Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA

DENGAN GASTRITIS

A. Konsep dasar keperawatan kesehatan keluarga


1. Definisi
Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,
kelahiran dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional serta sosial dari tiap anggota (Ayu, 2010).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Sudiharto, 2007).
2. Tipe keluarga
Tipe keluarga berbeda menurut pandangan dan keilmuan serta
orang yang mengelompokkannya. Tipe keluarga dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok tradisional dan kelompok non tradisional.
a. Kelompok tradisional dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya
terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari
keturunannya atau diadopsi atau keduanya.
2) The dyad family adalah keluarga yang terdiri dari suami dan
istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.
3) Keluarga usila adalah keluarga yang terdiri dari suami istri
yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan diri.
4) The childless family adalah keluarga tanpa anak karena
terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat
waktunya, yang disebabkan karena mengejar karir atau
pendidikan yang terjadi pada wanita.
5) Keluarga besar (the extended family) adalah keluarga yang
terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu
rumah
6) Keluarga duda/janda (the single-parent family) adalah
keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu)
dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses
perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan).
7) Commuter family adalah kedua orang tua bekerja di kota
yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat
tinggal dan orang tua yang bekerja diluar kota bisa
berkumpul pada anggota keluarga pada saat akhir pekan.
8) Multigenerational family adalah keluarga dengan beberapa
generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam
satu rumah.
9) Kin-network family adalah beberapa keluarga inti yang
tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling
menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama.
Misalnya : dapur, kamar mandi, televisi, telpon, dll.
10) Blended family adalah keluarga yang dibentuk oleh duda
atau janda yang menikah kembali dan membesarkan anak
dari perkawinan sebelumnya.
11) The single adult family, terdiri dari orang dewasa yang hidup
sendiri karena pilihannya atau perpisahan, seperti:
perceraian atau ditinggal mati.
b. Kelompok non tradisional dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1) Commune family adalah dua keluarga atau lebih yang tidak
memiliki hubungan saudara hidup bersama dalam satu
rumah.
2) The nonmarital heterosexual cohabiting family adalah
keluarga yang hidup bersama berganti-ganti pasangan tanpa
melalui pernikahan.
3) Gay and lesbian familiy adalah dua orang sejenis hidup
bersama sebagaimana pasangan suami-istri.
4) Cohibing couple adalah orang dewasa yang hidup bersama
tanpa ada ikatan perkawinan karena beberapa alasan
tertentu (Komang Ayu, 2010).

3. Struktur Keluarga
a. Patrilineal merupakan keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan
itu disusun melalui jalur ayah.
b. Matrilineal merupakan keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu
disusun melalui jalur garis ibu.
c. Matrilokal merupakan sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah ibu.
d. Patrilokal merupakan sepasang suami istri yang tinggal bersama
keluarga sedarah suami.
e. Keluarga kawinan merupakan hubungan suami istri sebagai
dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara
yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan
suami atau istri (Ayu, 2010).
4. Peran keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan, yang berhubungan dengan individu
dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga
didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok
dan masyarakat. Berbagai peran formal yang terdapat di dalam
keluarga adalah sebagai berikut:
a. Peranan ayah yaitu sebagai kepala keluarga yang mencari
nafkah, mendidik anak-anak, melindungi keluarga, sebagai
anggota dari kelompok sosialnya dan sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
b. Peranan ibu yaitu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu
mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, mengasuh
dan mendidik anak-anaknya dan sebagai anggota masyarakat
dari lingkungannya.
c. Peranan anak yaitu anak-anak melaksanakan peranan psiko-
sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik,
mental, sosial dan spiritual.
Berbagai peran non formal yang terdapat di dalam keluarga adalah
sebagai berikut:
a. Peran ayah dan ibu sebagai anak dari kedua orang tua apabila
masih tinggal bersama orang tua.
b. Peran ibu dan anak sebagai pencari nafkah tambahan dalam
keluarganya (Ayu, 2010).
5. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur
keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga.
Terdapat beberapa fungsi keluarga yaitu:
a. Fungsi biologis seperti meneruskan keturunan, memelihara dan
membesarkan anak untuk kelanjutan generasi selanjutnya.
b. Fungsi Psikologis seperti memberikan kasih sayang dan rasa
aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga,
membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan
memberikan identitas keluarga.
c. Fungsi sosialisasi seperti membina sosialisasi pada anak,
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan
batasan perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak,
meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.
d. Fungsi ekonomi seperti memenuhi kebutuhan keluarga seperti
sandang, pangan, papan, kebutuhan lainnya melalui keefektifan
sumber dana keluarga, mencari sumber penghasilan guna
memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penghasilan
keluarga dan menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga
e. Fungsi pendidikan seperti memberikan pengetahuan,
ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak
untuk kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai tingkatan
perkembangannya.
f. Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi
kebutuhan pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga.
Merupakan respon dari keluarga terhadap kondisi dan situasi
yang dialami tiap anggota keluarga baik senang maupun sedih
dengan melihat cara keluarga mengekspresikan kasih sayang.
g. Fungsi perawatan kesehatan keluarga yaitu mengenal masalah
kesehatan dalam keluarga, mengambil keputusan dalam
keluarga untuk mengatasi atau mencegah terjadinya komplikasi
dari masalah kesehatan tersebut, merawat anggota keluarga
yang sakit, memodifikasi lingkungan dan memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang ada (Ayu, 2010).
6. Tahap perkembangan keluarga
Perawat keluarga perlu mengetahui tentang tahapan dan tugas
perkembangan keluarga untuk memberikan pedoman dalam
menganalisis pertumbuhan dan kebutuhan promosi kesehatan
keluarga serta untuk memberikan dukungan pada keluarga untuk
kemajuan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Tahap
perkembangan keluarga tersebut sebagai berikut
1) Tahap 1 keluarga pemula atau pasangan baru
Tugas perkembangan keluarga pemula antara lain membina
hubungan yang harmonis dan kepuasan bersama dengan
membangun perkawinan yang saling memuaskan, membina
hibungan dengan orang lain dengan menhubungkan jaringan
persaudaraan secara harmonis, merencanakan kehamilan dan
mempersiapkan diri menjadi orang tua.
2) Tahap II: keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi
sampai umur 30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II yaitu membentuk
keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan
hubungan perkawinan yang memuaskan, memperluas
persahabatan dengan keluarga besar dengan menambahkan
peran orangtua kakek dan nenek dan mensosialisasikan
dengan lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.
3) Tahap III: keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua
berumur 2 sampai 6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III yaitu memenuhi
kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak,
mengintegritasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak yang laiinya, mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menenmkan nilai dan
norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur keluarga,
menanamkan keyakinan beragama dan memenuhi kebutuhan
bermain anak.
4) Tahap IV: keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia
6 sampai 13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ke IV yaitu
mensosialisasikan anak termasuk meningkatkan prestasi
sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman
sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik sebagai
anggota keluarga, membiasakan belajar teratur,
memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas sekolah.
5) Tahap V: keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13
sampai 20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ke V yaitu
menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika
remaja menjadi dewasa dan mandiri, memfokuskan kembali
hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka antara
orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian, memberikan
kebebasan dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan
komunikasi dua arah.
6) Tahap VI: keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
(mencakup anak pertama sanpai anak terakhir yang
meninggalkan rumah)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ke VI memperluas
siklus keluarga dengan memasukkan anggota kelurga baru
yang didapat melalui perkawinan anak-anak, melanjutkan untuk
memperbaharui hubungan perkawinan, membantu orang tua
lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami maupun istri, membantu
anak mandiri, mempertahankan komunikasi, memperluas
hubungan keluarga dengan menantu, menata kembali peran
dan fungsi keluarga setelah ditinggalkan anak.
7) Tahap VII: Keluarga usia pertengahan
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ke VII yaitu
menyediakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan,
mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arti
para orang tua dan lansia, memperkokoh hubungan
perkawinan, menjaga keintiman, merencanakan kegiatan yang
akan datang, memperhatikan kesehatan masing-masing
pasangan dan tetap menjaga komunikasi dengan anak-anak.
8) Tahap VIII: Keluarga usia lanjut dan masa pensiun
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ke VIII yaitu
mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan,
menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun,
mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri
terhadap kehilangan pasangan, mempertahankan ikatan
keluarga antar generasi, meneruskan untuk memahami
ekstensi mereka, saling memberi perhatian yang
menyenangkan antar pasangan, merencanakan kegiatan untuk
mengisi waktu tua seperti berolahraga, berkebun, mengasuh
cucu (Ayu, 2010).

B. Konsep masalah kesehatan gastritis


1. Definisi
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Dua jenis gastritis yang paling sering terjadi adalah gastritis akut
dan kronik (Price, 2005). Gastritis adalah inflamasi mukosa
lambung, sering akibat diet yang sembarangan. Biasanya individu
ini makan terlalu banyak, terlalu cepat, atau makanan yang terlalu
berbumbu atau mengandung mikroorganisme penyebab penyakit
(ardiansyah, 2012).

2. Klasifikasi gastritis berdasarkan tingkat keparahannya


a Gastritis akut
Gastritis akaut merupakan peradangan pada mukosa lambung
yang menyebabkan erosif dan perdarahan pada mukosa
lambung setelah terpapar oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif
apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam dari mukosa
muskularis. Erosinya tidak mengenai lapisan otot lambung
(ardiansyah, 2012).
b Gastritis kronis
Suatu peradangan bagian permukaan mukosa lambung yang
sifatnya menahun dan berulang. Gastritis kronis digolongkan
menjadi dua kategori yaitu gastritis tipe A merupakan suatu
penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya autoantibody
terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik dan
berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief cells, yang
menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya kadar
gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi
faktor intrinsik. Anemia pernisiosa sering kali dijumpai pada
pasien karena tidak tersedianya factor intrinsic untuk
mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum. Sedangkan
gastritis tipe B merupakan infeksi kronis oleh H. pylori . Faktor
etiologi gastritis kronis lainya adalah asupan alkohol yang
berlebihan, merokok atau refluks empedu kronis dengan
kofaktor H. pylori (ardiansyah, 2012).
3. Etiologi
a Konsumsi obat-obatan kimia digitalis (asetaminofen/aspirin,
kortiko steroid). Aseteminofen dan kortikosteroid dapat
mengakibatkan iritasi pada mukosa lambung, NSAIDS (Non
Steroid Anti Inflamasi Drugs) dan kortikosteroid menghambat
sintesis prostatglandin, sehingga sekresi HCL meningkat dan
menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam dan
menimbulkan iritasi lambung.
b Konsumsi alkohol dapat menyebakan kerusakan mukosa
gaster.
c Terapi radiasi, reflux empedu, zat-zat korosif (cuka, lada) dapat
menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan
edema serta perdarahan.
d Kondisi stress atau tertekan akan meransang peningkatan
produksi HCL lambung.
e Infeksi oleh bakteri, seperti Helicobacter pilori, Escerechia coli,
Salmonella, dan lain-lain.
f Penggunaan antibiotik, terutama untuk infeksi paru, dicurigai
turut mempengaruhi penularan kuman di komunitas, karena
antibiotik tersebut mampu mengeradikasi infeksi Helicobater
pylori, walaupun presentase keberhasilanya sangat rendah.
g Jamur dan spesis candida, seperti Histoplasma capsulaptum
dan Mukonaceace dapat menginfeksi mukosa gaster hanya
pada pasien imunocompromezed. Pada pasien yang sitem
imunnya baik, biasanya tidak dapat terinfeksi oleh jamur. Sama
dengan jamur, mukosa lambung bukan tempat yang mudah
terkena infeksi parasit.
4. Manifestasi klinis
a Gastritis akut :
1). Anoreksia ( tidak nafsu makan ), karena terjadi iritasi mukosa
lambung sebagai kompensasi lambung. Lambung akan
meningkatkan sekresi mukosa yang berupa HCO3,
dilambung HCO3 akan berikatan dengan nAcL sehingga
menghasilkan HCI dan NaCO3. Hasil persenyawaan
tersebut akan menigkatkan asam lambung maka terjadilah
mual muntah.
2). Nyeri pada epigastrum, karena adanya peradangan pada
mukosa lambung.Mual dan muntah, dikarenakan adanya
regenerasi mukosa lambung sehingga terjadi peningkatan
asam lambung yang mengakibatkan mual hingga muntah.
3). Perdarahan saluran cerna ( hemetemesis melena), karena
mucus gagal melindungi mukosa lambung maka akan terjadi
erosi pada mukosa lambung. Jika erosi ini terjadi dan sampai
pada lapisan pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan.
4). Anemia, karena terjadinya perdarahan.
b Gastritis kronis :
1) Nyeri ulu Hati, karena adanya peradangan atau iritasi pada
mukosa lambung.
2) Anoreksia ( tidak nafsu makan), karena peningkatan
produksi HCL atau peningkatan asam lambung.
3) Nausea, Lambung akan meningkatkan sekresi mukosa
yang berupa HCO3, dilambung HCO3 akan berikatan
dengan nAcL sehingga menghasilkan HCI dan NaCO3.
Hasil persenyawaan tersebut akan menigkatkan asam
lambung maka terjadilah mual muntah.
5. Patofisiologi
1) Gastritris Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stress, zat
kimia misalnya obat-obatan, alkohol, makanan yang pedas atau
asam. Pada penderita yang mengalami stress akan terjadi
peransangan saraf simpatis (nervus vagus) yang akan
meningkatkan produksi asam klorida (HCL) didalam lambung,
peningkatan HCL yang berada di dalam lambung akan
menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat kimia
maupun makanan yang meransang akan menyebabkan sel
epitel kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus,
mengurangi produksinya. Mucus berfungsi untuk
memproteksi mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon
mukosa lambung karena penurunan sekresi mucus bervariasi
diantaranya vasodilatasi sel mukosa gaster.
Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi
HCL ( terutama daerah fundus) dan pembuluh darah.
Vasodilatasi mukosa gaster menyebabkan produksi HCL
meningkat, anoreksia juga dapat menyebabkan rasa nyeri
ditimbulkan karena kontak HCL dengan mukosa gaster. Respon
mukosa lambung akibat penerunan sekresi mucus dapat
berupa eksfeliasi (penglupasan). Eksfeliasi sel mukosa gaster
akan mengakibatkan erosi pada sel mukosa gaster, hilangnya
sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya perdarahan.
2) Gastritis kronis
Inflamasi lambung yang lama disebabkan oleh ulkus
benigna atau maligna dari lambung atau oleh bakteri
Helicobatery pylory. Gastritis kronis dapat diklasifikasikan
menjadi dua yaitu tipe A dan tipe B. Gastritis kronis tipe A
(gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal
yang menimbulkan atropi dan infiltrasi seluler. Hal ini
dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia
pernisiosa yang terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
Sedangkan gastritis tipe B (H Pylori), mempengaruhi
antrum dan pylorus (ujung bawah lambung dekat duodenum )
dan dihubungkan dengan bakteri H Pylori . Faktor diet seperti
makanan pedas, penggunaan obat-obatan dan alcohol,
merokok atau refluks isi usus kedalam lambung, juga dapat
menyebabkan gangguan ini.
6. Patway
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan darah lengkap, yang bertujuan untuk mengetahui
adanya anemia.
b. Pemeriksaan serum vitamin B12 yang bertujuaan untuk
mengetahui adanya defisiensi B12.
c. Analisis feses, yang bertujuan untuk mengetahui adanya darah
dalam feses.
d. Analisis gaster, yang bertujuan untuk mengetahui kandungan
HCL lambung.
e. Achlorhida ( kurang/ tidak adanya produksi asam lambung)
menunjukan adanya gastritis atropi.
f. Uji serum antibody, yang bertujuaan untuk mengetahui adanya
antibody sel parietal dan factor intrisik lambung.
g. Endoscopy, biopsy dan pemeriksaan urin biasanya dilakukan bila
ada kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.
h. Sitologi bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel
lambung.

8. Komplikasi
a. Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah
perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa
hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syock
hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan
dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan
hampir sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya
adalah H. pylory, sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-
90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan
dengan endoskopi.
b. Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan
penyerapan vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12
menyebabkan anemia pernesiosa, penyerapan besi terganggu
dan penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis Kronis juka
dibiarkan dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat
menyebabkan ulkus peptik dan pendarahan pada lambung.
Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko
kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus
menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di
dinding lambung

9. Penatalaksanaan Medis
a. Farmakologi
1) Antasida untuk mengatasi perasaan begah (penuh) dan
tidak enak di abdomen, serta untuk menetralisir asam
lambung.
2) Antagonis H2 (seperti rantine dan ranitidine, simetedin),
karena mampu menurunkan sekresi asam lambung.
3) Antibiotik diberikan bila dicurigai adanya infeksi oleh
Helicobater pylori.
b. Nonfarmakologi
1) Dapat diatasi dengan memodifikasi diet pasien.
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur atau tidak
memodifikasi diet mudah terserang penyakit gastritis. Pada
saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong atau ditunda
pengisianya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa
lambung, sehingga timbul rasa nyeri.
2) Instruksikan pasien untuk menghindari makanan yang pedas
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan
meransang system pencernaan, terutama lambung dan usus
untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas
dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual muntah.
3) Instruksikan pasien untuk menghindari alkohol
Karena alcohol mempunyai kemampuan sebagai pelarut
lipida yang terdapat dalam membrane sel memungkinkanya
cepat masuk kedalam sel dan menghancurkan struktur sel
tersebut. Konsumsi alcohol secara berlebihan akan merusak
mukosa lambung.
4) Ajarkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi nafas
dalam. Dengan tehnik relaksasi akan mengurangi rasa
nyeri.
5) Instruksikan pasien untuk tidak merokok
Efek rokok pada saluran gastrointertistinal antara lain
melemahkan katup esophagus dan pylorus, meningkatkan
refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung dan
memnurunkan PH duodenum dan meningkatkan sekresi
asam lambung yang berlebihan.

10. Asuhan keperawatan keluarga


a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan
Tanda : takikardia, takipnea / hiperventilasi (respons terhadap
aktivitas)
b. Sirkulasi
Gejala : hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia
(hipovolemia / hipoksemia), kelemahan / nadi perifer lemah,
pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi), warna
kulit : pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan
darah), kelemahan kulit / membran mukosa = berkeringat
(menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik)
c. Integritas ego
Gejala : faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan
kerja), perasaan tak berdaya.
Tanda : tanda ansietas, misal : gelisah, pucat, berkeringat,
perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar.
d. Eliminasi
Gejala : riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena
perdarahan gastro interitis (GI) atau masalah yang
berhubungan dengan GI, misal: luka peptik / gaster, gastritis,
bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi /
karakteristik feses.
Tanda : nyeri tekan abdomen, distensi, bunyi usus sering
hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan.
Karakteristik feses : diare, darah warna gelap, kecoklatan atau
kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea).
Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan
antasida), haluaran urine menurun, pekat.
e. Makanan / Cairan
Gejala : Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang
diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka
duodenal).
Masalah menelan : cegukan. Nyeri ulu hati, sendawa bau
asam, mual / muntah.
Tanda : muntah : warna kopi gelap atau merah cerah, dengan
atau tanpa bekuan darah. Membran mukosa kering,
penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan
kronis).
f. Neurosensi
Gejala : rasa berdenyut, pusing / sakit kepala karena sinar,
kelemahan.
Status mental : tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang
dari agak cenderung tidur, disorientasi / bingung, sampai
pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi /
oksigenasi).
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa
terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi.
Rasa ketidaknyamanan / distres samar-samar setelah makan
banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri
epigastrum kiri sampai tengah / atau menyebar ke punggung
terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida
(ulus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke
punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila
lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida
(ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises esofegeal atau
gastritis).
Faktor pencetus : makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-
obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen),
stresor psikologis.
Tanda : wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit,
pucat, berkeringat, perhatian menyempit.

11. Diagnosa Keperawatan


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (
peradangan pada mukosa lambung )
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan factor biologis
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif (muntah), intake tidak adekuat
d. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
e. Insomnia berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik

12. Intervensi keperawatan

Diagnosa NOC NIC

Nyeri akut Pain Control : Pain Management :


berhubungan dengan
 Mengenali faktor penyebab  Observasi reaksi nonverbal dari
agen cedera biologis (
 Mengenali onset (lamanya ketidaknyamanan
peradangan pada
sakit)  Kaji nyeri secara komprehensif
mukosa lambung )
 Menggunakan metode meliputi ( lokasi, karakteristik, dan
pencegahan untuk onset, durasi, frekuensi, kualitas,
mengurangi nyeri intensitas nyeri )
 Menggunakan metode  Kaji skala nyeri
nonanalgetik untuk  Gunakan komunikasi terapeutik
mengurangi nyeri agar klien dapat mengekspresikan
 Mengunakan analgesik sesuai nyeri
dengan kebutuhan  Kaji factor yang dapat
 Mencari bantuan tenaga menyebabkan nyeri timbul
kesehatan  Anjurkan pada pasien untuk cukup
 Melaporkan gejala pada istirahat
petugas kesehatan  Control lingkungan yang dapat
 Mengenali gejala gejala nyeri mempengaruhi nyeri
 Melaporkan nyeri yang sudah  Monitor tanda tanda vital
terkontrol  Ajarkan tentang teknik
nonfarmakologi (relaksasi) untuk
mengurangi nyeri
 Jelaskan factor factor yang dapat
mempengaruhi nyeri
 Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat

Ketidakseimbangan Nutritional Status Nutrion Management


nutrisi kurang dari
 Intake nutrisi baik  Monitor catatan masukan
kebutuhan tubuh
 Intake makanan baik kandungan nutrisi dan kalori.
berhubungan dengan
 Asupan cairan cukup  Anjurkan masukan kalori yang
factor biologis
 Peristaltic usus normal tepat sesui dengan tipe tubuh
 Berat badan meningkat dan gaya hidup.
 Berikan makanan pilihan.
 Anjurkan penyiapan dan
penyajian makanan dengan
teknik yang aman.
 Berikan informasi yang tepat
tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana cara memperolehnya
 Kaji adanya alergi makanan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
 Yakinkan diet yang dimakan
mengandungtinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan
harian
 Monitor adanya
penurunan BB dan
g u l a darah
 Monitor lingkungan selama
makan
 Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidakselama jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut
kusam, totalprotein, Hb dan
kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi

Kekurangan volume Fluid Balance Fluid Management


cairan berhubungan  Timbang berat badan tiap hari
 Tekanan daran rentang
dengan kehilangan  Jaga keakuratan catatan intake dan
normal
cairan aktif (muntah), output
 Denyut nadi kuat
intake tidak adekuat  Monitor status hidrasi (kelembapan
 Intake dan output dalam
mukosa membran, denyut nadi,
24 jam seimbang
tekanan darah ortostatikl)
 Berat badan stabil
 Monitor vital signs
 Mata tidak cowong
 Monitor status nurtrisi
 Mukosa bibir lembab
 Berikan cairan
 Hidrasi kulit baik
 Berikan terpai intravena jika diresepkan
 Tingkatkan masukan oral
 Berikan snack
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Hipertermi Thermoregulation Temperature regulation


berhubungan dengan  Monitor suhu min tiap 2 jam
 Tidak menggigil
penyakit  Rencanakan monitoring suhu
 Nadi dbn ( 60-100 x/
secara kontinyu
menit)
 Monitor TD nadi dan RR
 RR dbn ( 16-24 x/ menit)
 Monitor tanda tanda hipertermi
 Suhu dbn (36-37°C)
 Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
 Berikan anti piretik bila perlu
 Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu
 Berikan kompres hangat
 Monitor TTV

Insomnia berhubungan Sleep Sleep enhancement


dengan  Instruksikan pasien untuk tidur
 Jam tidur labih cepat.
ketidaknyamanan fisik pada waktunya
 Kebiasan tidur kembali
 Monitor waktu tidur pasien
seperti semula.
 Identifikasi penyebab kekurangan
 Kualitas tidur 7 – 8 jam.
tidur pasien.
 Tidur nyenyak.
 Menambah waktu tidur pasien.
 Tidak gelisah
 Diskusi dengan pasien dan
 Tidur teratur setiap malam
keluarga pasien untuk
secara konsisten.
meningkatkan tekhnik tidur.
 Menentukan pola tidur pasien
DAFTAR PUSTAKA

Citra, Agus. (2004). Tuntunan Praktis Asuhan Keperawatan Keluarga. Bandung:


Rizqi Press
Doenges, Marilynn E, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Alih
Bahasa: I Made Kariasa, dkk. (2001) Jakarta: EGC
Effendy, Nasrul. (1998). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, edisi
2. Jakarta: EGC
Friedman, Marilyn M. (2002). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran
Price, Sylvia A, dkk.( 2005). Patofisiologi “Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit”, Edisi 6 Vol I. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart, Edisi 8 Vol 2. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi Dalam Praktik.
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai