Tugas Study Tour Yogyakarta
Tugas Study Tour Yogyakarta
BAHASA INDONESIA
Kelompok :
Anggota : 1. Aulia Azzahra
2. Ajeng Triana Dewi
3. Destin Destiani
4. Pipih Ropiah
5. Tia Setiawati
LEMBAR PENGESAHAN
Karya tulis ini disetuji dan disyahkan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Ulangan
Kenaikan Kelas pada SMP Negeri 6 Kroya Tahun Pelajaran 2012/2013.
Disyahkan pada
Hari :
Tanggal :
OLEH
NIP. – NIP. –
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat
dan kasih‐Nya, atas anugerah hidup dan kesehatan yang telah kami terima, serta petunjuk‐
Nya sehingga memberikan kemampuan dan kemudahan bagi kami dalam penyusunan karya
tulis ini.
Didalam karya tulis ini kami selaku penyusun hanya sebatas ilmu yang bisa kami
sajikan, sebagai syarat kenaikan kelas dengan judul “Karya Tulis Study Tour Ke jogjakarta”.
Dimana didalam judul tersebut ada beberapa hal yang bisa kita pelajari khususnya tempat –
tempat wisata yang ada di jogja yang indah dan menawan.
Harapan kami, semoga karya tulis ini membawa manfaat bagi kita, setidaknya untuk
sekedar membuka cakrawala berpikir kita tentang kota Yogyakarta.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses pembuatan ini. Terutama kepada rekan satu kelompok atas kerjasamanya, dan
Guru Bahasa Indonesia yang telah membimbing dalam penyusunan karya tulis ini.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Daerah istimewa yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan nama jogja,merupakan
kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya.
Yogyakarta merupakan pusat kerajaan mataram,dan sampai saat ini masih ada keraton yang
masih berfungsi dalam arti sesungguhnya.jogja juga memiliki banyak candi yang berusia
ribuan tahun yang merupakan peninggalan kerajaan besar zaman dahulu,salah satunya adalah
candi borobudur yang dibangun pada abad ke 9 olehdinasti syailendra,sedangkan arsitek dari
candi tersebut adalah gunadharma.
Suasana seni yang begitu terasa di jogja.malioboro yang merupakan urat nadi jogja dibanjiri
barang-barang kerajinana dari segenap penjuru.para pengayuh becakpun siap mengantarkan
kita mengelilingi tempat-tempat pariwisata.
Tak ayal bila kota jogja sangat terkenal dan merupakan salah satu tujuan utama para
wisatawan mancanegara,untuk berlibur dan mengabiskan sisa waktu istirahatnya di jogja.
B. Tujuan Kunjungan
Tujuannya adalah untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang tidak diajarkan
di sekolah,mengetahui tempat-tempat wisata yang ada di jogja, dan dapat mengetahui seluk
beluk tempat-tempat wisata yang ada di jogja.
C. Manfaat Kunjungan
BAB II
CANDI BOROBUDUR
Didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi
pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief dan
aslinya 504 arca Buddha. Candi Borobudur ini adalah sebagai model alam semesta yang
dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha. Berdasarkan bukti-bukti sejarah,
Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14. Ditemukan pada tahun 1814 oleh Sir Thomas
Stamford Raffles, yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. .
Penamaan Borobudur pertama kali ditulis dalam buku "Sejarah Pulau Jawa" karya Sir
Thomas Raffles.Nama Bore-Budur, yang kemudian ditulis BoroBudur,kemungkinan ditulis
Raffles dalam tata bahasa Inggris untuk menyebut desa terdekat dengan candi itu yaitu desa
Bore (Boro) Raffles juga menduga bahwa istilah 'Budur' mungkin berkaitan dengan istilah
Buda dalam bahasa Jawa yang berarti "purba" maka bermakna,"Boro purba".
Ahli Sejarah J.G. de Casparis dalam disertasi doktor pada tahun 1950 berpendapat
bahwa Borobudur adalah tempat pemujaan yang didirikan oleh Raja Mataram dari wangsa
Syailendra bernama Samaratungga, yang melakukan pembangunan sekitar tahun 824 M.
Bangunan raksasa itu baru dapat diselesaikan pada masa putrinya, Ratu Pramudawardhani.
Pembangunan Borobudur diperkirakan memakan waktu setengah abad. Casparis
memperkirakan bahwa Bhūmi Sambhāra Bhudhāra dalam bahasa Sanskerta yang berarti "Bukit
himpunan kebajikan sepuluh tingkatan boddhisattwa", adalah nama asli Borobudur.
3) Poebatjaraka
Menurut beliau “Boro” berarti “Biara” dengan demikian Borobudur berarti “Biara Budur”.
Penafsiran ini sangat menarik karena mendekati kebenaran berdasarkan bukti-bukti yang
ada.Selanjutnya jika di hubungkan dengan kitab Negara Kartagama mengenai “Budur” maka
besar kemungkinan penafsiran Poerbatjaraka adalah benar dan tepat.
4) DE Casparis
De Casparis menemukan kata majemuk dalam sebuah prasati yang kemungkinan
merupakan asal kata dari Borobudur. Dalam sebuah prasasti SrI Kahulunan yang berangka 842
M dijumpai kata “Bhumi Sambhara Budhara” yaitu satu sebutan untuk bangunan suci
pemujaan nenek moyang atau disebut kuil.
5) Drs. Soediman
Bahwa Borobudur berasal dari dua kata yaitu Bara dan Budur. Bara berasal dar bahasa
sanksekerta Vihara yang berarti komplek candi dan Bihara yang berarti asrama. Budur dalam
bahasa bali bedudur yang artinya di atas. Jadi nama Borobudur berarti asrama atau vihara dan
komplek candi yang terletak di atas tanah yang tinggi atau bukit.
Borobudur amat berbeda dengan rancangan candi lainnya, candi ini tidak dibangun di atas
permukaan datar, tetapi di atas bukit alami. Akan tetapi teknik pembangunannya serupa dengan
candi-candi lain di Jawa. Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi
lain. Yang ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong
dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Secara umum rancang bangun
Borobudur mirip dengan piramida berundak. Di lorong-lorong inilah umat Buddha
diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi ke arah kanan.Borobudur
mungkin pada awalnya berfungsi lebih sebagai sebuah stupa, daripada kuil atau
candi.Stupa memang dimaksudkan sebagai bangunan suci untuk memuliakan Buddha.
Terkadang stupa dibangun sebagai lambang penghormatan dan pemuliaan kepada Buddha.
Sementara kuil atau candi lebih berfungsi sebagai rumah ibadah. Rancangannya yang rumit
dari monumen ini menunjukkan bahwa bangunan ini memang sebuah bangunan tempat
peribadatan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur teras bertingkat-tingkat ini diduga
merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang merupakan bentuk arsitektur
asli dari masa prasejarah Indonesia.
Menurut legenda setempat arsitek perancang Borobudur bernama Gunadharma, sedikit yang
diketahui tentang arsitek misterius ini. Namanya lebih berdasarkan dongeng dan legenda Jawa
dan bukan berdasarkan prasasti bersejarah. Legenda Gunadharma terkait dengan cerita rakyat
mengenai perbukitan Menoreh yang bentuknya menyerupai tubuh orang berbaring. Dongeng
lokal ini menceritakan bahwa tubuh Gunadharma yang berbaring berubah menjadi jajaran
perbukitan Menoreh, tentu saja legenda ini hanya fiksi dan dongeng belaka.
Perancangan Borobudur menggunakan satuan ukur tala, yaitu panjang wajah manusia
antara ujung garis rambut di dahi hingga ujung dagu, atau jarak jengkal antara ujung ibu jari
dengan ujung jari kelingking ketika telapak tangan dikembangkan sepenuhnya. Tentu saja
satuan ini bersifat relatif dan sedikit berbeda antar individu, akan tetapi satuan ini tetap pada
monumen ini. Penelitian pada 1977 mengungkapkan rasio perbandingan 4:6:9 yang ditemukan
di monumen ini. Arsitek menggunakan formula ini untuk menentukan dimensi yang tepat dari
suatu fraktal geometri perulangan swa-serupa dalam rancangan Borobudur. Rasio matematis
ini juga ditemukan dalam rancang bangun Candi Mendut dan Pawon di dekatnya. Arkeolog
yakin bahwa rasio 4:6:9 dan satuan tala memiliki fungsi dan makna penanggalan, astronomi,
dan kosmologi.
BAB III
CANDI PRAMBANAN
Pada abad ke 9 Kerajaan Mataram Hindu diperintah oleh seorang rajayang bernama rakai
Pikatan yang berasal dari Dinasti Sanjaya. Beliau mempunyai seorang permaisuri yang
bernama Pramodawardani. Pramodawardani adalah putri dari amaratungga, pendiri Candi
Borobudur dari Dinast Syailendra. Pada masa pemerintahannya, Raja Rakai Pikatan
mendirikan sebuah bangunan Candi Hindu yang megah dan indah. Candi tersebut adalah
Candi Prambanan. Candi tersebut dibangun sebagai ungkapan rasa syukur kepada dewa
Syiwa.
Sampai pada akhir pemerintahanrakai Pikatan, penbangunan Candi Prambanan belum selesai.
Selanjutnya, pembangunan candi tersebut dilanjutkan dan diselesaikan oleh raja berikutnya
yaitu Rakai Belitung.
Kompleks candi prambanan terdiri atas tiga halaman. Halaman-halaman itu sebagai berikut.
1. Halaman Pertama
Halaman pertama luasnya 110 x 110 meter. Di halaman pertama tersebut terdapat beberapa
candi yaitu Cndi Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Nandi, Candi Garuda, Candi
Hangsa, Candi Apit, Candi Kelir, dan Candi Patok (Sudut). Candi induk pada halaman
pertama adalah Candi Siwa yang menghadap ke arah timur.
1. Candi Siwa
Candi terbesar di halaman pertama merupakan candi utama. Dalam candi tersebut terdapat
arca Dewa Siwa Mahadewa. Selaiin Arca Siwa Mahadewa dalam Candi Siwa terdapat juga
Arca Agastya, Ganesa, dan Durga Mahisasuramardini.
Pada dinding Candi Siwa terdapat Relief cerita Ramayana. Cerita dimulai dari Raden Rama
memenangkan sayembara dan menerima hadiah Dewi Sinta sampai pembuatan bendungan
oleh para prajurit kera menuju negeri Alengka. Untuk mengetahui jalan cerita Ramayana
tersebut pengunjung harus berjalan searah jarum jam. Cara membaca relief seperti itu disebut
pradaksian.
Di depan Candi Siwa terdapat Candi Nandi yang di dalamnya terdapat Arca Lembu Nandi
yang merupakan kendaraan Dewa siwa.
1. Candi Brahma
Candi Brahma terletak di sebelah selatan Candi Siwa. Di dalam candi tersebut terdapat Arca
Dewa.Brahma. pada dinding Candi Brahma juba terdapat relief Ramayana yang merupakan
kelanjutan relief Ramayana yang terdapat di Candi Siwa. Di depan Candi Brahma terdapat
Candi Hangsa yang di dalamnya terdapat Arca Hangsa yang merupakan kendaraan Dewa
Brahma.
1. Candi Wisnu
Candi Wisnu terletak di sebelah utaraCandi Siwa. Di dalam Candi Wisnu tersebut terdapat
Acra Wisnu. Pada dinding Candi Wisnu terdapat relief cerita Kresnayana yang menceritakan
tentang riwayat Kresna. Di depan Candi Wianu terdapat Candi Garuda yang di dalamnya
terdapat Arca Burung Garuda Suparna yang merupakan kendaraan Dea Wisnu.
1. Candi Apit
Candi Apit terdapat di sebelah utara dan selatan Candi Siwa. Candi Apit merupakan
pendamping Candi Brahma, Candi Siwa, dan Candi Wisnu.
Di halaman pertama juga terdapat beberapa candi yang dinamakan Candi Kelir dan Candi
Sudut (Patok).
1. Halaman Kedua/Tengah
Halaman kedua/tengah kompleks Candi Prambanan ini seluas 222 x 222 meter. Di halaman
kedua kompleks Candi Prambanan terdapat 224 candi kecil yang disusun menjadi empat
deret. Candi-candi tersebut disebut Candi Perwara. Deret pertama terdiri dari 68 Candi
Perwara. Deret kedua terdiri dari 60 Candi Perwara. Deret ketiga terdiri dari 44 Candi
Perwara. Candi-candi Perwara tersebut mengelilingi candi utama pada halaman utama.
1. Halaman Ketiga/Luar
Di halaman luar kmpleks Candi Prambanan sampai saat ini belum ditemukan peninggalan-
peninggalan candi. Halaman ini merupakan halaman terluar dari kompleks Candi Prambanan.
Di halaman luar bagian barat terdapat Panggung Terbuka Ramayana. Pada waktu-waktu
tertentu di Panggung Terbuka Ramayana dipentaskan Sendratari Ramayana yang
mengisahkan tentang cerita Ramayana.
Candi Prambanan ditemukan pertama kali pada tahun 1733 oleh seorang berkebangsaan
Belanda, C>A> Lons. Pada waktu itu keadaan Candi Prambanan tertimbun tanah dan
ditumbuhi oleh berbagai macam tanaman.
Seperti halnya Candi Borobudur, Candi Prambanan juga mengalami beberapa kali
pemugaran. Pada tahun 1902 Van Erp mengadakan pemugaran pada Candi Prambanan. Pada
tanggal 20 Desember 1953 pemugaran Candi Siwa dinyatakan selesai seluruhnya dan
diresmika oleh Presiden Soekarno. Selanjutnya, pemugaran tahap ketiga selesai pada tanggal
20 Februari 1993. peresmian selesainya pemugaran dilakukan oleh Presiden Soeharto.
BAB III
TAMAN PINTAR
1. A. Sejarah
Sejak terjadinya ledakan perkembangan sains sekitar tahun 90-an, terutama Teknologi
Informasi, pada gilirannya telah menghantarkan peradaban manusia menuju era tanpa batas.
Perkembangan sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan tentunya menjanjikan
kemudahan-kemudahan bagi perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas perkembangan dunia semacam itu, dan wujud kepedulian terhadap
pendidikan, maka Pemerintah Kota Yogyakarta menggagas sebuah ide untuk Pembangunan
“Taman Pintar”.
Disebut “Taman Pintar”, karena di kawasan ini nantinya para siswa, mulai pra sekolah
sampai sekolah menengah bisa dengan leluasa memperdalam pemahaman soal materi-materi
pelajaran yang telah diterima di sekolah dan sekaligus berekreasi.
Dengan Target Pembangunan Taman Pintar adalah memperkenalkan science kepada siswa
mulai dari dini, harapan lebih luas kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga bangsa
Indonesia tidak hanya menjadi sasaran eksploitasi pasar teknologi belaka, tetapi juga
berusaha untuk dapat menciptakan teknologi sendiri.
Bangunan Taman Pintar ini dibangun di eks kawasan Shopping Center, dengan pertimbangan
tetap adanya keterkaitan yang erat antara Taman Pintar dengan fungsi dan kegiatan bangunan
yang ada di sekitarnya, seperti Taman Budaya, Benteng Vredeburg, Societiet Militer dan
Gedung Agung.
Relokasi area mulai dilakukan pada tahun 2004, dilanjutkan dengan tahapan pembangunan
Tahap I adalah Playground dan Gedung PAUD Barat serta PAUD Timur, yang diresmikan
dalam Soft Opening I tanggal 20 Mei 2006 oleh Mendiknas, Bambang Soedibyo.
Pembangunan Tahap II adalah Gedung Oval lantai I dan II serta Gedung Kotak lantai I, yang
diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas, Bambang Soedibyo,
bersama Menristek, Kusmayanto Kadiman, serta dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan
Hamengku Buwono X.
Pembangunan Tahap III adalah Gedung Kotak lantai II dan III, Tapak Presiden dan Gedung
Memorabilia.
Dengan selesainya tahapan pembangunan, Grand Opening Taman Pintar dilaksanakan pada
tanggal 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.
1. B. Latar Belakang Taman Pintar
Sejak terdirinya ledakan perkembangan sais, sekitar tahun 90-an, terutama teknologi
informasi pada giliranya telah menghantarkan peradaban manusia menuju area tanpa batas
Perkembangan Sains ini adalah sesuatu yang patut disyukuri dan tentunya menjanjikan
kemudahan-kemudahan bagi bagi perbaikan kualitas hidup manusia.
Menghadapi realitas perkembangan dunia semacam itu dan wujud kepedulian terhadap
pendidikan, maka pemerintah kota Yogyakarta menggas sebuah ide untuk pembangunan
“Taman Pintar” Dengan target pembangunan taman pintar adalah memperkenalkan Science
kepada siswa dari dini, harapan lebih luas, kreatifitas anak didik terus diasah, sehingga
bangsa Indonesia tidak hanya menjadi sasaran ekspoliasi pasar teknologi sendiri. Bangunan
taman pintar ini dibangun adanya keterkaitan yang erat anatara taman pintar dengan fungsi
dan kegiatan bangunan disekitarnya, seperti taman budaya dan Benteng Vrebuderg Sudibyo.
Pembangunan tahap II adalah gedung oval lantai I dan II. Serta gedung kotak lantai I
diresmikan dalam Soft Opening II tanggal 9 Juni 2007 oleh Mendiknas Bambang Sudibyodan
Menristek Kusmanto Kadiman serta dihadiri oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengkubono
X.
Pembangunan tahap III adalah : gedung kotak lantai II dan III tampak Presiden dan gedang
memorabilia. Dengan selesainya tahapan pembangunan, grand opening taman pintar
dilaksanakan pada tanggal, 16 Desember 2008 yang diresmikan oleh Presiden RI, Susilo
Bambang Yudoyono.
Maknanya :
Ø Kembang api merupakan sesuatu yang menyenangkan, menghibur, sesuai dengan visi
taman pintar sebagai wahana ekspresi, apresiasi, dan kreasi sains dalam suasana yang
menyenangkan.
Ø Gambar logo yang keluar mengandung makna “OUT WARD LOOKING”, selalu melihat
keluar untuk terus belajar mengikuti dinamika perubahan diluar dirinya.
Ø Gambar logo tampak seperti matahari mengandung makna menyinari sepanjang masa.
Ø Efek Perspektif adalah simbolisasi sesuatu yang tinggi “cita – cita”, pengharapan bak
taman pintar akan generasi muda Indonesia, khususnya Yogyakarta dalam meraih cita-
citanya
Ø Maskof taman pintar adalah burung hantu bernama tepi. Burung hantu adalah spesies
burung yang banyak melakukan aktifitas di malam hari. Dengan kepekaan yang dimilikinya.
Ia mempelajari dalam sekitarnya dengan merasakan semua kejadian alam yang ada di
sekelilingnya.
Sejarah puripakualam tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kerajaan mataran islam yang
didirikan oleh penembahan senopati (1575 – 1601) puropakualam menjadi bagian integral
entitas kekuasaan mataram islam yang terpecah dan terbagi dalam dinamika sejarah.
1. E. Biografi
Kyai Haji Ahmad Dahlan ketika masa kanak-kanak Ia dikenal sebagai seorang yang jujur dan
suka menolong dan di senangi dalam pergaulan. Disamping itu Ia juga mempunyai kelebihan
dan ketrampilan dalam membuat barang-barang mainan yang tidak hanya dibuat untuk
dirinya sendiri tetapi teman-teman dan saudara-saudaranya.
1. F. Sejarah Presiden RI
Putra : Kertosudiro
Putra : S. Soekotjo
PLTP adalah Pembangkit Listrik Tenaga Bumi. Listrik dibangkitkan dari sebuah generator
yang digerakan oleh uap panas yang berasal dari perut bumi.
BAB V
KERATON YOGYAKARTA
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca
Perjanjian Giyanti di tahun 1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah
pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-
iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di
Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul
Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta,
Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang
termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil
Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton,
Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul
(Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik
yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton
Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh
karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi
Keraton Yogyakarta.
A. Tata Ruang Dan Arsitektur Umum
1. Tata Ruang
Dahulu bagian utama istana, dari utara keselatan, dimulai dari Gapura Gladhag di utara
sampai di Plengkung Nirboyo di selatan. Bagian-bagian utama keraton Yogyakarta dari utara
ke selatan adalah: Gapura Gladag-Pangurakan; Kompleks Alun-alun Ler (Lapangan Utara)
dan Mesjid Gedhe (Masjid Raya Kerajaan); Kompleks Pagelaran, Kompleks Siti Hinggil Ler,
Kompleks Kamandhungan Ler; Kompleks Sri Manganti; Kompleks Kedhaton; Kompleks
Kamagangan; Kompleks Kamandhungan Kidul; Kompleks Siti Hinggil Kidul (sekarang
disebut Sasana Hinggil); serta Alun-alun Kidul (Lapangan Selatan) dan Plengkung Nirbaya
yang biasa disebut Plengkung Gadhing.
Bagian-bagian sebelah utara Kedhaton dengan sebelah selatannya boleh dikatakan simetris.
Sebagian besar bagunan di utara Kompleks Kedhaton menghadap arah utara dan di sebelah
selatan Kompleks Kedhaton menghadap ke selatan. Di daerah Kedhaton sendiri bangunan
kebanyakan menghadap timur atau barat. Namun demikian ada bangunan yang menghadap
ke arah yang lain.
Selain bagian-bagian utama yang berporos utara-selatan keraton juga memiliki bagian yang
lain. Bagian tersebut antara lain adalah Kompleks Pracimosono, Kompleks Roto Wijayan,
Kompleks Keraton Kilen, Kompleks Taman Sari, dan Kompleks Istana Putra Mahkota (mula-
mula Sawojajar kemudian di nDalem Mangkubumen). Di sekeliling Keraton dan di dalamnya
terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok/dinding Cepuri dan Baluwerti. Di luar
dinding tersebut ada beberapa bangunan yang terkait dengan keraton antara lain Tugu Pal
Putih, Gedhong Krapyak, nDalem Kepatihan (Istana Perdana Menteri), dan Pasar
Beringharjo.
1. Arsitektur Umum
Secara umum tiap kompleks utama terdiri dari halaman yang ditutupi dengan pasir dari pantai
selatan, bangunan utama serta pendamping, dan kadang ditanami pohon tertentu. Kompleks
satu dengan yang lain dipisahkan oleh tembok yang cukup tinggi dan dihubungkan dengan
Regol yang biasanya bergaya Semar Tinandu . Daun pintu terbuat dari kayu jati yang tebal.
Di belakang atau di muka setiap gerbang biasanya terdapat dinding penyekat yang disebut
Renteng atau Baturono. Pada regol tertentu penyekat ini terdapat ornamen yang khas.
Permukaan atap joglo berupa trapesium. Bahannya terbuat dari sirap, genting tanah, maupun
seng dan biasanya berwarna merah atau kelabu. Atap tersebut ditopang oleh tiang utama yang
di sebut dengan Soko Guru yang berada di tengah bangunan, serta tiang-tiang lainnya. Tiang-
tiang bangunan biasanya berwarna hijau gelap atau hitam dengan ornamen berwarna kuning,
hijau muda, merah, dan emas maupun yang lain. Untuk bagian bangunan lainnya yang terbuat
dari kayu memiliki warna senada dengan warna pada tiang. Pada bangunan tertentu (misal
Manguntur Tangkil) memiliki ornamen Putri Mirong, stilasi dari kaligrafi Allah,
Muhammad, dan Alif Lam Mim Ra, di tengah tiangnya.
Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas.
Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai
biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi
dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai utama yang lebih tinggi. Pada
bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat
menempatkan singgasana Sultan.
1. B. Kompleks depan
1. Gladhag-Pangurakan
Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah
Gapura Gladhag dan Gapura Pangurakan yang terletak persis beberapa meter di sebelah
selatannya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang berlapis. Pada zamannya
konon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga atau tempat pengusiran
dari kota bagi mereka yang mendapat hukuman pengasingan/pembuangan.
Versi lain mengatakan ada tiga gerbang yaitu Gapura Gladhag, Gapura Pangurakan nJawi,
dan Gapura Pangurakan Lebet. Gapura Gladhag dahulu terdapat di ujung utara Jalan Trikora
(Kantor Pos Besar Yogyakarta dan Bank BNI 46) namun sekarang ini sudah tidak ada. Di
sebelah selatannya adalah Gapura Pangurakan nJawi yang sekarang masih berdiri dan
menjadi gerbang pertama jika masuk Keraton dari utara.
1. Alun-alun Lor
Alun-alun Lor adalah sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu
tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang cukup tinggi.
Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali di sisi timur bagian selatan. Saat ini alun-alun
dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat
jalan beraspal yang dibuka untuk umum.
Di pinggir Alun-alun ditanami deretan pohon Beringin (Ficus benjamina; famili Moraceae)
dan ditengah-tengahnya terdapat sepasang pohon beringin yang diberi pagar yang disebut
dengan Waringin Sengkeran/Ringin Kurung (beringin yang dipagari). Kedua pohon ini diberi
nama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru. Pada zamannya selain Sultan hanyalah Pepatih
Dalem yang boleh melewati/berjalan di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini.
Tempat ini pula yang dijadikan arena rakyat duduk untuk melakukan “Tapa Pepe”saat
Pisowanan Ageng sebagai bentuk keberatan atas kebijakan pemerintah. Pegawai /abdi-Dalem
Kori akan menemui mereka untuk mendengarkan segala keluh kesah kemudian disampaikan
kepada Sultan yang sedang duduk di Siti Hinggil.
Di sela-sela pohon beringin di pinggir sisi utara, timur, dan barat terdapat pendopo kecil yang
disebut dengan Pekapalan, tempat transit dan menginap para Bupati dari daerah Mancanegara
Kesultanan. Bangunan ini sekarang sudah banyak yang berubah fungsi dan sebagian sudah
lenyap. Dahulu dibagian selatan terdapat bangunan yang sekarang menjadi kompleks yang
terpisah, Pagelaran.
Pada zaman dahulu Alun-alun Lor digunakan sebagai tempat penyelenggaraan acara dan
upacara kerajaan yang melibatkan rakyat banyak. Di antaranya adalah upacara garebeg serta
sekaten, acara watangan serta rampogan macan, pisowanan ageng, dan sebagainya. Sekarang
tempat ini sering digunakan untuk berbagai acara yang juga melibatkan masyarakat seperti
konser-konser musik, kampanye, rapat akbar, tempat penyelenggaraan ibadah hari raya Islam
sampai juga digunakan untuk sepak bola warga sekitar dan tempat parkir kendaraan.
Kompleks Mesjid Gedhe Kasultanan (Masjid Raya Kesultanan) atau Masjid Besar
Yogyakarta terletak di sebelah barat kompleks Alun-alun utara. Kompleks yang juga disebut
dengan Mesjid Gedhe Kauman dikelilingi oleh suatu dinding yang tinggi. Pintu utama
kompleks terdapat di sisi timur. Arsitektur bangunan induk berbentuk tajug persegi tertutup
dengan atap bertumpang tiga. Untuk masuk ke dalam terdapat pintu utama di sisi timur dan
utara. Di sisi dalam bagian barat terdapat mimbar bertingkat tiga yang terbuat dari kayu,
mihrab (tempat imam memimpin ibadah), dan sebuah bangunan mirip sangkar yang disebut
maksura.
Pada zamannya (untuk alasan keamanan) di tempat ini Sultan melakukan ibadah. Serambi
masjid berbentuk joglo persegi panjang terbuka. Lantai masjid induk dibuat lebih tinggi dari
serambi masjid dan lantai serambi sendiri lebih tinggi dibandingkan dengan halaman masjid.
Di sisi utara-timur-selatan serambi terdapat kolam kecil. Pada zaman dahulu kolam ini untuk
mencuci kaki orang yang hendak masuk masjid.
Di depan masjid terdapat sebuah halaman yang ditanami pohon tertentu. Di sebelah utara dan
selatan halaman (timur laut dan tenggara bangunan masjid raya) terdapat sebuah bangunan
yang agak tinggi yang dinamakan Pagongan. Pagongan di timur laut masjid disebut dengan
Pagongan Ler (Pagongan Utara) dan yang berada di tenggara disebut dengan Pagongan Kidul
(Pagongan Selatan). Saat upacara Sekaten, Pagongan Lor digunakan untuk menempatkan
gamelan sekati Kangjeng Kyai (KK) Naga Wilaga dan Pagongan Kidul untuk gamelan sekati
KK Guntur Madu. Di barat daya Pagongan Kidul terdapat pintu untuk masuk kompleks
masjid raya yang digunakan dalam upacara Jejak Botol. pada upacara Sekaten di tahun Dal.
Selain itu terdapat Pengulon, tempat tinggal resmi Kangjeng Kyai Pengulu di sebelah utara
masjid dan pemakaman tua di sebelah barat masjid.
1. C. Kompleks inti
1. Kompleks Pagelaran
Bangunan utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama Tratag
Rambat. Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap
Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk even-even pariwisata, religi,
dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton. Sepasang Bangsal Pemandengan terletak
di sisi jauh sebelah timur dan barat Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh Sultan untuk
menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor.
Sepasang Bangsal Pasewakan/Pengapit terletak tepat di sisi luar sayap timur dan barat
Pagelaran. Dahulu digunakan para panglima Kesultanan menerima perintah dari Sultan atau
menunggu giliran melapor kepada beliau kemudian juga digunakan sebagai tempat jaga
Bupati Anom Jaba. Sekarang digunakan untuk kepentingan pariwisata (semacam diorama
yang menggambarkan prosesi adat, prajurit keraton dan lainnya). Bangsal Pengrawit yang
terletak di dalam sayap timur bagian selatan Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan
untuk melantik Pepatih Dalem. Saat ini di sisi selatan kompleks ini dihiasi dengan relief
perjuangan Sultan HB I dan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini pernah digunakan oleh
Universitas Gadjah Mada sebelum memiliki kampus di Bulak Sumur.
Di selatan kompleks Pagelaran terdapat Kompleks Siti Hinggil. Kompleks Siti Hinggil secara
tradisi digunakan untuk menyelenggarakan upacara-upacara resmi kerajaan. Di tempat ini
pada 19 Desember 1949 digunakan peresmian Univ. Gadjah Mada. Kompleks ini dibuat lebih
tinggi dari tanah di sekitarnya dengan dua jenjang untuk naik berada di sisi utara dan selatan.
Di antara Pagelaran dan Siti Hinggil ditanami deretan pohon Gayam (Inocarpus
edulis/Inocarpus fagiferus; famili Papilionaceae).
Di kanan dan kiri ujung bawah jenjang utara Siti Hinggil terdapat dua Bangsal Pacikeran
yang digunakan oleh abdi-Dalem Mertolulut dan Singonegoro sampai sekitar tahun 1926.
Pacikeran barasal dari kata ciker yang berarti tangan yang putus. Bangunan Tarub Agung
terletak tepat di ujung atas jenjang utara. Bangunan ini berbentuk kanopi persegi dengan
empat tiang, tempat para pembesar transit menunggu rombongannya masuk ke bagian dalam
istana. Di timur laut dan barat laut Tarub Agung terdapat Bangsal Kori. Di tempat ini dahulu
bertugas abdi-Dalem Kori dan abdi-Dalem Jaksa yang fungsinya untuk menyampaikan
permohonan maupun pengaduan rakyat kepada Sultan.
Bangsal Manguntur Tangkil terletak ditengah-tengah Siti Hinggil di bawah atau di dalam
sebuah hall besar terbuka yang disebut Tratag Sitihinggil. Bangunan ini adalah tempat Sultan
duduk di atas singgasananya pada saat acara-acara resmi kerajaan seperti pelantikan Sultan
dan Pisowanan Agung. Di bangsal ini pula pada 17 Desember 1949 Ir. Soekarno dilantik
menjadi Presiden Republik Indonesia Serikat. Bangsal Witono berdiri di selatan Manguntur
Tangkil. Lantai utama bangsal yang lebih besar dari Manguntur Tangkil ini dibuat lebih
tinggi. Bangunan ini digunakan untuk meletakkan lambang-lambang kerajaan atau pusaka
kerajaan pada saat acara resmi kerajaan.
Bale Bang yang terletak di sebelah timur Tratag Siti Hinggil pada zaman dahulu digunakan
untuk menyimpan perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga Wilaga. Bale
Angun-angun yang terletak di sebelah barat Tratag Siti Hinggil pada zamannya merupakan
tempat menyimpan tombak, KK Suro Angun-angun.
1. Kamandhungan Lor
Di selatan Siti Hinggil terdapat lorong yang membujur ke arah timur-barat. Dinding selatan
lorong merupakan dinding Cepuri dan terdapat sebuah gerbang besar, Regol Brojonolo,
sebagai penghubung Siti Hinggil dengan Kamandhungan. Di sebelah timur dan barat sisi
selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya dibuka pada saat acara resmi
kerajaan dan di hari-hari lain selalu dalam keadaan tertutup. Untuk masuk ke kompleks
Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton sehari-hari melalui pintu Gapura Keben
di sisi timur dan barat kompleks ini yang masing-masing menjadi pintu masing-masing ke
jalan Kemitbumen dan Rotowijayan.
Kompleks Kamandhungan Ler sering disebut Keben karena di halamannya ditanami pohon
Keben (Barringtonia asiatica; famili Lecythidaceae). Bangsal Ponconiti yang berada
ditengah-tengah halaman merupakan bangunan utama di kompleks ini. Dahulu (kira-kira
sampai 1812) bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara dengan ancaman hukuman mati
dengan Sultan sendiri yang yang memimpin pengadilan. Versi lain mengatakan digunakan
untuk mengadili semua perkara yang berhubungan dengan keluarga kerajaan. Kini bangsal ini
digunakan dalam acara adat seperti garebeg dan sekaten. Di selatan bangsal Ponconiti
terdapat kanopi besar untuk menurunkan para tamu dari kendaraan mereka yang dinamakan
Bale Antiwahana. Selain kedua bangunan tersebut terdapat beberapa bangunan lainnya di
tempat ini.
1. Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti terletak di sebelah selatan kompleks Kamandhungan Ler dan
dihubungkan oleh Regol Sri Manganti. Pada dinding penyekat terdapat hiasan Makara
raksasa. Di sisi barat kompleks terdapat Bangsal Sri Manganti yang pada zamannya
digunakan sebagai tempat untuk menerima tamu-tamu penting kerajaan. Sekarang di lokasi
ini ditempatkan beberapa pusaka keraton yang berupa alat musik gamelan. Selain itu juga
difungsikan untuk penyelenggaraan even pariwisata keraton.
Bangsal Traju Mas yang berada di sisi timur dahulu menjadi tempat para pejabat kerajaan
saat mendampingi Sultan dala menyambut tamu. Versi lain mengatakan kemungkinan tempat
ini menjadi balai pengadilan. Tempat ini digunakan untuk menempatkan beberapa pusaka
yang antara lain berupa tandu dan meja hias. Bangsal ini pernah runtuh pada 27 Mei 2006
akibat gempa bumi yang mengguncang DIY dan Jawa Tengah. Setelah proses restorasi yang
memakan waktu yang lama akhirnya pada awal tahun 2010 bangunan ini telah berdiri lagi di
tempatnya.
Di sebelah timur bangsal ini terdapat dua pucuk meriam buatan Sultan HB II yang mengapit
sebuah prasasti berbahasa dan berhuruf Cina. Di sebelah timurnya berdiri Gedhong Parentah
Hageng Karaton, gedung Administrasi Tinggi Istana. Selain itu di halaman ini terdapat
bangsal Pecaosan Jaksa, bangsal Pecaosan Prajurit, bangsal Pecaosan Dhalang dan
bangunan lainnya.
1. Kedhaton
Di sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkan
dengan kompleks Kedhaton. Di muka gerbang terdapat sepasang arca raksasa Dwarapala
yang dinamakan Cinkorobolo disebelah timur dan Bolobuto di sebelah barat. Di sisi timur
terdapat pos penjagaan. Pada dinding penyekat sebelah selatan tergantung lambang kerajaan,
Praja Cihna.
Di sebelah utara nDalem Ageng Proboyakso berdiri Gedhong Jene (The Yellow House)
sebuah bangunan tempat tinggal resmi (official residence) Sultan yang bertahta. Bangunan
yang didominasi warna kuning pada pintu dan tiangnya dipergunakan sampai Sultan HB IX.
Oleh Sultan HB X tempat yang menghadap arah timur ini dijadikan sebagai kantor pribadi.
Sedangkan Sultan sendiri bertempat tinggal di Keraton Kilen. Di sebelah timur laut Gedhong
Jene berdiri satu-satunya bangunan bertingkat di dalam keraton, Gedhong Purworetno.
Bangunan ini didirikan oleh Sultan HB V dan menjadi kantor resmi Sultan. Gedung ini
menghadap ke arah bangsal Kencana di sebelah selatannya.
Di selatan bangsal Kencana berdiri Bangsal Manis menghadap ke arah timur. Bangunan ini
dipergunakan sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan. Sekarang tempat ini digunakan
untuk membersihkan pusaka kerajaan pada bulan Suro. Bangunan lain di bagian ini adalah
Bangsal Kotak, Bangsal Mandalasana, Gedhong Patehan[, Gedhong Danartapura, Gedhong
Siliran, Gedhong Sarangbaya, Gedhong Gangsa, dan lain sebagainya. Di tempat ini pula
sekarang berdiri bangunan baru, Gedhong Kaca sebagai museum Sultan HB IX.
Keputren merupakan tempat tinggal Permaisuri dan Selir raja. Di tempat yang memiliki
tempat khusus untuk beribada pada zamannya tinggal para puteri raja yang belum menikah.
Tempat ini merupakan kawasan tertutup sejak pertama kali didirikan hingga sekarang.
Kesatriyan pada zamannya digunakan sebagai tempat tinggal para putera raja yang belum
menikah. Bangunan utamanya adalah Pendapa Kesatriyan, Gedhong Pringgandani, dan
Gedhong Srikaton. Bagian Kesatriyan ini sekarang dipergunakan sebagai tempat
penyelenggaraan even pariwisata. Di antara Plataran Kedhaton dan Kesatriyan dahulu
merupakan istal kuda yang dikendarai oleh Sultan.
1. Kamagangan
Di sisi selatan halaman besar terdapat sebuah jalan yang menghubungkan kompleks
Kamagangan dengan Regol Gadhung Mlati. Dahulu di bagian pertengahan terdapat jembatan
gantung yang melintasi kanal Taman sari yang menghubungkan dua danau buatan di barat
dan timur kompleks Taman Sari. Di sebelah barat tempat ini terdapat dermaga kecil yang
digunakan oleh Sultan untuk berperahu melintasi kanal dan berkunjung ke Taman Sari.
1. Kamandhungan Kidul
Di ujung selatan jalan kecil di selatan kompleks Kamagangan terdapat sebuah gerbang, Regol
Gadhung Mlati, yang menghubungkan kompleks Kamagangan dengan kompleks
Kamandhungan Kidul/selatan. Dinding penyekat gerbang ini memiliki ornamen yang sama
dengan dinding penyekat gerbang Kamagangan. Di kompleks Kamandhungan Kidul terdapat
bangunan utama Bangsal Kamandhungan. Bangsal ini konon berasal dari pendapa desa
Pandak Karang Nangka di daerah Sokawati yang pernah menjadi tempat Sri Sultan
Hamengkubuwono I bermarkas saat perang tahta III. Di sisi selatan Kamandhungan Kidul
terdapat sebuah gerbang, Regol Kamandhungan, yang menjadi pintu paling selatan dari
kompleks cepuri. Di antara kompleks Kamandhungan Kidul dan Siti Hinggil Kidul terdapat
jalan yang disebut dengan Pamengkang.
Sisi timur-utara-barat dari kompleks ini terdapat jalan kecil yang disebut dengan
Pamengkang, tempat orang berlalu lalang setiap hari. Dahulu di tengah Siti Hinggil terdapat
pendapa sederhana yang kemudian dipugar pada 1956 menjadi sebuah Gedhong Sasana
Hinggil Dwi Abad sebagai tanda peringatan 200 tahun kota Yogyakarta.
Siti Hinggil Kidul digunakan pada zaman dulu oleh Sultan untuk menyaksikan para prajurit
keraton yang sedang melakukan gladi bersih upacara Garebeg, tempat menyaksikan adu
manusia dengan macan (rampogan) dan untuk berlatih prajurit perempuan, Langen Kusumo.
Tempat ini pula menjadi awal prosesi perjalanan panjang upacara pemakaman Sultan yang
mangkat ke Imogiri. Sekarang, Siti Hinggil Kidul digunakan untuk mempergelarkan seni
pertunjukan untuk umum khususnya wayang kulit, pameran, dan sebagainya.
1. D. Kompleks belakang
1. Alun-alun Kidul
Alun-alun Kidul (Selatan) adalah alun-alun di bagian Selatan Keraton Yogyakarta. Alun-alun
Kidul sering pula disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari kata pengker (bentuk
krama) dari mburi (belakang). Hal tersebut sesuai dengan keletakan alun-alun Kidul yang
memang terletak di belakang keraton. Alun-alun ini dikelilingi oleh tembok persegi yang
memiliki lima gapura, satu buah di sisi selatan serta di sisi timur dan barat masing-masing
dua buah. Di antara gapura utara dan selatan di sisi barat terdapat ngGajahan sebuah kandang
guna memelihara gajah milik Sultan.
1. Plengkung Nirbaya
Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan poros utama keraton. Dari tempat ini Sultan HB
I masuk ke Keraton Yogyakarta pada saat perpindahan pusat pemerintahan dari Kedhaton
Ambar Ketawang. Gerbang ini secara tradisi digunakan sebagai rute keluar untuk prosesi
panjang pemakaman Sultan ke Imogiri. Untuk alasan inilah tempat ini kemudian menjadi
tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta.
1. Roto Wijayan
Kompleks Roto Wijayan merupakan bagian keraton untuk menyimpan dan memelihara
kereta kuda. Tempat ini mungkin dapat disebut sebagai garasi istana. Sekarang kompleks
Roto Wijayan menjadi Museum Kereta Keraton. Di kompleks ini masih disimpan berbagai
kereta kerajaan yang dahulu digunakan sebagai kendaraan resmi. Beberapa diantaranya ialah
KNy Jimat, KK Garuda Yaksa, dan Kyai Rata Pralaya. Tempat ini dapat dikunjungi oleh
wisatawan.
1. Kawasan tertutup
Kompleks Tamanan merupakan kompleks taman yang berada di barat laut kompleks
Kedhaton tempat dimana keluarga kerajaan dan tamu kerajaan berjalan-jalan. Kompleks ini
tertutup untuk umum. Kompleks Panepen merupakan sebuah masjid yang digunakan oleh
Sultan dan keluarga kerajaan sebagai tempat melaksanakan ibadah sehari-hari dan tempat
Nenepi (sejenis meditasi). Tempat ini juga dipergunakan sebagai tempat akad nikah bagi
keluarga Sultan. Lokasi ini tertutup untuk umum. Kompleks Kraton Kilen dibangun semasa
Sultan HB VII. Lokasi yang berada di sebelah barat Keputren menjadi tempat kediaman
resmi Sultan HB X dan keluarganya. Lokasi ini tertutup untuk umum.
1. F. Warisan Budaya
Selain memiliki kemegahan bangunan Keraton Yogyakarta juga memiliki suatu warisan
budaya yang tak ternilai. Diantarannya adalah upacara-upacara adat, tari-tarian sakral, musik,
dan pusaka (heirloom). Upacara adat yang terkenal adalah upacara Tumplak Wajik, Garebeg,
upacara Sekaten dan upacara Siraman Pusaka dan Labuhan. Upacara yang berasal dari zaman
kerajaan ini hingga sekarang terus dilaksanakan dan merupakan warisan budaya Indonesia
yang harus dilindungi dari klaim pihak asing.
1. Tumplak Wajik
Upacara tumplak wajik adalah upacara pembuatan Wajik (makanan khas yang terbuat dari
beras ketan dengan gula kelapa) untuk mengawali pembuatan pareden yang digunakan dalam
upacara Garebeg. Upacara ini hanya dilakukan untuk membuat pareden estri pada Garebeg
Mulud dan Garebeg Besar. Dalam upacara yang dihadiri oleh pembesar Keraton ini di
lengkapi dengan sesajian. Selain itu upacara yang diselenggarakan dua hari sebelum garebeg
juga diiringi dengan musik ansambel lesung-alu (alat penumbuk padi), kenthongan, dan alat
musik kayu lainnya. Setelah upacara selesai dilanjutkan dengan pembuatan pareden.
1. Garebeg
Upacara Garebeg diselenggarakan tiga kali dalam satu tahun kalender/penanggalan Jawa
yaitu pada tanggal dua belas bulan Mulud (bulan ke-3), tanggal satu bulan Sawal (bulan ke-
10) dan tanggal sepuluh bulan Besar (bulan ke-12). Pada hari-hari tersebut Sultan berkenan
mengeluarkan sedekahnya kepada rakyat sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas
kemakmuran kerajaan.
Sedekah ini, yang disebut dengan Hajad Dalem, berupa pareden/gunungan yang terdiri dari
Pareden Kakung, Pareden Estri, Pareden Pawohan, Pareden Gepak, dan Pareden Dharat, serta
Pareden Kutug/Bromo yang hanya dikeluarkan 8 tahun sekali pada saat Garebeg Mulud tahun
Dal.
Gunungan kakung berbentuk seperti kerucut terpancung dengan ujung sebelah atas agak
membulat. Sebagian besar gunungan ini terdiri dari sayuran kacang panjang yang berwarna
hijau yang dirangkaikan dengan cabai merah, telur itik, dan beberapa perlengkapan makanan
kering lainnya. Gunungan estri berbentuk seperti keranjang bunga yang penuh dengan
rangkaian bunga. Sebagian besar disusun dari makanan kering yang terbuat dari beras
maupun beras ketan yang berbentuk lingkaran dan runcing. Kedua gunungan ini ditempatkan
dalam sebuah kotak pengangkut yang disebut Jodhang.
Gunungan pawohan terdiri dari buah-buahan segar yang diletakkan dalam keranjang dari
daun kelapa muda (Janur) yang berwarna kuning. Gunungan ini juga ditempatkan dalam
jodhang dan ditutup dengan kain biru. Gunungan gepak berbentuk seperti gunungan estri
hanya saja permukaan atasnya datar. Gunungan dharat juga berbentuk seperti gunungan estri
namun memiliki permukaan atas yang lebih tumpul.
Kedua gunungan terakhir tidak ditempatkan dalam jodhang melainkan hanya dialasi kayu
yang berbentuk lingkaran. Gunungan kutug/bromo memiliki bentuk khas karena secara terus
menerus mengeluarkan asap (kutug) yang berasal dari kemenyan yang dibakar. Gunungan
yang satu ini tidak diperebutkan oleh masyarakat melainkan dibawa kembali ke dalam
keraton untuk di bagikan kepada kerabat kerajaan.
Pada Garebeg Sawal Sultan menyedekahkan 1-2 buah pareden kakung. Jika dua buah maka
yang sebuah diperebutkan di Mesjid Gedhe dan sebuah sisanya diberikan kepada kerabat
Puro Paku Alaman. Pada garebeg Besar Sultan mengeluarkan pareden kakung, estri,
pawohan, gepak, dan dharat yang masing-masing berjumlah satu buah. Pada garebeg
Mulud/Sekaten Sultan memberi sedekah pareden kakung, estri, pawohan, gepak, dan dharat
yang masing-masing berjumlah satu buah. Bila garebeg Mulud diselenggarakan pada tahun
Dal, maka ditambah dengan satu pareden kakung dan satu pareden kutug.
1. Sekaten
Sekaten merupakan sebuah upacara kerajaan yang dilaksanakan selama tujuh hari. Konon
asal-usul upacara ini sejak kerajaan Demak. Upacara ini sebenarnya merupakan sebuah
perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Menurut cerita rakyat kata Sekaten berasal dari
istilah credo dalam agama Islam, Syahadatain.
Sekaten dimulai dengan keluarnya dua perangkat Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK
Nagawilaga, dari keraton untuk ditempatkan di Pagongan Selatan dan Utara di depan Mesjid
Gedhe. Selama tujuh hari, mulai hari ke-6 sampai ke-11 bulan Mulud, kedua perangkat
gamelan tersebut dimainkan/dibunyikan (jw: ditabuh) secara bergantian menandai perayaan
sekaten. Pada malam kedelapan Sultan atau wakil yang beliau tunjuk, melakukan upacara
Udhik-Udhik, tradisi menyebar uang logam (koin).
Setelah itu Sultan atau wakil beliau masuk ke Mesjid Gedhe untuk mendengarkan pengajian
maulid nabi dan mendengarkan pembacaan riwayat hidup nabi. Akhirnya pada hari terakhir
upacara ditutup dengan Garebeg Mulud.
Selama sekaten Sego Gurih (sejenis nasi uduk) dan Endhog Abang (harfiah=telur merah)
merupakan makanan khas yang banyak dijual. Selain itu terdapat pula sirih pinang dan bunga
kantil (Michelia alba; famili Magnoliaceae). Saat ini selain upacara tradisi seperti itu juga
diselenggarakan suatu pasar
BAB VI
Museum ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul perbatasan dengan Kabupaten Sleman
tepatnya di komplek Pangkalan Udara TNI-AU Adisucipto Yogyakarta. Museum ini banyak
menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa Indonesia serta sejarah perkembangan angkatan
udara RI pada khususnya. Selain terdapat diorama juga terdapat bermacam-macam jenis
pesawat yang dipergunakan pada masa perjuangan. Beberapa model dari pesawat tersebut
adalah milik tentara jepang yang digunakan oleh angkatan udara Indonesia
Keberadaan Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala berdasarkan atas gagasan dari
Pimpinan TNI AU untuk mengabadikan dan mendokumentasikan segala kegiatan dan
peristiwa bersejarah di lingkungan TNI AU. Hal tersebut telah lama dituangkan dalam
Keputusan Menteri/ Panglima Angkatan Udara No. 491, tanggal 6 Agustus 1960 tentang
Dokumen dan Museum Angkatan Udara. Setelah mengalami proses yang lama, pada tanggal
21 April 1967, gagasan itu dapat diwujudkan dan organisasinya berada di bawah Pembinaan
Asisten Direktorat Budaya dan Sejarah Menteri Panglima Angkatan Udara di Jakarta.
Berdasarkan Instruksi Menteri/ Panglima Angkatan Udara Nomor 2 tahun 1967, tanggal 30
Juli 1967 tentang peningkatan kegiatan bidang sejarah, budaya, dan museum, maka Museum
Angkatan Udara mulai berkembang dengan pesat. Berkat perhatian yang besar, baik dari
Panglima Angkatan Udara maupun Panglima Komando Wilayah Udara V (Pang Kowilu V),
pada tanggal 4 April 1969 Museum Pusat TNI AU yang berlokasi di Markas Komando Udara
V, di Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta, diresmikan oleh Panglima Angkatan Udara
Laksamana Roesmin Noerjadin.
Bangunan, Gedung Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala yang ditempati sekarang
adalah bekas pabrik gula Wonocatur pada zaman Belanda, sedangkan pada zaman Jepang
digunakan untuk gudang senjata dan hanggar pesawat terbang.
BAB VII
MUSEUM SOEDIRMAN
Panglima Besar Jenderal Soedirman merupakan salah satu pahlawan nasional yang
sangat berjasa bagi bangsa Indonesia, sehingga dapat dikategorikan sebagai tokoh yang
memiliki nama besar. Jenderal Besar TNI Anumerta Soedirman ini adalah pahlawan nasional
Indonesia yang berjuang pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Dalam sejarah perjuangan
Republik Indonesia, ia dicatat sebagai Panglima dan Jendral RI yang pertama dan termuda.
Jenderal Soedirman tetap berjuang memimpin pasukan walaupun dalam keadaan sakit. Sebagai
penghargaan atas jasa dan pengorbanannya, Jenderal Soedirman mendapat sebutan Bapak
Tentara Nasional Indonesia.
Sejak 17 Juni 1968 sampai 30 Agustus 1982 digunakan sebagai Museum Angkatan
Darat. Setelah dipandang gedung dipandang tidak respresentatif untuk museum maka
menempati gedung baru di Markas Korem 072/Pamungkas di Jl. Jend. Sudirman 76 dan
dipergunakan sebagai memorial museum "Sasmitaloka Pangliam Besar Jenderal Soedirman,
berdasarkan Surat Keputusan Kasad No. : Skep/574/VII/1982. Pada tanggal 30 Agustus 1982
bersamaan dengan peresmian Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama, diresmikan pula
Museum Sasmita Loka Pangsar Jenderal Soedirman ini oleh Kasad Jenderal TNI Poniman.
Museum memiliki 14 ruangan dan bagian luar museum dengan jumlah koleksi 599 benda
koleksi yang terdiri jenis logam, kayu, kulit, dan kain.
1. Ruang Tamu
Ditempat inilah Pak Dirman meneriam tamu baik dari pejabat maupun tamu keluarga. Di ruang
ini dipamerkan dua buah lampu gantung dan dua perangkat meja kursi berbentuk muton yang
beralaskan babut.
2. Ruang Santai
Ditempat ini selain dipergunakan untuk ruang tamu, namun juga dimana dia membina
keluarga. Tak jarang pula ruang santai ini dipergunakan untuk membicarakan masalah tentang
perjuangan Indonesia. Koleksi yang dipamerkan seperti radio kuno, lukisan, barang pecah
pelah dan seperangkat meja kursi dan lampu gantung.Koleksi.
3. Ruang Kerja
Dalam mengemban tugas dan mengatur kebijakan TNI menggunakan tempat ini sebagai tempat
kerja dia.
Di ruang ini dipergunakan untuk tamu atau rekan yang ingin istirahat atau bermalam. Tempat
tidur, almari pakaian, kursi tamu dan foto-foto keluarga dipamerkan di ruang ini.
Selain sebagai tempat tidur tempat ini juga dipergunakan tempat sholat. Dalam ruangan ini
dipamerkan seperangkat tempat tidur, almari pakaian, dan tempat sembayang dia. Di samping
koleksi itu terdapat patung lillin Jenderal Sudirman yang sedang duduk lengkap dengan mantel,
ikat kepala dan alas kaki yang pernah digunakan oleh dia. Terdapat pula mesin jahit yang
digunakan isteri. Pelengkap di ruangan ini terdapat lukisan Pak Dirman beserta isterinya
menggunakan baju adat Jawa.
6. Ruang Tidur Putra-Putri Jendral Sudirman
Pernikahan dia dengan gadis bernama Siti Alfiah dikarunai sembilan orang anak. Ruangan
yang bersebelahan dengan kamar tidur utama terdapat koleksi tempat tidur yang dipergunakan
putra putri Pangsar.
7. Ruang Pemilihan
Ketika Jenderal Sudirman bertempat tinggal di rumah ini tempat ini di pergunakan sebagai
ruang seketariat. Koleksi di ruangan ini berhubungan erat dengan pemilihan jabatan Panglima
Besar Tentara Keamanan Rakyat, seperti meja dan kursi yang dipakai Letnan Kolonel Isdiman
mengusulkan Kolonel Sudirman untuk dipilih dan diangkat menjadi Panglima Besar Tentara
Keamanan Rakyat dihadapan Urip Sumoharjo dan Gatot Subroto. Koleksi lain di ruangan ini
yaitu Sumpah Anggota Pimpinan Tentara yang diucapakan Jenderal Sudirman.
Pertempuran Ambarawa antara TKR dan para pejuang RI menghadapi tentara sekutu di bawah
pimpinan Kolonel Soedirman berhasil mengusir tentara sekutu dari kota Magelang. Sebagai
bukti pertempuran Ambarawa sebuah senjata api, maket dan peta pertempuran Ambarawa
dipamerkan di ruang ini. Di sekiling dinding terdapat petinggi-petinggi TNI.
Koleksi-koleksi di ruangan ini menceritakan ketika dia dirawat di Rumah Sakit Umum Panti
Rapih ketika Pangsar sakit pada tahun 1948. Sebuah literatur dan foto menceritakan ketika
Jend. Sudirman harus di operasi. Selain itu terdapat pula meja, kursi, dan sebuah diorama ketika
perang gerilya.
Saat menempuh perjalanan perang gerilya milai kota Yogyakarta sampai ke kota Kediri, Jawa
Timur Jenderal Sudirman pernah menggunakan dokar, mobil, dan dibawa dengan tandu.
Perjalanan dengan dokar tidak ditarik dengan kuda melainkan ditarik oleh pengawal Jenderal
Sudirman. Sekembalinya dari perang gerilya tanggal 10 Juni 1949 Jenderal Sudirman dijemput
dengan kendaraan dinas buatan Amerika.
Sewaktu memimpin gerilya Jenderal Sudirman pernah singgah di daerah Semanu, Kabupaten
Gunung Kidul dan di daerah Sobo, Kebupaten Pacitan. Di tempat itulah Jend. Sudirman
mendapat Caraka (utusan) dari Letkol. Suharto yang melaporkan rencana Serangan Umum 1
Maret 1949. Koleksi yang dipamerkan yaitu peralatan yang pernah digunaka Jend. Sudirman.
Di ruang ini dipamerkan beberapa benda yang pernah dipergunakan Jenderal Sudirman seperti:
mantel, ikat kepala, pakaian Opsir Peta, pakaian tidur, sepatu, tas.
Museum Benteng Vredeburg terdiri dari beberapa bangunan yang terspisah. Ada banyak
fasilitas juga yang disediakan untuk para pengunjung. Diantaranya adalah fasilitas ruangan
menonton film sejarah. Ruangan di tata layaknya sebuah bioskop mini yang nyaman. Hal
tersebut bisa menjadi salah satu hal yang menarik minat pengunjung yang ingi menonton film
dokumntasi sejarah jaman penjajahan dahulu. Selain itu terdapat bangunan-bangunan yang
merupakan diorama-diorama yang didalamnya terdapat minirama-minirama yang
menggambarkan kejadian bersejarah. Minirama-minirama tersebut bisa memberikan
pengetahuan bagaimanakah situasi dan kondisi perjuangan para pejuang jaman dahulu. Setiap
minirama dilengkapi dengan dokumen didalam kaca sebagai penjelasan kejadian dalam
minirama tersebut. terdapat pula lukisan, foro, patung para pahlawan dan benda-benda
bersejarah lainnya.
BAB VIII
MUSEUM BENTENG VREDERBUG
A. Sejarah berdirinya museum benteng vredeburg
Museum Benteng Vredeburg adalah salah satu museum perjuangan yang ada di
Yogyakarta. Terletak di kawasan nol kilometer pusat kota Yogyakarta. Latar belakang sejarah
Kota Yogyakarta baik sebagai ibukota Kasultanan Yogyakarta dan ibukota NKRI tidak dapat
dipisahkan dengan sejarah Benteng Vredeburg. Museum tersebut sangat cocok sebagai tempat
wisata khususnya masyarakat Indonesia sendiri supaya mengetahui gambaran sejarah
perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan. Dengan mengunjungi museum
benteng Vredeburg diharapkan mampu memunculkan rasa nasionalisme bagi generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu museum benteng vredeburg sampai saat ini masih tetap dijaga
kelestariannya dan tetap dirawat dengan baik, karena memiliki peran penting sebagai tempat
pendidikan bagi negara.
Museum benteng Vredeburg dikelilingi oleh bangunan-bangunan kuno peninggalan jaman
Belanda seperti Gedung Agung (bekas rumah residen), gereja Ngejaman (GPIB Margamulya),
bekas Senisono (menyatu dengan Gedung Agung), kantor BNI 1946, kantor Pos, kantor Bank
Indonesia dan Societeit Militaire. Benteng vredeburg dibangun oleh Sri Sultan
Hamengkubuwana I atas permintaan pihak Belanda yang daat itu dipimpin oleh Nicholaas
Harting yang menjabat sebagai Gubernur Direktur Pantai Utara Jawa pada tahun 1760. Pihak
Belanda meminta Benteng ini dibangun untuk menjaga keamanan keraton, tetapi sebenarnya
tujuan utamanya yaitu untuk memudahkan pengawasan pihak Belanda sendiri terhadap segala
kegiatan yang dilakukan pihak keraton Yogyakarta. Pertama dibangun benteng tersebut masih
sangat sederhana temboknya pun hanya terbuat dari tanah, tiang-tiangnya terbuat dari kayu
pohon kelapa dan aren, dan atapnya pun hanya terbuat dari ilalang. Bangunan tersebut
dibangun dengan bentuk bujur sangkar yang di keempat ujungnya dibangun seleka atau
bastion. Oleh Sri Sultan HB IV, keempat sudut itu diberi nama Jaya Wisesa (sudut barat laut),
Jaya Purusa (sudut timur laut), Jaya Prakosaningprang (sudut barat daya), dan Jaya Prayitna
(sudut tenggara).
Pada tahun 1767 atas perintah gubernur Belanda yang bernama W.H Ossenberg benteng
Vredeburg dibangun lebih permanen dengan alasan supaya keamanan keraton lebih terjamin.
Proses pembangunan tersebut cukup lama yaitu memakan waktu 20 tahun, selesai pada tahun
1787 dibawah pengawasan arsitek Belanda bernama Ir. Frans Haak. Nama benteng Vredeburg
kemudian diganti dengan nama Rustenburg yang artinya “peristirahatan”. Akan tetapi benteng
itu runtuh pada tahun 1867 ketika terjadi gempa yang hebat di Yogyakarta. Kemudian setelah
runtuh dibangun kembali dan berganti nama menjadi “Vredeburg” yang artinya perdamaian.
Pemabngunan tersebut dianggap sebagai simbiol perdamaian antara Belanda dengan Keraton.
Secara historis, sejak awal pembangunan hingga saat ini, terjadi beberapa kali perubahan
status kepemilikan dan fungsi benteng. Namun sejak tahun 1992 sampai sekarang, berdasarkam
SK Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan No. 0475/0/1992 tanggal 23 November 1992, secara
resmi Museum Bneteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan
nama Museum Benteng Vredeburg Yoyakarta. Kemudian tanggal 5 September 1997, dalam
rangka peningkatan fungsionalisasi museum, Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta
mendapat limpahan untuk mengelola museum Perjuangan Yogyakarta di Brontokusuman
Yogyakarta berdasarkan SK Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor: KM. 48/OT.
001/MKP/2003 tanggal 5 Desember 2003.
B. Diorama 1
Didalam diorama 1 Terdapat 11 minirama yang menceritakan sejarah tentang perjuangan
Pangeran Diponegoro melawan penjajah, lahirnya Budi Utomo, lahirnya Sumpah pemuda,
Kongres Perempuan Indonesia I, Kongres Jong Java di Yogyakarta, Berdirinya Tamansiswa,
penobatan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan masuknya bala tentara Jepang ke Yogyakarta.
1. Minirama perjuangan Pangeran Diponegoro
Terdapat minirama yang menggambarkan perjuangan pageran Diponegoro dengan kawan-
kawannya. Mereka berkumpul di goa Selarong dusun Kembang Putihan desa Guwosari
kecamatan Pajangan kabupaten Bantul Yogyakarta tanggal 21 Juli 1825. Pada saat itu Belanda
mengepung rumah pangeran Diponegoro sehingga ia dan teman-temanya diantaranya ada
pangeran Mangkubumi, Pangeran Adinegara, Pangeran Panular, Adiwinata Suryadipura,
Blitar, Pangeran Rangga Ngabehi Mangunharjo, Pangeran Surenglaga dan Kyai Mojo,kabur
ke goa Selarong. Pasukan Belanda tersebut dipimpin oleh asisten Residen Chevallier.Di goa
tersebut pangeran Diponegoro memerintahkan kawan-kawannya memimpin mobilisasi rakyat
di daerah Selarong untuk bersiap-siap berperang. Selain itu membahas mengenai taktik yang
akan diambil untuk menyerang penjajah. Disitu juga terlihat kesetiaan dari kawan-kawan
pangeran Diponegoro yang selalu mengikutinya. Selama berdiam di goa tersebut pun pihak
Belanda telah menyerang tiga kali. Pertama, pada tanggal 25 Juli 1825 dipimpin Kapten
Bouwes. Kedua, pada bulan September dibawah pimpinan Mayor Sellwinj dan Letnan Kolonel
Achenbach. Ketiga, 4 November 1825.
C. Diorama 2
Terdiri dari 19 minirama yang menggambarkan peristiwa sejarah Proklamasi Kemerdekaan
sampai dengan Agresi Militer Belanda di Indonesia. Dalam ruang pameran tetap ini berusaha
menyajikan adegan peristiwa – peristiwa yang terjadi di Yogyakarta pada masa awal
kemerdekaan sampai dengan terjadinya Agresi Militer Belanda II. Peristiwa yang disajikan
dalam diorama ini terjadi pada periode saat ibukota negara dipindahkan dari Jakarta Ke
Yogyakarta. Diorama – diorama tersebut antara lain :
1. Minirama Sri Sultan HB IX memimpin rapat dalam rangka mendukung proklamasi
kemerdekaan
Berita proklamasi kemerdekaan telah tersiar keseluruh penjuru negeri oleh kantor berita
Domei Jakarta tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari kemudian Sri Sultan HB IX mengundang
memimpin rapat kelompok pemuda dalam rangka mendukung proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Golongan pemuda yang menghadiri rapat tersebut ada dari golongan agama,
nasionalis, kepanduan dan keturunan Cina, kurang lebih jumlahnya 100 orang. Rapat dilakukan
di Gedung Wilis, kepatihan Yogyakarta tanggal 19 Agustus 1945. Isi pertemuan tersebut
intinya menghimbau para pemuda untuk menjaga keamanan dan tidak anarkis.
D. Diorama 3
Ketika masuk ke ruangan diorama 3 kita disambut dengan lukisan pahatan besar didinding
yang terbuat dari kayu. Lukisan tersebut sangat indah dan memiliki bentuk yang bagus. Lukisan
tersebut menggambarkan tentang keadaan rakyat Indonesia dulu ketika pada jaman penjajahan.
Didalam diorama 3 terdapat 18 minirama yang menggambarkan peristiwa sejak adanya
Perjanjian Renville 1948 sampai pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat tanggal 27
Desember 1949.
Selain minirama juga terdapat benda-benda bersejarah yang di pajang didalam kaca. Benda-
beda bersejarah diantaranya ada peralatan makan Bapak Soemardjono. Bapak Soemarjono
adalah salahsatu orang yang rumahnya ditumpangi para pejuang Indonesia ketika terjadi Agresi
Militer Belanda. Peralatan makan tersebut digunakan para pejuang bangsa ketika menumpang
di rumah bapa Soemardjono. Rumah tersebut berlokasi di Krenen, Banaran, Playen, Gunung
Kidul, Yogyakarta.
Ketika itu terjadi Agresi militer Belanda pada tanggal 19 Desember 1945 pukul enam pagi
pasukan Belanda melakukan pengeboman lapangan terbang Maguwo dan akhirnya lapangan
tersebut pun jatuh ketangan Belanda. Hampir seluruh pangkalan udara jatuh kepada Belanda,
kecuali pangkalan udara di Aceh. Segera kemudian dilakukan penyelamatan terhadap barang-
barang milik Angkatan Udara Republik I ndonesia(AURI). Salahsatunya adalah alat
komunikasi AURI yang dahulu terletak di jalan Terban Taman Yogyakarta kemudia
dipindahkan ke lapangan Gading Wonosari.
Alat komunikasi tersebut kemudian disimpan di salah satu rumah warga yang bernama
Pawirosetomo di Bleberan, Banaran, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta. Dirumah itu alat
komunikasi tersebut disimpan didalam dapur. Sedangkan mesin pembangkit listrik disimpan
di tungku tanah dan ditutupi dengankayu bakar(ada juga yang bilang disimpang dilubang tanah
dan ditutupi lesung atau tempat menumbuk padi). Antena hanya dipasang pada malam hari saja
direntangkan diantara dua batang pohon kelapa saat dilakukannya siaran supaya tidak ketahuan
Belanda. Semua itu bisa dilakukan juga dengan dorongan dan bantuan penduduk setempat.
Hingga berita tentang perjuangan bangsa Indonesia dari berbagai daerah bisa tersiar bahkan
keberhasilan perjuangan bangsa bisa sampai keluar negeri. Salah satu berita yang berhasil
disiarkan adalah keberhasilan dari serangan umum 1 Maret 1949 ke seluruh dunia. Siaran
tersebut dilakukan pukul dua dini hari tanggal 2 Maret 1949 dan beritanya bisa sampai
keseluruh jaringan radio AURI dan bahkan sampai ke PBB.
Benda lain yang terpajang di diorama 3 ini antara lain ada kentongan pada saat itu kentongan
menajdi sarana yang efektif digunakan sebagai penyiar situasi pada waktu Belanda berhasil
menguasai Yogyakarta tahun 1948. Ada juga hal yang menarik perhatian yaitu adanya
komputer yang besar yang terpajang didinding yang bisa kita gunakan untuk bermain games.
Namun games tersebut masih berkaitan dengan hal-hal tentang perjuangan bangsa Indonesia.
Hal tersebut juga sangat menarik sekali bagi pengunjung yang datang. Terdapat pula Ruangan
khusus ketika kita akan meninggalkan diorama 3 yaitu ruangan yang sempit dan terdapat
patung-patung yang beradegan penangkapan para pejuang bangsa terhadap pasukan penjajah.
Di ruangan tersebut seolah-olah seperti kejadian nyata yang bisa membuat pengunjung seperti
merasakan kejadian yang sebenarnya. Hal tersebut tentunya juga salah satu yang menjadi faktor
penarik museum untuk dikunjungi.
Di salah satu minirama menggambarkan kejadian di Desa Banaran, Banjarharjo, Kulon Progo
tahun 1948 – 1949 yaitu suasana dapur umum markas gerilya. Ketika itu Belanda berhsil
melakukan Agresi Militernya yang kedua di Yogyakarta. Rakya pun berbondong-bondong
mengungsi. Kebanyakan rakyat yang mengungsi adalah rakyat yang tinggal di sebelah timur
Sungai Progo yang kemudian pindah ke arah barat seungai tersebut. daerah tersebut menjadi
padat pengungsi oleh karena itu dibutuhkan dapur umum untuk memenuhi kebutuhan logistik
mereka. Dapur umum tersebut berada dirumah bapak Kariyo Utomo.
Terdapat pula minirama yang menggambarkan kejadian serangan umum 1 Maret 1949. Di
minirama tersebut terlihat pasukan gerilyawan TNI serta para pejuangan lain mengadakan
serangan terhadap Hotel Tugu. Serangan umum ini adalah bentuk reaksi atas pernyataan
Belanda yang menyatakan bahwa RI dan TNI sudah hancur. Serangan ini memilih watu siang
hari karena pada waktu itu Sultan HB IX berfikir bahwa serangan ini harus mempunyai dampak
internasional secara luas dan dipilihlah waktu siang hari karena dianggap mampu memberika
nilai politis yang mempengaruhi jalannya sidang di DK PBB. Tujuan dari serangan tersebut
adalah:
Tujuan politik
Untuk mendukung perjuangan perwakilan RI di DK PBB melawan Belnda yang menyatakan
bahwa TNI sudah hancur dan Yogyakarta sudah kembali normal.
Tujuan psikologis
Untuk mengobarkan semangat juang rakyat dan TNI. Memberikan kepercayaan kepada
rakyat bahwa TNI masih tetap setia pada tugasny dan terus gigih berjuang menghalau musuh.
Tujuan Militer
Sebagai sarana pembuktian kepada dunia internasional bahwa TNI masih tetap ada dan utuh.
Sekaligus membuktikan bahwa keberadaan Belanda di Yogyakarta itu tidak sah.
E. Diorama 4
Terdiri dari 7 buah minirama yang menggambarkan peristiwa sejarah pada saat periode
Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai pada Masa Orde Baru. Di ruang ini tidak terlalu
banyak diorama yang ditampilkan seperti di diorama lainnya. Salah satu minirama
menggambarkan adegan Presiden Soekarno membuka Konferensi Tingkat Menteri pada
tanggal 11 November 1959 dalam rangkaian Konferensi Rencana Colombo XI. Yogyakarta di
pilih menjadi tempat diselenggarakannya Konferensi tersebut. alasan memilih Yogyakarta
dikarenakan Yogyakarta telah berhasil melaksanakan konferensi internasional sebanyak dua
kali. Diantaranya Internasional Rubber Study Group Conference bulan Juli 1957 dan ECAFE
Conference bulan Oktober 1957. Konferensi tersebut akan dilaksanakan pada tanggal 26
Oktober sampai denagn 14 November 1959. Masalah kepanitiaan mendapatkan bantuan tenaga
dari para mahasiswa UGM yang berada di Sekip dan Bulaksumur.
BAB IX
MALIOBORO
Malioboro adalah nama salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang
dari Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Secara keseluruhan
terdiri dari Jalan Pangeran Mangkubumi, Jalan Malioboro dan Jalan Jend. A. Yani. Jalan ini
merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta. Terdapat beberapa obyek bersejarah di
kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar
Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret.
Kawasan Malioboro sebagai salah satu kawasan wisata belanja andalan kota Jogja, ini
didukung oleh adanya pertokoan, rumah makan, pusat perbelanjaan, dan tak ketinggalan para
pedagang kaki limanya. Untuk pertokoan, pusat perbelanjaan dan rumah makan yang ada
sebenarnya sama seperti pusat bisnis dan belanja di kota-kota besar lainnya, yang
disemarakan dengan nama-merk besar dan ada juga nama-nama lokal. Barang yang
diperdagangkan dari barang import maupun lokal, dari kebutuhan sehari-hari sampai dengan
barang elektronika, mebel dan lain sebagainya. Juga menyediakan aneka kerajinan, misal
batik, wayang, ayaman, tas dan lain sebagainya. Terdapat pula tempat penukaran mata uang
asing, bank, hotel bintang lima hingga tipe melati.
Keramaian dan semaraknya Malioboro juga tidak terlepas dari banyaknya pedagang kaki
lima yang berjajar sepanjang jalan Malioboro menjajakan dagangannya, hampir semuanya
yang ditawarkan adalah barang/benda khas Jogja sebagai souvenir/oleh-oleh bagi para
wisatawan. Mereka berdagang kerajinan rakyat khas Jogjakarta, antara lain kerajinan ayaman
rotan, kulit, batik, perak, bambu dan lainnya, dalam bentuk pakaian batik, tas kulit, sepatu
kulit, hiasan rotan, wayang kulit, gantungan kunci bambu, sendok/garpu perak, blangkon
batik [semacan topi khas Jogja/Jawa], kaos dengan berbagai model/tulisan dan masih banyak
yang lainnya. Para pedagang kaki lima ini ada yang menggelar dagangannya diatas meja,
gerobak adapula yang hanya menggelar plastik di lantai. Sehingga saat pengunjung
Malioboro cukup ramai saja antar pengunjung akan saling berdesakan karena sempitnya jalan
bagi para pejalan kaki karena cukup padat dan banyaknya pedagang di sisi kanan dan kiri.
Dan ini juga perlu di waspadai atau mendapat perhatian khusus karena kawasan Malioboro
menjadi rawan akan tindak kejahatan, ini terbukti dengan tidak sedikitnya laporan ke pihak
kepolisian terdekat soal pencopetan atau penodongan, dan tidak jarang pula wisatan asing
juga menjadi korban kejahatan dan ini sangat memalukan sebenarnya
BAB X
PENUTUP
1. A. Kesimpulan
Maka dapat disimpulkan bahwa tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja itu sangat
banyak,dan kita harus senantiasa menjaga serta merawatnya agar tetap asri seperti
aslinya.agar menarik para wisatawan untuk berlibur ke jogja.
Selain itu,kota jogja yang menawan itu tidak harus kita tambahkan dengan budaya-budaya
barat yang kita rasa sangat bagus atau trend.tapi justru itu salah,kita harus tetap menjaga
budaya asli jogja itu sendiri agar mempunyai keaslian yang khas dimata dunia.
Jogja merupakan salah satu kota favorit para wisatawan untuk berlibur dan menghabiskan
sisa waktu istirahatnya di tempat-tempat wisata yang ada di jogja.walaupun banyak cerita-
cerita mistis yang beredar di masyarakat luas,para wisatawan tetap antusias menikmati
tempat-tempat pariwisata yang ada di jogja.
1. B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan karya tulis ini banyak ditemui kesulitan, oleh
karena itu kami mengharapkan saran dan kritik agar kami dapat menyempurnakan karya tulis
ini.
Demikianlah Kesimpulan dan saran dalam pembuatan karya tulis ini. Dalam pembuatan
karya tulis ini banyak sekali kekurangan-kekurangan, untuk itu penulis sebagai manusia
biasa mohon maaf atas segala keurangan dan kekhilafan. Semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi kita semua.