F16ali PDF
F16ali PDF
AMELIA LINDANI
Amelia Lindani
NIM F24120036
iv
ABSTRAK
Biskuit merupakan produk kering yang memiliki kadar air maksimum 5%.
Biskuit dapat menjadi mudah rusak jika terjadi migrasi uap air dari lingkungan. Oleh
sebab itu pengukuran kadar air sangat penting pada saat dilakukannya kendali mutu
(quality control). Pengukuran kadar air produk biskuit sandwich cookies di PT
Mondelez Indonesia Manufacturing ialah dengan menerapkan metode oven. Dalam
rangka mempercepat proses pengukuran kadar air produk tersebut, perlu dilakukan
pengukuran dengan metode alternatif yaitu menggunakan Moisture Analyzer.
Pengukuran kadar air pada penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan yaitu tahap pre-
study dan main study. Data hasil pengukuran kadar air diolah menggunakan software
Minitab 16. Hasil penelitian di tahap pre-study menunjukkan bahwa suhu yang tepat
untuk setting suhu alat Moisture Analyzer pada Line 1 105oC, Line 3 107oC, Line 4
107oC, Line 5 105oC dan Lab QS 105oC. Hasil tahapan main study menunjukkan bahwa
hasil pengukuran kadar air dengan menggunakan Moisture Analyzer tidak berbeda nyata
dengan hasil pengukuran metode oven. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat
informasi mengenai studi validasi pengukuran kadar air dengan menggunakan metode
alternatif Moisture Analyzer.
ABSTRACT
Biscuits are dry products which have a maximum moisture content of 5%.
Biscuits can be damaged if moisture from the environment migrated to the biscuits.
Therefore, the measurement of moisture content is very important when doing quality
control. The measurement of moisture content at PT Mondelez applied oven method. In
order to accelerate the process of measuring the moisture content of the product, it is
necessary to measurement the alternative method using Moisture Analyzer. This study
consist of two step, pre-study and main study. The data obtained will be tested
statistically by using Minitab 16. The result of pre study showed that the setting
temperature of Moisture Analyzer are Line 1 105oC, Line 3 107oC, Line 4 107oC, Line 5
105oC and Lab QS 105oC. The result of main study showed that the measurement of
moisture content using Moisture Analyzer is not significantly different with the result of
oven method. This study can give information about validation study of water content
measurement by using alternative methods Moisture Analyzer.
AMELIA LINDANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
Pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
viii
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada 3 Februari – 3 Juni 2016 ini ialah Perbandingan
Pengukuran Kadar Air Metode Moisture Analyzer dengan Metode Oven pada Produk
Biskuit Sandwich Cookies di PT Mondelez Indonesia Manufacturing.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. C.C Nurwitri, DAA selaku dosen
pembimbing, dan Ibu Santy Bernadet Halim selaku dosen lapang. Penulis juga
berterima kasih kepada Dr. Ir. Harsi Dewantari Kusumaningrum, M.Sc dan Dr. Didah
Nur Faridah, S.TP., M.Si yang memberi masukan sehingga kualitas penulisan skripsi
lebih baik. Penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan dari Departemen Quality
Control (Ibu Pur, Pak Rianto, Ibu Dewi, Pak Sony, Pak Iwan Pak Nofi, Mas Fauzi, Mas
Lukman, Mas Unang, dan Mas Trino) serta departemen lain di PT Mondelez yang telah
membantu selama pengumpulan data dan senantiasa memberikan pengalaman bekerja.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas
segala doa dan kasih sayangnya. Tak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Muhamad Kurnianto, Sekar Indah, Gita Eka, Dewi Rahmatika, Astrie, Dhela
Purnama, Khaniya, dan Novia yang telah memberikan semangat dan dukungannya serta
teman-teman seperjuangan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan angkatan 49.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Amelia Lindani
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Biskuit 2
Air dalam Bahan Pangan 4
Hubungan Kadar Air dengan Umur Simpan Produk Pangan 5
Pengukuran Kadar Air 6
Kalibrasi dan Validasi 7
Minitab 9
METODOLOGI PENELITIAN 9
Waktu dan Tempat 9
Alat dan Bahan 9
Rancangan Penelitian 9
Metode pengukuran 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 11
Setting suhu alat Moisture Analyzer 11
Uji presisi data 17
Verifikasi Moisture Analyzer 18
SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 23
RIWAYAT HIDUP 27
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak
dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat. Konsumsi rata-rata biskuit di kota dan
pedesaan di Indonesia sebesar 0.40 kg/perkapita/tahun (Subajo 2007). Biskuit
merupakan produk kering yang memiliki kadar air maksimum 5% (SNI 2973-2011).
Pada produk pangan kering, keberadaan air sangat mempengaruhi daya simpan produk.
Biskuit akan mudah rusak jika terjadi migrasi uap air dari lingkungan, mengingat
biskuit merupakan matriks yang bersifat higroskopis sehingga kadar airnya dapat
meningkat jika terekspos udara selama penyimpanan (Romani et al 2014). Oleh sebab
itu besarnya nilai kadar air pada biskuit menjadi poin yang krusial. Hal ini disebabkan
karena kadar air dapat mempengaruhi mutu dan umur simpan produk biskuit. Kadar air
yang tinggi tentunya dapat menurunkan mutu biskuit, baik dari sisi organoleptik
maupun mikrobiologisnya. Biskuit dengan kadar air yang tinggi akan mudah bagi
kapang untuk tumbuh. Artinya stabilitas mutu dan daya awet pangan sangat dipengaruhi
oleh kadar air (Hayati et al 2005).
PT Mondelez Indonesia Manufacturing merupakan salah satu produsen biskuit
sandwich cookies terbesar di Indonesia. Salah satu parameter kendali mutu (quality
control) yang dilakukan PT Mondelez Indonesia Manufacturingialah pengukuran kadar
air pada produk jadi. Pengukuran kadar air produk biskuit sandwich cookies di PT
Mondelez ialah dengan menerapkan metode Loss on drying (LOD) menggunakan oven.
Metode ini telah dikenal luas dan telah ditetapkan oleh badan regulasi pangan dunia
seperti International Food Standard (Food Review 2012). Pengukuran kadar air dengan
menggunakan oven akan memberikan hasil yang akurat, namun membutuhkan waktu
yang relatif lama yaitu sekitar 3-5 jam. Hal ini tentunya kurang efektif bagi industri
pangan, mengingat jumlah sampel tiap batch dari setiap produksi harus dianalisis. Oleh
sebab itu perlu adanya metode alternatif yang dapat memberikan hasil pengukuran lebih
cepat dibandingkan dengan metode oven tersebut. Salah satu metode alternatif
pengukuran kadar air ialah dengan menggunakan Moisture Analyzer.
Moisture Analyzer memanfaatkan lampu inframerah atau halogen sebagai
sumber panas. Pengeringan dengan inframerah atau halogen dapat menguapkan air
dalam bahan. Kadar air total bahan dapat ditentukan dengan pemanasan intensif dengan
menggunakan metode pengeringan adsorpsi. Moisture Analyzer HB43-S Halogen
memiliki beberapa kelebihan yaitu waktu pengujian yang lebih cepat, cara
pengoperasian yang mudah, serta mengurangi human error saat pengukuran.
Pengukuran kadar air dengan menggunakan Moisture Analyzer hanya memerlukan
waktu 3-15 menit/sampel (Kumalasari 2012). Pengukuran akan segera berhenti setelah
sampel mengalami penurunan berat lebih rendah dari 1 mg per 90 s (Zhu et al 2015).
Namun penggunaan alat Moisture Analyzer perlu divalidasi terlebih dahulu, tujuannya
ialah untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk
penggunaannya (Harmita 2004). Nantinya hasil pengukuran dengan menggunakan
Moisture Analyzer akan dibandingkan dengan hasil pengukuran dengan metode oven.
2
Rumusan Masalah
Tujuan
Penelitian bertujuan untuk :
1. Mendapatkan setting suhu pemanasan pada alat Moisture Analyzer
HB43-S yang menghasilkan data sesuai atau tidak berbeda nyata dengan
hasil metode oven.
2. Mendapatkan gambaran data pengukuran kadar air dengan menggunakan
Moisture Analyzer dan membandingkannya dengan metode oven
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat informasi mengenai studi
perbandingan pengukuran kadar air metode alternatif Moisture Analyzer dengan metode
reference yaitu oven.
TINJAUAN PUSTAKA
Biskuit
Biskuit merupakan produk bakery yang paling populer dikonsumsi oleh semua
orang. Hal ini dikarenakan biskuit ialah produk ready-to-eat, memiliki kualitas gizi
yang baik, tersedia dalam berbagai jenis dan juga sangat terjangkau. Kata biskuit
merupakan turunan dari bahasa Latin yaitu panis biscotis yang artinya ialah memasak
roti dua kali (Sharma and Zhou 2011). Hal ini dikarenakan dalam proses pembuatan
biskuit terdiri dari pemanggangan biskuit dalam oven yang panas, kemudian
dikeringkan dalam oven dingin (cooling tunnel). Kata biskuit kemudian digunakan
untuk menyebutkan produk bakery yang kecil (berbentuk flat) yang komposisinya
terdiri dari tepung, gula, lemak dan ingredient lainnya. Biskuit merupakan produk yang
diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan
lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan(SNI
2973-2011).
Biskuit dapat dikelompokkan menjadi crackers, cookies, wafer, dan pie.
Crackers merupakan jenis biskuit yang dalam pembuatannya memerlukan proses
fermentasi sehingga menghasilkan bentuk pipih bila dipatahkan dan penampangnya
tampak berlapis-lapis. Cookies merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak,
berkadar lemak tinggi, renyah dan apabila dipatahkan penampangnya bertekstur kurang
padat. Wafer merupakan biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah
dan jika dipatahkan penampang tampak berongga-rongga. Pie merupakan jenis biskuit
yang berserpih (flaky) yang dibuat dari adonan dilapisi dengan lemak padat atau emulsi
lemak sehingga mengembang selama pemanggangan dan bila dipatahkan
penampangnya tampak berlapis-lapis (SNI 2011).
Berdasarkan jumlah produksinya, produsen biskuit ketiga terbesar di dunia ialah
Amerika Serikat, China, dan India (Misra dan Tiwari 2014). Di Indonesia, konsumsi
3
rata-rata biskuit di kota dan pedesaan sebesar 0,40 kg/perkapita/tahun (Subajo 2007).
Berdasarkan data asosiasi industri, tahun 2012 konsumsi biskuit meningkat 5-8%
(Saksono 2012). Hal ini didorong dengan kenaikan jumlah produksi biskuit pada tahun
tersebut sejumlah 12% menjadi 11.5 Ton (Kementerian Perdagangan 2012). Kenaikan
ini diperkirakan akan meningkat hingga tahun-tahun berikutnya. Berdasarkan data
Kementerian Perindustrian, pada tahun 2014 nilai ekspor produk biskuit mencapai $
68.579 (dalam Ribu US$) meningkat sebesar 13.24% dari data tahun sebelumnya.
Dalam memproduksi pangan berkualitas dan terjamin keamanannya diperlukan
adanya pengendalian mutu (quality control) dan jaminan mutu (quality assurance).
Quality control mengambil peran penting dalam meningkatkan kepuasan konsumen.
Oleh sebab itu perlu adanya quality control terhadap produksi biskuit. Salah satu
parameter quality pada biskuit ialah kadar air. Biskuit umumnya memiliki umur simpan
yang lama, hal ini dikarenakan kadar airnya yang rendah, yaitu kurang dari 5% (SNI 01-
2973-2011). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-2973-2011), biskuit yang
dihasilkan harus memenuhi standar syarat mutu yang telah ditetapkan (Lampiran 1).
Proses produksi biskuit di PT Mondelez Indonesia Manufacturing diawali
dengan proses persiapan bahan, meliputi tepung, gula, lemak dan ingredient lainnya.
Selanjutnya bahan-bahan ini akan dicampurkan, lama waktu pencampuran dapat
mempengaruhi karakteristik adonan. Setelah bahan-bahan homogen maka dilakukan
proses pencetakan , pada tahap pencetakan ini ketebalan biskuit menjadi poin yang
penting. Jika biskuit terlalu tebal maka akan diperlukan waktu pemanggangan yang
lebih lama (Misra dan Tiwari 2014). Adonan biskuit yang telah dicetak kemudian akan
dibawa oleh conveyor menuju oven untuk proses pemanggangan, adonan biskuit akan
dipanggang selama 4 menit. Proses pemanggangan ini akan mempengaruhi perubahan
fisik dan kimia pada matriks biskuit, meliputi perubahan struktur porous, kadar air yang
terkandung pada biskuit, denaturasi protein, reaksi Mailard dan karamelisasi (Misra dan
Tiwari 2014). Selanjutnya biskuit yang keluar dari oven akan masuk ke proses
sandwiching, yaitu proses penambahan creampada biskuit. Biskuit yang telah
ditambahkan cream kemudian akan melewati cooling tunnel, tahap ini bertujuan agar
suhu biskuit setelah keluar dari oven dapat segera menurun, sehingga biskuit dapat
dikemas. Jika biskuit dikemas dalam keadaan panas maka akan memungkinkan
terjadinya penguapan panas dari biskuit ke dalam kemasan biskuit, akibatnya biskuit
akan kehilangan kerenyahannya, sehingga mutu dari biskuit akan mengalami
penurunan. Setelah dari cooling tunnel biskuit akan dikemas, kemasan berfungsi sebagai
barrier sehingga dapat melindungi produk serta dapat meminimalisir kerusakan fisik
yang dapat terjadi pada biskuit, pengemasan juga berfungsi untuk memudahkan
distribusi produk (Misra dan Tiwari 2014). Gambar 1 menunjukkan diagram alir proses
pembuatan biskuit di PT Mondelez Indonesia Manufacturing.
PT Mondelez Indonesia Manufacturing melakukan pengecekan kadar air produk
biskuit tiap batch setiap harinya. Pengecekan ini kemudian akan dilaporkan dalam
laporan quality harian. Operator yang bertugas akan mengambil sampling biskuit
setelah biskuit keluar dari oven, sampling ini diambil pada row 4, 10, 15, dan 21.
Pengambilan sampling ini diasumsikan telah mewakili ke-24 row yang ada. Operator
kemudian akan melakukan beberapa pengujian pada sampel biskuit yang telah diambil,
yaitu pengukuran kadar air, pengecekan pH, ketebalan biskuit serta warna biskuit.
4
Ingredient
Preparation
Dough Mixing
Forming
Baking
Cream Mixing Sampling biskuit
Sandwiching
Cooling Tunnel
Primary
Packaging
Secondary
Packaging
Tertiary
Packaging
Biscuits sandwich
cookies
Air merupakan komponen kimiawi terbesar pada bahan pangan dan merupakan
cairan yang esensial bagi hidup. Air penting sebagai alat transportasi (zat gizi dan
limbah metabolisme), reaktan maupun sebagai media reaksi, stabilisasi (biopolimer,
suhu), dan sebagai fasilitator terhadap sifat dinamis makromolekul (misalnya enzim).
Air dapat berupa komponen intraseluler atau ekstraseluler dari bahan nabati dan hewani.
Air dalam bahan pangan berperan dalam memengaruhi tingkat kesegaran, stabilitas,
5
Kandungan kadar air dari suatu bahan pangan perlu diketahui untuk menentukan
persentase zat-zat gizi secara keseluruhan (Nielsen 2010). Kadar air merupakan
6
banyaknya air yang terkandung dalam bahan pangan yang dinyatakan dalam bentuk
persen. Kadar air menunjukkan jumlah absolute air yang terdapat dalam pangan. Kadar
air dihitung sebagai persentase kandungan air suatu bahan yang dinyatakan dalam basis
basah atau basis kering.
Kadar air sangat berhubungan dengan kelembaban nisbi (RH) udara.
Kelembaban nisbi adalah perbandingan antara tekanan uap air di udara dengan tekanan
uap air jenuh pada suhu yang sama. Jika kadar air bahan rendah sedangkan RH
disekitarnya tinggi maka akan terjadi perpindahan uap air dari lingkungan ke bahan,
dengan demikian bahan menjadi lembab sehingga kadar airnya menjadi lebih tinggi
(Syah 2012). Jumlah air yang berada di dalam bahan pangan dinyatakan dalam
persentase yang merupakan hasil analisis secara gravimetri. Nilai ini menujukkan
jumlah kadar air keseluruhan pada bahan pangan, kecuali air tipe I, yaitu air terikat.
Kadar air merupakan salah satu parameter penting untuk menentukan umur
simpan produk pangan. Semakin tinggi kadar air, pangan akan semakin mudah untuk
rusak, baik karena kerusakan mikrobiologis maupun reaksi kimia. Pada buah-buahan
dan sayuran segar, kandungan air menunjukkan tingkat kesegaran produk tersebut.
Namun, pada produk pangan kering seperti biskuit, peningkatan kadar air menyebabkan
produk tersebut mengalami penurunan mutu menjadi tidak renyah ataupun lunak.
Penurunan mutu tersebut diartikan bahwa pangan sudah mencapai batas umur
simpannya, hal ini disebabkan karena sudah melewati batas kritis kadar airnya
(Kusnandar 2010). Kualitas biskuit juga akan menurun jika terjadi perubahan biologis,
seperti adanya pertumbuhan mikroorganisme, reaksi enzimatis dan pencoklatan
nonenzimatik, perubahan fisik dan sifat sensorik seperti tekstur, kerenyahan, kekerasan,
warna serta rasa (Mcminn et al 2007). Oleh sebab itu kadar air sangat berperan penting
dalam menentukan daya awet bahan pangan.
Kadar air juga dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa bahan
pangan (Sampaio et al 2009). Pangan dengan kadar air yang tinggi lebih mudah
terkontaminasi mikroba, hal ini disebabkan karena air dapat membantu mikroba untuk
berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno 2002).
Bahan pangan kering dapat juga menghasilkan air bila terjadi peningkatan suhu selama
pengepakan, akibatnya kelembaban nisbi pada permukaan akan berubah. Uap air ini
akan berkondensasi pada permukaan bahan pangan terutama jika suhu penyimpanan
menurun (Syah 2012). Namun jika disimpan dengan benar, maka kemungkinan
kerusakan tersebut dapat diminimalisir, sehingga dapat meningkatkan shelf life produk
(Guine et al 2014).
dengan oven. Prinsip dari metode oven ialah dengan menguapkan air yang ada di dalam
bahan pangan dengan memanfaatkan pemanasan pada suhu 105o C selama waktu
tertentu hingga tercapai berat yang konstan. Selisih antara berat awal dan berat setelah
pemanasan merupakan kadar air (Astuti 2007). Metode oven termasuk metode yang
relatif mudah dan murah, namun membutuhkan waktu yang lama yaitu 3 jam.
Kelemahan lainnya dari metode ini ialah bahan lain selain air dapat menguap bersama
dengan uap air misalnya alkohol, minyak atsiri, dan lain-lain (Andarwulan 2011).
Minitab
METODOLOGI PENELITIAN
Alat yang digunakan berupa oven (oven Binder untuk mengukur kadar air, oven
Precision untuk mengeringkan cawan), desikator, cawan beserta tutupnya, neraca
analitik (Scaltec), grinder (Laboratory Equipment), dan Moisture Analyzer Halogen
(Mettler Toledo HB43-S). Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biskuit
sandwich cookies
Rancangan Penelitian
Penelitian ini terbagi atas dua tahap, yaitu (1) tahap pre-study, (2) tahap main
study. Penelitian dilakukan terhadap lima alat Moisture Analyzer pada lima Line (Line 1,
10
Line 3, Line 4, Line 5 dan Lab QS). Hasil pengukuran dari kedua tahap akan diolah
dengan menggunakan Minitab.
Tahap Pre-study
Pada tahap ini digunakan sebanyak 30 sampel berbeda, ukuran satu sampel ±120
g (dengan proposi untuk metode oven ±20 g sampel, dan ±20 g sampel untuk masing-
masing Moisture Analyzer pada tiap Line). Tiap sampel dilakukan pengukuran sebanyak
3 ulangan, baik dengan Moisture Analyzer maupun dengan oven. Tahapan ini bertujuan
untuk memverifikasi setting suhu yang didapat pada tahap pre-study. Proses pengujian
ditahap main study meliputi pembuatan grafik boxplot dan grafik fitted line plot. Jika
hasil dari grafik fitted line plot menunjukkan nilai intercept mendekati 9, dengan nilai
slope mendekati 1, dan R² >80% maka metode alternatif dengan Moisture Analyzer
tersebut dapat digunakan.
Metode pengukuran
Setelah dilakukan pengukuran kadar air dengan metode alternatif dan metode
reference, data yang didapat diolah menggunakan Minitab. Hasil yang diperoleh dari
pengujian boxplot adalah sebagai berikut:
e. Boxplot Lab QS
Gambar 4 Grafik boxplot dari Moisture Analyzer dan oven
Boxplot berfungsi untuk menunjukkan perbandingan nilai dari dua atau lebih set
data. Pada grafik boxplot terdapat kotak yang dibatasi oleh nilai kuartil atas (Q3), dan
nilai kuartil bawah (Q1) (Mitra 2008). Panjang kotak mewakili Inter Quartile Range
(IQR) yang berfungsi untuk mengukur penyebaran data, semakin tinggi atau lebar IQR
maka menunjukkan data yang semakin menyebar (Iglewicz 2006). Pada bagian tengah
kotak terdapat garis yang menunjukkan nilai median data. Pada data yang terdistribusi
secara simetris, median data akan terletak di tengah-tengah antara tepi kotak. Jika
median lebih dekat dengan Q1, artinya distribusi data miring positif. Sebaliknya, jika
median lebih dekat dengan Q3, artinya distribusi data miring negatif (Mitra 2008). Garis
vertikal yang melewati kotak disebut dengan whisker, yaitu garis yang menunjukkan
nilai yang lebih rendah dan nilai yang lebih tingi dari kumpulan data yang ada.
Boxplot Line 1 menunjukkan grafik dengan distribusi data Moisture Analyzer
miring negatif dan distribusi data oven yang miring positif. Pada Line 3 dihasilkan
grafik boxplot yang menunjukkan distribusi data oven miring positif dengan nilai
median data Moisture Analyzer yang berada di tengah, artinya data Moisture Analyzer
Line 3 terdistribusi secara simetris. Grafik boxplot Line 4 menunjukkan data dari oven
dan Moisture Analyzer terdistribusi secara simetris. Pada Line 5 dihasilkan grafik
boxplot yang menunjukkan distribusi data oven miring positif dan data Moisture
Analyzer yang miring negatif. Sedangkan pada Lab QS dihasilkan grafik boxplot yang
menunjukkan distribusi data oven miring negatif dan data Moisture Analyzer yang
miring positif. Distribusi data yang miring positif atau miring negatif akan terlihat jelas
pada grafik histogram. Dari lima grafik yang didapat, grafik Line 4 menunjukkan grafik
yang paling baik. Grafik ini memiliki kotak yang lebih sempit jika dibandingkan
dengan grafik lainnya, hal ini menunjukkan bahwa sebaran data yang diperoleh tidak
berbeda jauh. Selain itu grafik ini juga memiliki nilai median data yang berada di tengah
kotak, hal ini menunjukkan bahwa grafik Line 4 tidak condong positif maupun condong
negatif (lihat Gambar 4).
13
Pada Gambar 5, terdapat garis lurus yang melewati titik-titik yang telah
diplotkan. Titik hitam menunjukkan data dari metode oven, sedangkan titik merah
menunjukkan data dari Moisture Analyzer. Jika p-value data lebih dari tingkat
signifikansi (α = 5%), artinya data terdistribusi normal. Berdasarkan Gambar 5, kelima
grafik menunjukkan data yang terdistribusi normal (p-value>0.05). Nilai p-value paling
tinggi terdapat pada grafik Line 4, dengan nilai 0.605 untuk oven dan 0.631 untuk
Moisture Analyzer. Nilai p-value terendah terdapat pada grafik Line 3, dengan nilai
0.067 untuk oven dan 0.358 untuk Moisture Analyzer. Grafik dengan nilai p-value
terendah memiliki titik-titik yang lebih menyebar (Gambar 5b). Grafik yang baik
ditunjukkan dengan grafik yang memiliki titik-titik berada di dekat garis lurus (Mitra
2008).
Histogram adalah tampilan grafis dari data yang menunjukkan karakteristik dan
distribusi dari satu atau lebih set data (Mitra 2008). Grafik histogram yang diperoleh
ditunjukkan pada Gambar 6. Histogram Line 1 menunjukkan bentuk distribusi normal
dengan bentuk grafik oven yang sedikit condong ke kanan (miring positif) daripada
grafik dari Moisture Analyzer. Pada Line 3 dihasilkan histogram dengan bentuk grafik
Moisture Analyzer yang sedikit condong ke kanan dibandingkan dengan grafik oven.
Histogram Line 4 menunjukkan grafik yang lebih baik dibandingkan dengan grafik
lainnya, hal ini disebabkan grafik dari kedua metode hampir berhimpit. Rata-rata dari
kedua metode pada grafik tersebut tidak berbeda jauh (oven = 2.370, Moisture Analyzer
= 2.354) dengan nilai standar deviasinya yang kecil (oven = 0.0533, Moisture Analyzer
= 0.0528). Pada Line 5 dihasilkan grafik histogram dengan bentuk grafik oven yang
condong ke kanan daripada grafik Moisture Analyzer. Sedangkan pada Lab QS
dihasilkan grafik histogram dengan bentuk grafik oven yang lebih condong ke kiri
daripada grafik Moisture Analyzer. Jika dibandingkan dengan Line 4, Lab QS
menunjukkan nilai standar deviasi yang lebih kecil. Namun pada histogram tersebut
menunjukkan bahwa grafik dari kedua metodenya tidak saling berhimpit, oleh sebab itu
histogram dari Line 4 ialah yang paling baik.
e. histogram Lab QS
Pengujian dilanjutkan dengan test for equal variances, uji ini sama seperti
ANOVA dalam SPSS. Test for equal variances berfungsi untuk menguji kesetaraan
varian antara populasi data. Uji ini didasarkan pada premis bahwa populasi varians dari
variabel yang dianalisis untuk masing-masing kelompok data adalah sama (Nordstokke
et al 2011). Uji ini penting ketika membandingkan dua kelompok data. Hasil yang
diperoleh dari pengujian test for equal variances adalah sebagai berikut:
a. test for equal vaiances Line 1 b. test for equal vaiances Line 3
16
c. test for equal variances Line 4 d. test for equal variances Line 5
Gambar 7 test for equal variances dari Moisture Analyzer dan oven
Jika p-value F-test data lebih dari tingkat signifikansi (α = 5%), artinya kedua
populasi data memiliki varian yang sama. Berdasarkan Gambar 7, kelima grafik
memiliki dua populasi data (oven dan Moisture Analyzer) dengan varian yang sama (p-
value>0.05). Nilai p-value terendah pada grafik Line 1 dengan nilai 0.397, sedangkan
nilai p-value tertinggi pada grafik Line 4 dengan nilai 0.974. Gafik dengan nilai p-value
tertinggi memiliki range data oven dan Moisture Analyzer yang sangat berdekatan
(Gambar 7c).
Uji 2-sample t test bertujuan untuk membandingkan rata-rata antara kedua
populasi data (oven dan Moisture Analyzer), tes ini dirancang untuk kondisi dimana
semua populasi dibandingkan terhadap satu acuan populasi (oven). Pengujian ini
berfungsi untuk melihat apakah terdapat perbedaan yang signifikan diantara dua
populasi data tersebut. Jika nilai p-value lebih dari tingkat signifikansi (α = 5%), maka
H0 diterima. Hasil uji 2-sample t test ditampilkan pada Lampian 2. Pada grafik tersebut
menunjukkan nilai p-value dari kelima grafik lebih dari taraf signifikansi (α = 5%),
artinya hipotesis H0 dapat diterima. Dengan demikian, mean dari metode oven sama
atau tidak berbeda nyata dengan mean dari Moisture Analyzer. Nilai p-value paling
tinggi berada pada Line 3, yaitu 0.928, sedangkan nilai paling rendah pada Line 5, yaitu
sebesar 0.268.
17
Setting suhu di atas memberikan data pengukuran Moisture Analyzer yang tidak
berbeda nyata dengan hasil pengukuran metode oven pada suhu 105 oC. Terdapat
perbedaan setting suhu pada Line 3 dan Line 4, yaitu 107 oC. Hal ini disebabkan karena
ketika suhu diatur sebesar 105 oC, alat Moisture Analyzer pada Line tersebut
memberikan hasil pengukuran yang lebih rendah dibandingkan dengan metode oven.
Oleh sebab itu, setting suhu dinaikkan menjadi 107 oC. Perbedaan hasil yang didapat
antara Moisture Analyzer dengan suhu 105 oC dan 107 oC dapat disebabkan karena
adanya perbedaan karakteristik lingkungan dimana alat Moisture Analyzer diletakkan.
Menurut Weiss (2014) alat yang diletakkan pada suhu ruangan yang relatif lebih rendah
dapat memberikan hasil pengukuran yang lebih rendah pula, dengan demikian keadaan
sekitar alat Moisture Analyzer dapat mempengaruhi pengukuran alat tersebut.
Presisi ialah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji
individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur
diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran homogen
(Harmita 2004). Presisi terdiri dari repeatability dan reproducibility. Repeatability
diukur dengan menghitung relative standard deviation (RSD). Hasil uji presisi
ditampilkan pada Tabel 3.
Boxplot pada tahap main study berfungsi untuk memverifikasi setting suhu yang
telah didapat sebelumnya. Hasil pengujian boxplot yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
Pada uji fitted line plot, apabila hasil menunjukkan nilai intercept mendekati 0
dengan nilai slope berada pada rentang 0.90-1.10, dan R² ≥ 80%, maka metode Moisture
Anlayzer dapat diterima penggunaannya (Weiss 2014). Nilai R2 menunjukkan hubungan
kekuatan korelasi antara kedua data yang ada. Menurut Zou et al (2003) jika nilai R² ≥
0.8, artinya korelasi yang dua populasi data sangat kuat. Jika nilai R² = 1, artinya
hubungan korelasi antara dua populasi data sangat sempurna. Pada grafik fitted line plot,
R² ditunjukkan dalam bentuk persen (%). Gambar 10 menunjukkan bahwa nilai-nilai
yang didapat dari kelima grafik fitted line plot telah memenuhi persyaratan. Nilai R²
tertinggi ditunjukkan pada Line 5 dengan nilai sebesar 96.2%, hal ini menujukkan
bahwa hubungan korelasi antara data oven dan Moisture Analyzer pada Line 5 ialah
yang terkuat. Sedangkan nilai R² terendah ditunjukkan pada Line 4 dengan nilai sebesar
93.2%. Nilai ini telah memenuhi kriteria yang diharapkan, namun jika dibandingkan
dari kelima grafik, grafik Line 4 memiliki keuatan hubungan korelasi yang paling
rendah.
21
Simpulan
Penelitian ini menunjukkan bahwa setting suhu yang tepat untuk tiap-tiap
Moisture Analyzer ialah Line 1 105oC, Line 3 107oC, Line 4 107oC , Line 5 105oC, dan
Lab QS sebesar 105oC. Berdasarkan hasil pengujian pada tahapan pre study dan main
study menunjukkan bahwa hasil pengukuran kadar air dengan metode Moisture
Analyzer tidak berbeda nyata dengan metode oven. Dengan demikian, metode alternatif,
Moisture Analyzer dapat digunakan untuk mengukur kadar air pada biskuit.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya ialah perlu dilakukan validasi alat Moisture
Anlayzer dengan parameter pengujian yang lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA
Alin A. 2010. Minitab. Izmir (TR): John Wiley and Sons Inc.
Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID): Dian
Rakyat.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2012. Official Method of
Analysis. Association of Official Analytical Chemistry 19th Edition. Gaithersburg
(US): AOAC.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2011. Biskuit.SNI 2973-2011. Jakarta (ID): BSN.
Food Review Indonesia. 2012. Pengendalian Mutu Bahan Pangan dengan Halogen
Moisture Analyzer. Majalah Pangan, 7 (5).
Guine RPF, Barroca MJ, Pereira D, Correia PMR. 2014. Adsorption Isotherms of Maria
Biscuits from Different Brands. Journal of Food Process Engineering [Internet].
[diunduh 2016 Juli 19]; 37. Tersedia pada:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1111/jfpe.12089/full.
Hayati R, Abdullah A, Ayob M, Soekarto S. 2005. Analisis Kadar Air dan Aktivitas Air
Kritikal Produk Sata dari Malaysia dan Implikasinya pada Sifat-sifat Produk dan
Umur Simpannya. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 16 (3) : 191.
Harmita 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol 1 (3): 117-135.
Holloway M, Nwaoha C. 2013. Dictionary od Industrial Terms. [ Internet] [diunduh
pada 2016 September 12]. Tersedia pada
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/9781118589007.ch1/summary.
Iglewicz B. 2006. Statistics Reference Online: Boxplot. [Internet]. [diunduh 2016
Agustus 12]. Tersedia pada:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/9781118445112.stat07362/abstract.
[ISO] International Organization for Standardization. 2005. General for The
Competence of Testing and Calibration Laboratories. Jenewa (CH): ISO.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 2012. Produksi dan Perdagangan
Indonesia. [Internet]. [diunduh 2016 September 19]. Tersedia pada
22
http://inatrims.kemendag.go.id/en/product/detail/poduksi-dan-perdagangan-
indonesia_925/?market=ar.
Kementerian Perindustrian. 2014. Perkembangan Ekspor Komoditi Hasil Industri ke
Negara Tertentu. [Internet]. [diunduh 2016 September 19]. Tersedia pada
http://www.kemenperin.go.id/statistik/query_komoditi.php?komoditi=biscuit&negar
a=&jenis=&action=Tampilkan.
Kenkel J. 2003. Analytical Chemistry for Technicians. CRC Press, LLC.
Kumalasari H. 2012. Validasi Metode Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa
Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-s sebagai Alternatif Metode Oven
dan Karl Fischer. [skripsi] Bogor (ID): IPB Press.
Kusnandar F. 2011. Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta (ID): Dian Rakyat.
Mcminn WA, Mckee DJ, Magee TR. 2007. Moisture Adsorption Behaviour of Oatmeal
Biscuit and Oat Flakes. Journal of Food Engineering 79: 481-493.
Misra NN, Tiwari BK. 2014. Bakery Products Science and Techonolgy. Dublin (IE):
John Wiley & Sons Ltd.
Mitra A. 2008. Data Analyses and Sampling. [Internet] [diunduh 2016 September 8].
Tersedia pada http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1002/9781118491645.ch5.
Nordstokke DW, Zumbo BD, Cairns SL, Saklofske DH. 2011. Operating Chracteristic
of the Nonparametric Levene’s Test for equal Variances with Assessment and
Evaluation Data. Journal of Statistics 16(5): 1-3.
Romani S, Balestra F, Angioloni A, Rocculli P, Dalla R. 2014. Physicochemical and
Electric Nose Measurement on The Study of Biscuit Baking Kinetics. Italian Journal
of Food Science, 24: 32-40.
Ruiz RP. 2005. Gravimetric Determination of Water by Drying and Weighing.
California (US): John Wiley & Sohn, Inc.
Sampaio RM, Marcos SK, Moraes IC, Perez VH. 2009. MoistureAdsorption Behaviour
of Biscuits Formulated using Wheat, Oatmeal and Passion Fruit Flour. Journal of
Food Process Preserv 33: 105-113.
Sharma A, Zhou W. 2011. A Stability Study of Green Tea Catechins During the Biscuit
Making Process. Food Chem 73 : 126-568.
Subajo A. 2007. Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Taylor JR. 1999. An Introduction to Error Analysis: The Study of Uncertainties in
Physical Measurements. University Science Books.
Weiss T. 2014. Guide for Verification of Method Equivalency. Mondelez Standard
Operating Procedure.
Zhu Y, Zou X, Shen T, Shi J, Zhao J, Holmes M, Li G. 2015. Determination of Total
Acid Content and Moisture Content During Solid-State Fermentation Processes
using Hyperspectal Imaging. Journal of Food Engineering 10 (15): 1016-1019.
Zou KH, Tuncall K, Silverman SG. 2003. Correlation and Simple Linear Regression.
Boston (US): John Wiley and Sons Inc.
23
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP