Anda di halaman 1dari 53

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sering kita dengar tentang icon atau symbol yang sering diberikan kepada
Mahasiswa yaitu bahwa mahasiswa adalah sebagai “agen of change” dan “Agen of
Social Control” atau selalu kita kenal bahwa mahasiswa adalah symbol dari perubahan
tatanan masyarakat. Dan perlu diketahui dengan melakatnya simbol dan jargon-jargon
tersebut dipundak seorang mahasiswa, hal ini menunjukkan bahwa terdapat tanggung
jawab besar dipundak mahasiwa terhadap keberlangsungan stabilitas kehidupan sosial
kemasyarakatan.
Dari hal itulah mahasiswa tidak hanya memiliki kewajiban belajar tentang
beberapa teori-teori ilmu pengetahuan, tetapi mereka juga memiliki tanggung jawab
terhadap perubahan sosial yang ada. Mereka juga dituntut untuk mengabdi dan
mengaplikasikan apa yang telah mereka dapat dibangku kuliah secara praktis dan
bersentuhan langsung dengan problematikan masyarakat, karena mahasiswa adalah
juga merupakan bagian kecil dari masyarakat.
Berdasarkan “Tri Dharma Perguruan Tinggi” yang berisikan pendidikan dan
pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Maka terlihat jelas tugas dan peran mahasiswa
yaitu meliputi tiga aspek tersebut. Aspek pertama persoalan pendidikan dan pengajaran,
Mahasiswa telah menunaikannya dalam bangku kuliah dikampus, dengan mempelajari
beberapa teori ilmu pengetahuan. Aspek yang kedua Penelitian mereka juga telah
mendapatkannya dibangku kuliah yang berupa teknik-teknik serta teori-teori dalam
penelitian. Sedangkan aspek yang ketiga yaitu Pengabdian, seorang mahasiswa dituntut
terjun langsung untuk melakukan pengawalan terhadap perubahan sosial
kemasyarakatan, baik dalam hal pengembangan ekonomi masyarakat, pendidikan,
agama, kesehatan ataupun sosial politik masyarakat.
Sebagai media awal untuk memenuhi tanggung jawab mahasiswa dan
menunaikan ketiga rukun Tri Dharma perguruan tinggi tersebut, Perguruan tinggi—
IAIN Sunan Ampel Surabaya—mengadakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai
bentuk perwujudan ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi tersebut. Dalam KKN
mahasiswa tidak hanya mengabdi kepada masyarakat, tapi sekaligus mereka belajar

1
dari, bersama dan untuk masyarakat. Serta melakukan penelitian terhadap kondisi
sosial kemasyarakatannya, yang kemudian dirumuskan dalam suatu bentuk teori baru
dalam melakukan perubahan masyarakat menuju kehidupan yang sejahtera.
Dari itulah model KKN yang pakai sekarang ini adalah model KKN berbasis
PAR (Participatory Action Research). Model KKN PAR ini memiliki tiga Variabel
kunci yaitu, Partisipatoris, Action (aksi) dan Research (penelitian). Sedangkan
berdasarkan urutan metodologi kerja PAR ketiga Variabel tersebut dirumuskan sebagai
berikut :
1. Research (Penelitian), tahap ini adalah merupakan tahapan penelitian
tentang permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, permasalah
tersebut dipahami sedemikian mendalam dan mendetail sehingga masalah tersebut
bisa diketahui dengan jelas sebab dan akibatnya.
2. Action (aksi), setelah mengetahui masalah-masalah tersebut secara
mendalam dan mendetail, barulah masuk langkah yang kedua yaitu pencarian
alternative jalan keluar untuk memecahkan masalah tersebut, yang kemudian
diterjemah kedalam beberapa item program kerja yang akan dilaksanakan.
3. Pariticipatory, kedua aitem diatas dilaksanakan secara partisipatoris, artinya
dengan melibatkan seluruh komponen masayarakat dalam melakukan identifikasi
masalah serta teknik pemecahannya secara bersama-sama.
Dari ketiga prinsip PAR itulah mahasiswa bisa bersama-sama masyakat
melakukan identifikasi masalah, perencanaan, dan aksi untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan yang mereka hadapi. Disamping itu nuansa penelitian serta kritik yang
konstruktif terhadap kondisi masyarakat tersebut menjadi tugas independent mahasiswa
sebagai bentuk laporan pertangung jawaban atas keterlibatan mereka terhadap proses
perubahan yang dilakukan beserta masyarakat tersebut.
Walaupun pilihan KKN berbasis PAR ini masih dipertentangkan karena
bertolak belakang dengan paradigma positifistik, dimana keterlibatan masyarakat
dalam proses KKN ini sangat tampak jelas dan memiliki peran yang signifikan.
Masyakat tidak lagi menjadi objek, tetapi masyarakat bersama mahasiswa adalah
merupkan subjek dari proses tersebut. Tetapi peran mereka sangat berbeda, masyarakat
di sini berperan sebagai seorang yang telah menentukan masalahnya, meruskan,
merencanakan dan melaksanakan kegiatan kegiatan yang telah terencana, sementara

2
mahasiswa berperan sebagai pendorong, fasilitator, katalisator dan pendamping
masyarakat dalam merumuskan dan memecahkan masalah yang mereka hadapi.

B. Tujuan KKN
Adapun tujuan dari KKN-PAR ini terdiri dari dua bagian yang meliputi tujuan
umum dan tujuan khusus. Tujuan Umum dari KKN-PAR ini adalah untuk
meningkatkan kualitas peran IAIN Sunan Ampel dalam memberdayakan dan
mengembangkan masyarakat melalui pendampingan dalam rangka mewujudkan
masyarakat transformative menuju kehidupan masyarakat kritis yang agamis,
berkeadilan, mandiri dan demokratis. Sedangkan tujuan Khusus dari adanya KKN-PAR
ini meliputi peningkatan kesadaran akan tanggung jawab sosial mahasiswa dan civitas
akademika terhadap kehidupan masyarakat.
1. Menjadikan mahasiswa mampu belajar bersama masyarakat untuk
memahami dan memecahkan masalah sehinga memperoleh pengalaman dan
pengetahuan dari kehidupan nyata di masyarakat.
2. Mempertajam kepekaan, empati, simpati dan kepedulian sosial mahasiswa
terhadap berbagai masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
3. Menjadikan mahasiswa memiliki sikap tanggap aksi dalam menangani
masalah sosial yang terjadi di masayarakat.
4. Membentuk mahasiswa yang dinamis, konstruktif dan reformis yang
mampu mengadakan perubahan sosial melalui beragam improvisasi dan inovasi
terhadap pola-pola pemecahan problem sosial.
5. Mensinergiskan potensi keilmuan yang diperoleh mahasiswa selama di
kampus dengan pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam rangka pemecahan
problem sosial.
C. Sasaran dan Target KKN
KKN-PAR pada tahun 2007 ini adalah bertempat di Desa Gedongkedo’an
Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik. Dimana secara general kondisi masyarakatnya
adalah mengalami problem kemiskinan dan Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
Sehingga KKN-PAR di Desa ini dirasa perlu guna memberdayakan masyarakat menuju
kualitas hidup yang lebih tinggi dan sejahtera.
Sedangkan Target KKN-PAR sekarang adalah :

3
1. Tingginya kesadaran akan tanggung jawab sosial mahasiswa dan civitas
akademika terhadap kehidupan masyarakat.
2. Terbentuknya mahasiswa mampu belajar bersama masyarakat untuk
memahami dan memecahkan masalah sehinga memperoleh pengalaman dan
pengetahuan dari kehdipan nyata di masyarakat.
3. Terbentuknya Mahasiswa yang memiliki kepekaan, empati, simpati dan
kepedulian sosial mahasiswa terhadap berbagai masalah sosial yang terjadi di
masyarakat.
4. Terwujudnya mahasiswa yang memiliki sikap tanggap aksi dalam
menangani masalah sosial yang terjadi di masayarakat.
5. Terciptanya mahasiswa yang dinamis, konstruktif dan reformis yang
mampu mengadakan perubahan sosial melalui bergam inprovisasi dan inovasi
terhadap pola-pola pemecahan problem sosial.
6. Terbangunnya sinergitas potensi keilmuan yang diperoleh mahasiswa
selama di kampus dengan pengetahuan yang dimiliki masyarakat dalam rangka
pemecahan problem sosial.
D. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan laporan pertanggung jawaban ini adalah :

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan KKN
C. Sasaran dan Target KKN
D. Sistematika Pembahasan
BAB II PROSES PENERAPAN PARTICIPATORY ACTION RESEARCH
A. Proses Perkenalan dengan Masyarakat
B. Proses Memahami dan Inkulturasi dengan Masyarakat
a. Observasi
b. Membangun Komunitas
c. Membangun Trust (kepercayaan)

4
BAB III DESKRIPSI UMUM MASYARAKAT DAN PROBLEMATIKA DESA
GEDONGKEDO’AN
A. Deskripsi Umum Masyarakat Desa Gedongkedo'an
1. Letak Geografis
2. Peta Demografis
a. Bidang Perekonomian
b. Bidang Pendidikan
c. Bidang Keagamaan
d. Bidang Kesehatan
B. Problematika umum masyarakat
3. Masalah kemiskinan
4. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat
5. Minimnya kreatifitas masyarakat
6. Rendahnya skill managerial masyarakat
7. Minimnya fasilitas pendukung
BAB IV IDENTIFIKASI MASALAH DAN POTENSI, DAN KENDALA-
KENDALA
A. Identifikasi Masalah Dan Prosesnya
1. Observasi
2. Wawancara Bersama Masyarakat
3. Forum Rembuk Desa
B. Identifikasi Potensi
BAB V REALISASI DAN EVALUASI PROGRAM
A. Perencanaan
B. Pelaksanaan
C. Evaluasi
D. Program Pendekatan dengan Masyarakat
E. Identifikasi Hasil
F. Kendala-Kendala
1. Dari Internal
2. Dari Masyarakat
3. Dari LPM
4. Lain-lain

5
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Rekomendasi
1. Kepada LPM
2. Kepada Pemerintah (Desa, Bappeda, Kabupaten)

LAMPIRAN-LAMPIRAN
PROFIL TOKOH DESA
PROFIL TIM KKN PAR DESA GEDONGKEDO'AN

6
BAB II
PROSES PENERAPAN
PARTICIPATORY ACTION RESEARCH

A. PROSES PERKENALAN DENGAN MASYARAKAT


Sebagai orang luar yang kemudian datang ke suatu daerah dengan tujuan untuk
melakukan parubahan terhadap pola kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Maka
seharusnyalah kita terlebih dahulu memperkenalkan siapa kita, apa maksud dan tujuan
kita serta dari mana kita datang. Hal itulah yang dilakukan oleh peserta KKN-PAR yang
ada di desa Gedongkedo’an. Perkenalan tersebut penting dilakukan agar kedatangan kita
bisa diterima dan juga mendapat dukungan dari masyarakat.
Langkah awal yang dilakukan oleh peserta KKN-PAR adalah dengan
memperkenalkan terlebih dahulu kepada pihak kecamatan sebagai lembaga
pemerintahan yang menaungi desa Gedongkedo’an. Kedatangan kita dikecamatan
disambut dengan hangat oleh Bapak Sedyo Otomo sebagai Camat Kecamatan Dukun
Kabupaten Gresik. Dalam acara ceremonial penyambutan kedatangan peserta KKN-
PAR dari IAIN Sunan Ampel Surabaya Bapak Camat memberikan gambaran umum
tentang kondisi daerah yang ditanganinya teresebut.
Setelah melakukan perekenalan dengan pihak kecamatan, barulah kemudian
kita melakukan perkenalan secara langsung dengan masyarakat Desa Gedongkedo’an,
karena didesa inilah Visi dan Misi kami akan dilakukan, maka ada beberapa orang yang
terlebih dahulu kami temui untuk memperkanalkan diri, yaitu :
1. Bapak Kepala Desa
Dalam perkenalan kepada kepala desa ini, terdapat 2 kelompok, yaitu laki-
laki dan perempuan. Kelompok laki-laki ditemani beberapa orang dari DPL dan
LPM yang bertemu langsung dengan kepala desa dirumahnya, setelah itu pihak
DPL dan LPM memperkenalkan maksud dan tujuan kedatangan kami ke desanya
tersebut, sekaligus memintanya untuk diterima sebagai bagian dari masyarakatnya.
Sedangkan kelompok perempuan datang secara langsung kerumah bapak
kepala desa yang didampingi istrinya. Dalam perkenalan kami tersebut, bapak
kepala desa ternyata sedikit mengerti maksud dan tujuan kami tersebut, sehingga
sedikit banyak beliau memberikan gambaran umum tentang kondisi masyarakat
desa Gedongkedo’an.

7
2. Tokoh Masyarakat
Setelah melakukan pertemuan dengan kepala desa, sesuai dengan instruksi
Bapak Kepala Desa yang menyuruh kami agar mengunjungi sesepuh, tokoh
masyarakat sekaligus tokoh agama di desa Gedongkedo’an, dan pun langsung
kerumahnya. Ternyata orang tersebut sudah berumur kira-kira 65 tahun ke atas. Di
rumah beliau kami ditemui secara langsung di ruang tamu bagian luar, sedangkan
teman-teman perempuan ditemui Istri beliau di ruang tamu bagian dalam.
Kedatangan kami kerumah tokoh yang bernama KH. Thoha tersebut ditemani
oleh salah seorang warga yang bernama Abdur Razak. Sebagai pihak pengantar,
Abdur Razak terlebih dahulu memperkanalkan siapa kami, barulah kemudian kami
jelaskan secara panjang lebar maksud dan tujuan kami ke desa tersebut, sekaligus
meminta dukungan dan bimbingannya dalam menghadapi masyarakat setempat.
3. Bapak RT
Disamping kedua orang tersebut, kami juga melakukan perkenalan dengan
Bapak Ketua RT desa Gedongkedo’an. akan tetapi dalam perkeanalan dengan
Bapak RT tersebut kami membagi peserta KKN-PAR yang berjumlah 17 orang
menjadi lima Kelompok. Kebetulan desa ini dibagi dalam 5 RT, sehingga masing-
masing kelompok memiliki tugas untuk menemui Bapak RT sesuai dengan
pembagian tugas yang telah disepakati bersama.
4. Masyarakat
Setelah melakukan perkeanalan dengan beberapa tokoh di desa tersebut,
barulah kami memperkenalkan diri baik secara formal dan nonformal dengan
masyarakat. Perekenalan awal dengan masyarakat ini kami lakukan melalui forum-
forum tahlilan yang dilaksanakan oleh masing-masing RT. Secara teknis proses
perkenalan tersebut juga sama dengan perkenalan di masing-masing ketua RT.
Disamping itu, karena tidak semua masyarakat desa Gedongkedo’an
mengikuti kegiatan tahlilan tersebut, kami melakukan perkenalan secara formal
dengan masyarakat yang difasilitasi oleh Kepala Desa. Karena kebetulan acara
tersebut berbarengan dengan acara Serah Terima Jabatan antara kepala Desa yang
lama dengan kepala desa yang Baru. Dalam forum itu kami diberikan kesempatan
untuk mengisi sebagian acara, yaitu perkenalan teman-teman KKN-PAR yang
dipandu oleh Koordinator Desa.

8
Disamping perkenalan tersebut, kami juga melakukan perkenalan dengan
masyarakat secara personal, seperti di masjid, di langgar, di toko dan warung,
ataupun ditempat-tempat lainnya, usaha ini dilakukan dengan tujuan untuk
menambah kedekatan kami dengan masyarakat, serta agar komunikasi dengan
masyarakat terus berjalan.
B. PROSES MEMAHAMI DAN INKULTURASI DENGAN MASYARAKAT
Pada dasarnya PAR memiliki tiga unsur kata yang kesemuanya keterkaitan
antara Patisipasi, Aksi dan Riset. Ketiga kata tersebut saling berkaitan. Dengan
demikian dapat diartikan bahwa setiap hasil riset harus diimplementasikan ke dalam
bentuk aksi. Dalam proses melakukan perubahan sosial ke arah yang lebih baik tersebut
haruslah melibatkan semua lapisan masyarakat yang menjadi objek atau sasaran
dimana perubahan sosial harus dilakukan. Di sinilah letak partisipasi sebagai
pemahaman bahwa dalam segala tindakanna, seorang peneliti bersama masyarakat
berupaya untuk merubah tatanan kehidupan sosial kearah yang lebih baik.
Maka sebagai langkah awal sebelum melakukan proses perubahan sosial
tersebut, peserta KKN-PAR yang berada di desa Gedongkedo’an terlebih dahulu
mengenali dan memahami secara mendalam tentang kondisi masyarakat beserta
permasalahan yang mereka hadapi. Adapun metode pengenalan terhadap lingkungan
masyarakat tersebut adalah meliputi :
1. Observasi
Sebagai langkah awal untuk memperoleh data-data tentang kondisi rill
masyarakat desa Gedongkedo’an peserta KKN PAR melakukan beberapa observasi
dilapangan, baik itu observasi langsung maupun tidak langsung. Dalam observasi
langsung, peserta terlibat secara langsung dalam proses kegiatan masyarakat.
Seperti: bagaimana saat masyarakat melakukan musyawarah, Seperti apa
masyarakat saat melakukan tahlilan, dan lainya, sedangkan observasi yang kedua
adalah observasi tidak langsung, dalam observasi ini mahasiswa peserta KKN-PAR
hanya melakukan pengamatan dari luar dan tidak terlibat langsung dalam proses
kegiatan kehidupan masyarakat. Seperti: bagaimana saat mereka melakukan
aktivitas kesehariannya, ibadahnya, pola pikirnya, sikap dan prilakunya, dan
lainnya.
Observasi yang dilakukan oleh mahasiswa TIM KKN-PAR yang ada di desa
Gedongkedo’an ini dilakukan pada minggu pertama. Hal ini dilakukan oleh tim

9
dalam rangka mengetahui secara mendalam seluk-beluk kehidupan masyarakat.
Dari beberapa hasil observasi tersebut, data-data yang telah diperoleh kamudian
dikaji dan di kritisi yang dilakukan pada forum-forum evaluasi. Hal itu dilakukan
untuk mengetahui dan menghasilkan kesimpulan secara umum tentang kondisi
masyarakat desa Gedongkedo’an.
Setelah melakukan evaluasi tersebut, untuk membenarkan beberapa asumsi
dan narasi kritis yang telah dibangun oleh peserta KKN-PAR, barulah hal itu
dikonfirmasikan kembali kepada masyarakat, dangan cara melakukan wawancara
secara langsung dengan beberapa warga. Sehingga data yang kami peroleh tentang
kondisi masyarakat betul-betul objektif dan Holistik.
Setelah beberapa data itu diperoleh baik data yang terkait dengan kondisi riel
kehidupan mereka ataupun beberapa data yang terkait dengan permasalahan-
permasalahan yang mereka hadapi, barulah kemudian data tersebut kami ekplor
kepada masyarakat melalui forum rembuk desa. Proses ekspolarasi data yang kami
peroleh adalah tidak dengan cara Top Down artinya kami memberikan langsung
data yang kami dapat kepada masyarakat. Akan tetapi proses eksplorasi data
tersebut kami lakukan dengan cara mengajak masyarakat untuk mendiskusikan dan
mencari solusinya tentang masalah-masalah yang mereka hadapi. Kemudian
berulah menentukan skala prioritas persoalan apa yang paling mendesak dan
penting itulah yang menjadi pilihan utama untuk secepatnya diatasi.
Sedangkan untuk membangkitkan kesadaran mereka akan problem-problem
yang mereka hadapi kami mengajak mereka untuk mendiskusikan beberapa akibat
yang akan ditimbulkan oleh masalah-masalah yang mereka hadapi, sehingga dalam
pola pikir mereka terbentuk suatu kesadaran kolektif untuk melakukan atau
menghidar dari akibat-akibat buruk yang telah diramalkan dengan analisa diatas,
dan menginginkan suatu kondisi yang disebabkan oleh akibat-akibat positif yang
mereka cita-citakan.
Dari proses inilah masyarakat bisa kembali timbul kesadaran kolektif mereka
untuk tetap melakukan perubahan, dan perubahan tersebut tidak akan bisa
dilakukan tanpa partisipasi dan dukungan seluruh komponen masyarakat.
2. Membangun Komunitas
Sedangkan langkah selanjutnya dalam rangka membangun kolektifitas dan
solidaritas sosial, agar masyarakat bisa bekerja sama dan sama-sama kerja, Peserta

10
KKN-PAR yang bertugas sebagai fasilitator dalam proses perubahan tersebut,
berusaha membangun komunitas-komunitas kecil yang sama-sama memiliki
keinginan dan kesadaran untuk berubah. Walaupun komunitas-komunitas yang
telah kami bentuk tersebut tidak secara formal, akan tetapi semangat mereka tetap
dalam satu kesatuan dan kebersamaan.
Adapun proses pembentukan komunitas tersebut dilakukan melalui rumah
kerumah, artinya kami terlebih dahulu mengenali permasalahan-permasalahan yang
mereka hadapi dengan wawancara dan diskusi langsung dengan masyarakat baik
secara individu ataupun kelompok, kemudian kita kumpulan masyarakat yang
memiliki masalah dan keinginan yang sama dalam suatu bentuk forum kegiatan
yang mereka inginkan. Akan tetapi sebelum kegiatan tersebut dilaksanakan kami
terlebih dahulu menentukan steakholder local (kordinator/penanggung jawab dari
masyarakat) yang akan mengkordinir masyarakat untuk melakukan perubahan
tersebut. Seperti halnya komunitas Petani, komunitas ini terbentuk berawal dari
permasalah para petani yang ada di sini, mereka sama-sama memiliki pemasalahan
tentang hama yang menyerang pertanian mereka, serta kesulitas modal/uang untuk
membeli pupuk penyubur tanaman.
Sebelum komunitas ini terbentuk kami (peserta KKN-PAR) melakukan
wawancara dengan masyarakat dari rumah-kerumah dan mananyakan persoalan-
persoalan tentang pertanian mereka, kemudian apa keinginan mereka, dan solusi
apa yang mereka akan lakukan. Jika kemudian mereka tidak punya solusi, barulah
kami tawarkan suatu solusi yang telah kita diskusikan sebelumnya kepada mereka.
barulah kemudian setelah solusi itu disepakati oleh masayrakat kami angkat salah
satu diantara mereka untuk menjadi penanggung jawab pelaksanaan kegiatan
tersebut. Misalnya saja dalam kasus pertanian, solusi yang kami tawarkan adalah
pembuatan bio pestisida yang berguna untuk mencegah dan membunuh hama, dan
pembuatan pupuk slury yang bertujuan sebagai pupuk pengganti yang biasanya
mereka gunakan seperti pupuk Urea dan juga sebagai solusi pengolahan limbah
kotoran (celethong) sapi.
Sedangkan Leader Local dalam kegiatan tersebut diambil dari masing-
masing RT. Adapun Kordinator RT 1 adalah Bapak Sugito, RT II Pak Suminto, RT
III Bapak Tsabit, sedangkan RT IV dan V adalah Kariyanto. Keempat kordinator
inilah yang bertugas menjaga keutuhan komunitas pertanian tersebut, disamping itu

11
pula mereka juga bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan yang telah
direncakan tersebut.
Demikian juga dengan komunitas-komunitas kecil lainnya atau kami
sebutkan sebagai Tim Lokal Perubahan Sosial, yaitu diantaranya komunitas
Peternak Sapi, Komunitas Karang Taruna Putra-Putri Bengawan Solo Peduli Sosial
(KPS-Karang Taruna), dan komunitas Ibu-Ibu PKK yang cinta kesehatan.
Disamping pembentukan tim local tersebut, kamipun (peserta KKN-PAR) juga
membagi anggotanya kedalam 4 kelompok yang bertugas secara intens
mendampingi tim-tim local tersebut.
3. Membangun Trust (Kepercayaan)
Saat baru pertama kami sampai ke desa Gedongkedo’an, ternyata masyarakat
sudah menyambut kami dengan begitu apresiatif. Hal ini dapat dilihat dari cara
mereka bersikap saat kami kunjungi. Namun ada yang ganjalan dalam benak kami
karena kedatangan kami sebagai peserta KKN-PAR dianggap sama dengan peserta
KKN yang sebelumnya datang ke desa ini. Hal ini wajar karena desa sudah sering
didatangi TIM KKN dari berbagai perguruan tinggi, misalnya UNAIR (mengirim 4
kali berturut-turut), STAI QOMARUDDIN, dan UNSURI
Anggapan awal masyarakat terhadap peserta KKN-PAR adalah sama seperti
yang dilakukan oleh peserta KKN sebelumnya yang cendrung melakukan kegiatan-
kegiatan seperti mengajar, memimpin tahlil, mengisi Khotbah dan bentuk-bentuk
kegiatan pembangunan fisik seperti Mengecat Masjid, dan lainnya. Hal ini dapat
dilihat dari seringnya kami (Peserta KKN-PAR) dimintai untuk mengajar, mimpin
tahlil, jadi panitia agustusan dan lainnya. Padahal tujuan awal kedatangan kami ke
desa ini tidak hanya melakukan seperti yang dulu dilakukan oleh KKN sebelumnya.
PAR memiliki tujuan pokok yang lebih dari itu semua, yaitu bersama-sama
masyarakat melakukan pemberdayaan dan pembangunan tidak hanya dalam bentuk
fisik dan sifatnya ceremonial aja.
Dari itulah pada minggu-minggu awal kami peserta KKN-PAR harus berkali-
kali menepis asumsi tersebut dan berusaha untuk memberikan pemahaman maksud
dan tujuan KKN-PAR saat ini, dan menjelaskan pula perbedaan-perbedaan dengan
KKN yang biasanya dilakukan oleh mahasiswa sebelumnya.
Setelah melalui proses tersebut peserta masyarakat sudah mulai sedikit
enggan berdekatan dengan kami, karena sampai minggu kedua kami masih belum

12
memberikan apa-apa kepada masyarakat kami hanya mengajak mereka berdiskusi
tentang masalah yang ada dimasayrakat baik secara formal ataupun secara non
formal. Sehingga dengan proses ini masyarakat beranggapan kita hanya sebatas
berwacana tanpa ada realisasinya. Bahkan ada yang menganggap bahwa kami
hanyalah “pengangguran”
Untuk menjawab pertanyaan masyarakat tersebut, akhirnya kami
mensosialisasikan kepada masyarakat tentang beberapa rencana kegiatan yang telah
dibuat dengan beberapa perwakilan masyarakat masing-masing RT. Proses
sosialisasi tersebut kami lakukan lewat forum-forum tahlilan yang diadakan oleh
masing-masing RT. Dari forum tahlilan inilah kami juga melibatkan diri secara
penuh untuk menambah keakraban, menanamkan kepercayaan dan kedekatan kami
dengan masyarakat setempat, dan sering kali kami menyampaikan untuk bersama-
sama membangun desa gedongkedo’an.
Disamping itu usaha lain yang kami lakukan adalah dengan mendekati para
tokoh masyarakat (Kiyai Thoha), dimana dengan kedekatan kami dengan dia,
akhirnya dia meminta kepada kami untuk memberikan tulisan di Masjid. Dan hal
tersebut kami penuhi, dengan dana dan usaha serta bantuan tenaga oleh sebagian
masyarakat akhirnya, keinginan Kiyai Thoha pun terpenuhi, dan masyarakat
tampak senang sekali melihat tulisan Masjid Darul Muttaqin yang ada di depan
masjid.Hal ini ternyata membuat masyarakat tambah percaya terhadap kami, dan
akhirnya berkat hal itulah segala sesuatu yang terkait dengan agenda kami bisa
dengan mudah dilaksanakan bersama masyarakat. Masayarakat—khususnya para
pemuda—seringkali mengajak kami untuk bakar-bakar jagung, “ngopi” bareng,
mancing, diberi ikan, bahkan seringkali Bapak Kepala Desa mengundang kami
untuk sarapan dirumahnya.
Disamping itu banyak kegiatan partisipasi yang juga kami lakukan demi
menanamkan rasa kepercayaan kepada masyarakat, seperti kerja bakti, Kebersihan
Lingkungan, Ngisi Khotbah Jum’at, terlibat dalam rapat desa, mengajar di MI dan
TPQ, Membuat Dekorasi Agustusan, mengecat Pagar TPQ, rapat Agustusan,
Membuat gardu bahkan seringkali dijadikan teman curhat oleh Bapak Kepala Desa
ataupun Bapak RT.
Dari proses-proses itulah masyarakat betul-betul menerima kami secara utuh
dan menganggap kami merupakan bagian dari masyarakat desa ini, sehingga kita

13
kelihatan kompak dan dekat banget dengan masyarakat. Dan dari proses-proses
pendekatan itulah beberapa teknik PAR kami lakukan seperti wawancara, transek,
ataupun penggalian data-data yang terkait dengan kondisi desa ini.

14
BAB III
DESKRIPSI UMUM MASYARAKAT DAN PROBLEMATIKA
DESA GEDONGKEDO’AN

A. DESKRIPSI UMUM MASYARAKAT DESA GEDONGKEDO’AN


1. Letak Geografis
Desa Gedongkedo’an merupakah salah satu desa yang secara geografis
cukup kecil, karena luas daerah ini hanya sekitar +34,170 Ha. Yang dibagi kedalam
empat bagian yaitu tanah pesawahan 5,220 Ha, Tegal 10,760 Ha, Pekarangan
18,190 Ha dan tanah pekuburan 0,600 Ha. Dari rincian tersebut dapat dilihat bahwa
potensi alam yang ada di desa ini sangat minim. Hal ini bisa dilihat dari data desa
yang menyatakan bahwa secara totalitas lahan yang bisa dimanfaatkan hanya skitar
+ 18 Ha. 17 Ha adalah merupakan lahan produktif, sedangkan 1 Ha adalah lahan
yang tidak produktif.
Desa ini terletak diujung barat daya Kabupaten gresik. Karena sebelah
selatan desa ini berbatasan diapit oleh Bengawan solo yang sebelahnya adalah
Kecamatan Karang Geneng Kabupaten Lamongan. sedangkan sebelah utara desa
ini berbatasan dengan Karangcangkring-Bulangan, sebelah Baratnya berbatasang
dengan Karangcangkring dan sebelah timur desa ini berbatasan dengan desa
Bulangan.
Desa Gedongkedo’an ini terletak sekitar 60 Km dari kota Gresik atau
sekitar 22 Km dari Kantor Kecamatan Dukun. Untuk sampai di desa ini, bisa
menempuh melalui dua arah yaitu bisa lewat pasar Dukun turus keutara kemudian
belok kebarat sehingga sampai pada jembatan begngawan solo tapi harus melewati
desa karangcangreng terlebih dahulu. Demikian juga dari arah selatan, yang
melewati kawasan Sumlaran Lamongan.
Jika dari Surabaya, desa ini lebih mudah ditempuh lewat Sumlaran
Lamongan, hanya dengan ongkos Bus jurusan Semarang-Bungurasih turun di
Sumlaran kemudian naik LYN warna merah turun di Karanggeng atau
Karangcangreng. Akan tetapi harus rela menunggu sampai LYN penuh penumpang,
karena sudah dipastikan di jalanan akan sepi. Kemudian, untuk memasuki wilayah
desa Gedongkedo’an dengan mudah di sana sudah siap beberapa jasa ojek yang

15
siap mengantarkan sampai kawasan desa ini, atau bisa juga dengan jalan kaki
sekitar 2 Km.
Sedangkan jika melalui kawasan Kecamatan Dukun/pasar dukun, untuk
sampai pada desa ini harus naik ojek, karena sampai saat ini belum ada sarana
angkutan umum yang menfasilitasi transportasi dari pasar dukun ke
gedongkedo’an.

2. Peta Demografis.
Desa Gedongkedoa ini dihuni oleh sekitar 1.165 jiwa ini yang terdiri dari
597 jiwa penduduk laki-laki dan 568 jiwa penduduk perempuan dan tebagi kedalam
294 KK (Kepala Keluarga). Dan dua RW serta Lima RT. Dengan rincian jumlah
berdasarkan umur seperti dibawah ini.

Table I1
Jumlah Masyarakat Berdasarkan Umur

Golongan Umur Laki - Laki Perempuan


0 – 4 Tahun 42 37
5 - 9 Tahun 53 39
10 – 14 Tahun 48 36
15 - 19 Tahun 64 57
20 – 24 Tahun 58 47
25 – 29 Tahun 49 48
30 – 34 Tahun 47 46
35 – 39 Tahun 39 36
40 – 44 Tahun 37 41
45 – 49 Tahun 41 27
50 – 54 Tahun 26 25
55 – 59 tahun 25 27
60 – 64 tahun 27 23
65 – 69 tahun 51 25
70 – 74 tahun 47 38
75 – 79 tahun 41 35
80 – 85 tahun 63 52

Melihat data diatas dapat dilihat bahwa penduduk yang ada di desa ini
didominasi oleh masyrakat yang sudah berumur 50-85 tahun dengan jumlah 505
orang, hampir separuh penduduk yang ada di desa ini. Bahkan 115 orang yang
berumur antara 80-85 tahun, Jadi bisa didominasi orang tua yang sudah lanjut usia.

1 Data diambil dari Laporan Pertanggung Jawaban Kepala Desa Bapak HAMIDI tahun 2007.

16
a. Secara Ekonomi “Antara TKI dan Buruh Tani”
Melihat data luas daerah desa Gedongkedo’an yang dihuni oleh sekitar
1.165 jiwa ini tampak terlihat bahwa masyarakat desa Gedongkedo’an memiliki
tanah yang sangat minim. Karena itulah mayoritas penduduknya yang tebagi
kedalam 294 KK (Kepala Keluarga) ini banyak yang bekerja ke luar negeri
(Malaysia) menjadi TKI, bahkan hampir 200 orang yang bekerja keluar daerah
ini untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Selebihnya mereka yang
tinggal di desa mayoritas menjadi buruh tani dan Wiraswasta. Hal ini bisa dilihat
dalam data yang kami peroleh dari data statistic desa bahwa masyarakat
Gedongkedo’an yang mejadi buruh tani sekitar 50-54 orang, 41 orang
Wiraswasta, 16 orang petani, 7 orang menjadi PNS (Pegawai Negeri Sipil), 24
Orang pegawai Swasta.
Sedangkan di sisi lain masyarakat desa ini, ada juga yang menjadi
nelayan, pengusaha tambak, Home industri (merci, popok bayi, tempe dan tahu),
Buruh ternak (sapi), peternak bahkan ada juga yang menjadi kuli pasar.
Walaupun jumlah mereka tidak cukup banyak, tetapi hal tersebut
menggambarkan bahwa secara ekonomis mayoritas masyarakat desa
Gedongkedo’an tergolong kelas menengah kebawah.
Memang secara fisik rumah-rumah yang ada di desa ini banyak yang
terlihat megah ketimbang yang lain. Rumah-rumah tersebut adalah rumah hasil
dari para TKI yang bekerja di Malaysia. Karena sangat sulit kemungkinan
masyarakat bisa membangun rumah jika hanya mengandalkan dari hasil
pertanian ataupun perdagangan mereka di desa.
Bermacam-macamnya mata pencaharian masyarakat desa
Gedongkedo’an dilatar belakangi oleh sempitnya lahan garapan dan sempitnya
lapangan pekerjaan yang ada di desa ini. Seperti halnya buruh tani yang hanya
digaji sebesar 17.500 perharinya atau sekitar 525.000/bulan. Gaji tersebut hanya
cukup untuk memenuhi kebutuhan makan mereka sehari-harinya. Dan itupun
bisa didapatkan oleh mereka saat masim pertanian tiba. Demikian juga dengan
waraswasta yang ada di desa ini, kebanyakan keuntungan yang mereka dapat
hanya cukup untuk makan sehari-harinya dan terkadang kurang untuk biaya
pendidikan anak-anaknya.

17
Demikian halnya dengan para nelayan dan petambak ikan, mereka
mengaku hanya mendapatkan hasil cukup untuk makan saja. Seperti salah satu
penuturan Bapak Khafif yang merupakan salah satu orang yang memiliki tambak
ikan. Dia mengaku mendapatkan hasil kurang lebih sekitar 1.500.000-2.000.000
setiap kali dia panen ikan. Itupun adalah belum dipotong modal awal, biaya
perawatan ikan dan lainnya. sedangkan ikan hanya bisa dipanen dalam tenggang
waktu selama 3 bulan. Jadi bisa dihitung rata-rata hasil yang mereka dapat setiap
bulannya adalah 500.000-600.000 setiap bulannya. Dan hal inipun ternyata tidak
lebih banyak dibandingkan dengan UMR yang ada di Indonesia yang berkisar
antara 800.000-1.000.000 rupiah perbulannya. Dan hal itu adalah merupakan
standart kehidupan normal manusia yang ada di Indonesia.
Jadi kalau kita bandingkan dengan standar kehidupan normal yang ada di
Indonesia (dianalogkan dengan UMR), bisa dipastikan bahwa masyarakat desa
Gedongkedo’an mayoritas berada dibawah rata-rata tersebut. Dengan kata lain
masyarakat desa Gedongkedo’an adalah tergolong masyarakat miskin.
Dan hal tersebut juga disebutkan dalam data umum Desa PPK PHASE-III
tanggal 03 Juli 2007 menyatakan bahwa ada sekitar 48 jiwa atau 19 KK adalah
merupakan kategori penduduk miskin, dan jumlah pengangguran berjumlah 50
jiwa dengan 31 KK. Hal ini mungkin bisa dimaklumi, karena dari sumber data
yang sama diketahui bahwa jumlah penduduk yang masih dalam usia produktif
hanya sekitar 120 orang. Disisi lain dari sekitar 270 jumlah rumah, ada sekitar 12
rumah yang dinyatakan tidak layak huni

b. Pendidikan Mayarakat “Belajar atau Bekerja”


Ternyata masyarakat Desa Gedongkedo’an tidak hanya diwilayah
perekonomian saja yang rendah. Dalam tingkat Pendidikakan formal pun mereka
juga tergolong rendah hal ini bisa dilihat dari rata-rata tingkat pendidikan
masyarakatnya hanya sampai pada tingkat SMA/MA sederajat. Bahkan tidak
sedikit dari penduduknya yang hanya lulusan SD. Hal ini dapat dilihat dari data
yang kami peroleh dari desa, dimana dinyatakan dalam data jumlah penduduk
berdasarkan pendidikan bahwa masyarakat yang tingkat pendidikannya hanya
sebatas SD berjumlah sekitar 168 orang, tingkat SLTP 45 Orang, SLTA 25 Orang
dan orang tidak sekolah sama sekali berjumlah 6 orang. Sedangkan masyarakat

18
yang lulusan perguruan Tinggi hanya 14 orang dan saat ini yang masih dalam
tahap pendidikan perguruan tinggi hanya berjumlah 9 orang.
Dari data tersebut, jelas sekali bahwa dalam hal pendidikan masyarakat di
Desa Gedongkedo'an masih sangat tertinggal. Padahal menurut masyarakat
sebagian warga, sebenarnya daya pikir masyarakat desa Gedongkedo'an tidak
terlalu rendah. Jika mayarakat desa ini menempuh pendidikan di luar wilayah,
misalnya di Surabaya, di Jogyakarta dan lain sebagainya, mereka banyak yang
berprestasi. Demikian juga saat desa ini mendelegasikan salah seorang warganya
untuk mengikuti lomba didaerah-daerah lain seringkali mereka juara atau
minimal masuk 10 besar. Bahkan baru-baru ini salah satu anak dari desa ini
adalah merupakan salah seorang finalis tingkat jawa timur dibidang Qori’ dan
satu orang juara ditingkat Kabupaten.
Adapun fasilitas pendidikan di Desa Gedongkedo’an sampai saat ini
terdapat satu unit Gedung Madrasah Ibtidaiyah yaitu MI Darul Ulum dengan
jumlah tenaga pengajar/guru 12 orang guru. Sedangkan jumlah murid secara
keseluruhan adalah sebanyak 136 orang yang terdiri dari murid Laki-laki 68
orang dan Perempuan 68 orang.
Selain itu terdapat pula satu unit Taman Kanak - Kanak dangan jumlah
pengajar/guru 4 orang guru, dengan jumlah muridnya 33 orang yang terdiri dari
Laki-Laki 18 orang dan Perempuan 15 orang. Disamping itu ada juga satu unit
Play group atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dengan jumlah murid 12
orang dengan jumlah murid Laki-Laki 5 orang Perempuan 7 orang.
Walaupun di desa ini terdapat satu unit sekolah MI, tapi sebagian
masyarakatnya banyak yang menyekolahkan anaknya Sekolah Dasar Negeri
yang berada di desa sebelah, Karangcangkring. Sedangkan untuk sekolah
lanjutannya, anak-anak yang ada di desa ini melanjutkan ke MTs dan MA yang
ada di Kecamatan Karanggeneng Lamongan dan memang tempatnya tidak
terlalu jauh dengan dengan desa ini, mungkin hanya sekitar 2-3 km jauhnya.
Akan tetapi setelah mereka lulus SLTA, jarang sekali masyarakat yang
ada di sini melanjutkan pendidikannya ke tingkat yang lebih tinggi. Mereka
banyak yang memilih menjadi pekerja dari pada pelajar. Karena paradigma
masyarakat yang ada di sini tentang pentinya pendidikan sangat minim. Bahkan

19
tidak sedikit diantara mereka pasca lulus SMA bekerja ke Malaysia demi
memenuhi kebutuhan hidupnya.

c. Agama “Masyarakat Santri dan Pak Yai”


Kalau berbicara agama, masyarakt desa Gedongkedo'an layak mendapat
acungan jempol. Pasalnya desa ini sejak dulu memang dikenal sebagai desa yang
kehidupannya bagaikan pesantren, dimana dipenuhi dengan kegiatan-kegiatan
keagamaan sehingga masyarakat di sini dikenal dengan masyarakat relegius.
Menurut penuturan salah satu warga desa bahwa sejak dulu desa ini memang
dikenal sebagai sarangnya orang-orang sakti. Bahkan salah satu tokoh agama
kawakan desa Bulangan saat beliau meninggal dunia minta dikuburkan di desa
gedongkedo’an ini. Hal ini dilatar belakangi oleh kehidupan masyarakat desa ini
yang begitu menghormati dan taat kepada apa yang telah diucapkan oleh tokoh
agama mereka. Sedangkan dalam hal urusan agama, masyarakat desa
Gedongkedo’an masih ikut dan patuh pada KH. Thoha, satu-satunya tokoh
agama tertua yang ada di desa ini.
Walaupun mayoritas masyarakat yang ada di sini tidak terlalu banyak tahu
tentang ilmu-ilmu agama, mereka sangat suka dan senang terhadap kegiatan-
kegiatan yang bernuasa agamis. Termasuk juga mereka sangat suka
mendengarkan ceramah-ceramah agama yang sering diadakan di desa ini.
Bahkan terkadang peserta KKN-PAR yang ada di desa ini seringkali diminta oleh
masyarakat untuk menyampaikan Mau’idhoh Hasanah setiap kali forum tahlilan
yang diadakan di tiap-tiap RT, baik dalam jamaah tahlilan pria maupun wanita.
Adapun tema-tema yang mereka inginkan adalah persoalan keagamaan.
Forum tahlilan inilah yang seringkali dijadikan sebagai anjangsana
masyarakat untuk sedikit demi sedikit menambah pengetahuan mereka tentang
ilmu agama. Karena setiap kali tahlilan ini diadakan pasti ditutup dengan
ceramah yang disampaikan oleh pimimpin tahlil. Jamaah tahlilan yang intens dan
rutin ini memang sudah menjadi tradisi masyarakat sejak dahulu kala. Awalnya
jemaah tahlilan ini dilakukan oleh masyarakat gabungan satu desa. Akan tetapi
lama-lama menjadi jema’ah tahlilan yang diadakan dimasing-masing RT. Baik
perempuan ataupun laki-laki mereka memiliki jama’ah tahlilan masing-masing.
Untuk jamaah tahlilan putra diadakan setiap hari kamis (malam Jum’at)

20
sedangkan untuk jam’iyah putri dilaksanakan pada hari selasa (RT 1, 2, 5) dan
hari Jum’at (RT 3 & 4).
Dilaksanakannya tahlilan di tiap RT adalah karena pertimbangan ekonomi
dan tempat. Setiap tahlilan perlu adanya konsumsi. Apabila tahlilan dilakukan
satu desa maka keluarga yang kebagian menjamu akan kesulitan financial. Selain
itu keluarga tersebut juga harus menyediakan ruang yang cukup luas untuk
menampung jamaah tahlilan. Selain pertimbangan tempat dan financial, tahlilan
dilakukan tiap RT juga dengan pertimbangan untuk memudahkan koordinasi
antara perangkat RT dengan anggotanya.
Pada awal periode jamaah tahlilan ini, jamuan yang diberikan biasa-biasa
saja, yaitu kopi, dan nasi, ditambah lagi buah-buahan seperti pisang dan jeruk
dan lainnya. Akan tetapi lama kelamaan faktor jamuan ini ternyata membuat
masyarakat berlomba-lomba memberikan jamuan yang paling enak. Sehingga
sebagian masyarakat yang ekonominya rendah yang tidak mampu memberikan
jamuan yang enak dan banyak merasa dirinya minder dan merasa terkucilkan.
Dari hal inilah forum tahlilan tersebut dibagi kedalam masing-masing RT.
Di mana juga disepakati bahwa jamuannya hanya sekedar kopi dan satu buah
kue, baik gorengan pisang, jeruk ataupun lainnya semampu tuan rumah, jamuan
tersebut diniatkan sebagai shodaqahnya tuan rumah. Hal ini dilakukan untuk
mengantisipasi kembali persoalan gengsi-gengsian (panas-panasan) yang ada
dimasyarakat dalam hal jamuan untuk jema’ah tahlilan, sehingga terjadi
kesamaan dan kesetaraan antara orang yang kaya dan yang miskin, dan mereka
juga tidak merasa dideskriminasikan dari forum tersebut.
Disamping jamuan itu, dalam setiap forum tahlilan yang rata-rata diikuti
oleh sekitar 30 orang tersebut, setiap orang harus menyetorkan uang Kas
sebanyak 1.000,- rupiah yang dibagikan ke tuan rumah sebesar 25.000 dan 5000-
nya dimasukkan dalam kas Jama’ah. Uang tersebut adalah sebagai ganti rugi
dari jamuan yang diberikan oleh tuan rumah.
Pada awalnya kesepakan itu memang disepakati oleh para peserta jema’ah,
akan tetapi lama-kelamaan jamuan tersebut berkembang dan terus berkembang
hingga saat ini, seperti saat peserta KKN-PAR mengikuti jamaah tersebut,
ternyata suguhannya sangat banyak, memang sebelum tahlilan dimulai tidak
tampak adanya kesibukan untuk memberikan suguhan, tetapi setelah tahlilan

21
selesai peserta tahlilan dijamin bakal kekenyangan. Hidangan awal yang
dikeluarkan biasanya berupa nasi, soto, rujak, atau ketan, yang kemudian disusul
dengan Kopi atau teh, baru makanan penutup berupa buah-buahan, agar-agar,
gorengan dan lainnya. Demikian juga dengan jama’ah tahlilan putri, tapi bedanya
kalau jema’ah putri tidak disuguhi kopi, biasanya mereka hanya disuguhi Air
mineral, Teh, sedangkan makanannya biasanya Nasi, kacang, kerupuk,
semangka, duku dan makanan ringan lainnya.
Dan ternyata kemewahan hidangan atau suguhan yang diberikan oleh tuan
rumah tersebut menentukan stratifikasi sosial mereka. Orang yang kaya akan
cendrung memberikan makanan yang mewah-mewah ketimbang orang-orang
yang ekonominya rendah. Padahal sebelumnya telah ditegaskan bahwa hidangan
tersebut diberikan seikhlas dan semampunya tuan rumah.
Disamping forum tahlilan tersebut, masyarakat juga memiliki jama’ah
istighasah yang dilakukan setiap satu bulan satu kali, yang dilaksanakan di
Masjid. Jama’ah ini merupakan satu-satunya forum keagamaan yang
menyatukan masyarakat dalam satu jema’ah. Dalam jema’ah ini juga diberikan
konsumsi yang didapat dari hasil sukarela masyarakat setempat yang mau dan
mampu untuk menyumbang. Jika tidak ada itupun bukanlah masalah bagi
jema’ah.
Adapun fasilitas ibadah yang ada di Desa Gedong Kedoan adalah Masjid
Darul Muttaqin yang terletak di pusat desa. Masjid ini adalah masjid satu-
satunya yang ada di desa ini. Akan tetapi masjid ini cendrung sepi dari kegiatan
keagamaan. Dari hasil observasi dilapangan masjid ini hanya digunakan untuk
sholat Jama’ah Sholat Fardhu, Istighasah yang dilakukan satu bulan sekali yaitu
setiap malam Jum’at Legi, serta sebagai tempat anak-anak belajar Qori’ setiap
minggu sekali. Masjid tersebut tidak digunakan menshalati jenazah. Shalat
jenazah biasanya dilakukan di rumah mayat Masjid yang luasnya sekita + 25x30
m tersebut saat jema’ah sholat magrib hanya terdiri dari + 5-7 shaf laki-laki dan
perempuan. Dan itupun adalah jumlah shaf yang paling banyak, bahkan kalau
sholat dhuhur jamaah biasanya hanya 2-5 orang.
Disamping itu, fasilitas ibadah yang ada di desa ini adalah 4 buah mushalla
yang ada dimasing-masing RT kecuali RT 3, karena wilayah RT tersebut sempit
sementara letak Masjid tersebut berada dikawasan RT 4 yang berdekatan dengan

22
RT 3. Rata-rata luas mushalla yang ada di desa ini hanya 10 m2. yang berfungsi
sebagai sarana sholat Jama’ah dan sebagai tempat diba’an (sholawat) untun
anak-anak. Karena sudah diadakan di Musholla-musholla, acara dibaan tidaklah
diadakan di masjid. Masjid hanya menampung acara-acara diba’an saat
peringatan hari besar Islam tertentu saja.

d. Kesehatan “Takut Penyakit, Kok Ternak Nyamuk”


Kalau dilihat sepintas lingkungan masyarakat desa Gedongkedo’an
tergolong masyarakat yang memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga
kesehatan lingkungannya. Hal ini bisa dilihat dari kebersihan lingkungan
pakarangan rumah dan jalan sepanjang desa. Terutama dalam hal sampah,
masyarakat desa gedongkedo’an tahu betul tentang bahaya sampah yang tidak
dirawat, atau mereka sangat memahami apa yang akan terjadi jika warganya
membuang sampah secara sembarangan.
Secara sepintas lingkungan desa ini memang bersih dari sampah-sampah
yang berserakan secara sembarangan. Walaupun belum ada penampungan
sampah pusat, masyarakat sangat rutin setiap pagi membakar sampah-sampah
yang ada disekitar lingkungan rumah mereka. Bahkan sempat ada lontaran saat
pertama kali Peserta KKN-PAR sampai ke desa ini, mereka selalu diwanti-wanti
oleh masyarakat agar tidak membuang sampah sembarangan, bahkan puntung
rokokpun dilarang dibuang sembarangan. Mereka menganjurkan buanglah
sampah pada tumpukannya, karena memang desa ini belum memiliki tempat
sampah disekitar rumah-rumah mereka.
Akan tetapi di sisi lain, terutama kalau pada waktu malam hari, desa ini bisa
dikatakan sebagai sebuah “kota nyamuk”, karena tidak sedikit nyamuk-nyamuk
yang menyerang ke rumah-rumah warga. Dan pastinya akan menimbulkan
benjolan-benjolan kecil warna merah dikulit, sesaat kemudian akan terasa gatal-
gatal diderah tempat dimana nyamuk tersebut menggigit kita.
Ternyata, setelah ditelusuri secara mendalam, nyamuk-nyamuk tersebut
berasal dari genangan air di galian-galian di sekitar pemukiman warga desa
Gedongkedo’an, dimana hal itu yang awalnya disangka oleh Peserta KKN-PAR
sebagai tambak ikan, ternyata adalah genangan air yang tidak mendapatkan
saluran pembuangan dan tidak dimanfaatkan sebagai tambak, karena tidak semua

23
genangan-genangan atau galian-galian tersebut bisa dimanfaatkan untuk
memelihara ikan. Bahkan seperti galian yang ada didepan TPQ yang luasnya kira
7 m2 dan dalamnya 2 m, yang awalnya galian tersebut dibuat sebagai tambak
ikan, tapi ternyata ikan-ikan yang ada digalian tersebut banyak yang mati. Dan
sampai sekarang galian tersebut tidak bisa dimanfaatkan untuk merawat ikan dan
galian tersebut tidak ditutup lagi. Sehingga airnya tetap ada dan terlihat sangat
kotor oleh lumut dan tumbuhan-tumbuhan liar lainnya.
Berbeda halnya dengan galian yang dimanfaatkan oleh warga untuk
beternak ikan. Galian tersebut airnya tampak bersih dari kotoran-kotoran
walupun airnya terlihat berwarna hijau tua, yang menandakan air tersebut tidak
pernah diganti-ganti seperti halnya galian yang lainnya. Di samping itu, ada juga
genangan yang semi manfaat. Galian yang ada disekitar perumahan warga
tersebut begitu kotor walaupun tidak menimbulkan bau yang menusuk dan
mengganggu warga, namun ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan air
yang menggenang tersebut untuk mandi dan mencuci.
Sebelumnya masyarakat memang telah melakukan beberapa usaha untuk
menanggulangi banyaknya nyamuk tersebut. Karena hal itu begitu
menghawatirkan terhadap kesehatan masyarakat. Salah satu usaha mereka untuk
menghilangkan nyamuk tersebut aadalah dengan adanya beberapa kali
penyemprotan nyamuk. Usaha itu memang membawakan hasil, nyamuk bisa
hilang. Akan tetapi hanya dalam jangka waktu satu sampai dua hari. Setelah itu
nyamuk-nyamuk tersebut kembali datang dengan jumlah yang sama banyaknya.
Dan akhrinya masyarakatpun sadar, bahwa nyamuk tersebut memang
ditimbulkan oleh genangan-genangan air dan barongan-barongan (bambu-
bambu) yang mengelilingi desa ini. Sehingga usaha lainnya yang dilakukan oleh
masyarakat adalah dengan membuat gorong-gorong sebagai saluran pembuangan
air ke bengawan. Akan tetapi hal ini sampai sekarang belum terealisasi karena
masih menunggu kucuran dana dari pemerintah. Pasalanya pembuatan gorong-
gorong tersebut membutuhkan dana sekitar 50-70 juta rupiah.
Walaupun desa ini terkenal dengan sarang nyamuk, masyarakat tidak
merasa terganggu dan tidak mempermasalahkan lagi nyamuk tersebut. Pasalnya
mereka sudah kebal terhadap gigitan nyamuk tersebut. Padahal kalau

24
dibandingkan dengan nyamuk yang ada di Surabaya, nyamuk yang ada di desa
ini memang kecil ukurannya tapi gigitannya lebih sadis dari nyamuk Surabaya.
Disamping itu fasilitas kesehatan yang ada dimasayrakat ini sangat minim.
Di desa Gedongkedo’an ini, hanya memiliki 1 orang bidan, 1 orang dukun
beranak serta beberapa kegiatan kesehatan seperti Posyandu yang dilakukan
selama satu bulan sekali dan Polindes yang juga dilaksanakan selama satu bulan
satu kali yang bertempat di balai desa.
Sedangkan untuk fasilitas rumah sakit, dan puskemas masayrakat desa
Gedongkedo’an biasanya memanfaatkan fasilitas yang ada di karanggeneng
kabupaten lamongan. karena disamping tempatnya lebih dekat dari kabupaten
gresik, dana transportasinyanpun lebih murah.

B. PROBLEMATIKA UMUM MASYARAKAT


Melihat penjelasan tentang kondisi umum masyarakat desa Gedongkedo’an di
atas, maka secara general, ada beberapa hal yang menjadi persoalan atau problem
masyarakat desa Gedongkedo’an. Yaitu :
1. Masalah Kemiskinan Dan Pengangguran
Problem kemiskinan dan pengangguran memang bukan lagi masalah baru
sepajang sejarah kehidupan manusia. Problem ini sudah menjamur, tidak di
Indonesia, bahkan di dunia sekalipun sudah menjadi persoalan umum yang menjadi
skala prioritas pemerintah setempat.
Demikian juga dengan desa ini, keresahan masayarakat akan masa depan
mereka kian suram, teurtama pasca mereka lulus SMA sederajat, mayoritas
masyarakat desa ini akan berbondong-bondong pergi ke kota untuk mencari
pekerjaan. Bahkan tidak sedikit warga desa ini yang harus lintas Negara hanya
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Banyak sebab yang melatarbelakangi problem ini, khususnya di desa
Gedongkedo’an ini, disamping luas wilayahnya sangat sempit sehingga
menyebabkan minimnya lahan garapan yang biasanya dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian oleh mayoritas warga desa, sehingga lahan pekerjaan mereka sangat
minim pula. Disamping itu, masyarakat yang sudah memiliki lahan pekerjaan tetap
ternyata tidak bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti Tambak ikan,
nelayan, Wirausaha, Home Industi dan lainnya.

25
Menjadi TKI adalah merupakan satu-satunya pilihan masyarakat untuk
mengatasi kemiskinan, daripada mereka tinggal di desa tapi tidak memiliki
pekerjaan dan malah menambah beban orang tua mereka. Dari hal inilah, seperti
data yang kami peroleh bahwa kurang lebih sekitar 150 orang warga desa gedong
yang bekerja ke Malaysia dan umumnya diantara mereka termasuk usia yang
produktif.
2. Rendahnya Tingkat Pendidikan Masyarakat.
Kemiskinan memang dekat dengan kebodohan, dan kebodohan identik
dengan tinggi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Hal inilah yang juga
termasuk problematika umum masyarakat desa Gedongkedo’an Kecamatan Dukun
Kabupaten Gresik ini.
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Gedongkedo’an dapat terlihat
dari data di atas yang menyatakan bahwa mayoritas tingkat pendidikan masyarakat
desa gedongkedo’an ini jika dimatrikan berdasarkan jumlah terbanyak, Lulusan
Sekolah Dasar adalah mendapat peringkat pertama. Dan hal ini dapat dimaklumi
karena mayoritas masyarakat yang berdomisili di desa ini adalah golongan orang-
orang tua yang belum mengecap pendidikan lanjutan. Setelah itu disusul dengan
masyarakat yang tingkat pendidikannya hanya sebatas SMP/MTs sederajat dan
Masyarakat yang tingkat pendidikannya sampai pada SMA/MA sederajat.
Sedangkan masyarakat yang mengecap pendidikan diperguruan tinggi sangat
minim sekali. Hal ini juga bisa dilihat dari kuantitas masyarakat yang saat ini masih
dalam proses pendidikan diperguruan tinggi hanya berjumlah sekitar 9 orang dari
1165 orang penduduk desa Gedongkedo’an.
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat ternyata berpengaruh juga
terhadap tingkat pekerjaan mereka. dimana di desa yang rata-rata penghasilan
penduduknya diperoleh dari hasil pedagang kecil, petani, peternak dan jenis
pekerjaan lainnya. Disamping itu rendahnya tingkat pendidikan mereka juga
mempengaruhi terhadap wawasan ilmu pengetahuan masyarakat yang rendah pula.
Jadi semakin tinggi tingkat pendidikan manusia maka semakin tinggi pula wawasan
pengetahuan mereka.
3. Minimnya Kreativitas Masyarakat
Disisi yang lain, ternyata rendahnya tingkat pendidikan masyarakat juga
mempengaruhi terhadap daya kreativitas masyarakat. Sehingga masyarakat desa

26
gedongkedo’an yang sebetulnya memiliki beberapa potensi yang bisa dimanfaatkan
untuk mengembangkan dan memajukan kehidupan masyarakatnya. Akan tetapi
persoalannya potensi yang ada tersebtu ternyata tidak didukung oleh daya
kreativitas mereka yang tinggi sehingga hasilnyapun tidak terlalu maksimal dan
tidak bisa memberikan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.
Lemahnya kreativitas masyarakat tersebut inilah yang menyebabkan banyak
masyarakat yang ada di desa ini memilih untuk pergi keluar daerah demi memenuhi
kebutuhan hidup mereka. Sedangkan masyarakat yang tinggal di desa ini hanya
tergantung pada Alam dan bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan makan
sehari-hari saja. Tanpa ada pola pikir bagaimana caranya agar kehidupan mereka
bisa lebih maju. Khususnya dalam hal pendidikan masyarakatnya.
4. Rendahnya Skill Managerial Masayrakat
Kemampuan manusia dalam mengelola dan mamenegemen sangat
menentukan terhadap kemajuan kehidupan mereka. tidak hanya dalam hal
memenageman sebuah organisasi tapi juga dalam hal memanagemen hidup mereka
baik secara individu, keluarga ataupun bermasyarakat.
Kamampuan (skill) managerial yang tinggi inilah yang tidak dimiliki oleh
mayoritas masyarakat Gedongkedo’an, sehingga pola pikir mereka pun juga terlalu
dangkal khususnya dalam hal melakukan pengembangan terhadap potensi mereka
yang miliki. Dan hal ini tidak hanya terjadi dikalangan masyarakat bawah,
organisasi karang taruna, Pengelola Lembaga Sekolah dan lainnya, bahkan para
petinggi dan aparatur desa juga memiliki persoalan yang sama. Hal ini seperti
diakui oleh kepala desa Gedongkedo’an mengatakan bahwa secara pribadi dirinya
tidak banyak tau tentang organisasi dan managemen tersebut. Sehingga dia
terkadang merasa kesulitan memberikan pelayanan sama masyarakat dan
melakukan beberapa pembangunan yang berorientasi pada pemberdayaan
masyarakat.
Selama ini, program-program atau kegiatan-kegiatan yang ada di desa ini
hanya berorientasi pada pembangunan fisik, seperti pengaspalan jalan,
pembangunan sekolah, masjid, dan pemenuhan sarana dan prasarana lainnya.
Sedangkan model pembangunan yang non fisik seperti meningkatkan kreativitas
masyarakat, pengembangan Usaha, Teknik-teknik pengelolaan ternak dan lainnya
belum pernah tersentuh sama sekali.

27
Hal inilah yang kemudian menyebabkan paradigma masyarakat yang
cendrung malas untuk diajak secara bersama-sama meningkatkan taraf hidup
mereka dengan proses yang panjang. Umumnya masyarakat yang ada di sini suka
menerima hal-hal yang berbentuk konkrit saja.
5. Minimnya Fasilitas Pendukung
Disamping beberapa persoalan diatas, masyarakat desa gedongkedo’an
terkadang juga dihadapkan dengan masalah-masalah yang terkait dengan minimnya
fasilitas yang ada di desa ini. Baik hal itu berupa fasilitas yang terkait dengan
kesehatan, agama, ekonomi dan lainnya.
Salah satu hal yang sering menjadi harapan masyarakat desa
Gedongkedo’an ini adalah adanya fasilitas Kesehatan baik berupa Puskemas
ataupun lainnya, sehingga masyarakat bisa mendapatkan layanan kesehatan dengan
mudah. Disamping itu fasilitas pendidikan juga ternyata tidak kalah pentingnya
dengan kesehatan. Karena seperti telah dijelaskan di atas di desa Gedongkedo’an
ini hanyat terdapat satu buah lembangan pendidikan dasar yaitu MI Darul Ulum,
yang ternyata fasilitas yang ada dalam lembaga tersebut ternyata sangat minim
sekali.
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut akan berguna untuk memudahkan
layanan terhadap masyarakat, masih banyak fasilitas-fasilitas lain yang juga bisa
mengembakan skill dan pengetahuan masyarakat.

28
BAB IV
IDENTIFIKASI MASALAH DAN POTENSI
DAN TEKNIK PEMECAHANYA

A. Identifikasi Masalah Dan Prosesnya


Adapun masalah-masalah yang sering dihadapi oleh masyarakat
Gedongkedo’an bagitu kompleks karena disamping minimnya potensi Alam yang dapat
manfaatkan, secara general SDM masyarakat desa gedongkedo’an juga sangat rendah.
Sehingga kedua hal inilah yang menyebabkan terbelitnya masyarakat desa
Gedongkedo’an kedalam persoalan Kemiskinan dan Kebodohan, sehingga
perkembangan Kehidupan mereka begitu lambat.
Sebelum membahas lebih jauh tentang masalah-masalah yang sering dihadapi
masyarakat desa Gedongkedo’an alangkah lebih baiknya, jika kita harus mengetahui
bagaimana masalah –masalah tersebut diidentifikasi. Adapun langkah-langkah dalam
melakukan identivikasi masalah tersebut adalah melalui :
1. Observasi
Langkah awal yang peserta PAR lakukan adalah dengan melakukan
Observasi di secara langsung dilapangan. Observasi ini bertujuan untuk mengetahui
pola kehidupan masyarakat baik secara ekonomi, hubungan sosial
kemasyarakatannya, agama, pendidikan dan kegiatan-kegiatan masyarakat
kesehariannya.
Dari hasil observasi inilah kami mendapatkan beberapa data tentang kondisi
dan problematika masayakat yang sering dihapi, serta bagaimana pola kehidupan
mereka dalam sehari-harinya, sehingga kesimpulan umum sementara yang kami
dapat adalah meliputi :
a. Masyarakat Desa Gedongkedo’an memiliki potensi alam yang sangat
minim, hal ini terlihat dari luas wilayahnya yang sangat sempit dan tidak ada
kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan seperti, Tambang emas, Minyak tanah,
dan lainnya.
b. Tanah yang ada diwilayah ini hanyalah Mayoritas dimanfaatkan untuk tanah
pekarangan, karena tanah-tanah yang ada tidak begitu subur sehingga
masyarakat menyebutnya tanah tegal.

29
c. Dalam kehidupan sosial masyarakat desa gedongkedo’an memiliki
integritas yang tinggi serta kepatuhan kepada tokoh masyarakat dan tokoh
agama sangat kuat. Sehingga pola piker, prilaku mereka terhegemoni oleh
tokoh-tokoh tersebut. Walaupun masih ada sebagian kecil masyarakat yang
memiliki daya berfikir kritis tetapi tidak terlalu banyak membawa dampak
perubahan terhadap masyarakat.
d. Secara ekonomis kehidupan masyarakat desa gedongkedo’an mayoritas
berada dikelas menengah kebawah.
e. Tingkat pendidikan dan managemen hidup masyarakat sangat rendah, hal
ini bisa dilihat dari beberapa potensi yang ada tidak bisa dimanfaatkan secara
maksimal.
f. Minimnya lapangan pekerjaan yang ada didesa, sehingga banyak warga
yang bekerja keluar daerah (TKI).
g. Mayoritas masyarakat yang ada masyarakat Islam NU, hal ini terbukti
dengan rutinitas masyarakat setiap minggunnya yang sering mengadakan acara
ritual tahlilan.
h. Pola pikir masyarakat yang instans membuat sulit masyarakat untuk
berkembang, hal ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang malas untuk
diajak maju jika melalui proses yang lama dan panjang.
i. Kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan lingkungan sangat rendah,
hal tersebut terbukti dengan banyaknya air yang mengenang dan sangat kotor
sehingga menjadi sarangnya nyamuk.
b. Wawancara Bersama Masyarakat
Dari hasil observasi tersebut kemudian kami lanjutkan dengan malakukan
wawancara langsung bersama masyarakat untuk mengetahui persoalan-perasoalan
yang mereka hadapi secara lebih mendalam dan mendetail. Sedangkan wawancara
tersebut dilakukan baik secara formal (datang bertamu kerumah-rumah masyarakat)
ataupun non formal (dilakukan diladang, warung kopi, jalan-jalan dan lainnya).
Dari beberapa hasil wawancara dengan masyarakat tersebut kami dapatkan
beberapa data tentang beberapa persoalan yang sering mereka hadapi dan membuat
mereka resah, secara umum masalah-masalah tersebut adalah meliputi :
a. Rendahnya pendapatan mereka.
b. Minimnya lapangan pekerjaan

30
c. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
d. Lemahnya skill managerial masyarakat
e. Minimnya modal usaha mereka.
Masalah-masalah itulah yang sering dikeluhkan oleh masyarakat, dan
sampai sekarang hal itu belum terselesaikan. Disamping itu masalah lain tentang
persoalan Kualitas pendidik MI yang ada di desa Gedongkedo’an, Management
BMT, serta respon aparatur pemerintahan terhadap nasib rakyatnya.
c. Forum Rembuk Desa
Setelah melakukan beberapa wawancara dengan masyarakat, kemudian
kami pertemukan beberapa orang masyarakat yang meliputi, aparatur Desa (Bapak
RT, dan RW) Tokoh Masyarakat, Kepala sekolah, Aktivis Muda, Anak Karang
Taruna dan warga lainnya yang merupakan perwakilan dari masing-masing RT.
Pertemuan tersebut kami berinama dengan “Forum Rembuk Desa”, adapun
pembahasan dalam forum tersebut adalah meliputi :
1. Identifikasi Masalah Utama
Dalam pertemuan yang kami sebut “Forum Rembuk Desa“ itu,
membahas masalah-masalah yang sudah teridentifikasi dari hasil observasi dan
wawancara dengan warga setempat. Sedangkan pembahasan tersebut meliputi,
Masalah Utama, Sebab-sebab Masalah, Akibat yang akan ditimbulkan oleh
masalah-masalah tersebut.
Adapun masalah yang terindentifikasi dalam Forum tersebut adalaha
meliputi beberapa persoalan dari berbagai Aspek kehidupan Masyarakat yaitu
seperti :
- Dibidang ekonomi : Masalah yang muncul dibidang ekonomi adalah
seperti, rendahnya pendapatan masyarakat, minimnya modal pengembangan
usaha, Minimnya pengetahuan dan teknik pengelolahan Ternak Sapi,
Tambak Ikan, serta pengembangan Home Industri (Popok Bayi, Pruduksi
Tahu, Tempe dan Mercy).
- Bidang Kesehatan : sedangkan dibidang kesehatan yang menjadi
masalah adalah meliputi kesehatan lingkungan, Air yang menggenang,
Banyaknya Nyamuk, serta Minimnya Air bersih untuk dikonsumsi
masyarakat.

31
- Bidang Pendidikan : Masalah dalam bidang ini yaitu meliputi
Rendahnya Tingkat pendidikan Masayarakat, Lemahnya Skill dan
Keterampilan Masyarakat, Minimnya SDM Masayarakat, Anak-anak yang
putus sekolah, serta Lemahnya Skill Managerial Pengelola Lembaga
Pendidikan yang ada di desa Gedongkedo’an seperti TPQ, MI, Play Group,
dan TK.
- Bidang Organisasi Kemasyrakatan.: dibidang ini masyarakat
ternyata masalah yang dihadapi adalah persoalan Lemahnya Skill
Menegerial, Krisis Kader dan Krisis Figur Kepemimpinan, serta Minimnya
Sumber Dana untuk mengembangkan organisasi tersebut. Dan hal juga
terjadi dikalangan aparatur desa seperti RT, RW dan aparat desa lainnya.
- Fasilitas yang ada didesa : Terkait dengan minimnya beberapa
fasilitas di desa ini, seperti failitas dalam Masjid, Lembaga Pendidikan
ataupun fasilitas desa seperti Puskesmas, dan lainnya.
Setelah masalah-masalah tersebut teridentifikasi secara keseluruhan,
barulah kemudian dicarikan sebab-sebab dari masalah tersebut beserta akibat
yang ditimbulkannya. Sedangkan rincian dari hasil identifikasi masalah tersebut
adalah sebagaimana terlampir.
2. Teknik Pemecahan Masalah
Setelah melakukan identifikasi tersebut, forum Rembuk desa juga
menentukan beberapa solusi yang dinilai sebagai seolusi tepat untuk
memecahkan beberapa persoalan yang telah dihadapi tersebut.
Solusi yang ditentukan oleh masyarakat adalah dengan
mempertimbangkan sebab-sebab dari masalah itu. Jadi solusi yang ditawarkan
oleh masyarakat dengan melihat apa penyebab dari timbulnya masalah tersebut.
Sehingga solusi yang ada bisa memecahkan secara langsung terhadap penyebab
masalahnya dan focus pada akar masalah tersebut.
Dari beberapa solusi yang ada, kemudian di materialisasikan ke dalam
suatu bentuk program kegiatan, dan kegiatan-kegiatan itulah yang kemudian
akan menjadi perencanaan awal untuk mememcahkan masalah yang dihadapi
oleh masyarakat. Adapun rincian solusi tersebut juga bisa dilahat dalam
lampiran Laporan ini.
3. Menentukan Skala Prioritas (Matrix Ranking)

32
Dari sekian banyak solusi dari beberapa aitem permasalahan, barulah
kami beserta masyarakat menentukan matrik rangking (skala prioritas) dari
beberapa kegiatan tersebut. Dari hasil sekala prioritas inilah, program bisa
dipilih mana yang akan dilaksanakan terlebih dahulu.
Adapun tolak ukur dari penentuan skala prioritas tersebut adalah dipilih
mulai dari yang paling penting dan paling mendesak, serta mungkin dan mampu
dilakukan dalam waktu dekat (satu bulan kedepan) sesuai jangka waktu
keberadaan peserta PAR di desa Gedongkedo’an tersebut.
Setelah selesai menentukan skala prioritas tersebut, barulah kemudian
dilanjutkan pada pembahasan waktu pelaksanaan kegiatan dari solusi yang telah
ditawarkan, mulai dari penanggung jawab, tujuan kegiatan, target, dana yang
dihabiskan serta dari mana sumberdana tersebut bisa diperoleh.
Setelah forum tersebut selesai, kami berusaha untuk mengatur jadwal
dengan masyarakat terkait dengan pertemuan selajutnya untuk kembali
mendiskusikan dan membahas beberapa persoalan yang belum tuntas. Akan tetapi
berdasarkan permintaan masyarakat mereka begitu enggan untuk diajak diskusi
secara formal, mereka meminta kepada kami untuk melakukan survey langsung
dilapangan. Hal tersebut karena kesibukan masyarakat dalam kesehariannya,
mereka bekerja mulai dari pagi sampai sore hari, sehingga waktu malam hari
mereka gunakan untuk istirahat.
Sehingga langkah selanjutnya yang dipilih oleh peserta PAR adalah dengan
melakukan transek untuk memperoleh data tentang beberapa persoalan yang belum
dibahas secara mendalam. Transek tersebut kami lakukan dari rumah-kerumah
warga. Dimanapun dia berada kami ajak diskusi, dan solusi apa yang kiranya tepat
untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang mereka hadapi.
Demikian juga dengan pembahasan program yang akan dilakukan, kami
tabulasi data-data dan keinginan masyarakat tersebut dari rumah-rumah, seperti
persoalan pertanian dan peternakan yang sering dihadapi masyarakat.
Dalam hal pertanian masyarakat mengalami masalah tentang Hama, mereka
seringkali pertaniannya diserang hama, sehingga hasil dari pertanian mereka tidak
maksimal. Dari itulah kami bersama sama masyarakat (perorangan) menyusun
program kegiatan pembuatan Bio Pestisida yang berguna untuk mencegah atau
membunuh hama yang menyerang pertanian. Sedangkan waktunya mereka

33
pasrahkan kepada kita. Akan tetapi kami juga membentuk leader local yang
bertanggung jawab mensosialisasikan beberapa program yang telah tersusun
kepada masyarakat. Disamping itu leader local tersebut bertanggung jawab atas
kegiatan yang telah direncanakan tersebut.
Adapun hasil identifikasi yang diperoleh dalam forum rembuk desa tersebut
secara umum adalah meliputi : Persoalan Ekonomi Masyarakat, Pendidikan,
Kesehatan dan Organisasi Masyarakat (Karang Taruna), sedangkan rincian hasil
forum rembuk desa tersebut adalah sebagaimana terlampir.
Setelah Identifikasi masalah selesai dalam forum tersebut, masyarakat
kemudian menentukan skala prioritas dari sekian masalah yang akan dipecahkan,
ternyata hasil dari matrix Rangking (Skala Prioritas), masyarakat menyepakati
bahwa persoalan yang harus dan lebih dulu diselesaikan adalah Persaoalan yang
dihadapi Organisasi Masyrakat Karang Taruna.
Setelah itu kami mengadakan rapat lanjutan bersama para anggota
perwakilan karang taruna untuk menindak lanjuti hasil dari forum rembuk desa
tersebut. Dalam rapat yang dihadiri 6 orang dari karang taruna, dua orang diantara
mereka adalah Pembina karang taruna yaitu Bapak Moh. Nur Hasan S.Pd, dan
Bapak Mashudin. Dalam rapat tersebut membahas tentang beberapa kegiatan yang
dinilai bisa memecahkan persoalan yang dihadapi karang taruna. Adapun rincian
kegiatan tersebut sebagaimana terlampir.

B. IDENTIFIKASI POTENSI
Walaupun ada beberapa permasalahan yang sering dihadapi oleh masyarakat, dan
minimmya lahan serta letak geografis desa yang sempit, desa ini juga memiliki beberapa
potensi yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu meliputi:
Aspek Ekonomi:
1. IDT (Inpres Desa Tertinggal)
2. Bantuan Bearas untuk keluarga miskin (Raskin)
3. BMT (Baitul Maal Wattamwil)
4. Home industry:
a. Mercy
b. Pabrik Tahu
c. Pabrik Tempe

34
d. Popok Bayi “XEWELL”

Aspek Pendidikan :
 Satu Madrasah Ibtidaiyah Darul Ulum
 Satu Sekolah TPQ Tadrizud Dirosah
 Satu Orang Lulusan UNATAG jurusan teknik perindustrian
 Satu orang lulusan UM malang
 9 orang yang sedang kuliah
Aspek Organisasi Kemasyarakatan:
 I orang ibu bidan
 1 orang dukun anak
 Kegiatan posyandu
 Polindes
 7 buah sumur galiana
Dari beberapa potensi di atas, dapat dilakukan analisa: jika potensi tersebut bisa
dimanfaatkan secara maksimal dan didukung oleh skill menajerial yang mumpuni maka
tidak mkenutup kemungkinan problematika masyarakat yang dialami bisa diatasi dengan
cepat

35
BAB V
REALISASI dan EVALUASI PROGRAM
A. PERENCANAAN
Dari beberapa rencana program yang telah disusun bersama masyarakat ada
sekitar empat prograk yang menjadi skala prioritas yang akan dilaksanakan, keempat
program tersebut direncakan bersama warga yang memiliki kaitan terhadap
permasalahan-peremasalahan dan menjadikan program tersebut sebagai suatu solusi,
adapun keempat program tersebut adalah :
a. Diklat Managemen Organisasi dan Kepemimpinan
Diklat ini direncakan oleh mahasiswa dengan peserta Karang Taruna, dalam
perecanaan awal diklat tersebut, para peserta KKN-PAR beserta karang teruna yang
didampingi oleh dua orang pembimbing mereka sebetulnya merencanakan dua
program yaitu Diklat Managemen Organisasi dan Diklat Kewirausahaan, Pelatihan
Pengolahan Sampah, Pelatihan Pembuatan Pupuk Kompos dan Pembentukan
Badan Usaha Organisasi.
Namun dari kelima program kegiatan tersebut yang diprioritaskan adalah
Diklat Managemen Organisasi, walaupun pada awalnya hal itu ditentang oleh
Pembina mereka yang memprioritaskan Diklat Kewirausahaan, akan tetapi dengan
berbagai alasan dan masalah yang terkait dengan karang taruna akhir-akhir ini,
akhirnya diputuskan pula Diklat Managemen Organisasi dan Kepemimpinan
tersebut menjadi prioritas utama, dan hal itupun terkait dengan keberadaan Peserta
PAR selaku pendamping dan fasilitator atas keberhasilan Diklat Tersebut.
Rapat tersebut dilakukan secara singkat setelah forum rembuk desa, yang
ditindak lanjuti lagi pada rapat kedua, dimana dalam rapat kedua yang dilaksanakan
di Markaz Cowok KKN-PAR tersebut, karang teruna diwakili oleh empat orang
yaitu Anis, Mashula, Wahyudi, dan Andi, dalam rapat tersebut menghasilkan
keputusan mengenai Susunan Panitia, Waktu, Tempat, serta Biaya yang akan
dihabiskan dalam kegiatan tersebut beserta Sumber dananya.
Dari hasil rapat tersebut diputuskan ternyata Waktu dan Tempat
Pelaksanaannya adalah pada Hari Jum’at tanggal 17 Agustus yang bertempat di
Brumbun Lamongan, akan tetapi tempat tersebut ternyata tidak direstui oleh kepala
desa, dan akhirnya sebagai Alternativ adalah dilaksanakan di gedung MI Darul
Ulum.

36
Adapun dana dalam acara tersebut akan menghabiskan kira-kira sekitar Rp.
2.600.000,- an. Dan dana tersebut akan diperoleh dari hasil proposal, Kas Karang
Teruna serta Sumbangan Peserta KKN-PAR. Sedangkan Narasumbernya
sepenuhnya dipasrahkan kepada Peserta KKN-PAR.
Disamping itu dalam rapat tersebut, Wahyudi terpilih sebagai ketua panitia
yang didampingi oleh Erliyanto (Peserta KKN-PAR) sebagai wakilnya, demikian
juga dengan sekretarisnya Andi yang didampingi oleh Ina (Peserta KKN-PAR), dan
bendaharanya adalah Anis. Sedangkan devisi-devisi dibawahnya sepenuhnya diisi
oleh anggota Karang Taruna.
b. Pelatihan Pembuatan Bio Pestisida dan Pupuk Slury.
Kegiatan Pembuatan Bio Pestisidan dan Pupuk Slury ini adalah merupakan
kegiatan yang direncanakan oleh Peserta KKN-PAR bersama Masyarakat yang
memiliki lahan pertanian. Sebetulnya perencanaan Pelatihan ini tidak melibatkan
masyarakat secara keseluruhan, dalam perencanaan kegiatan ini, teman-teman
peserta KKN-PAR hanya berusaha merespon beberapa permasalahan yang dihadapi
oleh masyarakat petani. Karena seringkali mereka mengalami permasalahan hama
yang menyerang pertanian mereka.
Permasalahan tersebut kemudian diperdalam oleh teman-teman Peserta
KKN-PAR dengan melakukan wawancara dan diskusi bersama warga setempat
yang memiliki pertanian. Dan dalam wawancara dan diskusi itulah teman-teman
KKN-PAR menawarkan suatu solusi untuk membasmi hama yaitu dengan Bio
Pestisida.
Ternyata tawaran tersebut mendapat sambutan hangat oleh warga setempat.
Akhirnya teman-teman peserta KKN-PAR menunjuk beberapa orang sebagai leader
local atas suksesnya pelatihan tersebut yang diambil dari masing-masing RT baik
mereka yang memiliki pertanian ataupun tidak, asal mereka respek dan apresiatif
terhadap kegiatan ini, kami libatkan dalam pelatihan tersebut.
Karena masing-masing warga memiliki kesibukan sendiri, akhirnya kamia
temui mereka secar perorangan untuk menentukan kapan waktunya yang tepat
untuk melakukan kagiatan tersebut. ternyata warga menyerahkan sepenuhnya
kepada peserta KKN-PAR kapan baiknya kegiatan tersebut dilaksanakan, akhirnya
berdasarkan beberapa pertimbangan dari warga peserta KKN-PAR menentukan
Hari Jum’at Tanggal 10 Agustus 2007 jam 09.00 WIB. Yang bertempat dilapangan

37
sepek bola dibelakang sekolah MI Darul Ulum. Kebetulan yang menjadi fasilitator
dan pemateri dalam kegiatan ini adalah teman-teman KKN-PAR sendiri, jadi tidak
butuh tenaga dan biaya banyak untuk merealisasikan program tersebut.
c. Pengolahan Air Bersih (Air Sodis)
Program ini juga direncanakan bersama warga, sama sepertih pelatihan Bio
Pestisida, akan tetapi dalam kegiatan ini, yang terlibat adalah komunitas
perempuan. Dan program ini sebetulanya untuk menjawab keresahan masyarakat
saat musim kemarau mereka selalu mengalami kesulitan air minum, karena selama
ini mereka menggunakan air dari Bengawan Solo untuk dikonsumsi, sedangkan
jika pada musim kemarau air tersebut kotor. Dan mereka harus memasak air untuk
diminum.
Maka dengan pertimbangan tersebut para warga meminta solusi bagaimana
untuk mengatasi masalah tersebut secara cepat dan tidak terlalu banyak memakan
biaya, akhirnya berkat ide teman-teman KKN-PAR Pengelohan Air bersih yang
disebut denan Air Sodis tersebut mendapat sambutan yang begitu hangat oleh
warga, mereka sangat tertarik dengan tawaran tersebut.
Untuk memudahkan sosialisasi dari program tersebut, para warga meminta
agar kegaitan tersebut dilaksanakan pada waktu tahlilan, karena disamping dalam
tahlilan tersebut warga semuanya berkumpul, kita tidak terlalu banyak makan
tenaga dan biaya untuk membuat dan mengantarkan undangan kepada warga.
Akhirnya berdasarakan kesepakatan itulah teman-teman KKN-PAR dan
berkat dukungan para warga sukses merealisasikan di forum tahlilan pada hari
selasa 14 agustus 2007 dirumahnya Ibu Umarah (RT 2). Sedangkan yang menjadi
fasilitator dan narasumber dalam forum tersebut adalah teman-teman KKN-PAR
sendiri, jadi biaya dan tenaganya sangat minim, serta tidak terlalu rumit dalam
melakukan persiapannya.
d. Penyuluhan Pembudidayaan Ternak Sapi
Kegiatan penyuluhan pembudidayaan sapi ini, adalah merupakan program
untuk menjawab tentang beberapa persoalan masyarakat yang mayoritas memiliki
sapi ternak. Mereka terkadang mengalami kesulitas pakan, dan penggemukan
terhadap sapi, karena sapi-sapi yang mereka umumny kurus-kurus, dan harganya
tidak terlalu mahal, padahal dai hasil penjualan sapi tersebut dijadikan penghasilan
tambahan oleh masyarakat memenuhi kebutuhan hidupnya.

38
Dari itulah masyarakat merencanakan suatu pelatihan yang bisa membantu
mereka mengatasi pesoalan tersebut. dimana disamping teknik beternak sapi
mereka lemah juga pada persoalan pengolahan pakan ternak sehingga sapi tersebut
bisa gemuk dan cepat dijual, dan hasilnyapun juga maksimal.
Awalnya masyarakat tidak pernah punya inisiatif untuk melaksanakan
pelatihan pembudidayaan ternak, disamping mereka juga tidak tahu kepada siapa
mereka akan mengadu, mereka juga tidak memiliki pengalaman tentang bagaimana
teknik beternak sapi yang baik.
Dari itulah kami mencoba memberikan suatu solusi yang disepakati
bersama warga yaitu pelatihan pembudidayaan ternak sapi. Dalam pelatihan
tersebut teman-teman KKN-PAR selaku fasilitator menghubungi Dinas Peternakan
Jawa Timur untuk menjadi nara sumber dalam acara penyuluhan tersebut, akan
tetapi Dinas Peternakan Jawa Timur melimpahkannya kepada Dinas Peternakan
Kabupaten Gresik.
Dalam kegiatan ini, Peserta KKN-PAR hanya bertugas untuk menghubungi
nara sumber sedangkan persiapan lainnya, seperti Tempat dan waktunya dihandel
oleh warga yang dibantu langsung oleh Bapak Kepala Desa. Dan Acara tersebut
disepakati oleh warga dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 22 Agustus 2007. jam
08.00 WIB yang bertempat di Balai Desa.

B. PELAKSANAAN
a. Diklat Managemen Organisasi dan Kepemimpinan
Kegiatan ini sebetulnya sepenuhnya dalam tanggung jawab Panitia Karang
Taruna, sehingga persiapan tempat dan segala macamnya mereka yang melakukan,
peserta KKN-PAR hanya bertanggung jawab pada Nara Sumber Materi Diklat.
Kegiatan ini terealisasi sesuai dengan perencanaan awal yaitu pada tanggal 17
Agustus 2007, dan sebetulnya sehari sebelum kegiatan ini dilaksanakan, teman-
teman karang taruna sempat pesimis dan khawatir takut peserta yang hadir sangat
sedikit. Karena biasanya menurut mereka anak-anak Karang Taruna tidak tertarik
dengan kegiatan ini, apalagi diletakkan dalam desa. Walaupun pertama mereka
banyak akan tetapi nantinya mereka itu akan tinggal sedikit dan banyak yang tidak
kembali setelah istirahat.

39
Ternyata sepanjang proses kegiatan ini dilaksanakan kehawatiran tersebut
tidak terjadi, bahkan peserta yang hadir lebih dari perkiraan anak-anak pengurus
karang taruna, mereka awalnya memperkirakan peserta yang akitif sekitar 10-15
orang ternyata yang hadir rata-rata dalam setiap forum sekitar 30 orang.
Dalam kegiatan ini, dibagi kedalam 4 sesi yaitu meliputi Pertama sesi
pembukaan dan Materi Managemen Organisasi, pada sesi Pembukaan yang
rencananya akan dibukan oleh Bapak Kepala Desa, ternyata dia tidak bisa hadir,
karena mendapatkan undangan mendadak dari Kecamatan Dukun untuk mengikuti
Upacara 17 Agustus. Dan kebetulan waktu pembukaannya dilaksanakan pada jam
yang bersamaan dengan upacara tersebut.
Tetapi dari jam yang dijadwalkan sekitar jam 07.30 WIB pembukaan
tersebut dimulai ternyata telat hingga jam 08.30 WIB, keterlambatan tersebut
karena dilatarbelakangi oleh peserta yang datan terlambat. Disamping itu para
undangan belum juga datang. Dan bahkan para Pembina karang taruna tidak datang
tepat pada waktunya. Dan ternyata Pembinanya tersebut juga mengikuti upacara
dan terpaksa salah satu panitia memaraninya, dan tiba di tempat tepat pada jam
08.30 dan acarapun langsung dimulai.
Karena Kepala desa yang direncanakan akan membukan kegiatan ini tidak
bisa hadir maka, terpaksa Pembina satu-satunya karang taruna yang hadir yaitu
Moh. Nur Hasan S.Pd yang membuka acara tersebut.
Setelah forum pembukaan tersebut selesai, dilanjutkan dengan materi
pertama yaitu Managemen Organisasi yang diisi oleh M. Thohirin, pada sesi materi
pertama ini, tampaknya peserta kejenuhan, karena materi disampaikan secara
seminari dan peserta kebanyakan diam, akan tetapi forum tersebut kembali hangat
saat forum pertanyaan dibuka, ternyata banyak peserta yang mengajukan
pertanyaan-pertanyaan terkait dengan materi yang disampaikan. Walaupun ada
sebagian peserta yang bertanya sedikit melenceng dari pembahasan, tapi nara
sumber tetap menjawabnya, sedangkan moderator yang di handel oleh Wahyudi
(KARTAR) lebih banyak diam dalam forum, dia hanya membuka dan menutup
acara tersebut. akhirnya pada jam 11.30 forum tersebut selesai.
Sebetulnya dalam jadwal setelah materi I kemudian dilanjutkan dengan
materi II yang Kepemimpinan, tetapi forumnya tidak memungkinkan dan peserta
ada sebagian yang pulang. Di samping itu waktunyapun sangat sempit dengan

40
sholat jum’at, akhirnya diputuskan materi kedua di lanjutkan setelah Sholat Jum’at,
padahal pemateri sudah hadir di tempat, akhinya kami (peserta PAR) sebagai pihak
pengundang meminta maaf atas kesalahan tersebut dan dimohon kesediaannya
untuk tetap mengisi materi selanjutnya. Dan alhamdulillah pemateri tersebut mau
memahami kondisi tersebut.
Setelah selesai sholat Jum’at Materi kedua yang dijadwalkan jam 13.30
terpaksa harus molor lagi sekitar 10 Menit, hal itu juga dilatarbelakangi oleh
keterlambatan peserta. Akan tetapi berkat kordinasi antara peserta KKN-PAR dan
Karang Taruna peserta bisa segara dikondisikan dan forumpun dilajutkan.
Pada sesi kedua ini, diisi oleh Habib Mustafa, S.Sos.I sedangkan
moderatornya adalah saudara Andi sekertaris panitia. Dalam forum tersebut peserta
lebih enjoy dan semangat karena, materi disampaikan secara terbuka dan nara
sumber dialog langsung dengan peserta, sehingga peserta tampak aktif dalam forum
tersebut. Disamping itu Nara sumber memberikan beberapa permainan terkait
dengan materi yang disampaikan sehingga peserta tidak lagi jenuh dalam forum.
Setelah itu barulah materi ke III Managemen Organisasi yang disampaikan
Oleh Bapak Zainuddin dan moderatornya adalah Sitti Mashula, materi ini
disampaikan secara berbeda dari materi-materi sebelumnya, nara sumber mengajak
peserta ketanah lapang dibelakang sekolah MI Darul Ulum, dan mereka dibagi
kedalam tiga kelompok, kemudian kelompok tersebut diberi tugas terkait dengan
materi yang ada, kemudian mereka diajak diskusi antar kelompok. Ternyata metode
tersebut membuat peserta tambah semangat dan suasananyapun tambah hangat.
Peserta tampak begitu aktif dalam forum tersebut, tampak dalam forum tersebut
santai tapi serius, yang sesekali peserta tertawa bersama-sama, saling menggojloki
dan saling berkompotesi. Akhirnya forum tersebut selesai pada jam 16.30 WIB dan
peserta diistirahatkan. Tapi sebelumnya salah satu panitia memberikan
pengemuman kepada Peserta tentang jam Materi Ke IV, dan disepakati jam 18.30
WIB sehabis sholat maghrib.
Pada sesi ketiga ini, materi terakhir yaitu Analisis SWOT. Sesi ini
dilaksanakan tepat pada waktunya, dan peserta sudah banyak hadir sepuluh menit
sebelum acara tersebut dilaksanakan. Dalam forum tersebut, peserta tampak lebih
antosias dari sebelumnya, karena nara sumber mengajak peserta untuk melakukan

41
analisa SWOT tentang karang taruna selama ini. Dan forumpun selesai pada jam
20.30 WIB. setelah forum tersebut peserta KKN-PAR menyediakan forum evaluasi.
Sedangkan sesi terakhir adalah forum evaluasi materi, dalam forum terakhir
ini, peserta diberikan semacam permainan oleh peserta KKN-PAR yaitu mengambil
Botol yang berisi air dalam suatu lingkarang yang berdiameter sekitar 1,5 m. dan
peserta dibagi kedalam tiga kelompok, akan tetapi cara pengambilan botol itu
peserta hanya diberi tiga tali dan botol tersebut harus diambil dengan tali tersebut
dan tangan tidak boleh masuk kedalam lingkaran.
Akan tetapi sebelumnya kelompok-kelompok tersebut harus menentukan
dulu ketua kelompoknya dan sekretaris, kemudian mereka merencanakan suatu cara
bagaimana mengambil botol tersebut dengan tali dalam waktu yang cepat dan
singkat. Mereka dikasih waktu selama 5 menit untuk merencakannnya. Dan
sekretaris bertugas mencatat kelemahan dan kekurangan dari rencana tersebut,
setelah itu barulah mereka dikasih kesempatan untuk mencoba mengambil botol
tersebut dalam waktu 2 menit, jika mereka gagal, mereka disuruh merencanakan
ulang bagaimana cara pengambilan botol dengan tali.
Akhirnya peserta pun semangat dan berlomba-lomba untuk menjadi
pemenang. Dalam permainan tersebut terdapat tiga nilai yaitu, Managemen
(perencanaan teknik pengambilan botol), Kepemimpinan (ketua kelompok yang
mengkordinir anak buahnya), Adminsitarasi (sekretaris yang mencatat kelebihan
dan kekurangan), serta SWOT (membaca peluang, halangan, kelemahan serta
kekuatan agar mereka dapat mengambil botol sefesien dan efektif mungkin).
Setelah forum evaluasi materi tersebut, dilajutkan dangan forum penutupan
yang diisi oleh kesan dan pesan oleh peserta dan panitia sekaligus peserta KKN-
PAR, dalam kesan-kesan peserta, salah satu diantara mereka mengatakan bahwa
acara tersebut sangat luar biasa dan menarik, dan mereka mengucapkan banyak
terima kasih kepada peserta KKN-PAR.
Forum penutupan tersebut di laksanakan ditengah lapangan dengan
mengelilingi Api Unggun, setelah penutupan tersebut selesai barulah kami baker-
bakar jagung bersama-sama, sambil bernyanyi, bergurau dan bercanda menambah
keakraban dan keharuan kegiatan tersebut. lalu tapat jam 00.05 WIB forum tersebut
bubar dengan sendirinya.

42
b. Pelatihan Pembuatan Bio Pestisida dan Pupuk Slury
Dalam proses pelaksanaan kegaitan ini, 30 menit sebelum waktu yang
ditentukan peserta KKN-PAR tepat pukul 08.30 kami berencana mengumunkan
kegiatan ini melalui masjid. Setelah dikonfirmasi ke kepala desa ternyata dia tidak
berani memberikan izin. Beliau beralasan bahwa dahulu sudah ada kesepakatan
bahwa masjid hanya untuk mengumumkan keigatan-kegiatan yang berbau
keagamaan. Akhirnya solusi pun ditemukan. Akhirnya peserta KKN-PAR
mengumumkan melalui musholla-muholla. Kebetulan di desa ini tiap RT terdapat
musholla. Kepala desa pun memberi lampu hijau. Kami langsung bagi tugas. RT 01
diumumkan oleh Atoillah, RT 02 diumumkan oleh Hadi, dan RT 05 diumumkan
oleh Atok, sedangkan RT 02 dan 04 kam pandang tidak perlu di umumkan karena
sudah dianggap cukup, melihat letaknya yang berdekatan dengan Musholla-
Musholla tersebut.
Tepat pukul 08.00 kami bergerak ke musholla untuk memberi pengumuman
tentang adanya kegiatan pelatihan pupuk. Padahal hal ini juga sudah kami
umumkan kemarin malam, saat di forum tahlilan. Dan yang lebih parah lagi, ini
adalah kegiatan atas permintaan mereka sendiri. Baiklah hal ini dapat kita maklumi,
mungkin ada kesalahan teknis. Setelah mengumumkan, kami langsung menuju
lokasi. Kami menunggu agak lama dan warga pun muncul satu-persatu hingga
jumlahnya mencapai 15 orang. Bahkan 2 diantaranya adalah warga putri yang
sudah cukup lanjut usia.
Dalam pelatihan ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama adalah Pelatihan
Bio Pestisida kemudian dilanjutkan dengan sesi dua, pelatihan Pupuk Slury. Kami
memulai pelatihan pukul 08.45. Dengan penuh semangat kak Misto yang
didampingi oleh Atok Syihabuddin memulai pelatihan pembuatan Bio Pestisida.
Mula-mula kak Misto menceritakan pengalamannya di suatu daerah yang sudah
pernah mempraktekkan tuk pembudidayaan Bio Pestisida dan pupuk slurry. Sebut
saja Desa Sempur, Mojokerto. Kak Misto adalah aktifis pemberdayaan lahan hijau
{PPLH} yang merupakan salah satu lembaga yang menangani masalah yang ada
dalam masyarakat terutama masalah pembudidayaan tumbuhan hijau dengan tidak
memakai bahan-bahan kimia yang biasanya digunakan masyarakat pada umumnya.
Kemudian Kak Misto menerangkan bahan-bahan yang digunakan untuk
pembuatan. Bahan yang digunakan untuk membuat adalah biji gadung, daun mindi,

43
daun srikaya, daun imbo, daun klueg. Semua bahan dihaluskan dan diambil airnya.
Sesekali warga menanyakan hal-hal yang sekiranya mereka kurang pahami baik
mengenai bahan-bahannya maupun cara pembuatannya. Dari sini dapat kita
katakan bahwa dalam pelatihan ini mereka cukup antusias.
Diantara para warga yang hadir, Bapak Sabit, Bapak Suminto dan Cak
Kariantolah yang terlihat sangat antusias. Ketika Misto menjelaskan tentang daun
yang digunakan untuk campuran Gadung, yang kalau dari peserta KKN
menyebutnya dengan daun Mindi. Kemudiann Bapak Sabit bertanya, “daun mindi
itu apa”?. Pada waktu instruktur menjelaskan dengan diperlihatkan gambar,
ternyata Bapak Sabit masih belum mengerti, begitu juga dengan para warga yang
lainnya.
Kemudian Hadi dan Ina pergi sebentar untuk memetik dua ranting pohon
Mindi di dekat Bengawan Solo yang kebetulan letaknya tidak jauh dari lapangan
tempat penyuluhan diadakan. Kalau menurut rencana, yang mengambil daun mindi
adalah warga dengan didampingi oleh salah satu diantara kami. Memang
sebelumnya kami telah mensurvei tempat-tempat dimana bahan berada. Namun
rencana itu tidak kami jalankan mengingat pesertanya sedikit dan waktu itu sudah
mendekati dengan jum’atan. Kamipun mengutus Hadi dan ina untuk mengambil
daun mindi. Tak lama kemudian mereka hadir
Setelah Hadi dan Ina kembali dengan dua ranting pohon Mindi, Bapak Sabit
dan para warga yang lainnya langsung menimpali, “ooo…..iki too! Iki ngono
jenengene nek neng kene godong Grawung”. Entah apapun sebutannya yang
penting kami telah mendapatkan satu bahan untuk .Dan sekarang tinggal mencari
daun srikaya dan daun imbo. Kamipun mengutus Atoillah dan Maulidi mengambil
dedaunan itu. Dengan sepeda motor mereka melaju menuju tempat dedaunan
tersebut, sebagaimana yang telah kita survei.
Sementara itu di tempat pelatihan ada kelompok yang mengelupas dan
memarut biji gadung. Sebenarnya kurang tepat kalau dinamakan biji, karena
memang bukan biji. Gadung adalah sejenis tanaman sebangsa ubi jalar. Buahnya
mirip dengan Gembili demikian juga kulit, daun dan pohonnya. Kalau tidak teliti
bisa-bisa kita salah pilih. Untuk membedakan dengan gembili, biji gadung setelah
dikelupas, warnanya kuning dan tangkai tanaman gadung lebih banyak durinya.

44
Tak lama kemudian Hadi dan Atoillah sudah hadir dengan membawa daun
srikaya dan daun imbo. Mereka disambut oleh gadis-gadis yang siap “ngulek”
dedaunan itu. Akhirnya semua daun telah halus dan sekarang tinggal memeras
semua bahan mulai dari parutan gadung, daun serikaya, daun imbo, daun mindi dan
daun srikaya. Dari semua itu kita dapatkan 2 gelas plastic (gelas minuman mineral,
aqua). Kemudian kami menerangkan sejenak penggunaan racun tersebut secara
lebih detail lagi. Dari keterangan itu ternyata peserta tertarik untuk langsung
mempraktekkannya. Namun sayangnya kita tidak mempersiapkan semprotan hama.
Lagi-lagi secara kebetulan ada gadis desa, Ana namanya, yang menawarkan
meminjamkan kepada salah satu penduduk.
Saat ini kami tidak bisa melanjutkan sesi satu sampai sempurna, karena ada
bahan yang belum ada. Disela waktu itu, sambil menunggu Mbak Ana kembali,
kami masuk pada sesi dua, pelatihan pupuk slurry. Misto pun menerangkan cara
pembuatan pupuk seluri. Pupuk sluri adalah pupuk yang terbuat dari kotoran sapi
yang dicampur dengan air dengan perbandingan satu banding satu. Maksudnya,
satu timba air dicampur dnegan satu timba air. Setelah tercampur sempurna, bakal
pupuk tersebut di tutup rapat. Esok harinya adonan tersebut di aduk kemudian
ditutup kembali. Proses seperti ini diulang hingga ±40 hari.
Perlu kami kabarkan bahwa kebetulan hampir tiap rumah dari jumlah rumah
di desa ini memiliki sapi. Sapi-sapi tersebut ada yang milik pribadi, milik juragan
sapi, dan ada pula sapi IDT. Jumlahnya bahkan mencapai 60% dari jumlah sapi
yang ada (menurut keterangan warga). Hal ini perlu acungan jempol, dimana saat
ini di sana-sini bantuan IDT sudah tidak ada wujudnya lagi, namun desa
Gedongkedo’an dapat mengembangkan bantuan itu yang asalnya senilai 6 sapi, saat
ini menjadi 100 sapi. Demikianlah keterangan yang kami himpun dari warga-warga
sekitar. Tak heran bila diceritakan bahwa pemerintah Kalimantan mengadakan studi
banding di desa terpencil ini. Setelah kami telusuri memang demikianlah
keadaanya. Ibu Mahsunah adalah salah satu dari tim akuntan IDT yang kami temui
di rumah beliau dan menceritakan hal itu. Kedua adalah Bapak Markasan, ketua RT
04; Bapak Ghofur, salah satu pengurus BMT; Bapak Ashari, Kepala Desa dan
masih banyak lagi.
Tak lama kemudian Mbak Ana datang dengan membawa semprotan hama.
Kami langsung memprakktekkan. Kami masukkan 2 Gelas yang telah kami buat

45
kedalam tangki kemudian tangki tersebut kami penuhi dengan air. Sekarang tinggal
mencari ladang mana yang akan kami buat praktek. Mbak anis menawarkan
ladangnya untuk kami pakai praktek. Langsung kami menuju ladang tersebut yang
jaraknya kurang lebih 100 M dari tempat kami praktek. Sesampainya di sana Mas
Kariyanto menawarkan diri untuk menyemprotkan di ladang seluas 6X10 meter
tersebut.
c. Pengolahan Air Bersih dan Sederhana (Air Sodis)
Tepat pukul 19.30 Peserta KKN-PAR (cewek) siap-siap untuk berangkat ke
RT 2 menghadiri tahlilan rutin.setibanya kami di tempat ibu yang berketempatan
tahlilan ternyata tahlilan tersebut belum dimulai.ibu-ibu masih sibuk dengan
membayar iuran kas dan simpan pinjam, karena hari ini bertepatan dengan hari
pahing.
Setelah semuanya selesai kemudian ibu Im membacakan pengumuman
bahwa di setiap RT akan dimintai iuran sebesar 2000 rupiah dalam rangka
memeriahkan hari kemerdekaan Republik Indonesia, rencananya bu Iim iuran itu
akan di ambilkan dari iuran kas tahlilan.untuk itu sebelumnya bu Im meminta izin
kepada semua anggota jamaah tahlilan RT 2, dengan serempak jamaah tahlil
menyetujuinya, setelah itu barulah tahlilan di mulai dengan membaca istighosah,
yasin, tahlil dan yang terakhir penutup atau doa, setelah itu ibu-ibu memberikan
kesempatan kepada kami untuk mengisi acara selanjutnya.
Sesuai dengan kesepakan beberapa orang warga tentang penyuluhan
pengolahan Air Bersih (sodis) tersebut, peserta KKN-PAR pun langsung
menerangkan bagaimana cara pengolahan air sederhana dan sodis, mereka
mengeluarkan modul atau lembaran-lembaran yang menerangkan pengolahan air
sederhana dan sodis tersebut, ibu-ibu itu sangat antusias sekali yang dibuktikan
dengan ibu-ibu itu berebutan untuk mendapatkan lembaran tersebut.
Setelah semuanya kebagian maka langsung salah satu dari peserta KKN-
PAR (ina) menerangkan beberapa penjelasan sesuai dengan modul yang telah
dipegang oleh para warga.
Tekniknya sangat sederhana, cukup dengan botol Aqua atau sejenisnya yang
sudah tidak dipakai, botol tersebut dimanfaatkan untuk air sodis dengan cara
mengumpulkan botol-botol sebanyak-banyaknya, lalu cat separuh sisi botol
tersebut pada bagian luar dengan cat besi yang berwarna hitam pada posisi tidur,

46
lalu dikeringkan di sinar matahari langsung, baru setelah kering botol itu
dibersihkan bagian dalamnya. Kemudian isilah botol tersebut dengan air sumur
atau air sungai yang sudah di jernihkan dengan cara menyaring memakai kain kasa,
isi sampai penuh dan jangan sampai ada rongga udara dalam botol, lalu tutuplah
botol tersebut erat-erat dan jemur di bawah sinar matahari selama 4 jam, jika sinar
matahari sangat panas seperti musim kemarau, akan tetapi jika langit mendung dan
tidak terlalu panas bisa sampai 5-6 jam. Setelah itu dinginkan air tersebut sebelum
diminum.
Disamping itu, teman-teman KKN-PAR juga memberikan beberapa tekhnik
penjernihan air secara sederhana yaitu dengan cara:
1. Siapkan 3 gentong ukuran besar, selang, susun seperti tangga.
2. Isilah gentong ynang paling atas dengan air sampai mau penuh masukkan
tawas 2 sendok teh, batu kapur 1 sendok makan
3. Kemudian gentong yang ke dua terdapat lapisan-lapisan, lapisan pertama
ijuk atau sabut setebal 10 cm, lapisan kedua pasir yang bersih setebal 40 cm,
lapisan batu kerikil setebal 10 cm dan lapisan yang terakhir pecahan genting
setebal 5 cm.
4. Gentong yang terakhir masukkan kaporit setengah sendok makan, aduk dan
diamkan selama sehari.baru air itu dapat digunakan.
Walaupun teknik tersebut, tidak di praktekkan, tapi masyarakat terlihat
menganggukkan kepala dan konsentrasi saat dijelaskan. Setelah itu barulah
dilakukan Tanya jawab agar pemahaman warga lebih mendalam.

d. Penyuluhan Pembudidayaan Sapi


Sesuai dengan perencanaan awal tentang kegiatan Penyuluhan yang disepakati
akan dilaksanakan di Balai Desa tepat pada jam 08.00 WIB. Dan para warga pun
yang ikut dan yang mendapatkan undangan dalam kegiatan tersebut ternyata
sepuluh menit sebelum Jam 08.00 WIB sudah hadir di Balai desa, hal tersebut
menunjukan sikap antusias mereka untuk mengikuti kegiatan ini.
Akan tetapi saat jam 08.00 WIB nara sumber ternyata belum juga datang dan
warga pun tetap menunggu di kursi yang telah disediakan, keterlambatan nara
sumber ternyata membuat peserta sedikit kecewa. Sehingga beberapa menit
kemudian, kami coba menghubungi pihak Peternakan Gresik, ternyata mereka

47
menjelaskan bahwa ada pergantian nara sumber, karena nara sumber yang
didelegasikan sebelumnya ada kegiatan dinas yang mendadak, sehingga mereka
terlebih dahulu merapatkan nara sumber pengganti dalam kegiatan penyuluhan
tersebut.
Setelah mendapatkan penjelasan tersebut, TIM KKN-PAR memberikan
pemahaman terhadap masyarakat bahwa keterlambatan bukanlah dikarenakan
ketidak seriusan TIM KKN-PAR akan tetapi karena adanya penggantian nara
sumber dari pihak dinas peternakan Gresik. dan nara sumber pengganti tersebut
sedang dalam perjalanan menuju desa Gedongkedo’an.
Hingga sampai jam 09.45 WIB, ternyata nara sumber baru datang dan acarapun
langsung dimulai, walaupun ada sebagian warga yang sudah meninggalkan tempat,
tetapi banyak diantara mereka yang kembali ke balai desa untuk mengikuti acara
tersebut.
Setelah pemateri datang, maka acara pun langsung dimulai. Acara pertama
adalah sambutan dari Kepala Desa sekaligus meresmikan pembukaan acara
tersebut. acara kedua adalah sambutan dari pemateri. Setelah sambutan selesai,
maka pemateri langsung menyajikan materi tentang peternakan sapi.
Perlu diketahui juga bahwa dari Dinas Petenakan Kabupaten Gresik
mendelegasikan sebanyak 3 orang diantaranya adalah Bapak Rofiq, Bapak Wignyo,
dan Ibu Jamilah Rohaniati (dari dirjen Peternakan Jakarta) yang mana beliau ada
Tugas Dinas di Subdin Peternakan Kabupaten Gresik untuk menjadi nara sumber
dalam kegiatan penyuluhan tersebut.
Awalnya suasananya agak begitu menjenuhkan karena terlalu top down
penyampaian materinya, akan tetapi dipertengahan meteri suasana sudah mulai
asyik setelah nara sumber membukan pertanyaan langsung dengan dengan peserta.
Setelah acara tersebut barulah warga meminta untuk mempraktekkan secara
langsung bagaimana pembuatan pengolahan pakan ternak yang baik, dan
permintaan tersebut langsung di kabulkan oleh pemateri, sehingga mereka (nara
sumber dan peserta) sama-sama mempraktekkan pembuatan pakan ternak tersebut.

C. EVALUASI
Dari beberapa program yang telah dilaksanakan tersebut, TIM KKN-PAR
belum sempat melakukan evaluasi yang terkait dengan perubahan prilaku masyarakat,

48
hal ini dilatarbelakangi oleh faktor waktu yang begitu sempit serta kesibukan
masyarakat dalam kegiatan Agustusan.
Akan tetapi kalau evaluasi yang terkait dengan beberapa materi yang telah
disampaikan dalam acara kegiatan tersebut, masyarakat seringkali bertanya-tanya
kepada peserta KKN-PAR seperti kegiatan Bio Pestisida dan Pupuk Slury, serta
Pengolahan Air bersih sederhana (Sodis). Sedangkan kegiatan seperti Diklat
Managemen Organisasi dan Kepemimpinan Dasar, evaluasi dilakukan setelah
penyampaian materi selesai.

D. PROGRAM PENDEKATAN DENGAN MASYARAKAT


Disamping beberapa program tersebut, ada beberapa program yang dilakukan
oleh peserta KKN-PAR sebagai media pendekatan dengan Masyarakat, ada pun
program-program tersebut adalah meliputi :
1. Kerja Bakti Kebersihan Lingkungan
2. Kerja Bakti Kebersihan Masjid
3. Kaligrafi di Masjid.
4. Membuat Papan Nama di Makam Desa.
5. Membantu Pembangunan Gedung MI
6. Membantu Mengajar di TPQ dan MI

E. Identifikasi Hasil
Dari beberapa program yang telah dilaksanakan berdasarkan alur persmaslahan
masyarakat, maka idealnya tim KKN-PAR mengidentifikasi hasil dari program tersebut
terkait dengan perubahan prilaku masyarakat. Serta melakukan beberapa analisa
pengaruh dari kegiatan tersebut terhadap perubahan prilaku masyarakat.
Akan tetapi hal tersebut belum bisa diidentifikasi oleh tim KKN-PAR desa
Gedongkedo’an, karena dilatarbelakangi oleh terbatasnya waktu yang hanya satu
bulan. Serta padatnya kegiatan masyarakat menjelang agustusan. Dari itulah tim KKN-
PAR hanya dapat mengidentifikasi perubahan prilaku masyarakat dalam hal
kedisiplinan waktu untuk menghadiri suatu acara atau kegiatan.
Hal tersebut bisa dilihat dalam laporan kegiatan, bagaimana masyarakat yang
memiliki kebiasaan jam karet (sering terlambat), bisa hadir tepat pada waktunya saat

49
ada kegiatan yang ditangani bersama tim KKN-PAR. Akan tetapi hal itu tidak menutup
kemungkinan kembalinya tradisi masyarakat tersebut pasca ditinggal tim KKN-PAR.
Perubahan prilaku masyarakat tersebut sangat tampak pada Diklat Managemen
Organisasi dan kegiatan Penyuluhan Pembudidayaan Sapi. Pada saat sesi pertama
Diklat managemen Organisasi, acara sempat diulur sampai 1 jam, sesi kedua di ulur
samapi 10 menit, tetapi sesi ketiga dan keempat acara bisa dilakukan tepat pada
waktunya.
Demikian juga dangan Peyuluhan Pembudidayaan Sapi, kalau dalam kegiatan
Diklat Managemen Organisasi Nara sumber menunggu peserta, tapi dalam kegiatan
Penyuluhan Pembudidayaan Sapi, peserta yang menunggu Nara Sumber. Perubahan
inilah yang sampai KKN-PAR keluar dari desa Gedongkedo’an yang dapat
diidentifikasi oleh tim KKN-PAR.

50
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari semua pemaparan di atas, bisa disimpulkan bahwa permasalahan yang
dihadapi oleh masyarakat desa Gedongkedo'an (berdasarkan skala prioritas) adalah
masalah peternakan sapi, Karang Taruna, kesehatan, lingkungan, dan pertanian. Selain
itu, masih ada beberapa permasalahan yang sudah kami identifikasi namun tidak
sempat kami laksanakan, entah itu karena halangan waktu atau karena keterbatasan
kemampuan kami.
Adapun hal yang sudah kami identifikasi namun belum sempat kami pecahkan
adalah permasalahan keagamaan (hegemoni takmir dan tidak adanya remas) dan
permasalahan pendidikan (kedisiplinan dan kepemimpinan).

B. Kendala-Kendala
1. Dari internal
 Manajemen waktu tiap-tiap anggota yang berbeda
 Minimnya Skill analisa kritis mahasiswa dalam memahami realitas
masyarakat.
 Rendahnya pengetahuan mahasiswa dalam berbagai disiplin Ilmu.
 Perbedaan pemahaman metode PAR saat latihan dan di lapangan.
 Sebagian peserta KKN tidak maksimal dalam memahami konsep PAR
2. Dari Masyarakat
 Beberapa masyarakat belum bisa memahami metode KKN periode ini
(KKN dengan metode PAR).
 Masyarakat masih sensitive terhadap gejolak perpolitikan desa pasca
Pemilihan kepala desa.
 Ada hegemoni dari beberapa tokoh (feodalisme yang kuat)
 Masyarakat sulit diajak berkumpul dan berdiskusi.
 Kurang adanya keberanian untuk mengungkapkan suatu permasalahan
 Terbentur dengan agenda agustusan desa.

51
 Paradigma masyarakat cendrung menginginkan sesuatu yang instant,
sehingga sulit untuk diajak melakukan suatu proses perubahan yang
membutuhkan waktu dan tenaga banyak, mereka cendrung menginginkan
sesuatu yang konkrit dan cepat.
3. Dari LPM
 Adanya kebijakan rotasi DPL, sehingga terjadi perbedaan keterangan
(materi) yang disampaikan para DPL yang berkunjung dan DPL tidak jelas
penempatannya.
 Peran DPL kurang maksimal, dalam hal minimnya waktu kunjungan yang
dilakukan para DPL
 Waktu pelatihan yang sedikit dan kurang efektif. Hal ini dikarenakan tutor
(pembimbing pelatihan) terlalu larut dalam perdebatan paradigma dan asas PAR
sehingga waktu simulasi pun berkurang.
 Tidak adanya tim monitoring dari LPM ataupun rektorat untuk memantau
kinerja DPL.
 Tidak adanya suatu rumusan program yang menjadi skala prioritas terhadap
peserta KKN-PAR pasca turun di lapangan. Sehingga peserta KKN-PAR
kebingungan antara idealnya PAR dengan tuntutan masyarakat
4. Lain-lain
 Minimnya dana
 Terlambatnya pembentukan kelompok KKN-PAR
C. Rekomendasi
1. Kepada LPM
 Segera mengatasi kendala-kendala dari LPM maupun DPL sebagaimana
yang kami sebutkan di atas.
 Jika mengirim TIM KKN ke desa Gedongkedo'an pada periode selanjutnya,
agar menindak lanjuti permasalahan yang sudah kami identifikasi namun belum
sempat kami laksanakan.
2. Kepada Pemerintahan (Desa, Bappeda, Kabupaten)
 Menindak lanjuti beberapa kegiatan yang sudah dilaksanakan oleh tim KKN
desa Gedongkedo'an.
 Menindak lanjuti beberapa permasalahan yang sudah kami identifikasi.

52
53

Anda mungkin juga menyukai