CBR Aljabar Linear
CBR Aljabar Linear
Disusun
Oleh:
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kami
rahmat kesehatan dan kesempatan, sehingga bisa menyusun atau menyelesaikan
penyusunan CBR ini.
Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak /ibuk dosen yang telah
membimbing penulis dan pihak-pihak yang telah membantu dalam pembuatan CBR ini.
CBR ini saya yakini bahwa jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangannya
seperti pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, baik isi maupun
penyusunnya. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
kesempurnaan tugas ini.
Akhir kata saya mengucapkan terimakasih, semoga dapat bermanfaat dan bisa
menambah pengetahuan bagi pembaca.
Tgl....../Bln......,/2018
Penyusun ....................
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN.........................................................................................................
4.1 Referensi...............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan utama untuk memenuhi tugas mata kuliah Aljabar
Linear Elementer, yang diberikan oleh dosen kami. Dan tujuan berikutnya adalah sebagai
sumber informasi yang kami harapkan bermanfaat dan dapat menambah wawasan para
pembaca makalah ini.
1.4 Mampaat
1.Mengetahi Materi yang di berikan
2.Menambah penegtahuan / Wawasan Mahasiswa
BAB II
PEMBAHASAN
Penerbit : Erlangga
Edisi : v
2.2 Sistem Persamaan Linear
Contoh :
2 x1 3x2 4
3x1 4 x2 5
2 3 4
[ ]
3 4 5
1. Konsisten
Solusi Tunggal
Solusi Banyak
2. Tidak Konsisten
g1 =2x−3y=6
𝑔2 =3𝑥+𝑦=4
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑝𝑒𝑟𝑠𝑎𝑚𝑎𝑎𝑛=𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘 𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑏𝑒𝑙
𝑚 = 𝑛
2.3 Eliminasi Gaus
Pada bagian ini kita akan memberikan prosedur yang sistematik untuk memecahkan
sistem-sistem persamaan linear; prosedur tersebut didasarkan kepada gagasan untuk
mereduksi matriks yang diperbesar menjadi bentuk yang cukup sederhana sehingga sistem
persamaan tersebut dapat dipecahkan dengan memeriksa sistem tersebut.
1 0 0 1
[0 1 0 2]
0 0 1 3
Matriks di atas adalah contoh matriks yang dinyatakan dalam bentuk eselon baris
terreduksi (reduced row-echelon form). Supaya berbentuk seperti ini, maka matriks tersebut
harus mempunyai sifat-sifat berikut.
1. Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan taknol pertama dalam baris
tersebut adalah 1. (Kita namakan 1 utama).
2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka semua baris seperti itu
dikelompokkan bersama-sama di bawah matriks.
3. Dalam sebarang dua baris yang berurutan yang seluruhnya tidak terdiri dari nol, maka
1 utama dalam baris yang lebih rendah terdapat lebih jauh ke kanan dari 1 utama
dalam baris yang lebih tinggi.
4. Masing-masing kolom yang mengandung 1 utama mempunyai nol di tempat lain.
Matriks yang memiliki sifat-sifar 1,2 dan 3 dapat dikatakan dalam bentuk eselon baris
(row-echelon form).
Berikut ini adalah beberapa contoh matriks dalam bentuk seselon baris terreduksi.
0 1 −2 0 1
1 0 0 4 1 0 0
0 0 1 3] [0 0]
[0 1 0 7 ] [0 1 0] [0
0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 −1 0 0 1 0 0 0 0 0
1 2 3 9 1 1 0 0 1 2 6 0
[0 1 5 6] [0 1 0] [0 0 1 2 0]
0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 1
Prosedur untuk meredusi matriks menjadi bentuk eselon baris terreduksi dinamakan
eliminasi Gauss-Jordan, sedangkan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris
dinamakan eliminasi Gauss.
Contoh 1:
1 3 −2 0 2 0 0
[2 6 −5 −2 4 −3 −1]
0 0 5 10 0 15 5
2 6 0 8 4 18 6
Dengan menambahkan -2 kali baris pertama pada baris kedua dan keempat maka akan
mendapatkan
1 3 −2 0 2 0 0
[0 0 −1 −2 0 −3 −1]
0 0 5 10 0 15 5
0 0 4 8 0 18 6
Dengan mengalikan dengan -1 dan kemudian menambahkan -5 kali baris kedua kepada baris
ketiga dan -4 kali baris kedua kepada baris keempat maka akan memberikan
1 3 −2 0 2 0 0
[0 0 1 2 0 3 1]
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 6 2
Dengan mempertukarkan baris ketiga dengan baris keempat dan kemudian mengalikan baris
ketiga dari matriks yang dihasilkan dengan 1/6 maka akan memberikan bentuk eselon baris
1 3 −2 0 2 0 0
[0 0 1 2 0 3 11 ]
0 0 0 0 0 1 3
0 0 0 0 0 0 0
Dengan menambahkan -3 kali baris ketiga pada baris kedua dan kemudian menambahkan 2
kali baris kedua dari matriks yang dihasilkan pada baris pertama maka akan menghasilkan
bentuk eselon baris terreduksi
1 3 −2 0 2 0 0
[0 0 1 2 0 0 01 ]
0 0 0 0 0 1 3
0 0 0 0 0 0 0
x3 + 2x4 =0
1
x6 =3
x3 = – 2x4
1
x6 = 3
Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka
himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus
1
x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 =
3
1 3 −2 0 2 0 0
[0 0 1 2 0 0 01 ]
0 0 0 0 0 1 3
0 0 0 0 0 0 0
x3 + 2x4 + 3x6 = 1
1
x6 =3
Tiap-tiap sistem persamaan linier homogen adalah sistem yang konsisten, karena x1 =
0, x2 = 0,….., xn = 0 selalu merupakan pemecahan. Pemecahan terebut, dinamakan
pemecahan trivial (trivial solution); jika ada pemecahan lain, maka pemecahan tersebut
dinamakan pemecahan taktrivial (nontrivial solution).
Karena sistem persamaan linier homogen harus konsisten, maka terdapat satu
pemecahan atau tak terhingga banyaknya pemecahan. Karena salah satu di antara pemecahan
ini adalah pemecahan trivial, maka kita dapat membuat pernyataan berikut.
Untuk sistem persamaan-persamaan linier homogeny, maka persis salah satu di antara
pernyataan berikut benar.
Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai pemecahan tak
trivial ; yakni, jika sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui dari
banyaknya persamaan. Untuk melihat mengapa hanya demikian, tinjaulah contoh berikut dari
empat persamaan dengan lima bilangan tak diketahui.
Contoh :
2X + 2X2 – X3 + X5 =0
-X1 – X2 + 2X3 – X4 + X5 = 0
X1 + X2 – 2X3 - 5X5 =0
X3 + X4 + X5 =0
Dengan mereduksi matriks ii menjadi bentuk eselon baris tereduksi, maka kita dapatkan
1 1 0 0 1 0
[0 0 1 0 1 0]
0 0 0 1 0 0
0 0 0 0 0 0
X1 + X2 + X5 = 0
X3 + X5 = 0
X4 = 0
X3 = -X5
X4 = 0
X1 = -s – t, X2 = s, X3 = -t , X4 = 0, X5 = t
Matriks
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan
dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.
Operasi Matriks
1. Penjumlahan :
Definisi : jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka
jumlah A + B adalah matriks yang di peroleh dengan menambahkan bersama-sama
entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya
berbeda tidak dapat di tambahkan.
𝑎 𝑏 𝑒 𝑓
A =[ ] , B =[ ]
𝑐 𝑑 𝑔 ℎ
𝑎 𝑏 𝑒 𝑓 𝑎+𝑒 𝑏+𝑓
A+B=[ ]+[ ] =[ ]
𝑐 𝑑 𝑔 ℎ 𝑐+𝑔 𝑑+ℎ
1 3 4
1 3 3 4
Contoh : A = [ ],B=[ ] , C = [2 3 1 ]
4 5 1 3
3 4 5
4 7
A+B=[ ]
5 8
Sedangkan A + C dan B + C tidak di definisikan.
2. Perkalian dengan konstanta
Definisi : Jka A adalah suatu matriks dan c adalah scalar, maka hasil kali cA adalah
matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing=masing entri dari A oleh c.
𝑎 𝑏 𝑐𝑎 𝑐𝑏
c[ ]=[ ]
𝑐 𝑑 𝑐𝑐 𝑐𝑑
1 3 4 2 6 8
Contoh : A = [2 3 1] , maka 2A = [4 6 2]
3 4 5 6 8 10
Transpose
Definisi : Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka Transpos A dinyatakan oleh At
dan didefinisikan dengan matriks n x m yang kolom pertmanya adalah baris pertama dari A,
kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juaga dengan kolom ketiga adalah baris
ketiga dari A, dan seterusnya.
𝑎 𝑏 𝑐 𝑎 𝑑 𝑔
A = [𝑑 𝑒 𝑓 ] A = [𝑏
t
𝑒 ℎ]
𝑔 ℎ 𝑖 𝑐 𝑓 𝑖
2 6 8 2 4 6
Contoh : A = [4 6 2 ] At = [6 6 8]
6 8 10 8 2 10
Walaupun banyak dari aturan-aturan ilmu hitung bilangan riil berlaku juga untuk
matriks, namun terdapat beberapa pengecualian. Salah satu dari pengecualian yang terpenting
terjadi dalam perkalian matriks. Untuk bilangan-bilangan rill a dan b, kita selalu mempunyai
ab = bayang sering dinamakan hukum komutatif untuk perkalian. Akan tetapi, untuk matriks-
matriks, maka AB dan BA tidak perlu sama.
Tinjaulah matriks-matriks
1 0 1 2
A B
2 3 3 0
1 2 3 6
AB BA
11 4 3 0
Jadi, AB ≠ BA
2.7 Matriks Elementer dan Metode untuk mencari A-1
1 0 0 0
0 1 0 3 1 0 0
1 0 0 0 1
(i) 0 3 (ii) (iii) 0 1 0 (iv) 0 1 0
0 0 1 0
0 0 1 0 0 1
0 1 0 0
Operasi-operasi d ruas kanan dari tabel ini dinamakan operasi invers dari operasi-
operasi yang bersesuaian di ruas kiri.
Teorema 11 : Setiap matriks elementer dapat dibalik, dan inversnya adalah juga
matriks elementer.
Bukti. Jika E adalah matriks elementer, maka E dihasilkan dari peragaan operasi baris pada I.
Misalnya Eo adalah matriks yang dihasilkan bila invers operasi ini diterapkan pada I. Baris
invers akan saling meniadakan efek satu sama lain, maka diperoleh
A I = I A-1
Contoh :
1 0 2
A = 2 1 3 A-1 = . . . ?
4 1 8
Jawab :
1 0 2 1 0 0
[2 −1 3 Baris ke 2 dikurang 2 kali baris pertama dan baris ke
A I= 0 1 0]
4 1 8 0 0 1 3 dikurang 4 kali baris pertama untuk mendapatkan
nol.
1 0 2 1 0 0
= [0 −1 −1 −2 1 0]
0 1 0 −4 0 1 Baris ke 2 ditukar baris
ke3.
1 0 2 1 0 0
Baris ke 3 dikalikan – baris ke 3, untuk
[
= 0 1 0 −4 0 1]
mendapatkan 1 utama.
0 −1 −1 −2 1 0
1 0 2 1 0 0
Baris ke 3 dikurangi baris ke 2 untuk
= [0 1 0 −4 0 1]
mendapatkan nol.
0 1 1 2 −1 0
1 0 2 1 0 0
= [0 1 0 −4 0 1]
0 0 1 6 −1 −1
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Kelebihan Buku
Disini kelebihan buku ini dapat dilihat dari pembahasannya yang sangat jelas
sehingga pembaca mudah memahami dan mengerti mengenai materi yang bersangkutan dan
juga metode penyusunan materinya juga sangat rapi disini atau di buku ini menerangkannya
mulai yang terkecil dahulu baru masuk masuk ke materi materi yang mulai agak susah .
2.Kekurangan Buku
Kekurangan yang dapat saya ambil dari buku ini yaitu kurangnya gambar yang
menunjukkkan hasil data dan juga di buku ini agak terlalu besar sehingga tidak
memungkinkan untuk dibawa tiap saat.
3.2 Saran
Saran yang dapat saya berikan mengenai kritikan buku ini supaya gambarnya agak di
perbanyak dan juga mengurangi tabel karena dibuku ini sangat bayak sekali meampilkan
tabel mungkin cuman ini saran yang dapat saya berikan
DAFTAR PUSTAKA