Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI
WAKTU REAKSI

OLEH :
Kelompok 1
Nur Annisa Meilina (1811015320024)
Helsawati (1811015220030)
Jariyah Amalia (1811015220017)
Khairunisa (1811015120010)
Marhasan (1811015210027)
Muhammad Firman Akbar (1811015210010)
Muhammad Najmi Fakh (1811015210025)
Nahdiya Rahmah (1811015320016)
Rafiah Anggianingrum (1811015320017)
Ryan Achyadi (1811015310022)
St. Nomira Siswandi (1811015320007)
Sherina Thessalonica (1811015120017)
Tasya Riskyana Dewi (1811015220005)

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Satuan saraf terdiri atas tiga subsistem utama: (1) sumbu sensorik
yang menghantarkan sinyal dari ujung-ujung saraf sensorik perifer ke
hampir semua bagian medula spinalis, batang otak, serebelum, dan
serebrum; (2) sumbu motorik yang membawa sinyal saraf yang berasal dari
daerah sentral sistem saraf ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar di seluruh
tubuh dan (3) sistem integrasi yang menganalisis informasi sensorik,
menyimpan beberapa informasi dalam memori untuk dipakai kemudian dan
menggunakan kedua-dua informasi sensorik dan yang disimpan untuk
menentukan jawaban yang sesuai (1).
Banyak reaksi saraf sederhana diintegrasi di medula spinalis
termasuk efek penarikan diri tiap bagian tubuh dari perangsangan nyeri,
refleks yang memendekkan otot jika otot itu diregang berlebihan dan juga
sinyal-sinyal yang menyebabkan gerakan berjalan dalam keadaan yang
sesuai. Reaksi-reaksi sistem saraf yang lebih kompleks, seperti
pengendalian sikap dan keseimbangan dan juga pengendalian fungsi rspirasi
dan sirkulasi, diintegrasi pada tingkat batang otak. Fungsi-fungsi sistem
saraf yang lebih kompleks, seperti proses berpikir, penyimpanan memori,
penentuan kegiatan motorik yang kompleks dan sebagainya, semua ini
diintegrasi di serebrum. Serebelum bekerja erat dengan semua bagian lain
sistem saraf untuk membantu mengkoordinasi gerakan-gerakan motorik
yang berurutan (1).
Kesatuan pengendalian dasar sistem saraf ialah sinaps, tempat sinyal
pindah dari ujung serat saraf sebuah neuron ke neuron berikutnya. Sinaps
terdiri atas benjolan sinaps pada ujung serat saraf dan permukaan membran
neuron berikutnya tempat sandaran benjolan sinaps. Benjolan sinaps
mengsekresi zat transmiter yang bekerja terhadap membran dan dapat
menyebabkan eksitasi dan inhibisi, jadi memungkinkan sinyal yang masuk
menyebabkan eksitasi atau supresi neuron berikutnya. Sebuah neuron
biasanya hanya dapat dieksitasi oleh letupan bersamaan sejumlah besar
sinaps-sinaps, artinya sinyal-sinyal dari banyak sinaps terpisah harus
disumasi supaya terjadi potensial aksi pada neuron yang dirangsang. Jika
neuron ini juga dihambat oleh neuron-neuron inhibisi, maka diperlukan
lebih banyak sinyal eksitasi supaya timbul jawaban (1).
Impuls saraf adalah perubahan kimia-elektrik yang kompleks yang
berjalan di sepanjang serat saraf. Di dalamnya, ion (partikel bermuatan)
bergerak dari bagian dalam sebuah akson ke arah luar, dan ion lain bergerak
dari luar ke dalam. Bersamaan dengan gerakan gelombang di sepanjang
akson, ion kalium (K+) meninggalkan akson dan ion natrium (Na+) masuk
ke dalam. Gerakan satu ion K+ agaknya merangsang gerakan satu ion
berikutnya dan demikian seterusnya di sepanjang akson. Impuls saraf adalah
akibat dari perbedaan potensial potensial listrik antara K+ dan Na+. Setelah
gelombang lewat di sepanjang akson, ion K+ dan ion Na+ kembali lambat
ke posisi semula. Segera setelah impuls saraf melintas, terhadap suatu
periode pendek yang impuls lain tidak dapat berjalan melintasi serabut saraf
tersebut (2).
Sinaps adalah titik komunikasi antara satu neuron dan neuron lain.
Pada titik ini, transmisi impuls terjadi secara kimia. Saat impulsnya tiba di
sinaps, transmiter kimia dibebaskan dan merangsang sel berikutnya.
Diketahui terdapat sekitar 30 transmiter, diantaranya adalah asetilkolin,
norepinefrin, dan dopamin, dan setiap transmiter mungkin bekerja dangan
aktivitas sistem saraf yang berbeda. Gangguan pada neurotransmiter diduga
menyebabkan penyakit mental dan fisik pada otak (2).
Otak merupakan daerah integrasi utama sistem saraf tempat
penyimpanan memori, terjadi pemikiran, timbul emosi dan fungsi – fungsi
lain yang dikaitkan dengan kejiwaan dan pengendalian tubuh yang rumit.
Untuk melakukan kegiatan yang rumit ini, otak dibagi dalam bagian- bagian
fungsional yang terpisah (1).
Kegiatan saraf di bawah sadar, seperti refleks menarik bagian tubuh
menjauhi perangsangan yang menyakiti, refleks menegangkan kaki jika
berdiri di atas kaki, dan juga refleks gerakan berjalan yang kasar. Jadi
medulla spinalis adalah lebih dari hanya saraf perifer besar (1).
Sistem saraf perifer, memperlihatkan bahwa ia merupakan jaringan
saraf yang begitu bercabang- cabang sehingga hamper tiap milimeter kubik
jaringan di selutuh tubuh mempunyai ujung saraf. Anatomi saraf perifer
yang berisi sejumlah besar berkas serat – serat saraf. Secara fungsional
terjdapat dua jenis serat : serat aferen untuk menghantarkan informasi
sensorik ke medulla spinalis dan otak, dan serat eferen untuk
menghantarkan sinyal motorik yang kembali dari sistem saraf pusat ke
perifer, terutama ke otot – otot rangka. Beberapa saraf perifer keluar
langsung dari daerah basal otak dan memperasarafi terutama daerah kepala.
Saraf ini disebut saraf kranial. Saraf perifer lainnya adalah saraf spinal,
masing- masing keluar sebelah kanan dan kiri medula spinalis melalui
foramen intervetertebralis setiap segmen medulla spinalis (1).
Sistem sensorik, yang menghantarkan informasi dari seluruh
permukaan dan struktur dalam tubuh ke dalam sistem saraf melalui saraf –
saraf spinal dan kranial. Infromasi – infrormasi ini dihantarkan ke semua
tingkat medulla spinalis, batang otak, termasuk medulla pons dan sensefalon
dan terakhir juga daerah daerah otak yang lebih tinggi termasuk thalamus
dan konteks serebri. Lalu sinyal- sinyal diteruskan ke hampir semua bagian
lain sistem saraf untuk mulai menganalisis dan mengolah informasi sensorik
(1).
Sitem motorik. Peranan akhir yang paling utama sistem saraf ialah
untuk mengendalikan kegiatan- kegiatan tubuh. Hal ini dicapai dengan
mengendalikan (1) kontraksi semua otot tubuh, (2) kontraksi otot otot polos
dan alat – alat dalam tubuh dan (3) sekresi kelenjar eksorin dan endokrin di
berbagai bagian tubuh. Kegiatan – kegiatan ini secara kolektif disebut fungsi
motorik sistem saraf dan bagian sistem saraf yang secara langsung
menghantarkan sinyal – sinyal ke otot dan kelenjar disebut bagian motorik
sistem saraf. Melukiskan gambaran umum sumbu motorik untuk
pengendalian kontraksi otot rangka. Sinyal berasal dari (1 )daerah motorik
korteks serebri, (2) daerah basal otak, atau (3) medulla spinalis dan
dihantarkan melalui saraf motorik ke otot . tiap tingkat khusus sistem saraf
motorik ke otot. Tiap tingkat khusus sistem saraf mempunyai peranan khas
tersendiri dalam pengendalian gerakan tubuh. Medulla spinalis dan bagian
basal otak terutama mengendalikan jawaban otomatis tubuh terutama
mengendalikan jawaban otomatis tubuh terhadap perangsangan sensorik
dan daerah yang lebih tinggi dengan gerakan atas kemauan sendiri yang
dikendalikan oleh proses pemikiran dengan cerebrum (1).
Sistem integrasi. Istilah integrasi mempunyai arti mengolah
infromasi untuk menentukan kegiatan motorik tubuh yang tepat dan sesuai
atau untuk pemikiran secara abstrak. Sangat berdekatan dengan semua pusat
sensorik dan motorik di kedua- duanya medulla spinalis dan otak terdapat
banyak pusat-pusat yang praktis hanya menangani. Proses integrasi.
Beberapa daerah daerah ini menangani penyimpanan infromasi- informasi
yang disebut memori. Sedangakan daerah-daerah lain menilai infromasi
sensorik untuk menentukan apakah itu menyenangkan atau tidak
menyenangkan menyakiti atau mengurangi rsasa nyeri , kuat atau lemah dan
sebagainya. Di dalam daerah-daerah inilah jawaban motorik yang tepat
terhadapan infromasi asupan sensroik ditentukan. Sekali ke putusan
diambil, sinyal – sinyal dihantarkan ke pusat pusat motorik untuk
menyebabkan gerakan motorik (1).
II. TINJAUAN PUSTAKA
Waktu reaksi (reaction time) merupakan waktu antara pemberian
rangsangan sampai dengan timbulnya respon terhadap rangsangan tersebut.
Parameter waktu reaksi ini dipakai untuk pengukuran performansi. Yang
mempengaruhi performansi kerja diantaranya tingkat kelelahan, kondisi
motivasi, rasa bosan, konsentrasi, dan kondisi psikologis manusia lainnya.
Hal tersebut akan mengakibatkan waktu reaksi yang berbeda-beda antara
satu kondisi dengan kondisi lainnya. Kondisi-kondisi tersebut dipengaruhi
oleh lingkungan baik secara fisik (penerangan, temperatur, getaran, dan
lain-lain) maupun secara psikologis (suasana hati, motivasi, dan lain-lain)
dan kerja itu sendiri (3).
Waktu reaksi bertindak sebagai indikator yang dapat diandalkan
tingkat pengolahan rangsangan sensorik oleh sistem saraf pusat dan
pelaksanaannya dalam bentuk respon (4). Menurut bompa, waktu reaksi
adalah jarak waktu antara pemberian stimulus kepada seseorang sampai
terjadinya reaksi otot pertama kali atau terjadinya gerakan yang pertama
kali. Waktu reaksi adalah salah satu parameter fisiologi yang penting untuk
mengetahui seberapa cepat respon motorik seseorang terhadap stimulus (5)
Waktu reaksi didefinisikan sebagai interval waktu antara penerapan
stimulus dan inisiasi sukarela yang telah diinstruksikan untuk merespon
secepat mungkin (6).
Menurut zatzyorski, waktu reaksi memiliki 5 komponen yaitu
1. Munculnya stimulus pada tingkat reseptor yaitu suatu struktur khusus
yang sangat peka terhadap jenis jenis rangsangan tertentu (3).
2. Perambatan stimulus ke susunan saraf pusat (3).
3. Pengiriman stimulus melalui jalur saraf dan produksi sinyal efektor yang
bergerak memberi reaksi terhadap stimulus yang tiba melewati neuron
eferen yakni yang membawa impuls dari susunan saraf pusat (3).
4. Pengiriman sinyal oleh susunan saraf ke pusat otot (3).
5. Perangsangan otot untuk melakukan kerja mekanis (3).
Waktu reaksi tidak sama dengan refleks. Waktu reaksi adalah respon
terhadap tanda yang disadari dan berpusat di otak, sedangkan refleks adalah
reaksi terhadap respon yang tidak disadari terhadap stimulus berpusat di
medula spinalis tanpa melibatkan otak. Waktu reaksi dapat dilatih
sedangkan refleks tidak (3). Pengukuran waktu reaksi telah digunakan untuk
mengevaluasi kecepatan pemprosesan sistem saraf pusat dan koordinasi
antara sistem sensorik dan motorik. Waktu reaksi dipengaruhi oleh faktor
yang berbeda (7).
Jenis-jenis waktu reaksi
1. Waktu Reaksi Sederhana
Waktu reaksi sederhana terjadi apabila hanya terdapat satu
stimulus dan satu respon. Waktu reaksi sederhana biasanya sering
berhubungan dengan kebiasaan dan merupakan jenis waktu reaksi yang
paling banyak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya
dalam berkendara, seperti perubahan lampu lalu lintas dari hijau ke
kuning, pemudi dapat memperkirakan stimulus yang akan muncul
sehingga telah memutuskan apa yang akan dia lakukan ketika stimulus
tersebut muncul (3). Waktu reaksi sederhana adalah waktu yang
dibutuhkan untuk memberikan reaksi secara sadar sebagai jawaban
terhadap suatu rangsang. Waktu reaksi seseorang berkaitan erat dengan
kehidupan sehari-hari, misalnya saat mengendarai (8).
2. Waktu Reaksi Kompleks
Waktu reaksi kompleks terjadi apabila terdapat beberapa stimulus
sekaligus yang harus di respon bersamaan dan hanya satu stimulus yang
dapat merespon dengan baik sedangkan stimulus yang lain tidak
mendapat respon. Contohnya pada seseorang harus menekan tombol arah
panah di keyboard sesuai dengan arah panah yang ada di layar sedangkan
layar tersebut menampilkan beberapa tanda panah yang arahnya berbeda-
beda. Waktu reaksi kompleks seseorang tergantung pada bagaimana
kompleksitas dari stimulus ada beberapa banyak pilihan untuk bereaksi
dan seberapa sering seseorang telah berada dalam situasi yang sama (3).
Banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi waktu reaksi,
antara lain, jenis stimulus, usia, jenis kelamin, penggunaan tangan kanan
atau kiri, jumlah rangsangan stimulus, nutrisi, alkohol, aktivitas fisik,
latihan dan kelelahan (4).
1. Jenis Stimulus
Jenis stimulus dapat mempengaruhi waktu reaksi. Suatu penelitian
membuktikan bahwa jenis stimulus auditorik lebih cepat apabila
dibandingkan dengan stimulus visual dan jenis stimulus sentuhan. Hal ini
dikarenakan stimulus auditorik memiliki waktu yang lebih singkat untuk
menghantarkan stimulus kotak dibandingkan stimulus visual dan
stimulus sentuhan (4).
2. Usia
Pemeriksaan waktu reaksi sederhana menunjukkan bahwa waktu
reaksi lebih cepat pada bayi sampai usia 20-an akhir, kemudian
perlambatan perlahan sampai usia 50-an dan 60-an, dan kemudian
perlambatan terjadi lebih cepat sejak awal usia 70-an. Penelitian
MacDonald el al. menyatakan bahwa variasi waktu reaksi pada usia lanjut
berhubungan dengan pengenalan stimulus yang kurang baik dan kecepatan
konduksi saraf yang menurun (4).
3. Jenis Kelamin
Hampir di setiap kelompok usia, laki-laki memiliki waktu reaksi
yang lebih cepat dibandingkan perempuan. Hal ini dijelaskan pada
penelitian sebelumnya oleh bellis tahun 1993 bahwa waktu reaksi laki-laki
sebagai respon terhadap cahaya adalah 220 milidetik dan waktu reaksi
perempuan adalah 260 milidetik. Sedangkan untuk respon terhadap suara,
waktu reaksi laki-laki adalah 190 milidetik dan 200 milidetik untuk
perempuan (4).
4. Penggunaan tangan kanan atau kiri
Hemisfer kanan mengendalikan tangan kiri sedangkan hemisfer
kiri mengendalikan tangan kanan. Hemisfer kanan mengatur kreativitas,
hubungan spesial, pengenalan wajah, emosi dan lain-lain. Berdasarkan hal
tersebut para peneliti beranggapan seharusnya tangan kiri memiliki waktu
reaksi yang lebih cepat (4).
5. Kelelahan
Waktu reaksi merupakan salah satu yang dapat digunakan sebagai
indikator yang dapat mengukur tingkat kelelahan. Penelitian yang
dilakukan oleh Welford menyatakan bahwa waktu reaksi akan menjadi
lebih lama apabila subjek dalam keadaan kelelahan. Beberapa eksperimen
menunjukkan bahwa kurang tidur memiliki sedikit pengaruh terhadap
waktu reaksi (4).
6. Stimulasi yang berulang
Ketika subjek merespon stimulus yang baru pertama kali
dihadapinya, waktu reaksi akan kurang konsisten dibandingkan subjek
yang telah beberapa kali merespon stimulus yang sama yang sudah
pernah dihadapinya (4).
7. Latihan
Tujuan dari latihan adalah untuk meningkatkan kondisi fisik dan
keterampilan dalam melakukan suatu respon dan proses pemulihan dari
suatu stimulus. Latihan dapat mempercepat waktu reaksi. Menurut
Simkin, waktu reaksi dapat memendek 10 hingga 20% dengan diberikan
latihan. Hal ini dapat diamati dengan jelas pada atlet dan non-atlet di
mana waktu reaksi atlet akan lebih cepat dibandingkan dengan non-atlet,
contohnya pelari sprint akan bereaksi lebih cepat daripada yang bukan
pelari sprint (4).
8. Nutrisi
Nutrisi dapat menjadi salah satu yang mempengaruhi performa
tubuh seseorang. Asupan nutrisi yang tidak adekuat seperti asupan cairan
dan elektrolit yang kurang akan menimbulkan gangguan metabolisme
maupun gangguan keseimbangan cairan (4).
9. Status hidrasi
Suatu penelitian menyatakan bahwa kehilangan 1-2% berat badan
akibat dehidrasi dapat mengganggu fungsi kognitif dan performa tubuh
seseorang yang membutuhkan atensi, memori dan psikomotor. Keadaan
dehidrasi secara tidak langsung dapat menyebabkan peningkatan waktu
reaksi(4).
III. METODE PRAKTIKUM
Identitas Probandus
Nama : Amelia Melinda
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alat dan Bahan
1. Stopwatch biasa (2 buah)
2. Stopwatch elektronik (1 buah)
3. Garpu tala 1 buah
4. Alat peraga cahaya dengan lempeng-lempeng huruf atau angka
Cara Kerja
Waktu Reaksi Sederhana
1. Siapkan peralatan, tentukan 1 orang naracoba, 1 orang pemeriksa dan
satu orang pencatat.
2. Lakukan kalibrasi terlebih dahulu antara stopwatch biasa dan stopwatch
elektronik, dengan cara menekan stopwatch secara bersamaan untuk
memulai dan menghentikannya secara bersamaan pula. Catat selisih
waktu yang dicatat oleh kedua stopwatch tersebut.
3. Rangsangan sentuhan
Mula-mula naracoba disuruh memegang stopwatch tekan pada tangan
kiri dijulurkan lurus di atas meja. Mata orang coba ditutup peneliti juga
memegang stopwatch yang sama kecepatannya dengan stopwatch tekan,
namun waktu ditekan tidak menimbulkan suara (stopwatch elektronik),
selanjutnya peneliti menekan stopwatch bersamaan menyentuh tangan
kiri naracoba. Naracoba di minta menekan stopwatch secepat-cepatnya
pada saat tangan kirinya mendapat sentuhan. Lakukanlah hal tersebut,
perbedaan antara waktu dengan stopwatch oleh peneliti dan orang coba
merupakan suatu reaksi sederhana.
4. Rangsangan suara
Dengan cara yang sama pada percobaan 1, tetapi percobaan ini
diberikan adalah rangsangan suara. Orang coba disuruh menekan
stopwatch bila ia mendengar bunyi garputala (stopwatch) bukan
sentuhan.
5. Rangsangan cahaya
Pada percobaan ini rangsangan yang diberikan ialah cahaya lampu
baterai sedang percobaannya seperti percobaan 1.
Waktu Reaksi Pilihan
Sebelum melakukan percobaan orang coba terlebih dahulu disuruh
memilih satu sinyal dan memilih satu jawaban tanpa mengetahui sinyal
sesungguhnya yang akan diberikan. Sinyal yang akan diberikan terdiri atas
empat macam sinyal yaitu huruf “A1”, “A2”, “B1” dan “B2”. Naracoba
menjawab dengan menekan stopwatch. Pada saat itu peneliti
memperlihatkan suatu sinyal yang harus dijawab dengan bersamaan dengan
menekan stopwatch. Setelah latihan beberapa saat, percobaan dimulai.
Langkah percobaan seperti langkah pada percobaan waktu reaksi sederhana.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil dari percobaan
1. Waktu Reaksi Sederhana
 Hasil kalibrasi stopwatch = 0 detik
Tabel 1. Hasil percobaan waktu reaksi sederhana pada naracoba
Rangsangan Rangsangan Rangsangan
sentuhan (detik) suara (detik) cahaya (detik)
Stopwatch
04.19 03.40 04.40
naracoba
Stopwatch
04.61 03.50 04.77
pemeriksa
Selisih (waktu
0.42 0.10 0.37
reaksi)

2. Waktu Reaksi Pilihan


Tabel 2. Hasil percobaan waktu reaksi pilihan pada naracoba
Stopwatch Stopwatch Selisih
Ulangan
naracoba pemeriksa (waktu reaksi)
1 04.16 detik 04.74 detik 0.58 detik
2 06.50 detik 07.21 detik 0.71 detik
3 05.22 detik 06.67 detik 0.85 detik
Rata-rata 5.29 detik 06.00 detik 0.71 detik

Pembahasan
Judul dari percobaan ini adalah waktu reaksi. Adapun prinsip
praktikum ini bertujuan untuk mengetahui selisih waktu naracoba untuk
merespon rangsangan. Cara kerja pada percobaan waktu reaksi sederhana,
yaitu pertama-tama siapkan peralatan, tentukan 1 orang naracoba, 1 orang
pemeriksa dan satu orang pencatat. Selanjutnya lakukan kalibrasi terlebih
dahulu antara stopwatch biasa dan stopwatch elektronik, dengan cara
menekan stopwatch secara bersamaan untuk memulai dan
menghentikannya secara bersamaan pula. Catat selisih waktu yang dicatat
oleh kedua stopwatch tersebut. Untuk rangsangan sentuhan, mula-mula
naracoba disuruh memegang stopwatch tekan pada tangan kiri dijulurkan
lurus di atas meja. Mata orang coba ditutup peneliti juga memegang
stopwatch yang sama kecepatannya dengan stopwatch tekan, namun waktu
ditekan tidak menimbulkan suara (stopwatch elektronik), selanjutnya
peneliti menekan stopwatch bersamaan menyentuh tangan kiri naracoba.
Naracoba di minta menekan stopwatch secepat-cepatnya pada saat tangan
kirinya mendapat sentuhan. Lakukanlah hal tersebut, perbedaan antara
waktu dengan stopwatch oleh peneliti dan orang coba merupakan suatu
reaksi sederhana. Untuk rangsangan suara, dengan cara yang sama pada
percobaan 1, tetapi percobaan ini diberikan adalah rangsangan suara. Orang
coba disuruh menekan stopwatch bila ia mendengar bunyi garputala
(stopwatch) bukan sentuhan. Untuk rangsangan cahaya, percobaan ini
rangsangan yang diberikan ialah cahaya lampu baterai sedang percobaannya
seperti percobaan 1.
Hasil yang didapat pada percobaan waktu reaksi sederhana ini yaitu
rangsangan sentuhan 0.42 detik, rangsangan suara 0,10 detik, dan
rangsangan cahaya 0,37 detik. Pada percobaan waktu reaksi pilihan
didapatkan hasil 0.58 detik, 0.71 detik dan 0.85 detik. Waktu reaksi
merupakan interval waktu yang diperlukan seseorang untuk memberikan
reaksi terhadap sinyal atau rangsangan yang muncul ketika seseorang
memberikan respon tentang sesuatu yang didengar, dilihat, atau dirasakan.
Waktu reaksi mempunyai 5 komponen yaitu, munculnya stimulus pada
tingkat reseptor yaitu suatu struktur khusus yang sangat peka terhadap jenis-
jenis rangsangan tertentu, perambatan stimulus ke susunan saraf pusat,
pengiriman stimulus melalui jalur saraf dan produksi sinyal efektor yang
bergerak memberi reaksi terhadap impuls yang tiba melewati neuron eferen
yakni yang membawa impuls dari susunan saraf pusat, pengiriman sinyal
oleh susunan saraf pusat ke otot, dan perangsangan otot untuk melakukan
kerja mekanis.
Waktu reaksi harus dibedakan dengan waktu refleks. Waktu reaksi
dapat dilatih hingga terjadi otomatis sedangkan waktu refleks tidak. Waktu
reaksi adalah respon terhadap tanda yang disadari sedangkan waktu refleks
adalah reaksi terhadap respon yang tidak disadari terhadap stimulus.
Berdasarkan kepekaan Indra dan kecepatan proses persyarafan, waktu
reaksi dibedakan atas waktu reaksi sederhana dan waktu reaksi kompleks.
Waktu reaksi sederhana adalah waktu yang dibutuhkan untuk
memberikan reaksi secara sadar sebagai jawaban terhadap suatu rangsang.
Waktu reaksi seseorang berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari,
misalnya saat mengendarai. Waktu reaksi kompleks terjadi apabila
terdapat beberapa stimulus sekaligus yang harus di respon bersamaan dan
hanya satu stimulus yang dapat merespon dengan baik sedangkan stimulus
yang lain tidak mendapat respon.
Waktu reaksi sederhana terjadi ketika subjek memberikan jawaban
yang spesifik terhadap rangsangan yang telah ditentukan atau diketahui
sebelumnya, misalnya, reaksi terhadap bunyi pistol dalam start, menekan
tombol penjawab ketika lampu rangsangan menyala. Waktu reaksi
kompleks berhubungan dengan kasus dimana subjek dihadapkan pada
beberapa rangsang dan harus memilih untuk menentukan suatu respon
subjek harus mempelajari respon yang harus dibuat ketika menjawab
rangsangan yang spesifik. Reaksi kompleks dilakukan dalam permainan-
permainan misalnya tenis, voli dan olahraga. Reaksi dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain: jenis kelamin, umur seseorang, jenis rangsang,
kondisi fisik, tingkat keterlatihan, intensitas perhatian serta konsentrasi.
Bila dibandingkan, data rata-rata waktu reaksi seluruh narkoba
adalah sebagai berikut rangsangan sentuhan 0.42 detik, rangsangan suara
0,10 detik, dan rangsangan cahaya 0,37 detik. Hal tersebut sesuai dengan
dasar teori yang telah dipaparkan di mana suatu penelitian membuktikan
bahwa jenis stimulus auditorik (bunyi) lebih cepat direspon apabila
dibandingkan dengan jenis simulasi visual dan jenis simulasi sentuhan. Hal
ini dikarenakan stimulus auditorik memiliki waktu yang lebih singkat untuk
mengantarkan stimulus ke otak dibandingkan dengan stimulasi visual ke
stimulus sentuhan. Waktu reaksi tiap orang saling berbeda satu sama lain
sesuai dengan dasar teori di awal, yang menyatakan bahwa waktu reaksi
seseorang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain: usia, jenis
kelamin, nutrisi dan lain sebagainya. Untuk percobaan waktu reaksi pilihan
dapat dilihat waktu reaksinya lebih lambat bila dibandingkan dengan waktu
reaksi sederhana. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pada saat waktu
reaksi pilihan, ada beberapa stimulus yang harus direspon sehingga dapat
memecah konsentrasi praktikkan sehingga waktu reaksi pilihan terhitung
lebih lambat daripada waktu reaksi sederhana.
V. KESIMPULAN
1. Waktu reaksi adalah waktu antara pemberian rangsangan sampai dengan
timbulnya respon terhadap rangsangan tersebut.
2. Waktu reaksi dapat terbagi menjadi 2, yaitu waktu reaksi sederhana dan
waktu reaksi pilihan.
3. Waktu reaksi pilihan umumnya memakan waktu lebih lama karena
konstentrasi praktikkan harus terbagi ke beberapa hal.
4. Dalam waktu reaksi, rangsangan suaralah yang paling cepat ditangkap
dikarenakan stimulus auditorik memiliki waktu yang lebih singkat untuk
mengantarkan stimulus ke otak
5. Waktu reaksi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: usia, jenis
kelamin, nutrisi dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton. A. C. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC

2. Gibson, J. 2003. Fisiologi & Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC

3. John, W. K. 1983. Biologi Edisi kelima. Jakarta : Erlangga

4. Naskar, D & T. Mondal. A Study on Reaction Time and Heart Rate Responses in
Shuttle Run Between Trained and Untrained Boys. 2015 : 1(6)

5. Pearce, E. C. 1995. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia

6. Chavan, D & D. Shendkar. A Study of Variations in an Athlete’s Reaction Time


Performance Based on the types of stimulus. 2016: 3(5)

7. Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta : EGC

8. Sehgal, S & R. Kapoor. Influence of Colour Difference on Visual Reaction Times


in Young Adults. 2018 : 7(2)

Banjarbaru, 6 Desember 2018


Nama Pembimbing Praktikan

Muhammad Faisal Amir Kelompok 1


NIM. 1610913310022

Anda mungkin juga menyukai