Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH EKONOMI MIKRO

SEWA TANAH

Disusun oleh :
Nama
NIM

: HARIDIN
: 3403150245

Nama
NIM

: DEDEN PRATAMA
: 3403150246

Nama
NIM

: AIF SAEPUDIN
: 3403150255

Nama
NIM

: BIMO HANGGORO AJI


: 3403150236

Nama
NIM

: DEVI PERMATASARI
: 3403150223

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GALUH
CIAMIS
2015

KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis bisa
menyelesaikan skripsi penelitian ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam
semoga tercurah limpahkan kepada Nabi besar yakni Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan sahabatnya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyusunan skripsi penelitian ini.
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat
kekurangan karena penulis masih dalam tahap pembelajaran. Namun, penulis
tetap berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Kritik dan saran dari penulisan makalah ini sangat penulis harapkan untuk
perbaikan dan penyempurnaan pada makalah penulis berikutnya. Untuk itu
penulis ucapkan terima kasih.

Banjar, Oktober 2015


Penulis

DAFTAR ISI
KATA

PENGANTAR
i

DAFTAR

ISI
ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar

Belakang

1
B. Rumusan

Masalah

3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian

Sewa

Tanah

4
B. Sejarah Sistem Sewa Tanah dan Pelaksanaan Sewa Tanah di
Indonesia
8
1. Sistem Sewa Tanah Masa Raffles (1811-1816)
..................................................................................................
..................................................................................................
8
2. Pelaksanaan
Sistem
Sewa
Tanah
di
Indonesia
..................................................................................................
..................................................................................................
12

3. Penilaian
..................................................................................................
..................................................................................................
16
4. Kegagalan
Sistem
Sewa
Tanah
..................................................................................................
..................................................................................................
18
C. Teori

Sewa

Tanah

20
1. Teori
David
Ricardo
..................................................................................................
..................................................................................................
20
2. Teori
Von
Thunen
..................................................................................................
..................................................................................................
21
3. Teori
Harga
Derivasi
Tanah
..................................................................................................
..................................................................................................
22
D. Keuntungan

dan

Kerugian

23
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
24
B. Saran
25
DAFTAR PUSTAKA

Sewa

Tanah

BAB I
LATAR BELAKANG

A. Latar Belakang
Tanah

merupakan

kebutuhan

dasar

setiap

manusia.

Manusia

beraktifitas, bermasyarakat, dan dalam melangsungkan kehidupannya


memerlukan tanah, yang hidup dengan memanfaatkan sumber daya alam yang
ada baik di permukaan, di dalam tubuh bumi, maupun di atas permukaan
bumi. Demikian besar keberadaan tanah bagi kehidupan, sehingga tanah
menjadi bagian dasar dari kebutuhan manusia.
Tanah juga merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki
nilai ekonomis dan nilai sosial yang tinggi. Tanah tidak dapat diproduksi
ataupun diperbaharui seperti sumber daya alam yang lain yang dapat
tergantikan.
Perbandingan antara ketersediaan tanah sebagai sumber daya alam
yang langka di satu sisi dan pertambahan jumlah penduduk dengan berbagai
pemenuhan kebutuhannya akan tanah disisi lain, tidak mudah dicari titik
temunya. Dengan perkataan lain, akses untuk memperoleh dan memanfaatkan
tanah untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia itu belum dapat dinikmati
oleh setiap orang yang antara lain disebabkan karena perbedaan dalam akses
modal.
Dalam ekonomi yang paling penting adalah bagaimana caranya
mengalokasikan tanah pada berbagai alternatif pemakaian. Teori sewa tanah

dan alokasi tanah dapat dipergunakan untuk menganalisis pemanfaatan tanah.


Pada dasarnya teori tentang sewa tanah dan alokasi tanah merupakan bagian
dari teori mikro ekonomi tentang alokasi dan penentuan harga faktor-faktor
produksi. Seperti halnya upah yang merupakan harga bagi jasa tenaga kerja,
maka sewa tanah adalah harga atas jasa tanah, sehingga sesuai dengan itu
harga menunjukkan faktor penentu bagi penyesuaian penggunaan input (faktor
produksi) dan output (hasil) di pasar.
Pengertian nilai tanah dan sewa tanah dikaitkan seperti halnya nilai
suatu aktiva dengan nilai (harga) hasil jasa yang diakibatkan oleh penggunaan
aktiva tersebut. Suatu aktiva fisik itu bernilai karena aktiva itu memberikan
hasil (manfaat) selama suatu periode tertentu. Demikian juga, sewa tanah
adalah harga/nilai jasa yang dihasilkan oleh tanah selama suatu periode
tertentu, misalnya tahun. Oleh karena itu suatu sewa tanah memiliki dua
dimensi pengukuran yaitu waktu dan unit. Sebagai contoh, sewa tanah
biasanya dinyatakan dalam rupiah per meter persegi per tahun. Sementara itu
harga suatu aktiva adalah present value (nilai sekarang) atau nilai sewa yang
dikapitalisasikan yang dihasilkan oleh aktiva tersebut selama periode hidup
aktiva tersebut.
Aktiva buatan manusia seperti gedung dan mesin, nilainya akan
merosot karena waktu dan pengabaian. Peruntukan tanah yang sudah lama
untuk pertanian juga mengalami penurunan nilai. Pengertian nilai tanah juga
dibedakan antara tanah yang diusahakan (improved land) dan tanah yang tidak
diusahakan (uninproved land). Di kota, peruntukan tanah pada umumnya

masih harus ditambah dengan suatu bangunan yang diletakkan di atas tanah
yang bersangkutan. Nilai tanah yang tidak diusahakan adalah harga tanah
tanpa bangunan diatasnya. Sedangkan nilai tanah yang diusahakan adalah
harga tanah ditambah dengan harga bangunan yang terdapat diatasnya.
Ada beberapa bentuk dan cara mengubah tanah tidak diusahakan
menjadi tanah diusahakan dengan cara :
1. Pembuatan bangunan.
2. Penanaman pohon.
Bangunan-bangunan semacam itu merupakan salah satu bentuk dan
investasi yang secara langsung dapat mempengaruhi nilai pasar dari tanah
yang bersangkutan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Apakah pengertian sewa tanah?
2. Bagaimanakah sejarah sistem sewa tanah dan pelaksanaan sewa tanah di
Indonesia?
3. Bagaimanakah teori tentang sewa tanah?
4. Apakah keuntungan dan kerugian sewa tanah?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sewa Tanah


Tanah merupakan sumber daya material dan sumber terpenting, tanah
merupakan lapisan teratas dan dalam lapisan inilah hidup beraneka ragam
makhluk termasuk manusia, menjelaskan bahwa tanah dianggap sebagai
satusatunya sumber untuk mendapatkan pendapatan dan kekayaan, dan sector
pertanian merupakan kegiatan produktif, tanah juga diyakini mengandung
kemampuan untuk menghasilkan produksi dalam jumlah dan mutu yang
melebihi (menciptakan surplus) bahan mentah dan peralatan yang digunakan
dalam menghasilkan produk bersih.
Faktor tanah Secara teoritis dibahas berkenaan dengan nilai sewa atas
tanah, apakah dimasukkan dalam harga perolehan atau bagian yang harus
dinikmati oleh pemilik tanah (residu) penjelasan terhadap tanah dalam
perekonomian Imbalan jasa untuk penggunaan tanah tidak dianggap sebagai
faktor menentukan harga, melainkan sewa tanah (land rent) merupakan residu,
suatu unsur sisa hasil (residual) dari harga barang, bagian residu itu jatuh pada
dan dinikmati oleh pemilik/penguasa tanah. Sewa tanah bukan merupakan
komponen dalam biaya produksi yang menentukan harga barang, melainkan
tinggi-rendahnya upah beserta bunga dan laba yang menjadi faktor yang
menentukan tinggi dan rendah harga barang.

Sementara itu David Ricardo menjelaskan bahwa sewa tanah timbul


karena kekurangan tanah, dan terbatasnya kesuburan tanah. Sewa tanah
merupakan ganti kerugian yang harus dibayar kepada pemilik tanah untuk
pemakaian. Harga dari hasil-hasil pertanian akan tergantung pada pada jumlah
kerja yang dipergunakan untuk memproduksi hasil pertanian tersebut.
Sumbangan Ricardo adalah distribusi pendapatan berkenaan dengan
tanah sebagai faktor produksi dengan mengemukakan praktis. Teori distribus
Ricardo mengandung tiga element yaitu teori sewa, sebuah teori untuk
menjelaskan upah dan sebuah teori laba. Teorinya memperlihatkan bagaimana
pendapatan nasional dibagi menjadi tiga kategori dan apa yang terjadi pada
sewa, upah dan laba ketika ekonomi tumbuh. Dalam menganalisis mengikuti
Multhus (1970) sebelumnya yaitu teori sewa differensial. Menurut teori
differensial sewa berasal dari perbedaan kesuburan dari berbagai bidang tanah.
Apabila tersedia persediaan tanah yang kaya dan subur yang berlimpah, orangorang tidak akan membayar untuk penggunaan tanah ini dan tidak akan ada
biaya sewa tanah.
Tetapi biasanya ada keterbatasan persediaan tanah yang baik. Ketika
sebagian tanah yang paling subur habis dipakai, maka bidang tanah yang
paling subur yang selanjutnya harus diolah juga. Keuntungan dari orang-orang
yang mempunyai tanah yang paling subur akan segera bertambah. Ketika
tanah yang dipakai semakin lama semakin memburuk kualitasnya, sewa
differensial akan naik. Ketika tanah kualitas ketiga ditanami, sewa tanah yang
kedua akan segera meningkat, dan diatur dengan perbedaan kemampuan

produktif mereka.Pada saat yang sama sewa untuk kualitas yang pertama akan
naik.
Sementara itu Schumacher (1973) mengemukakan bahwa tanah
merupakan faktor produksi penting namun merupakan faktor kedua, faedah
(utility) dan kemanfaatan tanah yang merupakan sumber daya yang perlu
dijaga (ekologis), tanah adalah tujuan, tanah merupakan meta-ekonomis,
keramat dalam pengertian bahwa tanah tidak bisa dibuat oleh manusia, maka
perlu dijaga kelestariannya, Schumacher juga menawarkan gagasan bahwa
dalam pengelolaan tanah perlu memenuhi tiga tugas utama yakni : (1)
Memelihara hubungan manusia dengan alam kehidupan, dimana manusia
merupakan bagian yang rapuh sekali, (2) untuk memberikan sifat yang lebih
manusiawi dan lebih mulia pada pemukiman manusia yang lebih luas (3)
menghasilkan pangan dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk hidup yang
layak.
Sewa tanah merupakan konsep penting dalam teori ekonomi
sumberdaya tanah, sewa tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ;
1. Sewa tanah (contract rent) sebagai pembayaran dari penyewa kepada
pemilikmelalukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu.
2. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) yang merupakan
surpluspendapatan diatas biaya produksi atau harga input tanah
yangmemungkinkan faktor produksi tanah dapat dimanfaatkan dalam
prosesproduksi.

Sewa Tanah (Land Rent) sebagai Surplus Ekonomi


Sewa Tanah secara sederhana dapat didefinisikan sebagai surplus
ekonomi yaitu kelebihan nilai produksi total diatas biaya total.
Penggunaan dari Nilai Produk dan Kurva Biaya untuk Ilustrasi Konsep
Land Rent yang merupakan Surplus Ekonomi setelahPembayaran Biaya
Produksi

Ilustrasi Perbedaan Kesuburan Tanah pada Besarnya Land Rent

B. Sejarah Sistem Sewa Tanah dan Pelaksanaan Sewa Tanah di Indonesia


1. Sistem Sewa Tanah Masa Raffles (1811-1816)
Kemenangan Inggris dalam perang melawan Belanda-Prancis,
menandai berakhirnya kekuasaan Belanda di Nusantara. Kekuasaan
Inggris di Indonesia mencakup Jawa, Palembang, Banjarmasin, Makassar,
Madura, dan Sunda Kecil. Pusat pemerintahan Inggris atas Indonesia
berkedudukan di Madras, India dengan Lord Minto sebagai gubernur
jenderal. Daerah bekas jajahan Belanda dipimpin oleh seorang letnan
gubernur yang bernama Stamford Raffles (1811-1816).
Selama pemerintahannya Raffles banyak melakukan pembaharuan
yang bersifat liberal di Indonesia. Pembaharuan yang dilakukan Raffles di
Indonesia secara teoritis mirip dengan pemikiran Dirk van Hogendorp
pada tahun 1799. Inti dari pemikiran kedua orang tersebut adalah
8

kebebasan berusaha bagi setiap orang, dan pemerintahan hanya berhak


menarik pajak tanah dari penggarap. Pemerintahan dijalankan untuk
mencapai kesejahteraan umum, dan kesadaran baru bahwa baik serikat
dagang, terlebih kekuasaan negara tidak mungkin bertahan hidup dengan
memeras masyarakatnya.
Gagasan Raffles mengenai sewa tanah ini dilatar belakangi oleh
keadaan Jawa yang tidak memuaskan dan tidak adanya kebebasan
berusaha. Gagasan dan cita-cita Raffles merupakan pengaruh dari Revolusi
Perancis yaitu prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaraan yang
semula tidak ada pada masa Belanda. Pada masa pemerintahan Belanda,
para pedagang pribumi dan Eropa mengalami kesulitan dalam hal
berdagang. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem monopoli yang
diterapkan pemerintah Belanda. Sistem monopoli yang diterapkan oleh
pemerintahan Belanda ini pada masa Raffles diganti dengan perdagangan
bebas.
Selain itu adanya paksaan dari pemerintah Belanda kepada para
petani untuk menyediakan barang dan jasa sesuai kebutuhan Belanda,
mengakibatkan matinya daya usaha rakyat. Oleh karena itu, pada masa
Raffles inilah masyarakat diberi kebebasan bekerja, bertanam, dan
penggunaan hasil usahanya sendiri. Pada masa Raffles para petani diberi
kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan ditanam.

Tidak adanya kepastian hukum pada masa pemerintahan Belanda,


telah mengakibatkan terjadinya kekacauan di berbagai daerah. Tidak
adanya perlindungan hukum untuk para para penduduk mengakibatkan
adanya sikap sewenang-wenang para penguasa pribumi. Tidak adanya
jaminan bagi para petani mengakibatkan hilangnya dorongan untuk maju.
Sesuai pernyataan Hogendorf, ia tidak percaya pendapat orang-orang
Eropa tentang kemalasan orang Jawa, karena apabila diberi kebebasan
menanam dan menjual hasilnya, petani-petani Jawa akan terdorong untuk
menghasilkan lebih banyak dari pada yang dicapai dibawah masa Belanda.
Jika kebebasan dan kepastian hukum dapat diwujudkan, untuk
mencapai kemakmuran orang-orang Jawa yang dahulunya tertindas akan
dapat berkembang. Masyarakat pun dengan keinginannya sendiri akan
menanam tanaman-tanaman yang diperlukan oleh perdagangan di Eropa.
Semua ini pada akhirnya juga akan menguntungkan bagi perekonomian
pihak Inggris.
Stelsel yang diterapkan pemerintah Belanda sangat ditentang oleh
Raffles, hal ini dikarenakan munculnya penindasan dan menghilangkan
dorongan untuk mengembangkan kerajinan. Secara makro kondisi ini akan
menyebabkan rendahnya pendapatan negara atau negara mengalami
kerugian. Pada hakikatnya pemerintahan Raffles menginginkan terciptanya
suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsur paksaan yang
dahulu melekat pada sistem penyerahan paksa dan pekerjaan rodi yang
dijalankan pemerintah Belanda.

10

Gambar: Thomas Stamford Raffles

Dalam pemerintahannya, Raffles menghendaki adanya sitem sewa


tanah atau dikenal jugadengan sistem pajak bumi dengan istilah landrente.
Dalam usahanya untuk melaksanakan sisten sewa tanah ini Raffles
berpegang pada tiga azas, yaitu:
1. Segala bentuk dan jenis penyerahan wajib maupun pekerjaan
rodi perlu dihapuskan dan rakyat tidak dipaksa untuk
menanam satu jenis tanaman, melainkan mereka diberi
kebebasan untuk menentukan jenis tanaman apa yang akan
ditanam.
2. Pengawasan tertinggi dan langsung dilakukan oleh pemerintah
atas tanah-tanah dengan menarik pendapatan atas tanah-tanah
dengan menarik pendapatan dan sewanya tanpa perantara
bupati-bupati, yang dikerjakan selanjutnya bagi mereka adalah
terbatas pada pekerjaan-pekerjaan umum
3. Menyewakan tanah-tanah yang diawasi pemerintah secara
langsung dalam persil-persil besar atau kecil, menurut
keadaan setempat, berdasarkan kontrak-kontrak untuk waktu
yang terbatas.

11

Adanya suatu aparatur pemerintahan yang terdiri dari orang-orang


Eropa dan mengesampingkan peranan penguasa pribumi (para bupati),
menurut Raffles hal ini adalah salah satu tindakan penghapusan feodalisme
Jawa. Para bupati dialih fungsinya menjadi pengawas ketertiban dan tidak
boleh ikut dalam pemungutan pajak tanah (landrente). Tentang persewaan
tanah, menurut Raffles pemerintah (gubernemen) sebagai pengganti rajaraja Indonesia merupakan pemilik semua tanah-tanah sehingga dengan
demikian mereka boleh menyewakan tanah-tanah tersebut, yaitu dengan
menuntut sewa tanah berupa pajak tanah maka pendapat negara akan baik.
Untuk menentukan besarnya pajak, tanah dibagi menjadi tiga
kelas,yaitu:
Kelas I, yaitu tanah yang subur, dikenakan pajak setengah dari hasil
bruto.
Kelas II, yaitu tanah setengah subur, dikenakan pajak sepertiga darihasil
bruto.
Kelas III, yaitu tanah tandus, dikenakan pajak dua per lima dari hasil
bruto.
2. Pelaksanaan Sistem Sewa Tanah di Indonesia
Sewa tanah diperkenalkan di Jawa semasa pemerintahan peralihan
Inggris (1811-1816) oleh Gubernur Jenderal Stamford Raffles, yang
banyak menghinpun gagasan sewa tanah dari sistem pendapatan dari tanah

12

India-Inggris. Sewa tanah didasarkan pada pemikiran pokok mengenai hak


penguasa sebagai pemilik semua tanah yang ada.
Thomas Stamford Raffles menyebut Sistem Sewa tanah dengan
istilah landrente. Peter Boomgard (2004:57) menyatakan bahwa: Kita
perlu membedakan antara landrente sebagai suatu pajak bumi atau
lebihtepat pajak hasil tanah, yang diperkenalkan tahun 1813 dan masih
terus dipungut pada akhir periode colonial, dan andrente sebagai suatu
sistem (Belanda: Landrente Stelsel), yang berlaku antara tahun 1813
sampai 1830.
Tanah disewakan kepada kepala-kepala desa di seluruh Jawa yang
pada gilirannya bertanggungjawab membagi tanah dan memungut sewa
tanah tersebut. sistem sewa tanah ini pada mulanya dapat dibayar dengan
uang atau barang, tetapi selanjutnya pembayarannya menggunakan uang.
Gubernur Jenderal Stamford Raffles ingin menciptakan suatu sistem
ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsur paksaan, dan dalam rangka
kerjasama dengan raja-raja dan para bupati.
Kepada para petani, Gubernur Jenderal Stamford Raffles ingin
memberikan kepastian hukum dan kebebasan berusaha melalui sistem
sewa tanah tersebut. Kebijakan Gubernur Jenderal Stamford Raffles ini,
pada dasarnya dipengaruhi oleh semboyan revolusi Perancis dengan
semboyannya mengenai Libertie (kebebasan), Egaliie (persamaan), dan
Franternitie (persaudaraan). Hal tersebut membuat sistem liberal

13

diterapkan dalam sewa tanah, di mana unsur-unsur kerjasama dengan rajaraja dan para bupati mulai diminimalisir keberadaannya.
Sehingga hal tersebut berpengaruh pada perangkat pelaksana dalam
sewa tanah, di mana Gubernur Jenderal Stamford Raffles banyak
memanfaatkan colonial (Inggris) sebagai perangkat (struktur pelaksana)
sewa tanah, dari pemungutan sampai pada pengadministrasian sewa tanah.
Meskipun keberadaan dari para bupati sebagai pemungut pajak telah
dihapuskan, namun sebagai penggantinya mereka dijadikan bagian integral
(struktur) dari pemerintahan colonial, dengan melaksanakan proyekproyek pekerjaan umum untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk.
Tiga aspek pelaksanaan sistem sewa tanah:
1. Penyelenggaraan sistem pemerintahan atas dasar modern
Pergantian dari sistem pemerintahan yang tidak langsung yaitu
pemerintahan yang dilaksanakan oleh para raja-raja dan kepala desa.
Penggantian

pemerintahan

tersebut

berarti

bahwa

kekuasaan

tradisional raja-raja dan kepala tradisional sangat dikurangi dan


sumber-sumber penghasilan tradisional mereka dikurangi ataupun
ditiadakan. Kemudian fungsi para pemimpin tradisional tersebut
digantikan oleh para pegawai-pegawai Eropa.
2. Pelaksanaan pemungutan sewa
Pelaksanaan pemungutan sewa selama pada masa VOC adalah pajak
kolektif, dalam artian pajak tersebut dipungut bukan dasar perhitungan
perorangan tapi seluruh desa. Pada masa sewa tanah hal ini digantikan
menjadi pajak adalah kewajiban tiap-tiap orang bukan seluruh desa.
3. Pananaman tanaman dagangan untuk dieksport

14

Pada masa sewa tanah ini terjadi penurunan dari sisi ekspor, misalnya
tanaman kopi yang merupakan komoditas ekspor pada awal abad ke19 pada masa sistem sewa tanah mengalami kegagalan, hal ini karena
kurangnya pengalaman para petani dalam menjual tanaman-tanaman
mereka di pasar bebas, karena para petani dibebaskan menjual sendiri
tanaman yang mereka tanam.
Dua hal yang ingin dicapai oleh raffles melalui sistem sewa tanah
ini adalah:
1. Memberikan kebebasan berusaha kepada para petani Jawa melalui
pajak tanah.
2. Mengefektifkan sistem administrasi Eropa yang berarti penduduk
pribumi akan mengenal ide-ide Eropa mengenai kejujuran, ekonomi,
dan keadilan.
Pada sistem sewa tanah rakyat tetap saja harus membayar pajak
kepada pemerintah. Rakyat diposisikan sebagai penyewa tanah, karena
tanah adalah milik pemerintah sehingga untuk memanfaatkan tanah
tersebut untuk menghasilkan tanaman yang nantinya akan dijual dan uang
yang didapatkan sebagian kemudian digunakan untuk membayar pajak dan
sewa tanah tersebut. Pada masa ini sistem feodalisme dikurangi, sehingga
para kepala adat yang dahulunya memdapatkan hak-hak atau pendapatan
yang bisa dikatakan irasional, kemudian dikurangi.
Setiap orang dibebaskan menanam apa saja untuk tanaman ekspor,
dan bebas menjualnya kepada siapa saja di pasar yang telah disediakan
oleh pemerintah. Tetapi karena kecenderungan rakyat yang telah terbiasa

15

dengan tanam paksa dimana mereka hanya menanam saja, untuk mernjual
tanaman yang mereka tanam tentu saja mengalami kesulitan, sehingga
mereka kemudian menyerahkan urusan menjual hasil pertanian kepada
para kepala-kepala desa untuk menjualnya di pasar bebas. Tentu saja hal
ini berakibat pada banyaknya korupsi dan penyelewengan yang dilakukan
oleh para kepala desa tersebut.
3. Penilaian
Pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama masa sistem sewa
tanah berlaku, baik selama pemerintah sementara Inggris di bawah Raffles
maupun selama pemerintahan Belanda di bawah para Komisaris Jenderal
dan Gubernur Jenderal Van Der Capellen, menunjukkan bahwa usaha
untuk mengesampingkan para Bupati dan kepala-kepala Desa tidak
berhasil. Ternyata mau tidak mau struktur feodal yang berlaku di
masyarakat tradisional Jawa khususnya gengsi sosial yang dimilikipara
Bupati dan Kepala Desa, perlu di mobilisasi lagi oleh pemerintah kolonial
jika mereka mau mencapai tujuan mereka untuk mendorong penduduk
menanam tanaman perdagangan yang diinginkannya. Oleh karena itu
pelaksanaan sistem tanah ini tidak merata (uneven). Kadang-kadang di
beberapa tempat terdapat penanaman secara bebas, tetapi penanaman
bebas ini hanya formalitas belaka.
Sistem sewa tanah ini mengakibatkan lebih meresapnya pengaruh
politik maupun pengaruh sosial samapi batas tertentu ke dalam masyarakat
Jawa, oleh karena usaha mengesampingkan para bupati untuk langsung

16

berhubungan dengan para petani sendiri. Walaupun para bupati dapat di


kesampingkan, hal yang tidak dapat dilakukan dengan kepala-kepala desa,
yang harus dikerahkan untuk pemungutan pajak tanah. Oleh karena itu
usaha sistem sewa tanah untuk mengandakan hubungan langsung dengan
para produsen tanaman dagangan itu sendiri tidak berhasil.
Ditinjau dari tujuan untuk meningkatkan tingkat kemakmuran
penduduk di Jawa dan merangsang produksi tanaman dagangan, sistem
sewa tanah dapat dikatakan telah mengalami kegagalan. Usaha-usaha
untuk menghapus struktur masyarakat yang tradisional (feodal) dan
memberikan kepastian hukum yang lebih besar kepada penduduk pun
tidak berhasil.
Sebab-sebab kegagalan sistem sewa tanah yang diterapkan Raffles
di Jawa karena Raffles memperkenalkan kebijaksanaannya sangat di
pengaruhi oleh azas-azas kolonial Inggris yang telah di tempuh di India.
Kesalahan-kesalahan Raffles ialah bahwa ia mungkin telah melebihlebihkan persamaan persamaan yang menurut ia terdapat antara India dan
Jawa sedangkan sebenarnya terdapat perbedaan-perbedaan yang besar
dalam susunan masyarakat maupun dalam tingkat perkembamgan
ekonomi.
Pada umumnya bahwa tingkat perkembangan ekonomi India
adalah lebih tinggi daripada di Jawa. Misalnya :
1. Di India sudah mengenal ekonomi uang (money economy) sejak abad
ke 16 dan antara berbagai daerah di India terdapat lalu lintas

17

perdagangan yang ramai, yang menunjukkan bahwa desa-desa di India


bukan merupakan desa-desa yang hanya dapat mencukupi kebutuhan
kebutuhan mereka sendiri. Bahkan India juga mengenal perdagangan
ekspor yang cukup ramai.
2. Dibandingkan di Jawa keadaan ekonominya pada abad ke 19 masih
menunjukkan

gambaran

ekonomi

yang

menyeluruh.

Bahkan

sebaliknya hanya berdasarkan yang terlihat, yaitu desa-desa yang pada


umumnya hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri tanpa banyak
mengadakan perdagangan apalagi perdagangan ekspor. Selain kopi
yang di peroleh dari penanaman paksa, Jawa pada abad ke 19 hanya
mengekspor beras dalam jumlah yang terbatas dan beberapa barang
lainnya yng tidak begitu berarti, yang di ekspor ke kepulauan Maluku.
Uraian diatas telah memperlihatkan mengapa kebijaksanaan
Raffles yang kemudian di teruskan oleh pemerintah Hindia-Belanda
sampai tahun 1830, mengalami kegagalan. Berlainan dengan rakyat India,
penduduk di Jawa tidak biasa menghasilkan tanaman-tanaman untuk di
ekspor atas usaha dan praktek mereka sendiri. Jika mereka tidak mendapat
perintah dari atasan mereka, mereka tidak akan menanam tanaman
dagangan yang menguntungkan sekalipun, melainkan hanya tanaman
makanan. Hal ini sesuai dengan sifat ekonomi desa di Jawa yang bersifat
memenuhi kebutuhan sendiri (self-sufficient).
4. Kegagalan Sistem Sewa Tanah
Pelaksanaan sistem sewa tanah yang dilakukan Gubernur Jendral
Thomas Stamford Raffles pada sistem pertanahan di Indonesia menemui

18

beberapa kegagalan. Sistem sewa tanah yang diberlakukan ternyata


memiliki kecenderungan tidak cocok bagi pertanahan milik penduduk
pribumi di Indonesia. Sistem sewa tanah tersebut tidak berjalan lama, hal
itu di sebabkan beberapa faktor dan mendorong sistem tersebut untuk
tumbang kemudian gagal dalam peranannya mengembangkan kejayaan
kolonisasi Inggris di Indonesia. Beberapa faktor kegagalan sistem sewa
tanah antara lain ialah:
1. Keuangan negara yang terbatas, memberikan dampak pada minimnya
pengembangan pertanian.
2. Pegawai-pegawai negara yang cakap jumlahnya cukup sedikit, selain
karena hanya diduduki oleh para kalangan pemerinah Inggris sendiri,
pegawai yang jumlahnya sedikit tersebut kurang berpengalaman dalam
mengelola sistem sewa tanah tersebut.
3. Masyarakat Indonesia pada masa itu belum mengenal perdagangan
eksport seperti India yang pernah mengalami sistem sewa tanah dari
penjajahan Inggris. Dimana pada abad ke-9, masyarakat Jawa masih
mengenal sistem pertanian sederhana, dan hanya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan sendiri. Sehingga penerapan sistem sewa tanah
sulit diberlakukan karena motifasi masyarakat untuk meningkatkan
produksifitas pertaniannya dalam penjualan ke pasar bebas belum
disadari betul.
4. Masyarakat Indonesia terutama di desa masih terikat dengan
feodalisme dan belum mengenal ekonomi uang, sehingga motifasi
masyarakat untuk memperoleh keuntungan dari produksifitas hasil
pertanian belum disadari betul.

19

5. Pajak tanah yang terlalu tinggi, sehingga banyak tanah yang terlantar
tidak di garap, dan dapat menurunkan produksifitas hasil pertanian.
6. Adanya pegawai yang bertindak sewenang-wenang dan korup.
7. Singkatnya masa jabatan Raffles yang hanya bertahan lima tahun,
sehingga ia belum sempat memperbaiki kelemahan dan penyimpangan
dalam sistem sewa tanah.
Secara garis besar kegagalan Raffles dalam sistem sewa tanah di
Jawa terkendala akan susunan kebiasaan masyarakat Indonesia sendiri.
Dimana Raffles memberlakukan sistem yang sama antara India yang lebih
maju dalam perekonomiannya pada Indonesia yang masa itu masi cukup
sederhana dimana sifat ekonomi desa di Jawa yang bersifat self suffcient.
C. Teori Sewa Tanah
1. Teori David Ricardo
Teori ini dikemukakan oleh David Ricardo dan merupakan
pengembangan dari pendapat Adam Smith. Menurut David Ricardo,
perbedaan sewa tanah terjadi karena adanya perbedaan kesuburan tanah.
Tanah yang subur akan menerima sewa tanah yang lebih tinggi disbanding
tanah yang tidak subur. Mengapa demikian? Karena tanah yang subur
mampu memberikan hasil yang lebih banyak dibanding tanah yang tidak
subur. Dengan demikian, tinggi rendahnya sewa tanah bergantung pada
tingkat kesuburan tanahnya. Sewa tanah yang berbeda disebut dengan
istilah di fferential rent (yang berasal dari kata rent = sewa dan di
fferential = berbeda). Sehingga, teori David Ricardo disebut juga dengan
istilah Teori Sewa Tanah Diferensial.

20

Pada umumnya petani akan mengolah terlebih dahulu tanah yang


subur karena memberikan hasil yang memuaskan. Tetapi sekarang ini
tanah yang tidak subur dan gersang juga sudah diolah. Jumlah penduduk
yang semakin bertambah (mencapai 6 miliar) dan kemajuan teknologi
telah mendorong manusia untuk mengolah tanah yang tidak subur dan
gersang. Dewasa ini, di negara-negara Timur Tengah pun dengan
menggunakan teknologi pertanian yang modern telah mampu mengolah
tanah yang gersang menjadi lahan pertanian yang subur, menghijau dan
menghasilkan aneka sayursayuran dan buah-buahan.
Teori David Ricardo hanya memperhitungkan tinggi rendahnya
sewa

tanah

berdasarkan

tingkat

kesuburan

tanah

dan

belum

memperhitungkan letak tanah yang ternyata juga mampu memengaruhi


tinggi rendahnya sewa tanah.
2. Teori Von Thunen
Von Thunen mengembangkan Teori David Ricardo dengan
menambahkan letak tanah sebagai faktor yang mampu memengaruhi
tinggi rendahnya sewa tanah. Beberapa bidang tanah yang memiliki
tingkat kesuburan yang sama tetapi letaknya berbeda-beda (ada yang dekat
pasar, dekat jalan raya, dekat pabrik atau jauh di pedalaman) tentu
memiliki sewa tanah yang berbeda-beda. Menurut Von Thunen, tanah yang
subur dan letaknya strategis (mudah dijangkau atau dekat kota) memiliki
sewa tanah yang mahal, karena letak yang strategis memudahkan hasil
pertanian cepat diangkut ke tempat-tempat penjualan dengan biaya murah.

21

Dalam kenyataan sehari-hari, ada bermacam-macam kegiatan


ekonomi seperti kegiatan di terminal, pasar, pusat-pusat perbelanjaan,
perusahaan, dan pusat perkantoran yang memerlukan tempat-tempat
strategis dan tidak terlalu mengutamakan unsur kesuburan tanah. Dalam
kasus demikian, factor utama yang menentukan tinggi rendahnya sewa
tanah adalah letak tanah. Semakin strategis letak tanah semakin mahal
pula sewa tanah.
3. Teori Harga Derivasi Tanah
Menurut teori ini, tinggi rendahnya sewa tanah ditentukan oleh
tinggi rendahnya permintaan barang yang dihasilkan oleh tanah tersebut.
Contoh, bila permintaan akan padi meningkat maka petani akan berusaha
menambah permintaan akan tanah untuk ditanami padi. Karena permintaan
tanah meningkat maka sewa tanah juga akan meningkat. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya sewa tanah
ditentukan oleh tinggi rendahnya permintaan barang yang dihasilkan oleh
tanah tersebut (padi).
Salah satu cara dalam menentukan nilai atau faktor produksi yang
berasal dari alam seperti tanah adalah dengan menggunakan konsep yang
disebut sewa tanah (economic rent)

Yang dimaksud economic rent adalah perbedaan nilai produk yang


dihasilkan oleh tanah tersebut dikurangi dengan seluruh biaya produksi

22

tidak termasuk pajak atau royalti, danpungutan lainnya serta laba yang
layak yang harus diterima oleh pengusaha.
Faktor-Faktor Yang Menentukan Harga Tanah
Unsur-Unsur yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya harga tanah
yaitu;
a.
b.
c.
d.

Kegunaan dan Kepuasan (utility)


Kelangkaan (scarcity)
Permintaan (demand)
Kemudahan untuk dipindahkan (transferability)

D. Keuntungan dan Kerugian Sewa Tanah


1. Keuntungan
a. Tranksanksi pembayaran lebih murah
b. Biasanya tanah sewaan itu luas
2. Kerugian
a. Belum tetap jadi kita masih bayar ke pemilik perperiode
b. Sewa tanah kalau untuk di bangun rumah sulit membangun harus tidak
permanen

23

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam ekonomi yang paling penting adalah bagaimana caranya
mengalokasikan tanah pada berbagai alternatif pemakaian. Teori sewa tanah
dan alokasi tanah dapat dipergunakan untuk menganalisis pemanfaatan tanah.
Pada dasarnya teori tentang sewa tanah dan alokasi tanah merupakan bagian
dari teori mikro ekonomi tentang alokasi dan penentuan harga faktor-faktor
produksi. Seperti halnya upah yang merupakan harga bagi jasa tenaga kerja,
maka sewa tanah adalah harga atas jasa tanah, sehingga sesuai dengan itu
harga menunjukkan faktor penentu bagi penyesuaian penggunaan input (faktor
produksi) dan output (hasil) di pasar.
Pengertian nilai tanah dan sewa tanah dikaitkan seperti halnya nilai
suatu aktiva dengan nilai (harga) hasil jasa yang diakibatkan oleh penggunaan
aktiva tersebut. Suatu aktiva fisik itu bernilai karena aktiva itu memberikan
hasil (manfaat) selama suatu periode tertentu. Demikian juga, sewa tanah
adalah harga/nilai jasa yang dihasilkan oleh tanah selama suatu periode
tertentu, misalnya tahun. Oleh karena itu suatu sewa tanah memiliki dua
dimensi pengukuran yaitu waktu dan unit. Sebagai contoh, sewa tanah
biasanya dinyatakan dalam rupiah per meter persegi per tahun. Sementara itu
harga suatu aktiva adalah present value (nilai sekarang) atau nilai sewa yang

24

dikapitalisasikan yang dihasilkan oleh aktiva tersebut selama periode hidup


aktiva tersebut.
Sewa tanah merupakan konsep penting dalam teori ekonomi
sumberdaya tanah, sewa tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu ;
1. Sewa tanah (contract rent) sebagai pembayaran dari penyewa kepada
pemilikmelalukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu.
2. Keuntungan usaha (economic rent atau land rent) yang merupakan
surpluspendapatan diatas biaya produksi atau harga input tanah
yangmemungkinkan faktor produksi tanah dapat dimanfaatkan dalam
prosesproduksi.
B. Saran
Sewa tanah adalah suatu surplus dipandang dari sudut penawarannya,
tanah adalah sangat berbeda dengan faktor-faktor produksi yang lainnya. Ia
merupakan satu-satunya faktor produksi yang tidak dapat berubah
penawarannya. Tenaga kerja akan selalu bertambah, begitu juga dengan modal
dan keahlian keusahawanan. Juga dibandingkan harta tetap lainnya, seperti
misalnya rumah, bangunan perkantoran dan bangunan pertokoan, terdapat
perbedaan seperti yang dijelaskan tersebut. Harta-harta tetap yang belakangan
dinyatakan ini juga jumlahnya dapat ditambah. Oleh karena itu jika dilihat
dalam sisi ekonomi tanah sangatlah berharga dan perlu untuk diatur lebih
signifikan lagi.

25

DAFTAR PUSAKA

Sukirno, Sadono. Teori Pengantar Edisi Ketiga Mikro Ekonomi. PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1994.
Deliarnov. (2010). Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Al Ansari M.J. 2010. Masa Presejarah Sampai Masa Proklamasi Kemerdekaan.
Jakarta: Mitta Aksara Panaitan
Rickleft, M.C. 1998. Sejarah Indonesia Modern (terjemahan). Yogyakarta: Gajah
Mada University Press
Sujatmoko, Ivan. 2012. Sistem Sewa Tanah Masa Raffles.http://Sistem Sewa
Tanah Masa Raffles.htm diunduh pada 16 September 2013
__________.2011. Pemerintahan Hindia Belanda di Bawah Daendels. http://
Pemerintahan Hindia Belanda di Bawah Daendels (1808- 1811).htm
diunduh pada 16 September 2013
Sibuea,

Rain. 2011. Daendels dan Raffles di Nusantara. http://Rain


Sibuea/Daendels Dan Raffles Di Nusantara.htm diunduh pada 23
September 2013

Pusonegoro, Marwati Djoened. 1990. Sejarah Nasional Indonesia IV. Jakarta:


Balai Pustaka

26

Anda mungkin juga menyukai