Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM KESETIMBANGAN KIMIA

KESETIMBANGAN UAP – CAIR PADA SISTEM BINER

Oleh :

Nama : Adi Kurniawan Effendi


NIM : 151810301031
Kelompok : II
Asisten : Farida Utami

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Larutan adalah campuran homogen yang berupa cairan dan terdiri dari zat terlarut dan zat
pelarut. Zat terlarut memiliki komposisi lebih kecil dan zat pelarut memiliki komposisi yang
lebih besar dalam suatu larutan. Larutan biner adalah campuran homogen yang terdiri dari dua
komponen. Larutan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu larutan ideal dan larutan non
ideal. Larutan dapat dikatakan ideal apabila larutan tersebut tercampur secara homogen pada
sistem mulai dari fraksi mol 1-0 dan memenuhi hukum Roult. Larutan biner non ideal yang
dinaikkan suhunya akan terjadi perubahan fasa dari air menjadi uap. Tahap dimana rapatan
uap sama dengan rapatan sisa cairan, dan batas antar fase hilang disebut kesetimbangan antara
uap dan cair. Temperatur pada fenomena tersebut didefinisikan sebagai temperatur kritis.
Diagram fasa dapat menggambarkan perubahan fasa suatu campuran terhadap perubahan
suhu. Diagram fasa menggambarkan daerah pada tekanan dan suhu tertentu bersifat stabil.
Batas-batas campuran dalam dua atau lebih fasa akan dapat menunjukkan posisi fase pada
komponen yang ada dalam keadaan setimbang. Keadaan masing-masing komponen juga
dapat diamati sifatnya, sehingga dapat diketahui larutan tersebut tergolong dalam larutan ideal
yang mengikuti hukum Roult atau tidak.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara membuat diagram temperatur versus komposisi dengan menentukan
indeks bias?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam percobaan ini adalah :
1. Mempelajari sifat larutan biner dengan membuat diagram temperatur versus komposisi
dengan menentukan indeks biasnya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)


2.1.1 Akuades
Akuades memiliki nama sinonim dihidrogen oksida dengan rumus molekul H2O.
Akuades tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak. Akuades memiliki sifat kimia dan
fisika berupa memiliki berat molekul 18,02 g/mol, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa,
titik didih 1000C, massa jenis 1 (air= 1), tekanan uap 2,3 kPa. Tindakan pertolongan pertama
saat bahan mengenai mata, kulit, terhirup maupun tertelan tidak ada, karena bahan tidak
memiliki adanya data kandungan toksikologis (Science lab, 2018).

2.1.2 Etanol
Etanol disebut juga etil alkoholyang merupakan cairan yang mudah menguap, mudah
terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol memiliki rumus molekul 46,07 g/mol dengan
massa jenis 0,789 g/mL. Titik didih dan titik lebur etanol yaitu sebesar 78,40C dan -
114,30C.Etanol jika kontak dengan kulit dapat menyebabkan kemerahan, nyeri, dan luka
bakar. Tindakan pertolongan yang harus dilakukan adalah lepaskan pakaian yang
terkontaminasi. Mencuci cuci kulit dengan air dan sabun yang lembut. mencari saran medis
jika terjadi iritasi dan tunjukkan MSDS untuk praktisi medis. Kontak dengan mata
menyebabkan iritasi jaringan mata. Tindakan pertolongan yang harus dilakukan adalah segera
menahan kelopak mata terbuka dan dibasuh dengan air selama minimal 15 menit serta segera
dapatkan bantuan medis(Science lab, 2018).

2.2 Dasar Teori


Larutan merupakan suatu campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom maupn
ion dari dua zat atau lebih. Larutan dapat disebut campuran karena susunan atau
komposisinya dapat berubah-ubah. Larutan disebut homogen karena susunannya seragam
sehingga tidak dapat diamati bagian satu dengan yang lainnya, bahkan dengan menggunakan
mikroskop optis. Larutan biner dapat didefinisian sebagai suatu sistem homogen yang terdiri
dari dua komponen (zat terlarut dan zat pelarut). Zat pelarut menyatakan zat yang terdapat
dalam jumlah lebih banyak, dan zat terlarut merupakan komponen-komponen yang terdapat
dalam jumlah lebih sedikit (Bird,1993).
Reaksi kimia sebagian besar berlangsung pada lingkungan air, oleh karena itu butuh
pemahaman mengenai sifat-sifat larutan. Molekul yang saling terikat akibat dari adanya tarik
menarik antar molekul pada suatu cairan atau padatan.Zat terlarut apabila larut dalam zat
pelarutnya, partikel zat terlarut akan menyebar ke seluruh pelarut. Partikel ini menempati
posisi yang biasanya ditempati oleh molekul pelarut.Pelarutan ini berlangsung dengan tiga
tahap, yaitu pemisahan molekul pelarut, pemisahan molekul zat terlarut, dan tahap ketiga
molekul pelarut dan molekul zat terlarutnya bercampur. Tahap ini dapat bersifat eksotermik
maupun endotermik. Ukuran jumlah atau bilangan yang menyatakan rasio jumlah mol
komponen terhadap jumlah mol semua komponen yang ada disebut dengan fraksi mol.
Misalnya suatu larutan mengandung zat A dan zat B, maka fraksi mol untuk masing-masing
zat yaitu:
𝑚𝑜𝑙 𝐴
XA = 𝑚𝑜𝑙 𝐴+𝑚𝑜𝑙 𝐵………………………. (2.1)
𝑚𝑜𝑙 𝐵
XB = 𝑚𝑜𝑙 𝐴+𝑚𝑜𝑙 𝐵………………………. (2.2)

Jumlah fraksi mol kedua zat adalah satu. Fraksi mol tidak memiliki dimensi (satuan), hal ini
sesuai dengan persamaan diatas di mana satuannya saling meniadakan (Chang, 2004).
Komponen adalah spesies yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut
dalam larutan biner. Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P. Gas, atau campuran gas
adalah fasa tunggal, kristal adalah fasa tunggal dan dua cairan yang dapat campur secara total
membentuk fasa tunggal. Es adalah fasa tunggal (P=1), walaupun es itu dapat dipotong-
potong menjadi bagian-bagian kecil. Campuran es dan air adalah sistem dua fasa (P=2)
walaupun sulit untuk menentukan batas antara fasa-fasanya. Sistem biner terdiri atas
pasangan cairan campur sebagian yaitu cairan yang tidak bercampur dalam semua proporsi
pada semua temperatur. Sistem biner fenol-akuades merupakan sistem yang memperlihatkan
sifat kelarutan timbal balik antara fenol dan akuades pada temperatur tertentu dan tekanan
tetap. Kelarutan adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu
pelarut. Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun
campuran. Sistem disebut biner karena terdiri atas dua komponen yaitu fenol dan akuades.
Sistem biner fenol-akuades tergolong fasa padat-cair, fenol berupa padatan dan akuades
berupa cairan. Kelarutan sistem ini akan berubah apabila dalam campuran itu ditambahan
salah satu komponen penyusunnya yaitu fenol atau akuades. Temperatur mempengaruhi
komposisi kedua fasa pada kesetimbangan. Kemampuan bercampurnya fenol dan aquades
akan bertambah apabila temperatur dinaikkan (Atkins, 1996).
Komponen pelarut mendekati murni maka komponen itu berperilaku sesuai dengan
Hukum Roult dan mempunyai tekanan uap yang sebanding dengan fraksi mol. Hukum Roult
berlaku bagi pelarut, baik ideal maupun tak ideal. Hukum ini semakin dipatuhi jika
komponennya berlebih (sebagai pelarut) sehingga mendekati kemurnian. Larutan encer yang
tak mempunyai interaksi kimia di antara komponen-komponennya tidak mengikuti Hukum
Roult. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry bukan Hukum
Roult. Bila seluruh larutan biner diuapkan secara parsial, komponen yang mempunyai
tekanan uap lebih tinggi akan terkonsentrasi pada fase uapnya, hingga terjadi perbedaan
komposisi antara cairan dengan uap yang setimbang. Uap tersebut dapat diembunkan sebagai
kondensat. Uap yang diperoleh dengan menguapkan secara parsial kondensat itu akan
mempunyai komposisi yang lebih kaya lagi akan komponen yang mudah menguap
(Alberty, 1987).
Diagram fasa adalah diagram yang menggambarkan daerah-daerah tekanan dan
temperatur di mana berbagai fasa bersifat stabil. Batas-batas fasa menunjukan nilai-nilai
tekanan dan temperatur di mana dua fasa berada dalam kesetimbangan. Titik kritis yaitu titik
pertemuan antara temperatur kritis (Tc) dan tekanan kritis (Pc). Tc yaitu temperatur di mana
batas antara dua fasa menghilang dan Pc yaitu tekanan di mana Tc terjadi. Sistem biner di atas
Tc menjadi fasa tunggal dan tidak ada lagi bidang pemisah (Atkins, 1996).
Larutan ideal, semua komponen (pelarut dan zat terlarut) mengikuti Hukum Raoult pada
seluruh selang konsentrasi. Larutan encer yang didalamnya tidak memiliki interaksi kimia di
antara komponen-komponennya, maka Hukum Raoult berlaku bagi pelarut baik ideal maupun
tak ideal. Hukum Raoult tak berlaku pada zat terlarut pada larutan tak ideal encer. Perbedaan
ini bersumber pada kenyataan bahwa molekul-molekul pelarut larutan yang jumlahnya sangat
banyak. Hal ini menyebabkan lingkungan molekul terlarut sangat berbeda dalam lingkungan
pelarut murni. Zat terlarut dalam larutan tak ideal encer mengikuti Hukum Henry, bukan
Hukum Raoult (Petrucci, 1992).
Distilasi merupakan suatu proses pemisahan dua komponen senyawa atau lebih
berdasarkan pada perbedaan titik didih senyawa tesebut. Prinsip dasar dari distilasi adalah
perbedaan titik didih komponen dari campuran senyawa yang akan dipisahkan. Campuran
senyawa tersebut diuapkan terlebih dahulu dengan pemanasan pada suhu tertentu dan uap
yang terbentuk akan mengalir pada kondensor. Uap tersebut akan terkondensasi membentuk
fasa cair dengan mekanisme pengaturan suhu sepanjang kondensor oleh uap dengan
melakukan penurunan suhu supaya uap dapat mencair kembali. Tekanan uap memiliki nilai
yang sebanding dengan suhu, apabila suhu dinaikkan maka tekanan uapnya juga akan
meningkat. Mekanisme tersebut didasarkan pada suatu teori yang menjelaskan bahwa dalam
suatu larutan, masing-masingkomponen penyusun larutan akan menguap pada titik didihnya.
Model ideal pada proses distilasi didasarkan pada Hukum Raoult dan Hukum Dalton
(Sarifudin, 2010).
Larutan ideal adalah larutan yang gaya tarik antara molekul-molekulnya sama, artinya
gaya tarik antar molekul pelarut dan zat terlarut, sama dengan gaya tarik molekul pelarutnya
atau molekul zat terlarutnya. Salah satu syarat larutan gas ideal adalah memenuhi hukum
Roult yang berbunyi sebagai berikut “tekanan uap pelarut (P A) pada permukaan larutan
besarnya sama dengan hasil kali tekanan uap pelarut murni (P0A) dengan fraksimol pelarut
tersebut didalam larutan (XA)”. Secara matematis persamaannya yaitu
PA = XA + P0A…………………. (2.3)
Zat yang diukur mudah menguap (volatil) sehingga tekanan uapnya dapat diukur dan tekanan
uap zat terlarut dapat dicari dengan rumus yang serupa yaitu:
PB = XB + P0B.............................. (2.4)
Sistem diasumsikan hanya mengandung dua komponen (A dan B), maka tekanan uap total (P)
dari sistem dapat dicapai menggunakan hukum Dalton yaitu:
P = PA + PB…………………..… (2.5)
P = XA . P0A + XB . P0B…………. (2.6)
(Sukardjo, 1989).
Komposisi larutan dalam percobaan ini merupakan harga mol fraksi larutan untuk
membuat diagram T – X maka harga X ditentukan pada tiap titik didih dengan mengukur
indeks biasnya pada beberapa komposisi tertentu dari larutan. Hal ini dapat dilakukan dengan
membuat grafik standar komposisi vs indeks bias terlebih dahulu. Misalnya mencampurkan a
ml aseton dengan berat jenis ρ1 dengan b ml. Kloroform dengan berat jenis ρ2, maka
komposisinya:
X1 = (a ρ1 / M1) / {( a ρ1 / M1) + (b ρ2 / M2)}……………...(2.7)
(Tim Penyusun, 2018).
Logger Lite adalah suatu alat elektronik yang berfungsi mencatat data suhu dan
kelembaban dari waktu ke waktu secara continue. Beberapa data logger suhu menggunakan
personal komputer dan software sebagai tempat menyimpan data dan menganalisis data. Data
yang disimpan di harddisk dapat diakses kapanpun. Hal ini termasuk beberapa perangkat
akuisisi data seperti plug-in board atau sistem komunikasi serial yang menggunakan computer
sebagai sistem penyimpanan data real tim. Data logger suhu berbasis PC (PC-based data
logger suhu). Biasanya PC, untuk mengumpulkan data suhu dan kelembaban udara dalam
rangka menganalisis dan menampilkan hasilnya secara detail. Sistem data logger suhu juga
dapat menyediakan fitur tambahan seperti perhitungan waktu proses pemantauan alarm dan
kontrol. SCADA (supervisory control and data acquisition) merupakan evolusi lebih lanjut
dari sistem data logger suhu berbasis komputer, dimana data disajikan dalam bentuk grafis
sehingga operator dapat mengawasi perkembangan suhu di suatu daerah atau tempat
(Anas,2008).
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan


3.1.1. Alat
 Labu leher tiga
 Labu angsa
 Kondensor
 Pipet tetes
 Termometer
 Pipet volume
 Ball pipet
 Mantel pemanas
 Erlenmeyer
 Gelas ukur
 Labu ukur
 Beaker gelas
 Botol semprot
 Neraca analitik
 Corong
3.1.2. Bahan
 Etanol
 Akuades
3.2 Skema Kerja

Etanol

 dibuat sebanyak 20 mL dengan konsentrasi sebesar 50%, 60%, 70%, dan


80% dari konsentrasi 99,8%
 di lakukan destilasi
 dicatat titik didih masing-masing konsentrasi
 diambil 1 ml destilat dan residu, lalu diencerkan dengan larutan akuades
sebanyak 10 ml
 diukur kadar etanol untuk masing-masing konsentrasi dan diukur
kandungannya menggunakan sensor alkohol
 dibuat grafik komposisi vs suhu untuk setiap alkohol yang diukur

Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1.1 Analisa kadar etanol dalam air

Konsentrasi Titik Kadar Etanol dalam Kadar Etanol


Etanol (%) Didih (°C) Destilat (%) dalam Residu (%)

40 74 0,195 0,072
50 73 0,110 0,064
60 72 0,114 0,071
70 71 0,143 0,096
80 70 0,149 0,118

4.2 Pembahasan
Percobaan kali ini mengenai kesetimbangan uap-cair pada sistem biner yang bertujuan
untuk mempelajari sifat larutan biner dengan membuat diagram temperatur versus komposisi
dengan menentukan konsentrasi etanol. Larutan biner merupakan larutan yang mengandung
dua komponen yaitu komponen zat terlarut dan komponen pelarut. Pelarut merupakan
komponen yang memiliki jumlah lebih besar, sedangkan zat terlarut adalah komponen yang
memiliki jumlah lebih kecil. Pelarut dan zat terlarut tersebut dapat membentuk kesetimbangan
di dalam reaksinya bergantung dengan komponen di dalamnya.
Campuran biner akan membentuk suatu kesetimbangan yaitu kesetimbangan uap-cair.
Kesetimbangan uap-cair dapat ditentukan ketika terdapat variabel yang konstan pada waktu
tertentu. Kesetimbangan ini terjadi saat kecepatan anatara molekul-molekul yang membentuk
fase uap sama dengan kecepatan molekul-molekul tersebut membentuk cairan kembali.
Percobaan mengenai kesetimbangan uap-cair pada sistem biner ini menggunakan bahan
etanol dan akuades dengan perbandingan atau komposisi tertentu. Etanol digunakan pada
percobaan kali ini karena etanol memiliki perbedaan titik didih yang cukup besar dengan
akuades. Titik didih akuades 100oC dan titik didih etanol 78,40oC. Titik didih etanol lebih
rendah dibandingkan dengan akuades sehingga akan menguap terlebih dahulu dan
membentuk kesetimbangan uap-cair dengan akuades. Larutan campuran akuades-etanol akan
membentuk suatu azeotrop, yang merupakan campuran zat, dengan fase uap (destilat) dan
fase cair (residu) memiliki komposisi yang sama dengan cairan, sehingga tidak ada perubahan
yang terjadi melalui proses pendidihan. Hal inilah yang menyebabkan adanya perpotongan
atau pertimpitan pada diagram yang seharusnya terbentuk. Titik didih azeotrop etanol-air
tersebut lebih rendah daripada titik didih masing-masing komponennya. Titik azeotrop pada
campuran etanol-air berdasarkan Castellan, 1983 berada pada suhu 78,3oC yang sesuai pada
tabel berikut.

Tabel 4.1 Minimum Boiling Azeotrop pada Berbagai Larutan Biner (Castellan, 1983)
Tahap pertama yang dilakukan pada percobaan kali ini yaitu mengencerkan etanol
99,8% hingga membentuk konsentrasi 40%, 50%, 60%, 70% dan 80%. Proses pengenceran
dilakukan dengan menambahkan etanol yang telah dihitung volumenya dengan akuades pada
labu ukur 100 mL. Variasi konsentrasi yang telah dibuat dapat digunakan untuk mengetahui
pengaruh besarnya konsentrasi terhadap kadar etanol dalam residu dan destilat. Etanol yang
telah dibuat beberapa komposisinya dengan akuades ditentukan komposisi etanol setelah
dilakukan distilasi dengan menggunakan sensor alkohol yang sudah dihubungkan dengan
komputer. Prinsip kerja dari sensor etanol ini yaitu sensor menghisap uap zat etanol dan zat
volatil lain yang mudah menguap sehingga akan mengakibatkan hambatan sensor (Rs) turun
dan membuat tegangan naik. Output dari sensor alkohol ini berupa tegangan analog yang
sebanding dengan kadar alkohol dalam sampel yang diterima oleh sensor tersebut. Teknik
pengoperasian sensor alkohol dilakukan dengan memasukkan larutan (residu dan destilat)
yang akan diuji pada botol uji sensor berukuran kecil kemudian zat yang terdapat dalam botol
uji kemudian ditutup oleh alat pendeteksi yang telah dihubungkan dengan program dalam
laptop yaitu aplikasi Logger Lite.
Logger Lite adalah sebuah alat elektronik yang mencatat data suhu dan kelembaban di
suatu tempat dari waktu ke waktu. Atau secara singkat data dapat melakukan pemantauan
suhu dan kelembaban udara di suatu daerah. Biasanya PC, untuk mengumpulkan data suhu
dan kelembaban udara dalam rangka menganalisis dan menampilkan hasilnya secara detail.
Sistem data logger suhu juga dapat menyediakan fitur tambahan seperti perhitungan waktu
proses pemantauan alarm dan kontrol. Proses pengukuran kadar dapat dimulai dengan
menekan menu bar run pada tampilan aplikasi Logger Lite kemudian hasil dari deteksi uji
sensor akan terlihat pada layar laptop atau komputer.
Proses selanjutnya dilakukan proses distilasi. Pemisahan kedua komponen ini
menghasilkan penyimpangan negatif atau larutan non ideal deviasi negatif. Azeotrop deviasi
negatif yaitu bila suhu didih campuran lebih rendah daripada suhu didih masing-masing
komponen penyusunnya atau dapat disebut sebagai Minimum Boiling Mixtures. Dari hasil
percobaan, dibuktikan dengan titik didih yang setiap konsentrasi rendah hingga konsentrasi
tinggi akan mengalami penurunan titik didih. Pada konsentrasi 40%-80% dihasilkan titik
didih berturut-turut : 74ºC, 73ºC, 72ºC, 71ºC, 70ºC. Hal ini sangat penting diketahui jika akan
dilakukan proses destilasi untuk memisahkan komponen larutan.
Destilasi merupakan proses pemisahan senyawa yang didasarkan pada perbedaan titik
didih kedua campuran. Senyawa yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih
dahulu ketika dipanaskan dalam labu destilasi.Proses destilasi akan menghasilkan 2 jenis
larutan yaitu destilat dan juga residu. Destilat merupakan larutan hasil destilasi yang
ditampung dalam labu erlenmeyer, sedangkan residu merupakan larutan etanol yang menjadi
cair kembali dalam labu destilasi setelah dipanaskan. Penghentian proses destilasi dilakukan
setelah diperoleh destilat sekitar 2,5 mL untuk selanjutnya dilakukan proses pengukuran kadar
etanol dalam distilat. Suhu pemanasan diusahakan tidak mendekati titik didih dari air karena
dapat mengakibatkan ikut menguapnya air sehingga proses pemisahan tidak terjadi dengan
optimal. Etanol yang telah menguap didinginkan dalam kondensor sehingga fase uap diubah
kembali menjadi fase cair dalam bentuk destilat yang ditampung dalam labu erlenmeyer.
Tetesan pertama destilat digunakan sebagai acuan penentuan titik didih kedua campuran
karena pada temperatur tersebut pertama kali terbentuk fase uap dari etanol. Destilat yang
pertama kali menetes merupakan komponen dari etanol karena etanol memiliki titik didih
yang lebih rendah sehingga menguap terlebih dahulu.
Proses destilasi dilanjutkan hingga diperoleh volume distilat sekitar 2,5 mL setelah
terbentuk tetesan pertama distilat. Titik didih yang diperoleh pada konsentrasi 40%, 50%,
60%, 70% dan 80% berturut-turut yaitu 74oC, 73oC, 72oC, 71oC dan 70 oC. Titik didih yang
diperoleh pada konsentrasi 40%, 50%, 60%, 70% dan 80% berada di bawah titik didih etanol.
Hal tersebut dikarenakan kedua larutan yang bercampur pada larutan non ideal deviasi negatif
akan memiliki sifat larutan yang terletak diantara sifat kedua komponennya sehingga titik
didih larutan yang dihasilkan juga berada diantara titik didih etanol dan air. Titik didih etanol
semakin menurun seiring bertambahnya konsentrasi karena semakin besar konsentrasi maka
komponen etanol akan semakin banyak sehingga etanol lebih mudah menguap dan titik didih
larutan semakin mendekati titik didih etanol. Pencampuran kedua zat terlarut dan juga pelarut
akan membentuk suatu larutan non ideal deviasi negatif karena titik didih azeotrop etanol-air
tersebut lebih rendah daripada titik didih masing-masing komponennya sehingga
menunjukkan gaya tarik menarik antar molekul dalam campuran lebih lemah daripada
interaksi setiap molekul zat.
Proses destilasi setelah dihentikan didapatkan 2 jenis larutan yaitu destilat dan juga
residu. Residu yang sudah melalui proses distilasi dimasukkan dlam botol uji untuk dilakukan
uji komposisi etanol dengan menggunakan alat sensor etanol. Distilat diambil 2,5 mL untuk
diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 10 mL. Pengenceran distilat etanol digunakan
untuk pengukuran kadar etanol dengan menggunakan sensor etanol atau alkohol. Kadar etanol
yang telah diukur pada destilat diperoleh hasil yang berbeda-beda. Rata-rata kadar etanol yang
diperoleh dari distilat dengan konsentrasi 40%, 50%, 60%, 70% dan 80% berturut-turut
adalah 0,195, 0,110, 0,114, 0,143 dan 0,149. Rata-rata kadar etanol yang diperoleh dari residu
dengan konsentrasi 40%, 50%, 60%, 70% dan 80% berturut-turut adalah 0,072, 0,064, 0,071,
0,096 dan 0,118

Kadar Vs Temperatur y = 0.0059x - 0.2826


R² = 0.0746
0.25
y = -0.0124x + 0.977
Kadar Destilat dan Residu

R² = 0.7639
0.2

0.15 Series1

0.1 Series2
Linear (Series1)
0.05
Linear (Series2)
0
69 70 71 72 73 74 75
Temperatur

Gambar 4.1 Grafik Kadar Vs Temperatur


Grafik yang didapatkan bahwa kadar etanol dalam destilat secara umum lebih besar
dibandingkan dengan kadar etanol dalam residu karena dalam destilat merupakan alkohol
murni yang telah menguap terlebih dahulu akibat titik didihnya yang lebih rendah daripada air
sehingga pada larutan destilat mengandung kadar alkohol yang lebih besar dibandingkan
dengan residu. Grafik diatas sudah benar, dilihat dari literatur bahwa grafik dari deviasi
negatif bentuknya melengkung ke bawah lalu naik ke atas, seiring dengan bertambahnya
konsentrasi. Hasil pada percobaan sesuai dengan literatur yang ada dimana pada destilat akan
memiliki komposisi alkohol lebih besar daripada kadar etanol sebelum didestilasi. Destilasi
tidak akan dapat memisahkan kedua cairan yang dicampurkan jika komposisi azeotrop sudah
dicapai karena komposisi kondensat sama dengan komposisi cairan. Titik aezotrop berada
pada titik didih 74 menuju 73. Air dan etanol sangat sulit dipisahkan karena dari kedua zat
tersebut kemungkinan terdapat kontribusi dari efek entalpi dan entropi, dimana kedua
campuran tersebut memiliki sifat kepolaran yang sama yaitu bersifat polar sehingga ketika
kedua zat tersebut bercampur akan saling melarutkan dengan membentuk ikatan hidrogen.
BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan tentang kesetimbangan uap-cair pada
sistem biner adalah campuran etanol dan akuades membentuk sistem larutan non ideal dengan
penyimpangan negatif (deviasi negatif). Diagram biner membentuk azeotrop karena proses
distilasi yang digunakan adalah destilasi sederhana sehingga dapat terbentuk kesetimbangan
hingga titik azeotrop.

5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dari percobaan kali ini yaitu praktikan sebaiknya
memahami konsep dasar yang digunakan pada percobaan kesetimbangan uap-cair pada sistem
biner. Alat yang akan digunakan sebaiknya dilakukan uji sebelum digunakan saat praktikum
sehingga agar tidak terjadi kesalahan saat pengukuran kadar etanol dengan sensor etanol.
Praktikan juga sebaiknya mampu membaca data yang muncul pada aplikasi yang dihasilkan
oleh sensor alkohol tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Alberty, A. R.1987. Kimia Fisika Edisi Kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga.


Anas, Inzar. 2008. Aplikasi Labview Pada Sistem Akuisisi Data Berbasis Mikrokontroler.
Yogyakarta: Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan.
Atkins, P. W.1996. Kimia Fisika Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Bird, Tony. 1993. Kimia Untuk Universitas. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar. Jakarta : Erlangga.
Petrucci, Ralph. H. 1992. Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta:Erlangga
Sarifudin. 2010. Kimia. Jakarta: Erlangga.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisika. Yogyakarta : Rineka Cipta
Science Lab. 2017. Material Safety Data Sheet of Alcohol [serial
online].http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9922822. Diakses pada 16
Maret 2018
Science Lab. 2017. Material Safety Data Sheet of Aquadest. [serial
online].http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927321. Diakses pada 16
Maret 2018
Tim Penyusun. 2018. Penuntun Praktikum Kesetimbangan Kimia. Jember: Universitas
Jember
LembarPerhitungan

A. Perhitungan volume konsentrasi


1. Volume pengenceran etanol konsentrasi40%
M 1 V1  M 2 V2
M 1 V1
V2 
M2
40 %  25 mL
V2 
96%
V2  10,4 mL
2. Volume pengenceran etanol konsentrasi50%
M 1 V1  M 2 V2
M 1 V1
V2 
M2
50 %  25 mL
V2 
96%
V2  13,02 mL
3. Volume pengenceran etanol konsentrasi60%
M 1 V1  M 2 V2
M 1 V1
V2 
M2
60 %  25 mL
V2 
96%
V2  15,6 mL
4. Volume pengenceran etanol konsentrasi70%

M 1 V1  M 2 V2
M 1 V1
V2 
M2
70 %  25 mL
V2 
96%
V2  18,2 mL

5. Volume pengenceran etanol konsentrasi80%


M1V1 = M2V2
M1V1
V2 =
M2
80 % × 25 mL
V2 =
96 %
V2 = 20,8 mL
 Faktor Pengenceran
M1 × V1 = M2 × V2
M1× V1 = 10M1 × V2
V1 = 10 V2
25
V2 = mL
10
V2 = 2,5mL
 Pengenceran 10 mL
1. Komposisi 40 %
M1× V1 = M 2 × V2
40 % × 2,5mL = M2 × 25 mL
V1 =4%
2. Komposisi 50 %
M1× V1 = M 2 × V2
50 % × 2,5mL = M2 × 25 mL
V1 =5%
3. Komposisi 60 %
M1× V1 = M 2 × V2
60 % × 2,5mL = M2 × 25 mL
V1 =6%
4. Komposisi 70 %
M1× V1 = M 2 × V2
70 % × 2,5mL = M2 × 25 mL
V1 =7%
5. Komposisi 80 %
M1× V1 = M 2 × V2
40 % × 2,5mL = M2 × 25 mL
V1 =8%
Rata-rata kadar etanol dalam destilat
1. Komposisi 40%
0,364 + 0,111 + 0,110
𝑥= = 0,195
3
2. Komposisi 50%
0,114 + 0,105 + 0,113
𝑥= = 0,110
3
3. Komposisi 60%
0,123 + 0,108 + 0,112
𝑥= = 0,114
3
4. Komposisi 70%
0,145 + 0,141 + 0,144
𝑥= = 0,143
3
5. Komposisi 80%
0,145 + 0,155 + 0,149
𝑥= = 0,149
3
Rata-rata kadar etanol dalam residu
1. Komposisi 40%
0,074 + 0,071 + 0,071
𝑥= = 0,072
3
2. Komposisi 50%
0,065 + 0,064 + 0,064
𝑥= = 0,064
3
3. Komposisi 60%
0,072 + 0,071 + 0,072
𝑥= = 0,071
3
4. Komposisi 70%
0,097 + 0,096 + 0,096
𝑥= = 0,096
3
5. Komposisi 80%
0,123 + 0,121 + 0,111
𝑥= = 0,118
3

Anda mungkin juga menyukai