Di susun oleh :
KEMENTRIAN PERINDUSTRIAN
1
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ..................................................................................3
BAB I RADIKALISME
BAB II SEKULARISME
PENUTUP
1. Kesimpulan .................................................................................... 22
2. Saran .............................................................................................. 22
2
PENDAHULUAN
3
radikalisme dalam beragama,dan lagi-lagi Islamlah yang mendapat tudingan
sebagai biang pencetus segala aksi kekerasan di berbagai belahan dunia. Di satu
sisi mungkin pendapat ini bisa dianggap benar, karena sebagian besar tindakan
terorisme tersebut dilakukan oleh orang (yang mengaku) Islam. Mereka
berasumsi bahwa sikap tersebut adalah manifestasi jihad dan balasannya adalah
surga. Namun di sisi lain, mereka tidak menyadari bahwa tindakan tersebut
adalah dampak dari pemahaman yang parsial terhadap teks keagamaan sehingga
diaplikasikan dalam tindakan yang jauh dari makna kontekstual yang diharapkan.
Sementara itu Fundamentalisme agama kembali menjadi isu penting pasca
terjadinya penembakan dan penangkapan terhadap “aktivis-aktivis”Muslim serta
penemuan senjata dan bahan peledak di wilayah-wilayah basis para “aktivis”
tersebut beberapa waktu yang lalu. Peristiwa-peristiwa tersebut memunculkan
kembali wacana fundamentalisme agama yang sempat meredup setelah mulai
terlupakannya aksi terorisme di gedung World Trade Center (WTC), Amerika
Serikat, pada 11 September 2001 yang menewaskan hampir tiga ribu orang
tersebut. Dalam konteks keindonesiaan, isu fundamentalisme agama menjadi
lebih menghangat setelah terjadinya kasus bom Bali yang menewaskan 180 orang,
yang sebagian besar adalah warga negara asing. Dan yang terakhir Sekulerisme,
Di Indonesia kata sekularisasi ataupun sekularisme merupakan kata yang ‘haram’
untuk dibicarakan. Seringkali masyarakat di Indonesia menyamaratakan kedua
kata tersebut sebagai suatu paham yang anti agama. Di Indonesia sendiri isu
mengenai sekularisasi pertama dilontarkan pada tahun 1970-an oleh Nurcholish
Majid dan telah menimbulkan perdebatan yang cukup berkepanjangan. Pada
akhirnya perdebatan tersebut memunculkan dikotomi kelompok, ada yang pro
dan ada yang kontra. Dalam makalah ini, kami lebih menitik beratkan masalah
fundamentalisme, radikalisme dan sekularisme pada masa modern (saat ini),
meski ada kajian sejarah tentang fundamentalisme, radikalisme dan terorisme
pada masa klasik.
4
BAB I
RADIKALISME
I. Pengertian
5
Dalam konteks teologi Islam, Khawarij berpedoman kepada kelompok
atau aliran kalam yang berasal dari pengikut Ali bin Abi Thalib yang kemudian
keluar dari barisannya, karena ketidaksetujuannya terhadap keputusan Ali yang
menerima arbitrase (tahkim) ataupun perjanjian damai dengan kelompok
pemberontak Mu’awiyah bin Abi Sufyan mengenai persengketaan kekuasaan
(khilafah). Menurut kelompok Khawarij, keputusan yang diambil Ali adalah
sikap yang salah dan hanya menguntungkan kelompok pemberontak. Situasi
inilah yang melatarbelakangi sebagian barisan tentara Ali keluar meninggalkan
barisannya.
6
Sejarah mencatat, bahwa dalam perjanjian damai itu, kedua belah pihak
menandatangani kesepakatan untuk tidak menjatuhkan kedua pemuka sahabat
yang bertentangan itu. Tetapi, karena kelicikan Amir bin al-Ash, arbitrase
tersebut menguntungkan pihak Mu’awiyah, karena ia mengumumkan hanya
menyetujui pemakzulan Ali bin Abi Thalib yang diumumkan lebih dulu oleh
Abu Musa al-Asy’ari, dan menolak menjatuhkan Mu’awiyah. Akibatnya,
kedudukan Mu’awiyah naik menjadi Khalifah yang tidak resmi alias tidak sah.
Jadi Khawarij, sebagai sebuah kelompok sempalan dalam Islam yang berpikir
radikal, merupakan sebuah bentuk yang lahir dari kekecewaan politik terhadap
arbitrase yang merugikan kelompok Ali bin Abi Thalib. Akhirnya, sebagain dari
pendukung Ali keluar, dan berpendapat ekstrim bahwa perang tersebut tidak dapat
diselesaikan dengan tahkim manusia. Tetapi putusan hanya datang dari Allah swt
dengan cara kembali kepada hukum yang ada di dalam al-Qur’an dan Sunnah
Nabi. Semboyan mereka adalah La hukma Illa Lillah (tidak ada hukum selain
hukum Allah). Mereka, yang keluar dari kelompk Ali bin Abi Thalib ini,
yang kemudian menamakan dirinya golongan “Khawarij” memnadnag dan
mencap bahwa Ali bin Abi Thalib, Amir bin al-Ash, Abu Musa al-Asy’ari, dan
Mu’awiyah, serta yang lainnya yang setuju atau menerima arbitrase atau tahkim
adalah sebagai kafir, karena tidak kembali ke al-Qur’an dalam menyelesaikan
pertikaian tersebut. Persoalan kafir ini menjadi dasar awal persoalan teologis
dalam Islam, di mana kelompok “khawarij” adalah pendirinya. karena mereka
memandang sahabat yang terlibat dalam arbitrase itu adalah kafir, maka berarti
mereka diklaim kluar dari Islam alias murtad, dan karena itu halal darahnya untuk
dibunuh. Akhirnya, sebagaimana terbukti dalam sejarah, akhirnya Khalifah Ali
bin Abi Thalib berhasil dibunuh. Radikalisme Khawarij sebagai pemberontak
telah terbukti dalam sejarah. Tidak hanya di masa Ali, Khawarij meneruskan
perlawananya terhadap kekuasaan Islam resmi, baik di zaman Dinasti Bani
Umayyah maupun Abbasiyah. Oleh karena itu, mereka memilih Imam
sendiri dan membentuk pemerintahan kaum Khawarij
7
musyrik dialamatkan oleh kaum Khawarij kepada siapa saja orang yang tidak
sepaham dengan golongannya, bahkan terdapat orang yang sepaham tetapi tidak
mau hijrah ke daerah mereka. Bahkan mereka menyebutnya sebagai “dar al-
harb”, sehingga dapat dibunuh. Berhubung dengan perbuatan yang sangat
kejam itu, Azyumardi Azra menyebut aksi kaum Khawarij sebagai isti’rad, yaitu
eksekusi keagamaan, bukan sebuah jihad.
8
3. Memperdebatkan persoalan- persoalan parsial, sehingga mengenyampinkan
persoalan besar
5. Kerancuan konsep
7. Mempelajari ilmu hanya dari buku dan mempelajari Alquran hanya dari
mushhaf.
Dengan indikasi-indikasi seperti di atas, maka ormas -ormas Islam seperti FPI,
Majelis Mujahidin, Laskar Jih ad Ahlussunnah Waljamaah dan KISDI, dapat saja
dikelompokkan sebagai Islam Radikal yang tetap dan senantiasa
memperjuangkan Islam secara kaffah. Mereka mendasarkan praktek
keagamaannya pada orientasi salafi, yang pada akhirnya mereka memusuhi
Barat.
Demikian pula telah diuraikan bahwa kaum radikalisme Islam sering kali
diasosiasikan sebagai kelompok ekstrim Islam yang menjadikan jihad
sebagai bagian integral. Seperti tersirat dalam sejarah bahwa istilah jihad
9
secara alamiah diartikan sebagai perang untu k memperluas tanah kekuasaan
dan pengaruh Islam. Dari aspek sejarah ini, maka penganut radikalisme
Islam berpendirian bahwa universalisme Islam itu haruslah diwujudkan
melalui jihad dan dengan demikian memperluas kekuasaan Islam ( dār al -
Islām) ke seluruh dunia. Kaitannya dengan ini, Azyumardi Azra menyatakan
bahwa bagi penganut radikalisme Islam, jihad merupakan rukun iman, yang tak
dapat ditinggalkan dan dilonggarkan, baik bagi individu maupun komunitas
kolektif Muslimin. Hanya saja, pada perkembangan sel anjutnya dan
berbarengan dengan ekspansi dār al Islām, perjalanan historis umat Islam
sendiri kian kompleks pada gilirannya menciptakan orientasi lain dalam
jihad. Ibn Taymiyah misalnya, merumuskan bahwa jihad identik dengan al-
harb (perang). Bagi nya, ada dua hal yang dapat menegakkan dan
mempertahankan agama, yaitu Alquran dan pedang. Di sini jelas sekali bahwa
Ibn Taymiyah meyerukan perjuangan yang tak henti -hentinya terhadap orang -
orang kafir melalui jihad.
10
SEKULARISME
I. Pengertian
Secara etimologi sekularisme berasal dari kata saeculum (bahasa latin),
mempunyai arti dengan dua konotasi waktu dan lokasi: waktu menunjukan
kepada pengertian “sekarang‟ atau “ kini‟, dan waktu menunjuk kepada
pengertian “dunia‟ atau “ duniawi‟ Sekularisme juga memiliki arti fashluddin
anil haya, yaitu memisahkan peran agama dari kehidupan yang berarti agama
hanya mengurusi hubungan antara individu dan penciptanya saja. Maka
sekularisme secara bahasa bisa diartikan sebagai faham yang hanya melihat
kepada kehidupan saat ini saja dan di dunia ini. Tanpa ada perhatian sama sekali
kepada hal-hal yang bersifat spiritual seperti adanya kehidupan setelah
kematian yang notabene adalah inti dari ajaran agama. Sekularisme secara
terminologi sering didefinisikan sebagai sebuah konsep yang memisahkan
antara negara (politik) dan agama (state and religion). Yaitu, bahwa negara
merupakan lembaga yang mengurusi tatanan hidup yang bersifat duniawi
dan tidak ada hubungannya dengan yang berbau akhirat, sedangkan agama
adalah lembaga yang hanya mengatur hubungan manusia dengan hal-hal
yang bersifat metafisis dan bersifat spiritual, seperti hubungan manusia
dengan tuhan. Maka, menurut para sekular, negara dan agama yang dianggap
masing-masing mempunyai kutub yang berbeda tidak bisa disatukan. Masing -
masing haruslah berada pada jalurnya sendiri-sendiri.
11
Jadi menurut Cox, sekularisasi adalah pembebasan manusia dari
asuhan agama dan metafisika, pengalihan perhatiannya dari dunia lain menuju
dunia kini. Karena sudah menjadi satu keharusan, kata Cox, maka kaum kristen
tidak seyogyanya menolak sekularisasi. Sebab sekularisasi merupakan
konsekuensi otentik dari kepercayaan bible. Maka, tugas kaum kristiani
adalah menyokong dan memelihara sekularisasi.
1. Disentchantmen of nature
2. Desacralization of politics
3. Deconsecration of values
12
keyakinan bahwa Tuhan tidak ada. Karena secara agonitisisme, ketika Tuhan
sebagai esensi dan eksistensi yang tidak mungkin dibuktikan keberadaannya baik
secara akal maupun secara empiris, maka tidak ada bedanya meyakini apakah
Tuhan itu ada atau tidak. Itulah istilah halus dari atheisme, agnotisisme.
13
Jadi, Sekularisme tidak seperti sekularisasi yang menisbikan semua nilai
dan memberikan keterbukaan bagi perubahan. Dari alasan inilah mereka
(barat) menanggap sekularisme sebagai ancaman yang harus diwaspadai dan
diawasi oleh negara agar tidak menjadi ideologi negara.
Peradaban barat pernah mengalami masa pahit, yang mereka sebut “the
dark ages” atau zaman kegelapan. Zaman itu dimulai ketika Imperium Romawi
barat runtuh pada tahun 476 dan digantikan mulai munculnya gereja segamai
institusi yang menguasai eropa hingga abad 14. Pada selang waktu itu terjadi
perubahan besar dalam peradaban barat, dimana gereja mendominasi segala
aspek kehidupan, terutama dalam politik dengan pemerintahan teokrasinya.
14
Protestan sejak awal abad ke-16, sebuah reaksi terhadap maraknya korupsi
di kalangan Gereja yang mengatakan telah memanipulasi dan memolitisasi
agama untuk kepentingan pribadi. Maka tidaklah berlebihan bahwa sekularisasi di
barat adalah proses wajar dan niscaya bagi masyarakatnya. Ada beberapa hal yang
menjadi penyebab lahirnya sekularisme dari rahim kristen barat.
Diantaranya ialah:
Ketiga, karena dalam kristen ada teori two swords yang menyatakan
bahwa adanya dua kekuasaan yaitu kekuasaan Tuhan yang diwakili oleh
Gereja dan kekuasaan dunia yang diwakili oleh raja atau penguasa, dan hal ini
adalah apa yang disabdakan sendiri oleh Yesus sebagaimana yang dikisahkan
injil, ‟Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan berikanlah
15
kepada Tuhan apa yang menjadi hak Tuhan”. Pada teori two swords inilah
sebenarnya sudah mengandung benih-benih sekularisme.
Dari empat sebab itulah (diantaranya) kristen mempunyai potensi besar untuk
melahirkan sekularisme.
16
Hal senada dikemukakan almarhum Prof Dr H Mohammad Rasjidi.
Rasjidi beranggapan bahwa sekularisme dan sekularisasi membawa pengaruh
merugikan bagi Islam dan umatnya. Karena itu, keduanya harus dihilangkan.
Baginya, pemikiran baru itu memang dapat menimbulkan dampak positif, seperti
membebaskan umat dari kebodohan.
17
FUNDAMENTALISME
I. Pengertian
18
menggambarkan reaksi-reaksi kalangan fundamentalis ter hadap kaum liberal
Islam atau sebutan lain untuk kaum modernis. Gerakan fundamentalisme
ini yang disebut Fazlurrahman sebagai gerakan revival is, berawal dengan
hadirnya gerakan revivalis pra-modernis, terutama lewat gerakan Ibn Abd
alWahab (Wahabiyah), yang oleh Fazlurrahman (1979) digambarkan sebagai
denyut pertama kehidupan Islam, setelah mengalami kemorosotan beberapa
abad sebelumnya. Untuk pertama kali setelah lima abad sebelumnya, Ibn
Taimiyah (w.1328) berjuang sendirian, gerakan ini pun mengambil jalan
fundamentalis. Yakni, mempersoalkan tradisi Islam yang hidup dengan jalan
mengkonfrontasikannya pada sumber-sumber asli Islam.
Di Indonesia, gerakan revivalis awal ini bolehlah dirujuk pada
gerakan Padri di Minangkabau, sekitar abad XIX. Gerakan ini merupakan
gerakan pra-modernis pertama di Indonesia, yang berakar dalam gerakan
Tuanku Nan Tao, dan khususnya lagi setelah kembalinya ''tiga haji'' dari
Tanah Suci Makkah, yakni Haji Miskin, Haji Sumanik, Haji Piabang. (Rahman,
2001: 432).
19
tidak setia kepada prinsip? Dalam hal ini, semua itu hendaknya dijalankan dengan
cara yang santun dan tidak menakutkan orang lain.
20
Kedua, kekurangan mereka juga terletak pada sikap dan pandangannya
yang eksklusif, yaitu pandangan yang bertolak dari keyakinan bahwa pandangan
dan keyakinan merekalah yang paling benar. Sementara itu, sikap dan pandangan
orang lain yang tidak sejalan dengan mereka dianggap salah. Sebagai akibat, dari
sikap dan pandangan yang demikian, mereka cenderung tertutup dan tidak mau
menerima pandangan dan sikap orang lain yang berbeda tidak terbuka dan tidak
ada jalan baginya untuk berdialog.
Ketiga, dari segi budaya dan sosial dalam menyikapi berbagai produk
budaya modern yang bersifat kultural seperti pakaian, alat-alat keperluan
kebersihan dan lain sebagainya yang bersifat konservatif. Kehidupan mereka
terkesan kolot, kuno bahkan cenderung nyeleneh.
21
PENUTUP
I. Kesimpulan
Kesimpulan yang kami peroleh dari pemaparan adanya isu- isu seperti
radikalisme,sekularisme, dan fundamentalisme diatas, dapat disimpulkan
bahwa :
1. Radikalisme tidak sesuai dengan ajaran Islam sehingga tidak patut untuk
ditunjukan dalam agama Islam karena sesungguhnya dalam Islam tidak
ada yang namanya Islam radikal. Dalam Al – Qur’an dan Hadist sendiri
memerintahkan umatnya untuk saling menghormati dan menyayangi serta
bersikap lemah lembut kepada orang lain meskipun orang lain tersebut
berbeda keyakinan dengan kita.
2. Islam dan sekularisme memiliki karakterisktik yang berbeda, sehingga
Islam yang memiliki pandangan alam (worldview) yang menyeluruh
tidak bisa dan tidak cocok dengan paham sekularisme
3. Fundamentalime Islam secara dasarnya adalah sikap dan pandangan yang
berpegang teguh pada dasar – dasar pokok dalam Islam dan tidak
mengaitkan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
II. Saran
Saran yang penulis berikan untuk arah perkembangan yang lebih baik
selanjutnya yairtu, isu radikalisme, sekularisme, dan fundamentalisme telah
menjadi isu yang kini mengancam jiwa serta kedaulatan NKRI. Oleh
karenanya, seluruh elemen baik itu pemerintah maupun rakyat harus
bekerjasama dan bersinergi, bahu – membahu dalam menanggulanginya agar
tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan.
22
DAFTAR PUSTAKA
23