Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HIGHEST AND BEST USE


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Penilaian

Disusun Oleh Kelompok 2 :


1. Lutfina Putri I (175030400111010)
2. Ezza Shangrilla (175030400111013)
3. Winanda Offiliyanti (175030400111019)
4. Chyntia Tessa S (175030400111036)
5. Anggara Wilis D.W (175030401111026)

Dengan Dosen Pengampu :


Damas Dwi Anggoro, S.AB., MA

PRODI ADMINISTRASI PERPAJAKAN


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puja dan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
limpahan berkat dan rahmat-Nya atas selesainya makalah mata kuliah Penilaian yang
berjudul “Highest And Best Use”
Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pengampu Bapak Damas
Dwi Anggoro, S.AB., MA dan teman-teman yang telah memberikan semangat, serta
pihak-pihak yang membantu menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk mengisi penilaian mata kuliah Penilaian untuk
mempelajari apa saja kegunaan dari Highest and Best Use yang dalam artiannya adalah
penggunaan tertinggi dan terendah. Adapun manfaat makalah ini adalah sebagai
wahana pembelajaran mata kuliah Penilaian agar dapat dipelajari oleh seluruh
mahasiswa/mahasiswi khususnya jurusan Administrasi Perpajakan.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat dan melatih diri untuk berfikir
secara logika dan rasional, kritis dan cermat serta kreatif dan efektif. Semua saran
ataupun pesan kritik yang bersifat positif sangat penulis harapkan guna lebih
sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna untuk masa yang akan datang bagi
penulis dan pembaca lainnya.

Malang, 30 Agustus 2019

Penulis,
BAB I
PENDAHULLUAN
1.1 Latar Belakang
Lahan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam suatu usaha di bidang
Real Estate. Lahan memiliki lokasi yang unik, keunikannya serta sifat yang tetap dari
lahan yang tidak dapat dipindahkan. Lahan terbatas jumlahnya pada suatu lokasi dan
sebidang lahan tidak sama dengan sebidang lahan yang lainnya.
“Highest and Best Use “ artinya dayaguna yang maksimal dari lahan yang secara
fisik dimungkinkan dan paling mungkin digunakan, secara hukum diizinkan dan secara
keuangan layak. Kesimpulannya menghasilkan daya guna yang maksimal dari Lahan.
Highest and Best Use dari sebidang lahan tertentu bukanlah hasil dari analisa yang
bersifat subjektif dari pemilik, developer, maupun jasa Real Estate lainnya seperti
penilai, melainkan dilahirkan oleh kekuatan pasar dimana properti tersebut berada. Oleh
karena itu, analisa dan interpretasi dari Highest and Best Use merupakan studi ekonomi
dari ketentuan-ketentuan pasar yang diarahkan ke properti Real Estate yang
bersangkutan.
Kekuatan-kekuatan pasar juga membentuk harga pasar. Data yang dikumpulkan
dan dianalisa untuk menghitung manfaat suatu lahan, juga digunakan untuk memberikan
opini oleh para pelaku jasa usaha properti terhadap Highest and Best Use pada suatu
saat. Highest and Best Use properti yang dianalisa memberikan landasan dalam analisa
daya saing dalam pasaran, jadi Highest and Best Use juga mencerminkan Nilai Pasar dari
suatu Lahan.
Penggunaan terbaik dan tertinggi (Highest and Best Use) sebagai dasar
pengembangan dapat diartikan kemungkinan terbesar dari penggunaan lahan yang secara
fisik dimungkinkan, secara hukum diizinkan, secara keuangan layak dan akan
memberikan Nilai tertinggi atas lahan tersebut.
Analisis HBU adalah analisis terhadap kegunaaan terbaik dan tertinggi dari suatu
bidang tanah kosong (vacant land) ataupun tanah yang dianggap kosong (land as vacant).
Analisis ini meliputi empat hal pokok yaitu, analisis kelayakan secara fisik (physically
feasible), analisis kelayakan secara peraturan (legally permissible), analisis kelayakan
secara keuangan (financially feasible), dan analisis produktivitas yang maksimal
(maximally productive). Sebuah properti dikatakan telah memenuhi kriteria HBU
bilamana secara fisik dimungkinkan, diijinkan secara peraturan, layak secara finansial,
dan dapat memberikan hasil yang paling maksimal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja tujuan analisis HBU?
2. Apa saja syarat dan definisi HBU?
3. Bagaimana pengujian HBU?
4. Apa saja komdisi penggunaan properti dalam HBU?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui tujuan-tujuan dari analisis Highest and Best Uses.
b. Untuk mengetahui syarat dan definisi dari Highest and Best Uses.
c. Untuk mengetahui bagaimana pengujian Highest and Best Uses dilakukan.
d. Untuk mengeahui kondisi dan keadaan yang kemungkinan terjadi dalam penggunaan
properti di dalam Highest and Best Uses.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tujuan analisis HBU
HBU diterjemahkan sebagaio penggunaan tertinggi dan terbaik. Tujuan analisis
HBU adalah memberikan gambaran tentang penggunaan tanah yang paling sesuai bagi
properti sehingga memperoleh nilai tertinggi tanah tersebut. Analisis HBU perlu
dilakukan oleh penilai sebelum melakukan kerja-kerja penilaian properti baik tanah
kosong maupun yang di atasnya sudah ada bangunan.
Oleh karena itu, jika sebidang tanah kosong (hendak dilakukan penilaian maka
perlu dilakukan analisis HBU terlebih dahulu). Misalnya, ada tanah kosong seluas 1 Ha
yang di sekelilingnya telah terbangun bangunan tinggi (high rise building) semacam
apartemen, gedung kantor, hotel bintang lima, dan mall. Jenis penggunaan tanah kosong
tersebut cenderung high rise building juga, tinggal menentukan jenis high rise building
yang paling tepat atau bangunan jenis apa yang secara finansial layak dan
produktivitasnya maksimal.
2.2 Syarat dan Definisi HBU
Appraisal Institute (2001) mendefinisikan HBU sebagai “the reasonable probable
and legal use of vacant land and improved property, which is physically posible,
appropriately supported, financially feasible and that results in the highest value”
Dengan demikian, properti dikatakan memiliki HBU yang tepat jika telah memenuhi
empat kriteria, yaitu :
1) Hukum (peraturan)
Penggunaan lahan untuk properti hendaknya sesuai dengan :
i. Tata guna lahan/tanah (zoning) seperti yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah kabupaten/kota setempat
ii. Bangunan (gedung) yang berada di atas tapak tersebut harus memiliki
koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan dan peraturan lain
2) Fisik
Penggunaan properti tersebut harus didukung oleh sifat fisik tapak. Misalnya,
ukuran, bentuk, luas, ketinggian tapak dari permukaan jalan atau laut, kontur, lebar
depan tapak (frontage), kedalaman tapak dari jalan raya (depth), utilitas,
kelembaban udara, koordinat bumi, dan gempa bumi. Selain itu terdapat
kesepakatan diantara sebagaian ahli/pakar yang terkait.
3) Finansial
Analisis finansial dilakukan setelah tapak tersebut memenuhi kriteria hukum
dan fisik. Variabel dan alat analisis yang dapat digunakan misalnya tingkat
pendapatan, return, kekosongan, kerugian sewa dan biaya.
4) Produktivitas
Berdasarkan analisis finansial, diperoleh tingkat pengembalian (rate of
return), net present value, internal rate of return (IRR), rate of return, rate on
equity, payback period, dan lain-lain.
2.3 Pengujian HBU
Pengujian HBU dilakukan setelah kriteria hukum dan fisik terpenuhi. Lebih
tepatnya, pengujian ini dilakukan untuk memenuhi kriteria finansial dan produktifitas.
Appraisal Institute (2001) memberikan beberapa kriteria dalam melakukan pengujian
HBU, yaitu : Menganggap tidak ada bangunan di atas tanah tersebut.
Dalam arti (1) Memang sebagai tanah kosong; atau (2) Secara nyata, terhadap
properti yang akan dinilai atau telah terbangun bangunan (gedung) dan oleh penilai
hendaknya dianggap sebagai tanah kosong.
1) Kegunaan tertentu yang tidak menghasilkan pendapatan
Ada sebidang tanah yang diatasnya telah terbangun gedung.
Berdasarkan kriteria hukum dan fisik, tanah tersebut cocok sebagai
ketentuan tertentu, misalnya perumahan.
Penilai telah melakukan penelitian pasar tentang jenis rumah apa yang
diminati oleh konsumen, misalnya rumah tersebut adalah bertipe A dan
tipe B dengan harga jual masing-masing Rp 550 juta dan Rp 400 juta
sementara biaya membangun rumah tersebut masing-masing Rp 320 juta
dan Rp 300 juta.
Jika nilai tanah adalah sama yaitu 120, rumah tipe A akan
mendapatkan keuntungan sebesar 60, sebaliknya akan mengalami kerugian
20 jika dibangun tipe B. Oleh karena itu, jenis HBU yang tepat adalah
rumah tipe A dengan produktivitas maksimal.
Tipe A Tipe B
Nilai Pasar 500 400
RCN -320 -300
Nilai Tanah -120 -120
Anticipated loss/profit 110 -20
(overall profit) 20%
2) Kegunaan tertentu yang menghasilkan pendapatan
Ada sebidang tanah yang diatasnya telah terbangun gedung (tidak jelas
digunakan untuk apa). Berdasarkan kriteria hukum dan fisik, tanah
tersebut cocok sebagai retail use dan office use.
Penilai telah melakukan penelitian pasar tentang jenis retail use dan
office use apa yang paling diminati konsumen. Nilai tanah adalah sama
yaitu Rp 800 juta. Biaya membangun gedung untuk retail use dan office
use masing-masing Rp 1500 juta dan Rp 2000 juta, sehingga jumlah uang
yang telah dianggap diinvestasikan untuk retail use dan office use masing-
masing Rp 2300 juta dan Rp 2800 juta.
Penilai juga memprediksi bahwa ke depan, potensial Net Operating
Income (NOI) untuk retail use dan office use masing-masing adalah Rp
230 juta dan Rp 252 juta. Dengan demikian akan diperoleh overall RoR
masing-masing adalah 10% dan 9%. Dengan demikian, jenis HBU yang
tepat adalah retail use dengan produktivitas maksimal dibandingkan office
use.
retail use office use
Nilai Tanah 800 800
RCN 1500 2000
Total Investasi 2300 2800
Potential NOI 230 252
Overall RoR (Ro) 10% 9%
3) Kegunaan tertentu yang menghasilkan pendapatan tetapi nilai tanah tidak
diketahui
Ada sebidang tanah yang diatasnya telah terbangun gedung (tidak jelas
digunakan untuk apa). Berdasarkan kriteria hukum dan fisik, tanah
tersebut cocok sebagai high rise building. Penelitian yang dilakukan oleh
penilai menyimpulkan bahwa penggunaan yang sesuai adalah apartemen,
office, ataupun shopping complex.
Penilai juga telah memperhitungkan biaya membangun apartemen,
office, dan shopping complex masing-masing Rp 2400 juta, Rp 1900 juta
dan Rp 1600 juta. Jika telah beroperasi, masing-masing gedung akan
mampu menghasilkan NOI sebesar Rp 324 juta, Rp 270 juta dan Rp 220
juta.
Dari NOI tersebut maka return to land tertinggi dihasilkan jika
digunakan untuk penggunaan office building (yaitu 61) dengan terlebih
dahulu dikurangi dengan return on improvement 11% (yaitu 264). Dengan
demikian, jenis HBU yang tepat adalah office building (produktivitasnya
adalah maksimal)
Apartemen Office Shopping

RCN 2400 1900 1600


NOI 324 270 220
Ro Improvement (11%) -264 -209 -176
Return to Land 60 61 52
4) Membiarkan kegunaan bangunan tetap seperti sedia kala
a) Tidak membutuhkan biaya renovasi/perbaikan
Misalnya sebidang tanah diatasnya telah terbangun rumah
kediamaan dan berdasarkan kriteria hukum dan fisik adalah untuk
kegunaan rumah. Lingkungan sekitar properti tersebut adalah
rumah untuk kost. Penilai berpendapat bahwa rumah tersebut dapat
dikost-kan/dikontrakan seluruhnya tanpa membutuhkan biaya
perbaikan (renovasi). Setelah dilakukan analisis finansial sebagai
berikut, HBU yang tepat adlaah penggunakan rumah dan kost
karena didapatkan RoI sebesar 11,9%

Rumah & Kost Rumah Kontrakan


Modal yang diinvestasikan 180 180
Pendapatan kotor 28,8 20,7
Vaccancy & Loss -1,44 -1,035
Pendapatan kotor efektif 27,36 19,665
Pembelanjaan -6 0
NOI 21,36 19,665
Return on investment 11,9% 10,9%
b) Membutuhkan biaya perbaikan (renovasi)
Sebuah properti telah dibangun gudang dan penggunaannya
adalah gudang. Di kawasan properti itu berada, selain untuk
gudang dapat juga digunakan untuk kantor. Oleh karena itu, penilai
beranggapan bahwa agar dapat digunakan juga untuk kantor, perlu
biaya perbaikan sebesar Rp 375 juta.
Diprediksi bahwa kedua jenis properti akan mampu
menghasilkan NoI masing-masing sebesar Rp 225 juta dan Rp 225
juta. Sehingga diperoleh overall RoR adalah 12,5% untuk gudang
saja. Dngan demikian, HBU yang paling tepat adalah gudang.
Gudang &
Gudang Ruang Kantor
Modal yang diinvestasikan 1800 2175
NOI 225 225
Ro (Overall RoR) 12,5% 11,7%
2.4 Kondisi Penggunaan Properti
Jenis penggunaan properti bermacam-macam. Misalkan, sebagai bangunan
bersejarah, perumahan, perkantoran, pabrik, toko, apotek, pasar, ruko, rumah sakit,
klinik, tempat olahraga, rekreasi, hotel, wisma, bengkel, gudang, pertanian, gedung
pemerintahan, tempat ibadah, bangunan parkir, apartemen, pompa bensin, tangki
minyak, gedung sekolah, kebun binatang, perkebunan dan villa.
Perkembangan tata kota, pertambahan jumlah penduduk, pembangunan wilayah,
perkembangan perekonomian dan lain-lain menyebabkan perubahan nilai properti
(penggunaan properti). Appraisal Institute (2001) menjelaskan bahwa jika pembangunan
dan penggunaan properti sudah sesuai dengan tata kota (zoning), tidak berarti sudah
memenuhi HBU, karena terdapat beberapa keadaan, yaitu :
1) Single Use Situation
Situasi penggunaan tunggal (single use situation) adalah penggunaan
yang tidak seperti biasa (unik). Contohnya museum atau cagar budaya. Oleh
karena itu, nilai tanah didasarkan pada kegunaan tersebut saja dan bukan
penggunaan pada umumnya. Biasanya penggunaan seperti ini tidak bisa
diubah ke penggunaan yang lain karena sudah ditetapkan oleh peraturan
daerah. Ciri situasi ini adalah sangat sulit bahkan tidak ada data transaksi jual
beli.
2) Interim Use
Penggunaan sementara (interim use) adalah penggunaan sementara
lahan (properti) yang dikembangkan yang ditetapkan sampai dengan lahan
tersebut siap dengan HBU di masa depan. Ada kemungkinan, pengembangan
di atas lahan tersebut akan memberikan kontribsi terhadap nilai, tetapi bisa
juga tidak memberikan kontribusi terhadap nilai. Jika di atas lahan tersebut
terdapat pengembangan, dapat juga dipertimbangkan demolition cost.
3) Legally Non-Comforming Use
Karena telah terjadi perubahan zoning, penggunaaan properti tertentu
sudah tidak sesuai lagi dengan zoning yang ada, tetapi secara hukum sah-sah
saja. Contohnya perubahan kawasan perumahan menjadi kawasan
perniagaan.
4) Uses that are not Highest and Best
Situasi ini dapat berupa :
i. HBU-nya tetap, dan tidak ada keusangan ekonomi (external
obsolescece). Kemungkinan yang terjadi adalah umur bangunan
sudah tua atau ketinggalan zaman, sehingga terjadi penurunan
kemampuan menghasilakn NoI (net operating income) karena
kalah bersaing dengan bangunan yang baru.
ii. HBU-nya berubah. Karna terdapat external obsolescece. Salah
satu contohnya adalah perumahan yang berada dilingkungan
kawasan industri.
5) Multiple Use
Penggunaan jamak (multiple use) adalah berkumpulnya lebih dari satu
penggunaan di atas suatu lahan. Misalnya untuk hotel, mall, apartemen, dan
lain-lain. Akibat dari situasi ini adalah jumlah nilai properti secara terpisah
bisa lebih tinggi, sama, atau lebih rendah dari nilai keseluruhuan. Contoh
situasi ini adalah antara lain:
i. Rest Area pada jalan tol yang di dalamnya terdapat SPBU, retail,
rumah makan
ii. Lapangan golf yang di dalamnya terdapat hotel, villa, rekreasi,
kondominium
iii. Perkebunan yang di dalamnya terdapat fasilitas rekreasi,
perkemahan, outbond dan lain-lain
6) Special Purpose Use
Penggunaan bertujuan khusus (special purpose use) berbeda dengan
single use situation. Special purpose use hanya sesuai untuk satu tujuan
tertentu, sehingga kita susah menentukan kegunaan yang lain. Kesulitan ini
terkait juga dengan situasi ekonomi tidak mendukung penggunaan saat ini.
Contohnya pabrik gula di Pulau Jawa.
7) Speculative Use
Penggunaan spekulasi (speculative use) terjadi jika peraturan tata kota
mengizinkan tanah (lahan) digunakan untuk berbagai penggunaan.
Penggunaan ini didukung atau tidak didukung oleh situasi ekonomi. Oleh
karena itu, jenis penggunaan lahan tersebut dapat dikatakan bersifat
spekulatif dan sulit diprediksi. Namun penggunaan jenis tertentu masih dapat
diprediksi berdasarkan sebagian sifat fisik yang ada, misalnya luas lahan.
8) Excess Land
Pada tanah berlebih (excess land), tanah yang ada mungkin tidak
diperlukan atau tidak mendukung atau mengakomodasi penggunaan properti
tertentu. Salah satu contoh adalah dua bidang tanah dengan luas yang sama
tetapi bentuknya berbeda. Yang satu berbentuk persegi panjang sementara
yang lain berbentuk trapesium. Nilai tanah yang berbentuk persegi panjang
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan trapesium.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Highest and Best Uses adalah dayaguna yang maksimal dari lahan yang secara fisik
dimungkinkan dan paling mungkin digunakan, secara hukum diizinkan dan secara
keuangan layak.
2. Analisis HBU adalah analisis terhadap kegunaaan terbaik dan tertinggi dari suatu
bidang tanah kosong (vacant land) ataupun tanah yang dianggap kosong (land as
vacant).
3. Tujuan analisis HBU adalah memberikan gambaran tentang penggunaan tanah yang
paling sesuai bagi properti sehingga memperoleh nilai tertinggi tanah tersebut.
4. Appraisal Institute (2001) mendefinisikan HBU sebagai “the reasonable probable and
legal use of vacant land and improved property, which is physically posible,
appropriately supported, financially feasible and that results in the highest value.
5. properti dikatakan memiliki HBU yang tepat jika telah memenuhi empat kriteria,
yaitu : Hukum (peraturan), Fisik, Finansial dan Produktivitas.
6. Pengujian HBU dilakukan setelah kriteria hukum dan fisik terpenuhi. Lebih tepatnya,
pengujian ini dilakukan untuk memenuhi kriteria finansial dan produktifitas.
7. Appraisal Institute (2001) menjelaskan bahwa jika pembangunan dan penggunaan
properti sudah sesuai dengan tata kota (zoning), tidak berarti sudah memenuhi HBU,
karena terdapat beberapa keadaan, yaitu : Single Use Situation, Interim Use. Legally
Non-Comforming Use, Uses that are not Highest and Best, Multiple Use, Special
Purpose Use, Speculative Use dan Excess Land.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Supriyanto, Heru. 2011. Penilaian Properti Tujuan PBB. Jakarta : Indeks.

Anda mungkin juga menyukai