DOSEN PENGAMPU :
Ns. FERA LIZA, S.Kep, M.Kep, Sp.Kep M.B
OLEH:
FIRA FIRDAUSIA
NIM :1821312012
DAFTAR ISI....................................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Tujuan...............................................................................................................................1
1. Riwayat Kesehatan......................................................................................................14
2. Pemeriksaan Fisik........................................................................................................15
3. Prosedur Diagnostik....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................1
i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem persarafan merupakan suatu sistem pengontrolan tubuh, dengan impuls
elektromekanikal kita dapat merasakan sensasi dan perubahan serta memberikan respon
yang sesuai terhadap perubahan tersebut, dan menyimpan serta mengatur informasi untuk
digunakan dikemudian hari. Beberapa merupakan aktivitas yang disadari, namun banyak
yang merupakan reflek dan terjadi tanpa ada kesadaran (WIlliams & Hopper, 2007).
Perubahan fungsi sistem saraf akan sannga mempengaruhi selurh tubuh (Timby & SMith,
2010).
Asuhan Keperawatan dimulai dengan melakukan pengkajian yang meliputi data
yang dikumpulkan dengan anamnesa riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga
dan keluhan yang dirasakan klien saat ini, kemudian dilanjutkan dengan melakukan
pemeriksaan fisik, dan pengumpulan data penunjang lainnya. Pengkajian merupakan
tahap yang sangat penting dalam melaksanakan asuhan keperawatan, dengan melakukan
pengkajian yang tepat diagnosa dan intervensi yang tepat juga dapat dilaksanakan.
B. Tujuan
1. Untuk memahami anatomi fisiologi sistem neurologi
2. Untuk memahami pengkajian lanjut pada sistem neurologi
C.
1
BAB II SISTEM NEUROLOGI
Jaringan Saraf
Jaringan saraf terdiri dari neuron dan sel pendukung khusus (neuraglia). Tubuh sel
neuron terdiri dari nukleus dan semua tubuh sel neuron ditemukan pada otak, tulang
belakang dan kerangka tubuh yag dilindungi oleh tulang. Setiap neuron memiliki satu
atau beberapa dendrit yang membawa impuls ke badan sel. Setiap neuron memiliki
axon yang membawa impuls keluar dari tubuh sel. Pada sistem saraf perifer, axon
dan dendrit dibungkus oleh sel neruaglia khusus yang disebut dengan se schwan.
Lapisan konsentrat dari membran sel schwan membentuk selubung myelin yang
merupakan fosfolipid yang menginsolasi neuron yang satu dengan lainnya secara
elektrikal.
Ruang antara sel schwan sepanjang axon dinamakan nodus ranvier, hanya nodus
inilah yang akan mengalami depolarisasi ketika sebuah impuls elektrik
ditransmisikan, yang mengakibatkan impuls dihantarkan dengan cepat. Nuclei dan
sitoplasma sel schwan berada diluar selubuh myelin dan membentuk neurolemma.
Pada sistem saraf pusat, selubung myelin dibentuk dari oligodendrosit tipe lain dari
sel neuraglia (WIlliams & Hopper, 2007)
2
Sinapsis
Impuls yang dihantarkan oleh axon ke dendrit atau sel tubuh neuron lainnya harus
melewati sebuah celah yanng dinamakan sinaps. Impuls elektrik ridak bisa melewati
sinaps ini sehingga harus berubah menjadi impuls kimiawi. Pada akhir axon (presinaps
neuron) disebut ujung sinaps dan terdiri dari neurotransmiter kimiawi yang dilepaskan
ke sinaps saat impuls elsktrikal datang. Neurotrasnmiter berdifusi melewati sinaps dan
bergabung dengan reseptor spesifik pada membran post-sinaptik. Neurotrasnmitter
membuat membran post-sinaptik lebih permiabel terhada ion natrium dan segera
masuk keddalam sel dan menginisiasi impuls elektrikal pada membran post-sinaptik,
kemudian neurotransmiter akan inaktif untuk menjegah impuls berlanjut.
Beberapa sinaps merupakan sinaps inhibitory sehingga neurotransmitter membuat
membran post-sinap menjadi lebih permiabel terhadap kalium, yang meninggalkan sel
sehingga resisten terhadap impuls elektrikal, sehingga impuls tersebut berhenti
(WIlliams & Hopper, 2007). Beberapa neurotransmitter utama dapat terlihat pada tabel
berikut:
Tabel 2.1 Nuerotrasnmitter Utama
3
(Suzzane C Smeltzer & Bare, 2017)
a) Saraf Spinal
Saraf spinal dilanjutkan dengan batang otak dan keluar dari cavum cranii melalui
foramen magna. Pada potong lintang tampak ada lapisan gray matter yang ada di
tengah berbentuk huruf H dan dikelilingi oleh white matter. Grey matter terdiri dari
badan sel neuron motor volunter, neuron motor otonom pre ganglionik dan
interneuron. White matter terdiri dari axon serat saraf motorik asendend dan
desenden. Jalur saraf spinal terbagi atas dua yaitu:
4
Jalur desenden: membawa impuls yang bertanggungjawab terhadap
gerakan otot, salah satunya adalah traktur piramidal. Traktus ini membawa
impuls volunter dari korteks cerebral ke saraf kranial dan perifer.
Kelompok traktur motor desenden lainnya membawa impuls dari sistem
ekstrapiramidal yang bertanggung jawab terhadap gerakan volunter
Lower dan upper motor nueron (LMN dan UMN)
Badan sel LMN yang mengirim axon untuk mempersarafi otot dari lengan,
tubuh, dan kaki berlokasi pada anterior horn saraf spinal (misal segmen
cervical terdiri dari LMN untuk lengan). LMN untuk otot mata, wajah,
tenggorokan, dan mulut berlokasi di batang otak. UMN berasal dari kortex
cerebral, traktur kortikobulbar berakhkir di batang otak dan traktus
kortikospinal turun menuju vertebrae. Neuron ini mempengarhui
pergerakan otot skeletal
Arcus refleks
Refleks merupakan respon involunter terhadap stimulus. Pada susunan
saraf tulang belakang, arcus refleks memainkan peran penting dalam
menjaga tonus otot, yang penting untuk postur tubuh. Komponen arcus
monosinaptik adalah organ reseptor, neuron aferen, neuron eferen dan
organ efektor
(Lewis et al., 2014)
b) Otak
Otak berada pada cavum cranii yang kemudian dilanjutkan dengan saraf
spinal melalui foramen magna. Otak dilapisi oleh dura mater, arachnoid dan
pia mater. Otak dibagi menjadi tiga bagian yaitu otak belakang, tengah dan
depan yang dimulai dari spinal cord. Batang otak (merupakan istilah dari
kumpulan medulla oblongata, pons dan midbrain) merupakan bagian setelah
hemisfer cerebral dan cerebellum.
Hindbrain
5
belakang pada bagian bawahnya. Terdiri dari kumpulan neuron yang disebut
dengan nuclei dan berperan sebagai saluran untuk serat saraf asenden dan
desenden. Pons terletak di bagian permukaan anterior cerebellum, inferior
midbrain dan superior medulla oblongata. Bagian ini dinamakan pons atau
jembatan karena banyaknya serat transferse pada aspek anteriornya
menghubungkan dua hemisfer cerebellar. Cerebellum terbagi atas dua
hemisfer yang dihubungkan oleh vermis. Lapisan permukaan masing –
masing permukaan disebut dengan kortex, dan diisi oleh gray matter. Kortex
cerebelar terbagi atas lipatan – lipatan, yag dipisahkan oleh fisur yang sangat
erat. Beberapa massa grey matter ditemukan di interior cerebelum tertanam
dalam white mater, bagian terluasnya dinamakan nucleus dentat. Medulla
oblongata, pons dan cerebelum mengelilingi sebuah cavum yang diisi oleh
cairan cerebrospinal (CCS) yang disebut dengan ventrikel keempat, yang
berhubungan secara superior dengan ventrikel ketiga oleh cerebral
aqueduct. Inferiornya berhubungan dengan kanal sentral medulla spinalis,
yang berhubungan dengan ruang subaraachnoid melalui tiga jalur di
inferiornya. Melalui jalur ini CSS pada SSP bisa memasuki ruang
subarachnoid.
Midbrain
Forebrain
6
foramen intraventrikular yang merupakan awal dari ventrikel ketiga dan
ventrikel lateral.
Cerebrum merupakan bagian terbesar dari otak, dan memiliki dua hemisfer
yang dihubungkan oleh massa white matter dinamkan corpus collosum.
Masing – masing hemisfer membentang dari frontal ke occipital, superior ke
anterior dan middle cranial fossae, pada bagian posterior cerebrum
membentang di atas tentorium cerebeli. Hemisfer dipisahkan oleh celah
dalam yang disebut fisura longitudinal, sampai ke falx cerebri.
7
Lobus parietal. Predominan lobus sensori, yang memiliki fungsi utama
untuk analisa dan interpretasi informasi sensori. Penting untuk
kewaspadaan seseorang terhadap posisi tubuh, ukuran dan bentuk serta
orientasi kiri – kanan.
Lobus temporal terdiri dari area reseptiv auditorius, memainkan peranan
penting dalam mengingat suara dan mengerti musik dan bahasa.
Lobus occipital bertanggung jawab terhadap interpretasi visual dan
iangatan.
(Suzanne C Smeltzer & Barre, 2017)
Kumpulan serat daraf yang berbentuk kipas disebut dengan corona
radiata, melewati white matter dari kortex cerebri menuju batang otak. Korona
radiata konvergen pada basal nuclei dan melewatinya sebgai internal capsule.
Ujung nukleus yang ada pada sisi medial kapsul interna adalah nucleus
caducicasio. Nucleus yang berbentuk lensa pada sisi lateral kapsul interna
disebut dengan nucleus lentiform. Pada setiap hemisfer cerebral terdapat
sebuah cavum yang disebut ventrikel lateral (Splittgerber, 2019).
8
menyuplai otot dan kulit dinding tubuh anterolateral dan anggota gerak
(Splittgerber, 2019).
9
NX : vagus; serat motorik untuk kelenjar memproduksi enzim digestif,
frekuensi nadi, otot untuk berbicara, motilitas gastrointestinal,
respirasi, menelan, batuk dan reflek muntah
N XI : saraf asesoris, pergerakan kepala dan bahu.
N XII : hipoglosal; pergerakan lidah.
10
Tabel
Efek Sistem Saraf Otonom
11
atau stress seperti bahaya, emosi yang berlebihan, sakit paarah akan melepaskan
katekolamin.
Sistem Saraf Parasimpatis
Bekerja untuk mengkonversi energi tubuh dan bertanggung jawab dalam
perlambatan denyut nadi, digesti makanan dan mengeliminasi sampah tubuh.
Asetilkolin merupakan neurotransmitter yag dikeluarkan oleh ujung saraf
parasimpatis, beberapa ujuang saraf simpatis, dan beberapa ujuang saraf di otot
rangka. Pelepasan neurotransmitter ini memungkinkan impuls saraf lewat dari serat
saraf ke organ efektor, dimana enzim asetilkolinesterase menginaktivasi asetilkolin
(Timby & SMith, 2010).
Arteri opthalmic
Arteri comunicating posterior kemudian menuju posterior ke atas
nervus oculomotorius bergabung dengan arteri cerebral posterior dan
membentuk sirkulus wilis
Arteri coroidal
Arteri cerebral anterior
Arteri cerebral middle
12
Arteri Vertebral
Sirkulus Willis
Vena otak
13
Vena otak tidak memiliki jaringan otot, serta memiliki dinding yang sangat
tipis. Vena keluar dari otak dan terbentang di ruang subarachnoid, masuk ke
arachnoid mater dan lapisan meningeal dura bermuara di sinus vena cranial.
Vena cerebral eksterna, vena cerebral superior melewati atas permukaan
lateral hemisfer cerebral menuju sinus sagitalis superior. Vena cerebral
middle superficial membawa darah keluar dari lapisan lateral hemisfer
cerebral, berjalan inferior pada sulcus lateral dan menuju sinus cavernus.
Vena cerebral middle deep memebawa darah dari insula kemudian bergabung
dengan vena cerebral anterior dan vena striate menuju vena basal, kemudian
bergabung dengan vena besar cerebral. Vena cerebral internal terbentuk
oleh gabungan vena thalamostriate dan vena choroid pada foramen
intreventrikuler, kemudian berjalan posterior tela koroidea di ventrikel ketiga
dan menyatu dibawah splenium corpus collosum untuk membentuk vena
besar cerebral.
Sirkulasi cerebral
Otak disuplai oleh dua arteri karotid interna dan dua arteri vertebra, setengah
bagian otak disuplai olleh arteri karotid interna dan vertebrae yang ada pada
sisi tersebut. Massing – masing aliran secara bersamaan menuju arteri
comunicating posterior, dimana tekanan keduanya sama dan tidak tercampur.
Apabila arteri karotid interna atau arteri vertebra terhambat pada satu sisi,
maka aliran akan menyebrang ke bagian anterior ataupun posterior untuk
mengkompensasi penurunan aliran darah. Sirkulasi arterial juga meungkinkan
darah untuk mengalir melewati midline.
Faktor utama aliran darah melewati otak adalah tekanan darah arterial, yanng
dihiambat oleh beberapa faktor seperti peningkatan tekanan intrakranial,
viskositas darah, dan penyempitan diameter vaskular. Autoregulasi sirkulasi
ini didapatkan melalui menurunkan resistensi vaskular cerebral ketika tekanan
arterial menurun dan meningkatkan tahanan vaskuler saat terjadi peningkatan
tekanan arterial. Vasodilator yang sangat mempengaruhi pembuluh darah
cerebral adalah peningkatan karbondioksida atau konsentrasi ion hidrogen,
14
penurunan konsentrasi oksigen juga menyebabkan vasodilatasi. Normal aliran
darah cerebral adalah 50 – 60 ml/100 g otak.
(Splittgerber, 2019)
Tanyakan klien atau keluarga apakah pernah mengalami sakit yang sama
sebelumnya
Tanyakan apakah pernah dirawat sebelumnya, dengan diagnosa apa dan
kapan?
Apakah pernah merasakan perubahan posisi atau ketidakseimbangan?
Apakah pernah merasakan atau menunjukkan tanda – tanda
ketidaknyamanan?
Apakah sebelulmnya pasien merasakan kesulitan bergerak atau berubah
posisi?
Tanyakan kepada klien gejala yang dirasakan saat ini, kapan onsetnya, apa
yang memperberat dan yang meringankan gejala (WIlliams & Hopper, 2007).
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien dengan gangguang neurologis, antara
lain:
Nyeri akut maupun kronis. Nyeri akut pada gangguan neurologis
biasanya berhubungan dengan penyakit diskus spinal, neuralgia
trigeminal, haemorhagic otak. Nyeri kronik biasany berhubungan
dengan penyakit degeneratif (multiple sclerosis).
Kejang
15
Pusing. Sekitar 50% klien yang mengeluhkan pusing didiagnosis
vertigo
Gangguan peglihatan, bisa diakrenakan lesi pada mata, tumor, lesi pada
cortex visual (stroke), abnormalitas gerakan mata
Kelemahan otot
Sensasi abnormal seperti baal
2. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan tanda – tanda vital
TD: hipertensi pada pasien dengan stroke
ND: sedikit meningkat
RR: normal
T: mungkin hipertermi akibat gangguan regulasi suhu karena gangguan pada
hipotalamus
b) Tingkat kesadaran
Teradapat dua pemeriksaan dan penilaian kesadaran, secara kualitatif dan
kuantitatif. Penilaian kesadaran secara kualitatif dapat dibagi kedalam status
kesadaran sebagai berikut:
Consious: Sadar, klien berespon secara penuh, segera baik dari stimulus
audio maupun visual
Somnolen/letargi: klien tampak mengantuk, tapi bisa di rangsang namun
kembali tertidur. Respon terhadap pertanyaan atau perintah verbal
terlambat atau tidak sesuai, bicara tidak nyambung dan berespon terhadap
rangsangan nyeri
Stupor: klien hanya bisa dirangsang dengan stimulasi yyang kuat dan
berkelanjutan. Stimulus direspon dengan satu atau dua kata, atau gerakan
motorik dengan tujuan menghindari stimulus lebih lanjut
Semi koma: klien tidak merespon kecuali dengan stimulus nyeri sedang
atau gerakan untuk menghindari stimulasi. Gerakan tidak biasa namun
klien mengerang.
16
Koma: klien hanya berespon dengan stimulus nyeri hebat, pada tahap yang
lebih dalam klien tidak memberikan respon sama sekali, tidak ada gerakan
spontan dan frekuensi nafas ireguler.
Tabel
Glasgow Coma Scale
17
mengindikasikan cedera kepala sedang dan GCS 8 dan dibawahnya cedera kepala
berat (WIlliams & Hopper, 2007).
c) Status Mental
Megkaji status mental memberikan eksan umum bagiamana klien
berfungsi yang melibatkan fugsi cerebral tingat tinggi dan kompleks yang diatur oleh
banyak area korteks cerebral. Komponen pemeriksaan status mental meliputi:
Tampilan umum dan perilaku: meliputi kesadaran, aktivitas motorik, postur
tubuh, ekspresi wajah, kebersihan dan cara berpakaian, serta pola berbicara
Kognitif: orientasi terhadap orang, waktu, dan tempat. Termasuk daya ingat,
pegetahuan ukuk, penilaian, pemecahan maslaah dan kalkulasi.
Mood dan afek: agitasi, marah, depresi, euforia
d) Pengkajian mata
Pengkajian respon pupil merupakan bagian penting dalam pengkajian
neurologis, ukuran pupil saat istirahat dicatat dalam ukuran mm. Selanjutnya kaji
respon pupil terhadap cahaya dengan mengarahkan senter ke pupil dimulai dari
lateral mata, cara ini memungkinkan pemeriksa untuk melihat pupil secara langsun
dan juga respon consensual yaitu saat pupil diberi cahaya senter, maka pupil yang
lain juga akan ikut konstriksi. Apabila tidak ada respon consensual kemungkinan
terdapat kondisi patologis pada chiasma optikus. Akomodasi merupakan proses fokus
penglihatan dari jauh ke dekat. Untuk melakukan evaluasi akomodasi pasien, dapat
memfokuskan benda pada jarak jauh kemudian fokuskan lagi pada jarak dekat, pupil
akan bereaksi dengan konstriksi. Nystagmus merupakan gerakan invlunter pada
mata, biasanya bergerak horizontal yang menandakan keracunan fenitoin (dilatin)
atau kerusakan batang otak (WIlliams & Hopper, 2007).
18
Gambar. Pengkajian ukuran pupil (mm)
e) Pengkajian nervus cranial
Pemeriksaan nervus kranial dilakukan apabila dicurigai adanya penyakit
sistem saraf perifer (Suzzane C Smeltzer & Bare, 2017)
Tabel
Pemeriksaan Nervus Cranial
19
f) Pengkajian sistem motorik
Pengkajian kemampuan motorik
20
Meliputi pengkajian ukuran, tonus dan kekuatan otot. Pasien diintruksikan
berjalan melintasi ruangan sementara pemeriksa melihat postur tubuh dan gaya
berjalan pasien. Inspeksi ukuran dan kesimetrisan otot. Tonus otot dinilai dengan
palpasi kelompok otot pada saat istirahat dan gerakan pasiv. Catat abnormalitas tonus
ototseperti spastisitas, rigiditas dan flacid. Pengkajian kuekuatan otot dengan menilai
kemampuan otot untuk fleksi dan ekstensi ekstremitas melawan tahanan. Kekuatan
distal dan proksimal, atas dan bawah dinilai dengan skor maksimal 5.
Pengkajian keseimbangan dan koordinasi
Pengaruh cerebelar dalam sistem motorik dilihat dalam kemampuan
penngontrolan keseimbangan dan koordinasi. Koordinasi ekstremitas bawah dinili
dengan meminta paasien utnuk berlutut, apabila ditemukan ataksia dan tremor
mengindikasikan penyakit cerebelar. Tes Roomberg dilakukan untuk memeriksa
keseimbangan, dengan cara pasien diminta untuk berdiri dengan kaki dan tangan
rapat dengan mata terbuka kemudian terutup selama 20 – 30 detik. Apabila pasien
sedikit bergoyang masih dikatakan normal, namun apabila pasien tidak bisa menjaga
keseimbangannya maka dinilai tes roomberg (+) (Suzzane C Smeltzer & Bare, 2017).
g) Pengkajian sistem sensori
Mengevaluasi sensitivitas terhadap panas, dingin, tnyeri dan sentuhan bisa
menggunakan kapas, objek tajam yang tidak melukai atau tabung air panas dan
dingin pad akeempat ektremitas (Timby & SMith, 2010)
h) Pengkajian fungsi sensori cortical
Graphestesia, kemampuan klien untuk merasakan tulisan ditangan dengan
cara pasien menebak angka yang dituliskan di telapak tangan. Stereognosis,
kemampuan pasien menngenali bentuk dan ukuran benda.
Refleks
Kontraksi reflek pada otot rangka terjadi ketika otot meregang. Diperiksa
dengan cara memukul tendon otot yang sedang meregang menggunakan reflek
hammer pada bisep, tricep, brachioradialis, patellar dan achiles. Penilaian 0/5 tidak
ada repon, 1/5 respon lemah, 2/5 respon normal, 3/5 reflek berlebihan, 4/5
hiperreflek dengan clonus (Lewis et al., 2014).
21
3. Prosedur Diagnostik
Lumbal Punksi
Cairan cerebrospinal bisa diabil dengan cara lumbal punksi untuk menilai kadar glukosa,
protein, bakteria, leukosit, imunoglobulin, antibodi dan tes sensitivitas. Jarum lumbal
punksi pada dewasa ditusukkan pada L3-L4 atau L4-L5. Tindakan perawat dalam
pelaksanaan umbal punksi adalah memastikan sudah ada inform consenst sebelum
tindakan, kemudian memposisikan klien dengan posisi miring dan pada tepi tempat tidur,
bantu pasien untuk fleksikan kaki ke dada. Setelah prosedur selesai dilaksanakan,
instruksikan pasien untuk tetap berbarig di tempat tidur selama 6 – 8 jam.
CT-Scan
Biasa dilakukan untuk menilai kerusakan pada otak dan medulla spinalis, antara lain
hemoragic, ukuran ventrikel, atrofi cerebral, tumor, fraktur pada tengkorak, dan abses.
Elektroensefalogram
Untuk mengevaluasi aktivitas elektrik otak, dengan menempelkan elektroda ke kulit
kepala. Tindakan keperawatan adalah persiapan pasien sebelum pemeriksaan EEG yaitu
mencuci dan membersihkan rambut dan kulit kepala pasien (WIlliams & Hopper, 2007).
Nama Klien:
Tanggal Lahir:
MR:
Tanyakan pada klien atau keluarga apakah sebelumnya pernah mengeluh sakit
kepala
Apakah sebelumnya menderita hipertensi/ penyakit jantung lain?
Apakah sebelumnya pernah dirawat dengan diagnosa yang sama? Kapan?
22
Adakah keluarga menderita diabetes, hipertensi, stroke atau penyakit pembuluh
darah lainnya?
Rasa kebas, kelemahan pada satu sisi wajah, lengan ataupun kaki
Sakit kepala hebat
Sistem Motorik
o Hemiplegia
o Hemiparese
o Flaccid paralisis, dan kehilangan atau penurunan reflek tendon dalam,
peningkatan abnormal tonus otot
Sistem komunikasi
23
DAFTAR PUSTAKA
Lewis, S. L., Dirkensen, S. R., Heitkemper, M. M., Li, & Bucher, N. (2014). Medical - Surgical
Nursing: Assesment and Management of Clinical Problems (9th ed.). Canada: Mosby
Elseivier.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2017). Textbook of Medical Surgical NU1: Volume 2. (M.
Farrell, Ed.) (Fourth Edi, Vol. 2). Sydney: Julie Stegman.
Smeltzer, S. C., & Barre, B. G. (2017). Textbook of meical-Surgical Nursing Volume 1. (M.
Farrell, Ed.) (Fourth Edi). Sydney: Julie Stegman.
Splittgerber, R. (2019). Snell’s Clinical Neuroanatomy. (L. John, Ed.) (8th ed.). Philadelphia:
Wolters Kluwer.
Timby, B. K., & SMith, N. E. (2010). Introductory Medical - Surgical Nursing (10th ed.). China:
Lippincot Williams and WIlkins.
WIlliams, L. S., & Hopper, P. D. (2007). Medical Surgical. (J. Joyce, Ed.) (Third). Philadelphia:
FA Davis.