Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

OPERASI TRANSGENDER
Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Etika dan Hukum

KELOMPOK 4:

ALVIN MAEZI (161040500089)

ENDANG PUJI ABRIYANTI (161040500078)

ERVINA FEBRIANTI (161040500104)

MEGA MAULID AGUSTIN (161040500096)

NURUL AZKIA (161040500101)

SISKA RAHAYU (161040500081)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KHARISMA PERSADA

TANGERANG SELATAN

2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Sang Maha Pencipta karena dengan
Rahmat dan Karunia-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan dengan judul makalah
”ETIK DAN HUKUM” yang dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah, Program
Studi Komunikasi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat STIKES KHARISMA
PERSADA.
Saya berharap, makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Saya mengharapkan
adanya kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah
ini.

Tangerang, 03 April 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ i

Daftar Isi................................................................................................................ ii

Bab I Pendahuluan

1. Kesimpulan ..................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
3. Tujuan Penulisan .............................................................................................. 3
Bab II Pembahasan

1. Definisi Transgender ........................................................................................ 4


2. Faktor yang mempengaruhi terjadinya transgender ......................................... 5
3. Kedudukan kaum transgender ditinjau dari segi etika .................................... 6
4. Kedudukan kaum transgender ditinjau dari segi hukum .................................. 7
5. Kedudukan kaum transgender ditinjau dari segi agama .................................. 8
Bab III Penutup

1. Kesimpulan .................................................................................................... 12
2. Saran .............................................................................................................. 12
Daftar Isi ............................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep

kesetaraan dan keragaman. Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender,

status, tingkatan sosial, dan hal lain yang mencirikan persamaan dan perbedaan.

Sedangkan konsep keragaman merupakan hal wajar terjadi pada kehidupan manusia

yang memiliki perbedaan satu sama lain.

Pada dasarnya Allah swtmenciptakan manusia menjadi laki-laki dan

perempuan.Namun, pada kenyataannya selain dua jenis kelamin tersebut ada sebagian

manusia yang mengalami kebingungan dalam menentukan jenis kelaminnya.

Kebingungan yang dimaksud adalah tidak adanya kesesuaian antara jenis kelamin

dan kejiwaannya yang dipengaruhi oleh faktor hormonal dan lingkungan.

Di media pertelevisian kita sepertinya justru ikut menyemarakkan dan

mensosialisasikan perilaku “kebancian” di berbagai program acara talkshow, parodi

maupun humor. Hal itu tentunya akan turut andil memberikan legitimasi dan figur

yang dapat ditiru masyarakat untuk mempermainkan jenis kelamin atau bahkan

perubahan orientasi dan kelainan seksual.

Akhir-akhir ini kita juga sering mendapatkan berita di media tentang beberapa

orang yang beralih gender dari wanita menjadi pria atau sebaliknya. Kebanyakan dari

mereka merasa dirinya terperangkap di dalam tubuh yang salah.Seperti yang terjadi

pada penyanyi cilik Dena ‘Renaldy’ Rahman.Dia dikenal sebagai Renaldy saat

1
menjadi penyanyi cilik (laki-laki) di era 90-an. Namun setelah sekian lama tidak

terdengar kabarnya, kini namanya mulai mencuat lagi setelah isu tentang perubahan

jalan hidupnya dalam kasus transgender yang mulai merebak dan menjadi

perbincangan hangat di media maupun dunia maya.

Selain kasus transgender yang terjadi pada Dena ‘Renaldi’ Rahman, beberapa

bulan yang lalu dan sebelumnya telah banyak kasus transgender yang mencuat ke

permukaan seperti Sammuel Brodie karena sering di-bully semasa kecilnya, Alter &

Jane yang ditentang pernikahannya hingga masuk ke ranah hukum, dan kasus

transgender yang terjadi pada Siti Maemunah yang berubah menjadi lelaki (Agus)

dan berhasil mendapatkan pengakuan gendernya setelah keluar putusan hukum dari

Pengadilan Negeri Semarang.

Banyak kisah pada kasus transgender yang terjerumus kehidupan malam,

narkoba, dan sejenisnya karena mencari pelarian dari perasaan terabaikan utamanya

dari keluarga yang tidak dapat menerima perilaku mereka.Padahal sebenarnya banyak

diantara kasus transgender ini yang bisa menjalani kehidupan mereka secara normal

setelah mereka merasa telah diterima oleh lingkungan.Jadi salahkah para transgender

tersebut memutuskan pilihan mereka?Kehidupan ini tidak sepenuhnya salah atau

benar.Namun merupakan jalan kehidupan yang bisa menjadikan pelajaran hidup

antara yang satu dengan yang lainnya.

Fenomena kasus yang dikenal dengan sebutan transgender ini masih

menimbulkan banyak pro dan kontra baik ditinjau dari segi etika, hukum maupun

agama.Oleh karena itu, penulis ingin mengangkat masalah ini untuk dijadikan sebagai

2
pembahasan utama dalam makalah berjudul “Tinjauan Kasus Transgender dari Segi

Etika, Hukum dan Agama”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, yang menjadi pokok

permasalahan adalah:

1. Apa itu transgender?

2. Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya transgender ?

3. Bagaimana kedudukan kaum transgender dari segi etika ?

4. Bagaimana kedudukan kaum transgender dari segi hukum ?

5. Bagaimana kedudukan kaum transgnder dari segi agama ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:

1. Untuk mengetahui tentang transgender.

2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi terjadinya transgender.

3. Untuk mengetahui kedudukan kaum transgender dari segi etika.

4. Untuk mengetahui kedudukan kaum transgender dari segi hukum.

5. Untuk mengetahui kedudukan kaum transgender dari segi agama.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Transgender

Istilah gender pertama kali diperkenalkan oleh Robet Stoller pada tahun 1968

untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang

bersifat sosial budaya, bukan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis.

Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan RI mengartikan gender sebagai

peran-peran sosial yang dikontribusikan oleh masyarakat, serta tanggung jawab dan

kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran-peran

sosial tersebut dapat dilakukan oleh keduanya, laki-laki dan perempuan.Gender bukan

merupakan kodrat Tuhan ataupun ketentuan Tuhan, oleh karena itu, gender berkaitan

dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan

dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan sosial dan budaya di

tempat mereka tinggal atau lahir.Gender seseorang dapat berubah, sedangkan jenis

kelamin biologis tetap tidak berubah. (Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan,

1992)

Transgender secara subjektif diartikan dengan orang yang terlahir memiliki

dua alat kelamin atau seseorang yang perilakunya berbeda dengan kodrat aslinya

yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti hormonal dan lingkungan.Seseorang yang

tidak jelas dengan status kelaminnya disebut transgender, yaitu suatu gejala

ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik

dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin

4
yang dimilikinya.Transgender adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan

orang yang melakukan, merasa, berpikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang

ditetapkan saat mereka lahir. (Winda Novtatika Anggraeni, 2013)

2. Faktor yang Memengaruhi Terjadinya Transgender

Sebab-sebab terjadinya transgender dibagi ke dalam dua bagian, yaitu sebab

dari dalam (intern) dan sebab dari luar (ekstern).Intern adalah sebab yang berkaitan

erat dengan kelainan biologis yang berdampak kepada kecenderungan

psikologis.Kelainan secara biologis dapat diketahui bahwa pembentukan laki-laki dan

perempuan terjadi akibat perbedan jenis/kode kromosom yang berdampak kepada

perkembangan hormon-hormon.Di mana laki-laki berkode kromosom XY dan

perempuan berkode kromosom XX.Dan kode kromosom ini bertambah dari yang

hanya berkode XX menjadi XXY, sehingga yang seharusnya manusia berjenis

kelamin perempuan mempunyai kecenderungan psikologis sebagai laki-laki, begitu

pula sebaliknya.Sebab selanjutnya adalah dari faktor ekstern, di mana dalam hal ini

dapat dihubungkan dangan keadaan sosial atau lingkungan, interaksi sosial ataupun

perlakuan sosial. (Winda Novtatika Anggraeni, 2013)

Sebenarnya pengidap transgender dapat disembuhkan.Jika seseorang terlahir

dengan dua alat kelamin harus ditentukan mana yang lebih dominan kemudian

mengambil tindakan secara medis melalui operasi kelamin.Berbeda halnya dengan

mereka yang menjadi transgender karena pengaruh dari lingkungan, dalam upaya

penyembuhannya dapat meminta bantuan psikolog yang membantu secara kejiwaan

5
serta berkonsultasi dengan pemuka agama agar mengetahui dalil-dalil yang

mengaturnya. (Winda Novtatika Anggraeni, 2013)

3. Kedudukan Kaum Transgender Ditinjau dari Segi Etika

Dari segi sosial, pandangan masyarakat terhadap transgender terbagi ke dalam

jenis kaum esensalisme dan kontruksionisme.Menurut pandangan esensalisme,

transgender merupakan sesuatu yang berjalan di luar kewajaran, dianggap tidak benar

dan membawa keburukan sehingga sering dikucilkan.Sedangkan menurut pandangan

kaum konstruksionisme, transgender tidak melanggar etika karena masih merupakan

bagian dari masyarakat dengan berlandaskan kepada Hak Asasi Manusia (HAM)

sebagai bentuk perlindungan dari ketidakadilan yang sering terjadi di dalam

masyarakat. (Arni Rahmawati Fahmi Sholihah, 2011)

Tidak hanya pengucilan dari masyarakat, perlakuan diskriminatif terhadap

kaum transgender juga terjadi dalam dunia kerja.Mereka tidak dapat secara leluasa

bekerja dalam sektor-sektor yang formal.Jika ada, mereka diharuskan untuk

berpenampilan sebagai laki-laki atau perempuan pada umumnya.Oleh karena itu,

kebanyakan kaum transgender menggantungkan kelangsungan hidupnya pada sektor-

sektor non-formal, seperti usaha salon atau dunia hiburan. Tetapi yang paling banyak

adalah terperangkap dalam dunia pelacuran (Koeswinarno, 2004)

Peranan dokter dan tenaga medis lainnya dalam operasi kelamin status hukumnya

disesuaikan dengan alasan yang berkaitan dengan kondisi dari alat kelamin yang

bersangkutan.Jika terbukti dengan sengaja menggagalkan operasi tersebut, maka

dokter dan tenaga medis melanggar kode etik.

6
4. Transgender dan Kedudukannya Ditinjau dari Segi Hukum

Dalam skala internasional, United Nation Commision on Human Rights telah

menolak Human Rights and Sexual Orientation pada tahun 2005 dan Economic and

Social Council juga menolak untuk memberi status konsultatif kepada International

Lesbian and Gay Association (ILGA) pada tahun 2006. Di Indonesia sendiri belum

ada peraturan yang spesifik menjelaskan masalah transgender, namun secara hukum

kaum transgender memiliki hak yang sama dengan manusia pada umumnya sesuai

UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. (Arni Rahmawati Fahmi

Sholihah, 2011).

Bagi kaum transgender yang telah menjalani operasi kelamin, status

kewarganegaraannya berubah (dalam sisi jenis kelamin) jika permohonan untuk

mengubah jenis kelaminnya tersebut disetujui oleh Hakim Pengadilan sesuai aturan

dalam UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Oleh karena itu, tidak

ada masalah jika kaum transgender menikah selama ia menikah dengan jenis kelamin

yang berlawanan dan jenis kelaminnya yang sah dan terdaftar sesuai dengan dokumen

kependudukannya sesuai aturan dalam UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan

Atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Negara mengakui

status dan kedudukan kaum transgender apabila setelah mendapat perizinan dari

Hakim Pengadilan yang bersangkutan bersedia untuk mengganti semua dokumen

kependudukannya sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi

Kependudukan.

7
Status dokter dan tenaga kesehatan lain yang menggagalkan operasi

penggantian, perbaikan ataupun pembuangan salah satu kelamin diatur dalam pasal

24 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:

1) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi

ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar

pelayanan, dan standar prosedur operasional;

2) Ketentuan mengenai kode etik dan standar profesi sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur oleh organisasi profesi.

Sehingga, dokter dan tenaga kesehatan yang bisa dikatakan sebagai pelaku

malpraktek (dalam hal ini sengaja menggagalkan operasi kelamin) diberikan sanksi

oleh pihak yang bertanggung jawab terhadap pemberi layanan kesehatan dan oleh

organisasi profesi yang bersangkutan sesuai dengan kode etik yang dilanggar.

5. Transgender dan Kedudukannya Ditinjau dari Segi Agama

Menurut ajaran Protestan, transgender dianggap sebagai dosa karena

cenderung menolak ketetapan Tuhan. Namun, hal ini dianggap sebagai fenomena

yang terjadi bukan karena Tuhan yang menciptakan orang-orang seperti itu,

melainkan karena manusia sudah berdosa sejak semula (konsep dosa awal). Menurut

ajaran Katolik dalam KGK 2297, penggantian kelamin dianggap melanggar

penghormatan terhadap integritas tubuh manusia. Menurut KGK 369, pria dan

wanitalah diciptakan, artinya dikehendaki Allah dalam persamaan yang sempurna di

satu pihak sebagai pribadi manusia dan di lain pihak dalam kepriaan dan

kewanitaannya. Ajaran Hindu memandang keberadaan tiga jenis kelamin, yaitu

8
pums-prakriti (pria), stri-prakriti (perempuan), tritiya-prakriti (seks ketiga). Jenis seks

ketiga ini terdiri dari shanda (male to female) dan shandi (female to male). Karena

adanya pengakuan, pemilik tritiya-prakriti diijinkan hidup bebas dan terbuka.

Contohnya dalam kisah Baratayudha terdapat masa dimana Arjuna berperan sebagai

Brihannala. Dengan begitu, operasi pergantian kelamin pun bebas dilakukan. Ajaran

Budha juga menyimpan akar kebudayaan Hindu yang menguasai jenis kelamin

ketiga. Siapapun yang telah banyak mengembangkan kebajikan dengan badan,

ucapan dan pikiran, setelah meninggal dunia mempunyai kesempatan terlahir di alam

bahagia tanpa terpengaruh oleh jenis kelamin. Meskipun begitu, dalam tripitaka

dinyatakan bahwa seorang waria tidak berhak ditasbihkan sebagai bhiksu atau

bhiksuni. (Arni Rahmawati Fahmi Sholihah, 2011)

Menurut pandangan Islam, transgender menimbulkan banyak kontra terkait

dengan kurangnya rasa syukur manusia terhadap penciptaan Allah melalui tubuhnya.

Dalam sebuah Hadits dijelaskan bahwa “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai

wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Hadits tersebut

diperkuat dengan ayat Al-Qur’an terkait dengan transgender sebagai salah satu

bentuk mengubah ciptaan-Nya,

Allah SWT berfirman: “dan saya (setan) benar-benar akan menyesatkan

mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka (memotong

telinga-telinga hewan ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan saya

suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), maka mereka sungguh mengubahnya.

9
Barang siapa yang menjadikan setan menjadi pelindung selain dari Allah, maka

sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.” (Q.S. An-Nisaa: 119)

Adapun hukum operasi kelamin dalam syariat Islam yang harus diperinci

persoalan dan latar belakangnya. Dalam dunia kedokteran modern dikenal tiga

bentuk operasi kelamin yaitu:

1) Operasi penggantian jenis kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak

lahir memiliki kelamin normal;

2) Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang

yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti zakar (penis) atau vagina yang

tidak berlubang atau tidak sempurna.;

3) Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap

orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin. (Winda Novtatika

Anggraeni, 2013)

Operasi pertama diharamkan dalam Islam karena merupakan unsur

kesengajaan mengubah ciptaan Allah SWT.Sehingga, ketentuan terkait syariat seperti

shalat dan lainnya dikembalikan kepada kondisi kelamin semula.Operasi nomor dua

tentunya diperbolehkan, bahkan dianjurkan karena termasuk mengobati dan menjaga

kesehatan fisik.Operasi dalam kondisi ini tidak mendatangkan masalah dalam hal

syariat karena jenis kelamin yang bersangkutan tidak berubah.Operasi nomor tiga

diperbolehkan jika dilakukan dengan tujuan tashih (perbaikan) atau takmil

(penyempurnaan).Jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang yang

berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas kecenderungan sifat dan tingkah lakunya,

10
maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status

hukumnya menjadi lebih tegas dan mengacu pada status yang baru. (Abuddin Nata,

2004)

Dokter dan tenaga medis harus bisa mengambil langkah yang tepat dalam

menjalankan tugasnya secara profesional, jika operasi tersebut dinyatakan haram

(dari segi agama) maka ia ikut berdosa karena termasuk “tolong-menolong dalam

dosa” dan jika sesuai syariat Islam dan diperbolehkan maka ia mendapat pahala

karena termasuk “bekerjasama dalam ketakwaan dan kebajikan.” (Q.S. Al-Maidah: 2)

11
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari segi etika, operasi kelamin yang dilakukan kepada kaum transgender

oleh dokter dan tenaga medis bukan merupakan sebuah pelanggaran kode etik,

kecuali jika dokter dan tenaga kesehatan tersebut menggagalkan operasinya dan

masuk ke dalam kasus malpraktek.Dari segi etika sosial, masih melanggar dan

menimbulkan sanksi moral berupa pengucilan dari masyarakat.Dari segi hukum,

transgender diperbolehkan jika sudah ada izin dari Hakim Pengadilan dan pemohon

langsung mengurus dokumen kependudukannya yang baru.Dari segi agama,

transgender diharamkan karena termasuk tabdil dan taghyir, yaitu mengubah ciptaan

Allah kecuali ada alasan tertentu seperti berkelamin ganda (khuntsa) dan cacat

kelamin yang jika dibiarkan bisa berakibat fatal terhadap kesehatan reproduksinya.

2. Saran

Penulis memberikan saran bagi masyarakat untuk tidak mengucilkan kaum

transgender dan melihatnya dari sisi negatifnya saja.Indonesia juga harus

menyempurnakan hukum mengenai transgender agar status dan kedudukannya

menjadi jelas.Kita harus menjaga agar tidak terdapat banyak kesenjangan hak dan

kewajiban antara laki-laki dan perempuan yang membuat seseorang menjadi ingin

melakukan transgender dan operasi kelamin.Mendekatkan diri kepada Allah

swt.adalah jalan utama untuk lebih percaya diri, menerima segala kelebihan dan

12
kekurangan, serta mendalami ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai bentuk rasa

syukur terhadap apa yang telah diberikan oleh-Nya.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Al-qur’anul Karim dan Al-Hadits.

2. Arni Rahmawati Fahmi Sholihah. Transseksualisme: Sex-Reassignment

Surgery. Institut Teknologi Bandung. 2011 Dec 12; Accessed on November 1st, 2014

at 4 p.m. Available from URL:

http://blogs.itb.ac.id/sholihah/2011/12/12/transseksualisme-sex-reassignment-

surgery/

3. Budge Stephanie L, Tebbe, Esther N, Howard, Kimberly. The work

experiences of transgender individuals: Negotiating the transition and career decision-

making processes. A.S. Journal of Counseling Psychology. 2010 Oct; 57(4): 377-93.

Downloaded on November 1st, 2014 at 2:33 p.m. Available from URL:

http://psycnet.apa.org/index.cfm?fa=main.doiEventRedirect&uid=&pc=&nextURL=

http%3A%2F%2Fpsycnet%2Eapa%2Eorg%2Fjournals%2Fcou%2F57%2F4%2F377

%2Ehtml

4. Ghalib, Achmad. Rekonstruksi Pemikiran Islam. 1st. ed. Jakarta: UIN Jakarta

Press; 2005. 93-105 p.

5. Hariyanto, Muhsin. Fenomena Transgender dan Hukum Operasi

Kelamin.Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 2011 Dec 21; Accessed on

November 1st, 2014 at 8.51 p.m. Available from URL:

http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/fenomena-transgender-dan-hukum-operasi-kelamin/

6. Koeswinarno. Hidup Sebagai Waria. 1st. ed. Yogyakarta: Lkis; 2004. 15 p.

14
7. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Buku III: Pengantar Teknik

Analisa Jender. 1992. 1 leaves.

8. Mustika, Andri Adi. Operasi Ganti Kelamin. Scribd. 2013 May 09;

Downloaded on November 1st, 2014 at 8:37 p.m. Available from URL:

http://www.scribd.com/doc/140351425/OPERASI-GANTI-KELAMIN

9. Nata, Abuddin. Perspektif Islam tentang Pendidikan Kedokteran. 1st. ed.

Jakarta: UIN Jakarta Press; 2004. 196-205 p.

10. Nugroho, Riant. Gender dan Administrasi Publik. 1st. ed. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar; 2008. 30 p.

11. Pulungan, Suyuthi. Universalisme Islam. 1st. ed. Tuwah Muhammad dkk,

editor. Jakarta: Moyo Segoro Agung; 2002. 255-61 p.

12. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165.Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3886.

13. UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 124.Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4674.

14. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2009 Nomor 144.Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5063.

15
15. UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157.Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5076.

16. UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan. Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2013 Nomor 232.Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5475.

17. Winda Novtatika Anggraeni. Tindakan Sosial Pemuka Agama Islam Terhadap

KeberadaanTransgender. 2013. 5 p. Downloaded on November 1st, 2014 at 2:48 p.m.

Available from URL:

16

Anda mungkin juga menyukai