peranan pria dan wanita; norma-norma yang berhubungan dengan produksi
dan distribusi barang dan jasa; norma-norma yang berhubungan dengan
penyelesaian konflik dalam masyarakat, dan lain-Iain.
Kegiatan sistem kesejahteraan sosial untuk mencapai tujuan semacam
itu meliputi kegiatan yang diadakan untuk sosialisasi anggota terhadap
norma-norma yang dapat diterima, peningkatan pengetahuan dan
kemampuan untuk mempergunakan sumber-sumber dan kesempatan yang
tersedia dalam masyarakat melalui pemberian informasi, nasihat, dan
bimbingan, seperti penggunaan sistem rujukan, fasilitas pendidikan,
kesehatan dan bantuan sosial lainnya. Kegiatan lain adalah kompensasi
terhadap kekurangan sistem, berupa melengkapi atau mengganti tatanan
sosial lain seperti keluarga, pasar, sistem pendidikan, sistem kesehatan,
dan sebagainya, sementara tatanan sosial pokok pada dasarnya tidak
berubah. Termasuk juga dalam kegiatan ini, bantuan keuangan dan
pembayaran jaminan sosial untuk meningkatkan daya beli, guna
terpeliharanya ekonomi secara keseluruhan. Kompensasi ini sifatnya
temporal.

11
(2) Pengawasan Sistem
Melakukan pengawasan secara efektif terhadap perilaku yang tidak
sesuai atau menyimpang dari nilai-nilai sosial. Kegiatan-kegiatan
kesejahteraan sosial untuk mencapai tujuan semacam itu meliputi;
mengintensifkan fungsi-fungsi pemeliharaan berupa kompensasi, (re)
sosialisasi, peningkatan kemampuan menjangkau fasilitas-fasilitas yang
ada bagi golongan masyarakat yang memperlihatkan penyimpangan
tingkah laku misalnya kelompok remaja dan kelompok lain dalam
masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar dapat ditingkatkan pengawasan diri
sendiri (self-control) dengan jalan menghilangkan sebab-sebab masalah
yang sesungguhnya. Di samping itu, dapat pula dipergunakan saluran-
saluran dan batasan-batasan hukum guna meningkatkan pengawasan
eksternal (externaI-control) terhadap penyimpangan tingkah laku misalnya
orang tua yang menelantarkan anaknya, kejahatan, kenakalan remaja, dan
sebagainya.
(3) Perubahan Sistem
Mengadakan perubahan ke arah berkembangnya suatu sistem yang
lebih efektif bagi anggota masyarakat (Effendi, 1982; Zastrow, 1982).
Dalam mengadakan perubahan itu, sistem kesejahteraan sosial merupakan
instrumen untuk menyisihkan hambatan-hambatan terhadap partisipasi
sepenuhnya dan adil bagi anggota masyarakat dalam pengambilan
keputusan; pembagian sumber-sumber secara lebih pantas dan adil; dan
terhadap penggunaan struktur kesempatan yang tersedia secara adil pula.

2.2.3 Fungsi-Fungsi Kesejahteraan Sosial


Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan
atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan terjadinya
perubahanperubahan sosio-ekonomi, menghindarkan terjadinya
konsekuensikonsekuensi sosial yang negatif akibat pembangunan serta
menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat (Friedlander & Apte, 1982).
Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial tersebut antara lain:
(1) Fungsi Pencegahan (Preventive)

12
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk memperkuat individu,
keluarga, dan masyarakat supaya terhindar dari masalah-masalah
sosial baru. Dalam masyarakat transisi, upaya pencegahan
ditekankan pada kegiatan-kegiatan untuk membantu menciptakan
poIa-pola baru dalam hubungan sosial serta lembaga-Iembaga
sosial baru.
(2) Fungsi Penyembuhan (Curative)
Kesejahteraan sosial ditujukan untuk menghilangkan kondisi-
kondisi ketidakmampuan fisik, emosional, dan sosial agar orang
yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi kembali secara
wajar dalam masyarakat. Dalam fungsi ini tercakup juga fungsi
pemulihan (rehabilitasi).
(3) Fungsi Pengembangan (Development)
Kesejahteraan sosial berfungsi untuk memberikan sumbangan
|angsung ataupun tidak langsung dalam proses pembangunan atau
pengembangan tatanan dan sumber-sumber daya sosial dalam
masyarakat.
(4) Fungsi Penunjang (Supportive)
Fungsi ini mencakup kegiatan-kegiatan untuk membantu
mencapai tujuan sektor atau bidang pelayanan kesejahteraan sosial
yang lain.

2.2.4 Komponen-Komponen Kesejahteraan Sosial


Semua kegiatan atau usaha kesejahteraan sosial mempunyai ciri-ciri
tertentu yang membedakan dengan kegiatan-kegiatan lain:
(1) Organisasi Formal
Usaha kesejahteraan sosial terorganisasi secara formal dan
dilaksanakan oleh organisasi/badan sosial yang formal pula.
Kegiatan yang di|aksanakan memperoleh pengakuan masyarakat
karena memberikan pelayanan secara teratur, dan pelayanan yang
diberikan merupakan fungsi utamanya.
(2) Pendanaan
Tanggung jawab dalam kesejahteraan sosial bukan hanya
tanggung jawab pemerintah melainkan juga tanggung jawab

13
masyarakat. Mobilisasi dana dan sumber (fund raising) merupakan
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan.
Kegiatan kesejahteraan sosial karenanya tidak mengejar keuntungan
semata-mata.
(3) Tuntutan Kebutuhan Manusia
Kesejahteraan sosia| harus memandang kebutuhan manusia
secara keseluruhan, dan tidak hanya memandang manusia dari satu
aspek saja. Hal inilah yang membedakan pelayanan kesejahteraan
sosial dengan yang lainnya. Pelayanan kesejahteraan sosial diadakan
karena tuntutan kebutuhan manusia.

(4) Profesionalisme
Pelayanan kesejahteraan sosial dilaksanakan secara profesional
berdasarkan kaidah ilmiah, terstruktur, sistematik, dan menggunakan
metoda dan teknik-teknik pekerjaan sosial dalam praktiknya.
(5) Kebijakan/Perangkat Hukum/Perundang-undangan
Pelayanan kesejahteraan sosial harus ditunjang oleh
seperangkat perundangan-undangan yang mengatur syarat
memperoleh, proses pelayanan, dan pengakhiran pelayanan.
(6) Peranserta Masyarakat
Usaha kesejahteraan sosial harus melibatkan peranserta
masyarakat agar dapat berhasil dan memberi manfaat kepada
masyarakat.
(7) Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial
Pelayanan kesejahteraan sosial harus ditunjang dengan data dan
informasi yang tepat. Tanpa data dan informasi yang tepat maka
pelayanan akan tidak efektif dan tidak tepat sasaran.

2.3 Hubungan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Sosial


Pembangunan kesejahteraan sosial sejatinya adalah segenap strategi dan
aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, maupun civil society untuk
meningkatkan kualitas kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang
bermatra pelayanan sosial, penyembuhan sosial, perlindungan sosial dan

14
pemberdayaan masyarakat (Suharto, 2006). Kesejahteraan sosial sebagai suatu
aktivitas biasanya disebut sebagai Usaha kesejahteraan sosial (UKS), di Indonesia
dikenal dengan Pembangunan Kesejahteraan sosial (PKS) yaitu usaha yang terencana
dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial
untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial serta
memperkuat institusi2 sosial (Suharto,1997).
Pembangunan melalui investasi sosial mempunyai dampak langsung berupa
penciptaan lapangan kerja, prakarsa partisipasi dalam pembangunan yang lebih luas
biarpun pada awalnya dalam lapangan pembangunan sosial yang sederhana. Investasi
dalam pembangunan sosial akan meningkatkan produktivitas karena adanya rasa ikut
memiliki serta kepercayaan melalui partisipasi yang lebih ikhlas. Karena partisipasi
itu dilakukan dengan ikhlas, maka lebih mudah memberikan kepuasan berkat
dipenuhinya hak-hak sosial ekonomi dan budaya yang sangat mendasar.
Dalam dunia pekerjaan sosial dan kesejahteraan sosial, pembangunan sosial
populer di awal 1980-an. Dimana hal ini terkait dengan keterlibatan beberapa pekerja
sosial dari Amerika Serikat yang bekerja di berbagai lembaga internasional dan
mempunyai program pada negara-negara yang sedang berkembang
(Midgley:1995:30). Pembangunan sosial dipandang sebagai salah satu pendekatan
yang cukup efektif untuk mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, karena pembangunan sosial menjadikan manusia (IKKM) sebagai pusat
dari pembangunan.
Pembangunan sosial lebih bersifat memusat pada populasi suatu kesatuan
yang bersifat inklusif dan universalistik. Pembangunan sosial tidak hanya berfokus
kepada individu yang membutuhkan tetapi juga komunitas yang terlantarkan oleh
pembangunan ekonomi yang terjadi selama ini.
Tujuan dari pembangunan sosial adalah pengembangan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat (promotion of social welfare). Kesejahteraan sosial yang
dimaksudkan Midgley adalah kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi sosial dan
bukan sekadar kegiatan amal ataupun bantuan sosial yang diberikan oleh pemerintah
(1995:13). Kesejahteraan sosial dapat dilihat dari tiga unsur utamanya, yaitu : (a)
tingkatan (derajat) sampai dimana permasalahan sosial yang ada di masyarakat dapat
dikelola; (b) sampai seberapa banyak kebutuhan masyarakat dapat dipenuhi; (c)
sampai seberapa besar kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat diperluas
pada berbagai lapisan masyarakat (1995:14). Dari hal di atas dapat dilihat bahwa

15
sekarang ini semua pembangunan yang ada di Idonesia bertujuan untuk pada akhirnya
meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat indonesia, baik dalam hal pendidikan,
kesehatan, dan ekonomi.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa sebuah pembangunan sosial tidak
padat berarti jika tidak didukung dengan pembangunan lainnya, salah satunya
ekonomi. Pembangunan sosial dan ekonomi adalah suatu kesatuan pembangunan
yang tidak dapat dipisahkan, karena pembangunan sosial tidak dapat berjalan baik
tanpa didukung pembangunan ekonomi, begitupun pembangunan ekonomi yang tidak
berarti apa-apa tanpa pembangunan sosial yang baik.
Tiga Strategi besar juga diungkapkan Midgley dalam sebuah konsep
pembangunan sosial dalam upayanya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat,
Midgley (1995:103-138). Dimana individu, komunitas dan masyarakat bisa
mengembangkan potensi-potensi yang ada adalam dirinya sehingga dapat mencapai
aktualisasi diri, serta bisa meningkatkan keberfungisan sosialnya. Tiga strategi
tersebut meliputi:
1. Pembangunan sosial melalui individu (social development by individuals), dimana
individu-individu dalam masyarakat secara swadaya membentuk usaha pelayanan
masyarakat guna memberdayakan masyarakat. Pendekatan ini lebih mengarah
kepada pendekatan individualis atau perusahaan (individualist or enterprise
approach);Peran yang bisa dilakukan dalam proses pembangunan sosial di level
individu adalah seperti seorang pekerja sosial medis. Pekerja sosial ini sudah mulai
dilakukan di Indonesia, terutama untuk rumah sakit yang berlevel-A. Peraturan
mengenai pekerja sosial medis dikeluarkan oleh menteri kesehatan. Peran yang
dapat dilakukan oleh pekerja sosial medis dalam setting rumah sakit adalah
melakukan konseling individu dan keluarga, melakukan lawatan ke ruangan,
melakukan home visit, melakukan evaluasi sosial, bekerjasama dengan dinas sosial,
bekerja sama dengan panti sosial, melakukan bimbingan sosial, membantu tim
rehabilitasi dan pelaksanaan terapi, melakukan persiapan pulang terhadap klien,
melakukan after care. Melihat peran tersebut keselamatan pasien dapat tercapai
dengan selalu termonitornya perkembangan si pasien itu sendiri. Peran pekerja
sosial seharusnya mendapatkan tempat yang layak dalam pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh rumah sakit.
2. Pembangunan sosial melalui komunitas (social development by community),
dimana kelompok masyarakat secara bersama-sama berupaya mengembangkan

16
komunitas lokalnya. Pendekatan ini lebih dikenal dengan nama pendekatan
komunitarian (communitarian approach);Komunitas yang bisa menjadi contoh
salah satu yang membantu pembangunan sosial adalah dompet dhuafa. Organisasi
ini memanfaatkan tingginya charity di indonesia untuk diolah dan disalurkan
melalui berbagai program unggulan yang berjangka panjang, seperti membangun
sekolah dan fasilitas kesehatan di tengah-tengah masyarakat yang bisa dijangkau
oleh masyarakat sekitarnya.
3. Pembangunan sosial melalui pemerintah (social development by governments),
dimana pembangunan sosial dilakukan oleh lembaga-lembaga di dalam organisasi
pemerintah. Pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan negara (state
approach);Contohnya adalah BPJS. BPJS adalah salah satu dari bagian
pembangunan sosial di level pemerintah dimana BPJS ini digunakan untuk
memberikan jaminan kepada seluruh pekerja yang terdaftar didalamnya untuk
mendapatkan asuransi kesehatan. Kesehatan yang baik akan meningkatkan
produktivitas kerja dan aktivitas sehari-hari yang membantu bagaimana sebuah
pembangunan itu bisa terwujud dengan baik.
Pembangunan kesejahteraan sosial mengupayakan terkendalinya
permasalahan sosial, meningkatnya taraf kesejahteraan sosial, terjaminnya hak setiap
warga negara untuk memperoleh kesempatan berperan dalam dan menikmati hasiI-
hasil pembangunan secara adil dan merata sesuai dengan harkat dan martabat manusia
serta nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Untuk itu diperlukan ketahanan
sosial dan kemampuan penyesuaian diri yang semakin serasi dari setiap warga negara,
keluarga dan masyarakat dalam menghadapi dampak sosial berbagai krisis ekonomi
dan perubahan yang semakin meningkat pada era globalisasi dan perdagangan bebas.
Memperhatikan situasi dan gelagat, perkembangan, tantangan dan tuntutan
terhadap pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan kesejahteraan
sosial pada khususnya di masa depan, maka hakikat pembangunan kesejahteraan
sosial adalah perwujudan taraf kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya bagi setiap
orang dan seluruh rakyat lndonesia.
Sejalan dengan hakikat pembangunan kesejahteraan sosial tersebut, maka visi
pembangunan kesejahteraan sosial adalah “kesejahteraan oleh dan untuk semua”
menuju keadilan sosial, yaitu bahwa setiap dan semua warga negara Indonesia
membutuhkan kesejahteraan sosial dan wajib berperan mewujudkan kesejahteraan
sosial bagi semua.

17
Pembangunan kesejahteraan sosial mempunyai posisi sebagai bagian tidak
terpisahkan dari pembangunan nasional, sebagai piranti integrasi sosial, keserasian
sosial, investasi sosial dan keadilan sosial.
Sesuai dengan visi tersebut, maka misi pembangunan kesejahteraan sosial,
adalah :
a. Turut mewujudkan keadilan sosial melalui upaya memperkecil kesenjangan sosial,
dengan pertama-tama memberikan perhatian kepada warga masyarakat rentan dan
tidak beruntung;
b. Mencegah dan mengendalikan serta mengatasi permasalahan sosial, dampak yang
tidak diharapkan dari proses globalisasi, arus informasi, industrialisasi, dan
beragam krisis;
c. Memelihara dan memperkuat stabilitas sosial dan integrasi sosial, serta dan jaring
pengaman sosial dengan penguatan semangat kesetiakawanan sosial dan
kemitraan antar berbagai lapisan masyarakat; dan
d. Mengembangkan prakarsa dan peran masyarakat termasuk warga masyarakat
mampu dan sektor usaha dalam pembangunan kesejahteraan sosial sebagai
investasi modal sosial melalui kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial yang
terpadu dan berkelanjutan.
Visi dan misi tersebut mengacu kepada Universal Declaration of Human
Rights, bahwa setiap orang mempunyai hak memperoleh standar hidup untuk
kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial, termasuk makanan bagi dirinya
maupun keluarganya. Prinsip perlindungan hak asasi ini adalah:
a. Semua orang berhak menerima bantuan sosial bila diakui oleh masyarakat dan
aparat sosial sesuai dengan kriteria dan prosedur yang telah disepakati bersama;
b. Program pelayanan sosial bertujuan melindungi dan memberdayakan keluarga
secara khusus dan masyarakat secara luas;
c. Kelompok sasaran menerima bantuan sesuai dengan haknya, namun juga harus
memenuhi kewajibannya;
d. Hak dan kewajiban terlaksana melalui penegakan hukum.

Dalam pelaksanaan visi dan misi tersebut, maka usaha-usaha pemerintah di


bidang kesejahteraan sosial sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1974 pasal
4 ayat (2), meliputi :

18
a. Bantuan sosial kepada warganegara baik secara perseorangan maupun dalam
kelompok yang mengalami kehilangan peranan sosial atau menjadi korban akibat
terjadinya bencana-bencana, baik sosial maupun alamiah atau peristiwa-peristiwa
lain;
b. Pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial melalui penyelenggaraan suatu sistim
jaminan sosial;
c. Bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi sosial kepada warga negara baik
perseorangan maupun kelompok, yang terganggu kemampuannya untuk
mempertahankan hidup;
d. pengembangan dan penyuluhan sosial untuk meningkatkan peradaban,
perikemanusiaan dan kegotong-royongan.
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk konteks pembangunan di indonesia,
konsep kesejahteraan sosial belum diposisikan secara proporsional sesuai dengan
landasan konseptual kesejahteraan sosial itu sendiri. Hal ini tercermin dari posisi
kesejahteraan sosial sebagai Sub Sektor Kesejahteraan Sosial dan merupakan bagian
dari Sektor Kesejahteraan Rakyat.
Jika mengacu pada konsep Midgley, yang menegaskan bahwa pembangunan
sosial sebagai “means” dari pencapaian kesejahteraan sosial, maka kesejahteraan
sosial adalah “goals” dari kehidupan masyarakat. Dengan pembangunan sosial
diharapkan masyarakat bisa mencapai taraf kesejahteraan sosial yang disepakati
bersama bahkan bersifat universal.
Mengacu pada argumentasi konseptual dan yuridis formal tersebut maka
selayaknya klasifikasi sub sektor dan sektor dalam pembangunan dikaji kembali.
Dengan demikian perlu ada kesepakatan bahwa kesejahteraan sosial itu sebagai
“goals" dari semua sektor.
Jika dikaitkan dengan pembagian tugas antar departemen, maka Departemen
Sosial dalam pelaksanaan mandat pembangunan kesejahteraan sosial di masa datang
hendaknya Iebih bertumpu pada pembangunan berbasiskan masyarakat. Di samping
itu perlu lebih mengarah pada pengembangan sistem jaminan sosial, untuk
meningkatkan dan memelihara kualitas hidup, melindungi hak asasi manusia dalam
pemenuhan kebutuhan dasar dan kesejahteraan sosial masyarakat.
Pengalaman global menunjukkan bahwa pada negara-negara yang menganut
sistem negara sejahtera, peran departemen pemerintah yang mengurus kesejahteraan
sosial seperti Departemen Sosial di Indonesia, sangat dominan dalam mengendalikan

19
sistem jaminan sosial dan memfasilitasi perumusan kebijakan dan strategi
pembangunan sosial. Sementara pada negara-negara berkembang, Departemen Sosial
memiliki peran menonjol dalam pembangunan yang berbasiskan masyarakat.
Departemen ini berperan sebagai pengarah kebijakan, fasilitator pengembangan
kapasitas organisasi sosial berbasiskan masyarakat, mediator, pemberdaya dan
pengembang jaringan kerja atau sistem rujukan, serta mobilisator sumber-sumber
kemasyarakatan untuk mengembangkan sistem jaminan sosial berbasiskan
masyarakat. Oleh karena itulah, Departemen Sosial menjalin kerjasama dalam
konteks kemitraan dengan lembaga swadaya masyarakat atau organisasi sosial.
Dalam kurun waktu lima tahun ke depan diprediksikan Indonesia masih
berada dalam kondisi krisis yang dapat mengakibatkan bangsa Indonesia mengalami
keterpurukan yang semakin mendalam. Akibatnya masyarakat semakin tidak berdaya
dan rentan terhadap timbulnya berbagai kerusuhan sosial, penjarahan, tindak
kejahatan atau perilaku menyimpang lainnya.. Selain itu kelompok yang semakin
sengsara, miskin, terbelakang. kelaparan, kekurangan gizi dan berbagai kondisi rawan
lainnya akan meningkat dan berdampak menurunnya tungsi-fungsi sosial di
masyarakat.
Dalam menghadapi situasi demikian, suatu kenyataan dilematis harus dihadapi
yaitu keterbatasan kemampuan keuangan negara pada satu sisi dan besarnya
permasalahan yang harus ditangani pada sisi lainnya. Kalaupun ada peningkatan
anggaran, bukan bersumber dari pendapatan nasional tetapi tergantung pada pinjaman
luar negeri, seperti sumber untuk Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang
merupakan dana pinjaman dari Dana Moneter Internasional. Menghadapi kondisi
demikian, maka strategi pembangunan sosial secara struktural harus mengalami
perubahan dari pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan dan pemerataan ke
arah pembangunan yang berpusat pada rakyat dengan memberikan peran yang lebih
besar pada masyarakat untuk membangun dirinya atas dasar kekuatan yang
dimilikinya. Sementara itu pemerintah bertanggung jawab untuk menciptakan peluang
dan kondisi yang kondusif bagi tumbuh-kembangnya peran serta masyarakat. Dalam
hal ini pemberdayaan merupakan salah satu strategi dalam pembangunan yang
berpusat pada rakyat.
Berkaitan dengan hal tersebut beberapa hal yang membutuhkan pengkajian
mendalam adalah :

20
a. Belajar dari pengalaman (retrospeksi) dengan mengambil butirbutir
kebijakan/program/ kegiatan yang memberikan manfaat dan tidak
mengulangi lagi kesalahan yang tidak diharapkan sesuai dengan esensi dari
reformasi dalam pembangunan sosial;
b. Mengoptimalkan sumber daya yang ada dan tidak bertumpu pada sumber
apbn dan pinjaman luar negeri. Tetapi sumber daya masyarakat melalui
penciptaan mekanisme pemberdayaan yangtepan
c. Memantapkan program/proyek/kegiatan yang berbasiskan masyarakat dan
telah memberikan manfaat langsung bagi masyarakat ;
d. Melakukan berbagai penyempurnaan kebijakan dan program yang sesuai
dengan harapan masyarakat dan kondisi krisis;
e. Melakukan berbagai program terobosan dan inovasi.
Upaya yang bersifat strategis perlu dirumuskan, yang diarahkan pada
pemberdayaan masyarakat sebagai strategi dalam pembangunan partisipatif atau
pembangunan yang berpusat pada rakyat sebagai salah satu wujud nyata program
penyelamatan dan pemulihan dan sebagai landasan untuk mencapai kembali taraf
kesejahteraan masyarakat yang pernah dialami sebelum masa krisis. Oleh karena itu,
diperlukan peningkatan kemitraan dengan infrastruktur sosial seperti Lembaga
Swadaya Masyarakat, Organisasi Sosial, dunia usaha dan masyarakat, kearah
terwujudnya hubungan kemitraan yang semakin harmonis dan serasi dengan
Pemerintah dalam pembangunan sosial. Masyarakat sebagai sumber sosial diharapkan
akan semakin mengambil peran sebagai subjek pembangunan.
Sejalan dengan perkembangan kemampuan masyarakat dalam pembangunan,
maka 'campur tangan' pemerintah baik di pusat maupun di daerah diharapkan akan
menjadi seminimal mungkin dan diupayakan untuk makin menumbuhkan peran aktif
masyarakat seluas mungkin. Dalam kaitan ini kegiatan pembangunan yang dapat
dilakukan oleh masyarakat harus diserahkan dan diselenggarakan sendiri oleh
masyarakat lokal. Apabila belum dapat dilakukan oleh masyarakat maka dibantu
pelaksanaannya dengan didampingi oleh pekerja sosiaI/tenaga profesional yang
berperan sebagai lasrlitator. dinamisator dan peran lain dalam pemberdayaan
masyarakat. Restrukturisasi peran pelaku pembangunan pada tingkat mikro,
menengah dan makro menjadi penting untuk segera dilaksanakan.
Pembangunan sosial perlu direformasi secara komprehensif dengan
memberikan dukungan luas bagi terbukanya peluang untuk :

21
a. Memberikan kesempatan bagi peran aktil masyarakat dalam proses
pembangunan kesejahteraan sosial dengan prinsip pelaksanaan dari oleh dan
untuk masyarakat;
b. Penekanan pemihakan dan pemberdayaan masyarakat berkaitan dengan
pemantapan otonomi daerah yang diselenggarakan secara nyata dan dinamis
serta didukung dengan kesiapan jajaran pemerintah di daerah dan di pusat;
c. Restrukturisasi perencanaan dan pelaksanaan program/proyek untuk
menghilangkan inefisiensi penggunaan dana pembanguf nan yang terbatas
dengan tetap memperhatikan akses universal terhadap pelayanan kebutuhan
dasar sebagai perwujudan perlindungan hak asasi manusia;
d. Peningkatan keterpaduan dan keterkaitan yang makin erat antar manusia. antar
daerah, antara pusat dengan daerah, antar sektor, serta antara kegiatan makro
dan mikro pembangunan sosial;
e. Pengembangan dan pengerahan sumber-sumber sosial dengan peningkatan
keterbukaan, akuntabilitas dan efektifitas pelayanan; dan
f. Peningkatan mutu, pengembangan, dan penyebaran, serta pemanfaatan SDM,
dan piranti lunak dan piranti keras pembangunan sosial.

Contoh Kebijakan Mengenai Pembangunan Sosial Untuk Kesejahteraan


Masyarakat
Salah satu kebijakan pemerintah melalui PNPM Mandiri Pedesaan yang di
bernama Generasi Sehat dan Cerdas PNPM, PNPM Generasi adalah program fasilitasi
masyarakat dalam rangka perencanaan dan pelaksanaan kegiatan untuk peningkatan
derajat kesehatan ibu dan anak, serta peningkatan – akses pendidikan dasar dan
menengah. Sebagai stimulan dalam menyusun perencanaan kegiatan yang akan
dilakukan, program menyediakan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Selain itu,
perlu difasilitasi juga munculnya pendanaan dari sumber atau potensi yang ada di
masyarakat sendiri, pemerintah daerah atau dari kelompok peduli lainnya.
Tujuan Program
Tujuan dari program ini adalah:
1. Meningkatnya derajat kesehatan ibu dan anak-anak balita
2. Meningkatnya pendidikan anak-anak usia sekolah hingga tamat
Sekolah Dasar (SD/MI) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SMP/MTs).

22
Sasaran Program dan Penerima Manfaat
Sasaran program adalah anggota masyarakat yang secara rutin dipantau
perkembangan atau perolehan layanan bidang kesehatan ibu-anak dan pendidikan
dasar. Dengan demikian, sasaran dari program ini adalah seluruh ibu-ibu yang
sedang hamil, ibu menyusui dan bayinya, anak-anak balita, serta anak-anak usia
sekolah dasar dan menengah pertama.
Penerima manfaat (benecifiary) adalah anggota masyarakat yang menerima
manfaat secara langsung dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Penerima
manfaat Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) diutamakan bagi mereka yang
termasuk dalam kelompok rumah tangga miskin dan yang selama ini belum
mendapatkan pelayanan kesehatan ibu anak dan pendidikan dasar.
Indikator Keberhasilan
Ukuran atau indikator keberhasilan merupakan kondisional yang akan dicapai
oleh masyarakat dan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan dalam
rangka mengikuti program ini. Ukuran keberhasilan ini dimaksudkan agar masyarakat
memfokuskan pada pencapaian tujuan program dan tidak hanya melakukan kegiatan
pendidikan dan kesehatan secara umum. Ukuran yang digunakan adalah sebagai
berikut :
1. Bidang Kesehatan, meliputi:
a. Setiap ibu hamil diperiksa oleh bidan, minimal 4 kali pemeriksaan
selama masa kehamilannya.
b. Setiap ibu hamil mendapatkan minimal 90 butir pil Fe (penambah
darah) selama masa kehamilannya.
c. Setiap proses kelahiran ditangani oleh tenaga bidan atau dokter
d. Setiap ibu yang melahirkan dan bayinya mendapatkan perawatan
nifas oleh bidan atau dokter, minimal 2 kali perawatan dalam waktu
40 hari setelah proses persalinan.
e. Setiap bayi usia 12 bulan ke bawah mendapatkan imunisasi standar
secara lengkap
f. Setiap bayi usia 12 bulan ke bawah berat badannya ditimbang dan
selalu naik pada setiap bulannya ( untuk bayi di bawah usia 6 bulan,
berat badannya naik lebih dari 500 g per bulan dan bayi usia 6-12
bulan naik lebih dari 300 g).

23
g. Setiap anak usia 6 bulan sampai 59 bulan mendapatkan Vitamin A,
2 kali dalam setahun
h. Setiap anak balita (bawah lima tahun) ditimbang sebulan sekali
secara rutin.

2. Bidang Pendidikan, meliputi:


a. Setiap anak usia sekolah dasar (7 tahun ke atas) terdaftar sebagai
siswa Sekolah Dasar (SD/MI)
b. Tingkat kehadiran setiap siswa SD/MI dalam mengikuti proses
belajar mengajar, minimal 85%. Usia sekolah SD menurut
DEPDIKNAS adalah 7 sampai 12 tahun
Pendidikan merupakan hal yang paling penting dalam proses perkembangan
individu dan masyarakat, dengan pendidikan manusia bisa merancang sebuah model
masa depan yang lebih baik. Masyarakat desa memandang pendidikan merupakan hal
yang penting, namun ketersediaan sistem sumber yang mendukungnya belum dapat
terpenuhi. Terutama untuk masyarakat yang perekonomiannya menengah kebawah.
Pendidikan dasar sembilan tahun yang digadang-gadang pemerintah bisa mengatasi
masalah pendidikan.
Program ini merupakan bagian dari PNPM Mandiri yang direncanakan akan
dilakukan sampai dengan tahun 2015. Pendekatan dalam PNPM Generasi dengan
menggunakan dasar-dasar pemberdayaan masyarakat. Artinya bahwa program ini
harus berangkat dari masyarakat, dilakukan oleh masyarakat dan diperuntukkan juga
bagi masyarakat. Dibandingkan dengan pendekatan lainnya, pendekatan
pemberdayaan masyarakat lebih mampu menjamin efektifitas dan keberlanjutan
sebuah program penanggulangan kemiskinan.
Dengan adanya program ini masyarkat bisa berpartisipasi dalam meningkatkan
mutu kehidupannya dengan cara berpartisipasi dalam program ini, masyarakat bisa
mengoptimalkan aktualisasi dirinya dengan Focus Disscusion Group mereka dapat
menemukan jalan keluar bagi masalah yang mereka hadapi.
Kesimpulannya adalah pengembangan masyarkat yang berbasis partisipasi
masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah, kemudian juga secara tidak
langsung memberdayakan masyarakat, sehingga masyarakat bisa terlepas dari
ketergantungan terhadap bantuan yang diberikan. Karena saat ini pembangunan bukan
hanya sekedar fisik belaka, namun pembangunan yang berbasis kepada manusia

24
sebagai pusat pembangunan, pembangunan mental dan mindset masyarakat yang
harus diperhatikan. Karena masyarkat bukan lagi penonton dari pembangunan yang
ada, namun jadi bagian yang paling penting agar dapat mencapai kondisi
kesejahteraan sosial yang seimbang.

2.4 Masyarakat Madani


2.4.1 Negara Sejahtera dan Masyarakat Sejahtera
Meskipun mendapat tantangan yang lebih besar dan berat pada
milenium III diharapkan akan terwujud Indonesia baru. Kondisi riil yang
diharapkan adalah terjadinya berbagai pergeseran dan perubahan besar
meskipun dengan filsafat “evolusi yang dipercepat", bukan perubahan
revolusioner. Peran negara yang selama ini sangat dominan, otomatis akan
berkurang. Di pihak lain peran masyarakat dan Iembaga-lemabaga swadaya
masyarakat (LSM) akan semakin besar sebagai wujud dari kekuatan
masyarakat yang disebut sebagai masyarakat madani.
Akhir-akhir ini di negara-negara yang menganut sistem negara
sejahtera (welfare state) mulai merasakan keraguan apakah mereka tetap
mampu bertahan. Sistem yang memberi kekuasaan teramat besar kepada
pemerintah untuk mengendalikan kehidupan bernegara dan bermasyarakat ini,
terbukti kurang berhasil menjamin pemerataan dan keadiian sosial. Bahkan
kepemerintahan negara yang baik (good goverment) terbukti kurang berjalan.
Negara sejahtera yang salah satu wujudnya tercermin dalam penyediaan
jaminan sosial kepada rakyat untuk menghindari ketidakmampuan
berkompetisi dalam sistem yang liberal, ternyata kurang berhasil karena tidak
didukung oleh berbagai prasyarat seperti antara lain jumlah penduduk yang
tidak terlalu besar atau tingkat imigrasi yang rendah. Kecenderungan global
seperti arus informasi yang cepat, ketiadaan batas negara, mobilisasi penduduk
yang tinggi, imigrasi yang tidak terbendung, mengakibatkan sistem negara
sejahtera ini harus mengalami pergeseran, atau paling tidak penyesuaian.
Pemikiran baru sehubungan dengan pergeseran atau penyesuaian ini
sebenarnya pernah diungkapkan oleh Rescher (1972) dengan mengusulkan
perlunya perubahan sistem dari negara sejatera menuju negara pascasejahtera
(post welfare state). Sistem baru yang diusulkan itu merupakan pengkajian
ulang dan kritik terhadap sistem negara sejahtera yang dinilai terlalu

25
mementingkan materi melalui industrialisasi dan penumpukan modal. Telah
terbukti bahwa kekayaan suatu bangsa tidak menjamin terjadinya keadilan
sosial dan kesejahteraan bagi warga negaranya. Pada bagian terdahulu sedikit
disinggung bahwa di beberapa negara berkembang seperti Filipina dan Brasil
pernah terjadi pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi di satu pihak, tetapi
malahan terjadi kemiskinan yang signifikan dan pemerataan yang sangat
buruk di pihak lain. Memang ada juga beberapa negara yang sekaligus
menunjukkan pertumbuhan ekonomi tinggi dan pembangunan sosial yang adil
dan merata sebagaimana di negara-negara industri baru seperti Taiwan, Korea
Selatan, Hongkong, dan Singapura.
Memperkuat argumentasi bahwa meningkatnya kekayaan negara tidak
otomatis diikuti kemajuan pembangunan sosial diungkapkan oleh Goudzwaard
dan Lange (1995) (dikutip oleh Tangdilintin, 1999). Kedua penulis ini
menunjuk negara kaya dan adidaya Amerika Serikat yang ternyata jumlah
penduduk miskinnya bertambah lebih dari 2 juta orang antara tahun 1990-
1991 , dan kemiskinan anak meningkat dari 21% menjadi 25% pada tahun
1979-1989. Bahkan di Kanada, pada saat negara itu dinyatakan oleh Human
Development Report PBB tahun 1992 sebagai the best place in the world to
live, justru angka kemiskinan anak di sana meningkat dari 14,5% pada tahun
1989 menjadi 18,3% pada tahun 1991.
Pemikiran lain mengenai perlunya perubahan sistem pengelolaan
negara itu adalah lahirnya konsep masyarakat sejahtera (welfare society).
Konsep ini juga secara tegas mengambil posisi berpihak kepada rakyat,
meskipun tidak mengambil posisi berhadap-hadapan dengan negara atau
pemerintah. Dalam gagasan ini sangat diperhatikan kemandirian keluarga,
komunitas dan lembaga-Iembaga swadaya masyarakat. Keluarga sebagai unit
terkecil dan menjadi miniatur sosial, ekonomi, plotik dan budaya dalam suatu
negara menjadi tumpuan untuk mencetak sumberdaya manusia. Sementara
komunitas yang berwujud dalam relasi-relasi sosial dan wadah-wadah sosial
kemasyarakatan, menjadi sangat bermanfaat dalam memperkuat ketahanan
keluarga. Negara, dengan demikian akan lebih berperan memberdayakan
komunitas harus mendapat perhatian di dalam suatu komunitas, begitu juga
komunitas yang menjadi elemen-elemen bagian sebagai unit terkcil di bawah
negara, Pemerintah tidak perlu berperan dominan dalam pengelolaan negara,

26
tetapi lebih mengambil posisi memberi kemudahan dan menciptakan peluang
bagi terciptanya keberdayaan masyarakat. Gagasan negara pascasejahtera dan
masyarakat sejahtera, pada dasarnya mengandung esensi yang sama yaitu
perlunya mengembalikan kehidupan masyarakat ke hakekatnya yang utuh.
Hakekat yang utuh di sini berarti memberikan peluang, keleluasaan dan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada individu, keluarga, komunitas dan
lembaga-Iembaga swadaya masyarakat untuk secara aktif dan proaktif
mengambil peran seluas-luasnya dalam pembangunan. Sementara hasil
pembangunan haruslah ditujukan bagi kesejahteraan manusia secara adil dan
merata, tanpa mengenal latar belakang setiap warganya. Gagasan ini menjadi
sangat feasible ketika pembangunan berpusat pada masyarakat menjadi pilihan
strategi pembangunan. Filosofi pembangunan dari, oleh, dan untuk masyarakat
yang menjadi visi dari strategi ini menjadi sangat tepat sebagai media
pencapaian masyarakat sejahtera.

2.4.2 Menuju Masyarakat Madani


Meskipun konsep masyarakat sejahtera dan negara pascasejahtera
cukup dikenal di kalangan akademisi, namun secara politis nampaknya kurang
mendapat sambutan. Konsep lain yang sebenarnya kurang lebih saling
mendekati yaitu masyarakat madani (civil society) lebih mendapat tempat dan
sangat antusias ditanggapi bukan saja oleh akademisi, tetapi oleh semua
kalangan baik praktisi maupun politisi. Di Indonesia, kehadiran gagasan
masyarakat madanl tiga tahun terakhir ini cukup membawa pengaruh baik di
kalangan pakar maupun birokrat Hal ini terjadi karena visi yang ditawarkan dl
dalam kerangka gagasannya memang lebih tegas, jelas dan sangat mungkin
dijadikan visi pembangunan nasional bagi negara yang penduduknya sangat
majemuk.
Masyarakat madani, yang di kalangan lntemasional lebih dikenal
dengan istilah civil society, masih sering diterjemahkan dengan beragam
terminologi misalnya masyarakat sipil, masyarakat sewarga, masyarakat
beradab, dan mungkin masih banyak istilah lainnya. Dalam esensi
pengertiannya, banyak juga ahli yang memberikan definisi berbeda. Tetapi
jika dicermati, pada umumnya definisi-definisi tersebut bermuara pada satu
tujuan yaitu bentuk masyarakat masa depan yang harus menjadi pelaku aktif

27
pembangunan dan tujuan pembangunan itu sendiri, sementara pemerintah
lebih berperan sebagai fasilitator. Dari begitu banyak pengertian, di sini dipilih
dua definisi yang cukup baik merangkum dan menjelaskan pengertian
masyarakat madani. Dahrendori (1996), menyatakan masyarakat madani
adalah berbagai bentuk hubungan, yang di dalamnya kita bisa melangsungkan
kehidupan. saling menghargai eksistensi kebutuhan dan inisiatif masing-
masing daripada lebih menggantungkan diri kepada negara. Dari definisi ini
terlihat bahwa ada hubungan kohesif antar anggota warga masyarakat, ditandai
dengan rasa saling menghargai antar-sesama anggota, adanya solidaritas,
saling memberi dukungan yang dalam pelaksanaannya tidak dikendalikan oleh
pemerintah. Kondisi itu tumbuh dari kebutuhan masyarakat, didorong oleh
hasrat dan komitmen anggota dan menguntungkan bagi masing-masing.
Hubungan kohesif itu kemudian bersinergi hingga membentuk suatu kekuatan
baru yang memperkuat tatanan masyarakat. Jika semua komunitas melakukan
hal serupa maka negara pun akan kuat. Dengan pengertian ini pula, warga
masyarakat akan memiliki tingkat keberdayaan yang tinggi dengan parameter
kadar kemandirian yang ditunjukkan. Dalam persoalan-persoalan
kemasyarakatan berskala lokal misalnya, anggota masyarakat setempat akan
mampu mengatasinya secara swadaya, tidak perlu tergantung dengan pihak
luar atau kepada pemerintah.
Ahli lainnya, Cohen (1996) menyatakan bahwa masyarakat madani
adalah suatu khasanah tempat terjadinya interaksi sosial yang berbeda dari
sektor ekononi dan negara, bergabung di atas semua kepentingan perkumpulan
(termasuk keluarga) dan publik. Pengertian ini nampak lebih luas dan lebih
menonjolkan interaksi sosial daripada unsur ekonomi. Dimunculkannya
keluarga dan publik juga merupakan justifikasi bahwa kedua institusi tersebut
memang menjadi generator pembangunan yang menempati posisi sangat
penting. Unsur ekonomi, betapa pun sangat penting, namun tidaklah
diposisikan sebagai bagian terutama. Sementara pememtah atau negara,
meskipun tetap menjadi wadah nasional, tidak lagi secara kuat mengendalikan
masyarakat.

28
2.4.3 Perbedaan Negara Sejahtera dengan Kesejahteraan Sosial
Dalam garis besar, negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model
ideal pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui
pemberian peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan
pelayanan sosial secara universal dan komprehensif kepada warganya. Di
Inggris, konsep welfare state dipahami sebagai alternatif terhadap The Poor
Law yang kerap menimbulkan stigma, karena hanya ditujukan untuk memberi
bantuan bagi orang-orang miskin (Suharto, 1997; Spicker, 2002)1 . Berbeda
dengan sistem dalam The Poor Law, negara kesejahteraan difokuskan pada
penyelenggaraan sistem perlindungan sosial yang melembaga bagi setiap
orang sebagai cerminan dari adanya hak kewarganegaraan (right of
citizenship), di satu pihak, dan kewajiban negara (state obligation), di pihak
lain. Negara kesejahteraan ditujukan untuk menyediakan pelayanan-pelayanan
sosial bagi seluruh penduduk – orang tua dan anak-anak, pria dan wanita, kaya
dan miskin, sebaik dan sedapat mungkin. Ia berupaya untuk mengintegrasikan
sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan pelayanan yang dapat
memelihara dan meningkatkan kesejahteraan (well-being) warga negara secara
adil dan berkelanjutan.
Dalam rangka ini boleh dikatakan bahwa negara mempunyai tugas: (a)
mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni
yang bertentangan satu sama lain, supaya tidak menjadi antagonis yang
membahayakan; dan (b) mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan
manusia dan golongangolongan ke arah tercapainya tujuan-tujuan dari
masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana kegiatan-kegiatan
asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan
kepada tujuan nasional. Pengendalian ini dilakukan berdasarkan sistem hukum
dan dengan perantaraan pemerintah beserta segala alat perlengkapannya.
Kekuasaan negara mempunyai organisasi yang paling kuat dan teratur, maka
dari itu semua golongan atau asosiasi yang memperjuangkan kekuasaan harus
dapat menempatkan diri dalam rangka ini (Budiardjo, 2008: 48).
Ide dasar konsep negara kesejahteraan berangkat dari upaya negara
untuk mengelola semua sumber daya yang ada demi mencapai salah satu
tujuan negara yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Cita-cita ideal ini
kemudian diterjemahkan dalam sebuah kebijakan yang telah dikonsultasikan

29
kepada publik sebelumnya dan kemudian dapat dilihat apakah sebuah negara
betul-betul mewujudkan kesejahteraan warga negaranya atau tidak. Masalah
kemiskinan dan kesehatan masyarakat merupakan sebagian dari banyak
masalah yang harus segera direspons oleh pemerintah dalam penyusunan
kebijakan kesejahteraan.

30
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pembangunan sosial dipandang sebagai salah satu pendekatan yang cukup
efektif untuk mengembangkan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena
tujuan dari pembangunan sosial adalah pengembangan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat (promotion of social welfare). Pembangunan sosial tidak dapat berjalan
baik tanpa didukung pembangunan ekonomi, begitupun pembangunan ekonomi yang
tidak berarti apa-apa tanpa pembangunan sosial yang baik.
. Gagasan negara pascasejahtera dan masyarakat sejahtera, pada dasarnya
mengandung esensi yang sama yaitu perlunya mengembalikan kehidupan masyarakat
ke hakekatnya yang utuh. Hakekat yang utuh di sini berarti memberikan peluang,
keleluasaan dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada individu, keluarga,
komunitas dan lembaga-Iembaga swadaya masyarakat untuk secara aktif dan proaktif
mengambil peran seluas-luasnya dalam pembangunan. Sementara hasil pembangunan
haruslah ditujukan bagi kesejahteraan manusia secara adil dan merata, tanpa
mengenal latar belakang setiap warganya.

3.2 Saran
Agar tercipta kesejahteraan sosial maka diperlukan upaya untuk membuat
strategi yang menciptakan pembangunan sosial yang menggabungkan bidang
ekonomi dan sosial sehingga tercipta kesejahteraan karena antara sumber pemenuh
kesejahteraan dan yang membutuhkannya terhubung.

31
DAFTAR PUSTAKA

Fahrudin, Adi. 2012. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.

Gaol, Harapan Lumban. dkk. 1999. Menuju Masyarakat Yang Berketahanan Sosial Pelajaran
Dari Krisis. Jakarta: Departemen Sosial.

Huraerah, Abu. 2003. Isu Kesejahteraan Sosial (Di Tengah Ketidakpastian Indonesia).
Bandung: CEPLAS (Center for Political and Local Autonomy Studies).

Isbandi, Rukminto Adi. 2012. Intervensi Komunitas & Pengembangan Masyarakat Sebagai
Upaya Pemberdayaan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Suharto, Edi. 2013. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Afabeta.

Raharjo, Santoso T. 2014. Dasar Pengetahuan Pekerjaan Sosial. Sumedang: Unpad Press.

Wibawa, Budi. dkk. 2010. Dasar-Dasar Pekerjaan Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran.

32

Anda mungkin juga menyukai