Anda di halaman 1dari 29

Mata Kuliah : Aljabar Linear Elementer

Dosen : Tari Mandalega Orawati, S.Pd

MAKALAH
ALJABAR LINEAR ELEMENTER

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

Hendra Saputra D

FADILLA KURNIA UTAMI

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN
ILMU PENDIDIKAN
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan
maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh
karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Selatpanjang,29 Desember 2020

Fadilla Kurnia Utami

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ 2
DAFTAR ISI........................................................................................................... 3

BAB I – PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG............................................................................ 4


1.2 TUJUAN................................................................................................ 4

BAB II – SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS

2.1 SISTEM PERSAMAAN LINEAR.......................................................


.....................................................................................................................5
2.2 ELIMINASI GAUSS............................................................................
.....................................................................................................................6
2.3 SISTEM PERSAMAAN LINEAR HOMOGEN..................................
....................................................................................................................11
2.4 MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS..............................................
....................................................................................................................13

BAB III – DETERMINAN

3.1 FUNGSI DETERMINAN.....................................................................


....................................................................................................................15
3.2 MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS.......
....................................................................................................................15
3.3 SIFAT-SIFAT FUNGSI DETERMINAN............................................
....................................................................................................................18
3.4 EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER................................
....................................................................................................................20

BAB VI – PENUTUP............................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 28

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Banyak orang yang beranggapan bahwa Matematika itu rumit, karena alasan itulah
banyak orang yang menghindari Matematika. Padahal Matematika dapat kita jumpai di dalam
kehidupan sehari-hari, dan mau tidak mau kita pasti menggunakan Matematika. Oleh karena
itu kami membuat makalah ini dengan maksud membantu pemahaman masyarakat agar
mereka tidak menilai Matematika adalah sesuatu yang buruk.

1.2 TUJUAN

Makalah ini dibuat dengan tujuan utama untuk memenuhi tugas Remidial mata kuliah
Aljabar Linear Elementer, yang diberikan oleh dosen kami Ibu Tari Mandalega Orawati,
S.Pd. Dan tujuan berikutnya adalah sebagai sumber informasi yang kami harapkan
bermanfaat dan dapat menambah wawasan para pembaca makalah ini.

1.3 METODE PENULISAN

Dalam metode ini penulis membaca buku-buku yang berkaitan dengan penulisan
makalah ini, selain itu penulis juga mencari sumber-sumber dari internet.

4
BAB II

SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS

2.1 SISTEM PERSAMAAN LINIER

Definisi : Suatu sistem yang memiliki m persamaan dan n variabel.

( Bilangan yang tidak diketahui ).

a11 x 1 + a 12 x 2 +. ..+ a1 n x n= b1
a21 x 1 + a 22 x 2 +. ..+ a2 n x n = b2
⋮ ⋮ ⋮
am 1 x 1 + am 2 x 2 +.. .+ a mn x n = b m

SPL mempunyai m persamaan dan n variable.

Matris yang diperbesar (augmented matrix)

a11 a12 . .. a1 n b 1

[ a21 a 22 . .. a2 n b 2
⋮ ⋮ ⋮ ⋮
am 1 am 2 a mn b m
]
Contoh :

2 x 1 +3 x 2 =4
3 x1 +4 x 2 =5

[ 23 3 4
4 5 ]
5
Solusi ( Pemecahan ) SPL, di bagi menjadi 2, yaitu :

1. Konsisten
 Solusi Tunggal
 Solusi Banyak

2. Tidak Konsisten

Contoh : Solusi Tunggal

g1 =2 x−3 y =6
g2=3 x + y=4
banyak persamaan=banyak variabel
m=n

Contoh : Solusi Banyak

g1 = 2x - 3y = 6

g2 = 2x – 3y =6

m< n

Contoh : Tidak Konsisten

g 1=2 x−3 y=6


g 2=2 x−3 y=8
0=−2

0 = Konstanta

2.2 ELIMINASI GAUSS

Pada bagian ini kita akan memberikan prosedur yang sistematik untuk memecahkan
sistem-sistem persamaan linear; prosedur tersebut didasarkan kepada gagasan untuk
mereduksi matriks yang diperbesar menjadi bentuk yang cukup sederhana sehingga sistem
persamaan tersebut dapat dipecahkan dengan memeriksa sistem tersebut.

6
1 0 01

[ 0 1 02
0 0 13 ]
Matriks di atas adalah contoh matriks yang dinyatakan dalam bentuk eselon baris
terreduksi (reduced row-echelon form). Supaya berbentuk seperti ini, maka matriks tersebut
harus mempunyai sifat-sifat berikut.

1. Jika baris tidak terdiri seluruhnya dari nol, maka bilangan taknol pertama dalam baris
tersebut adalah 1. (Kita namakan 1 utama).
2. Jika terdapat baris yang seluruhnya terdiri dari nol, maka semua baris seperti itu
dikelompokkan bersama-sama di bawah matriks.
3. Dalam sebarang dua baris yang berurutan yang seluruhnya tidak terdiri dari nol, maka
1 utama dalam baris yang lebih rendah terdapat lebih jauh ke kanan dari 1 utama
dalam baris yang lebih tinggi.
4. Masing-masing kolom yang mengandung 1 utama mempunyai nol di tempat lain.

Matriks yang memiliki sifat-sifar 1,2 dan 3 dapat dikatakan dalam bentuk eselon baris
(row-echelon form).

Berikut ini adalah beberapa contoh matriks dalam bentuk seselon baris terreduksi.

0 1 −2 0 1

][ ][ ][
1 0 0 4 1 0 0

[ 0 1 0 7 0 1 0
0 0 1 −1 0 0 1
00 0 13 0 0
00 0 00 0 0
00 0 00
]
Matriks-matriks berikut adalah matriks dalam bentuk eselon baris.

1 2 39 1 1 0 0 1 260

[ ][ ][
0 1 56 0 1 0
0 0 12 0 0 0
0 0 120
0 0 001 ]
Tidak sukar untuk memantau apabila matriks dalam bentuk eselon baris harus mempunyai nol di
bawah setiap 1 utama. Bertentangan dengan hal ini, matriks dalam bentuk eselon baris terreduksi
harus mempunyai nol di atas dan di bawah masing-masing 1 utama.

7
Prosedur untuk meredusi matriks menjadi bentuk eselon baris terreduksi dinamakan
eliminasi Gauss-Jordan, sedangkan untuk mereduksi matriks menjadi bentuk eselon baris
dinamakan eliminasi Gauss.

Contoh 1:

Pecahkanlah dengan menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.

x1 + 3x2 – 2x3 + 2x5 =0

2x1 + 6x2 – 5x3 – 2x4 + 4x5 – 3x6 = –1

5x3 + 10x4 + 15x6 = 5

2x1 + 6x2 + 8x4 + 4x5 + 18x6 = 6

Maka matriks yang diperbesar dari sistem tersebut adalah

1 3 −2 0 2 0 0

[ 2
0
2
6 −5 −2 4 −3 −1
0 5 10 0 15 5
6 0 8 4 18 6
]
Dengan menambahkan -2 kali baris pertama pada baris kedua dan keempat maka akan
mendapatkan

1 3 −2 0 2 0 0

[ 0
0
0
0 −1 −2 0 −3 −1
0 5 10 0 15 5
0 4 8 0 18 6
]
Dengan mengalikan dengan -1 dan kemudian menambahkan -5 kali baris kedua kepada baris
ketiga dan -4 kali baris kedua kepada baris keempat maka akan memberikan

1 3 −2 0 2 0 0

[ 0
0
0
0 1 2 0 31
0 0 0 0 00
0 0 0 0 62
]
Dengan mempertukarkan baris ketiga dengan baris keempat dan kemudian mengalikan baris
ketiga dari matriks yang dihasilkan dengan 1/6 maka akan memberikan bentuk eselon baris

8
0

[ ]
1 3 −2 0 2 0
1
0 0 1 2 0 3
1
0 0 0 0 0 1
3
0 0 0 0 0 0
0

Dengan menambahkan -3 kali baris ketiga pada baris kedua dan kemudian menambahkan 2
kali baris kedua dari matriks yang dihasilkan pada baris pertama maka akan menghasilkan
bentuk eselon baris terreduksi

[ ]
1 3 −2 0 2 0
0
0 0 1 2 0 0
1
0 0 0 0 0 1
3
0 0 0 0 0 0
0

Sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian adalah

x1 + 3x2 + 4x4 + 2x5 =0

x3 + 2x4 =0

1
x6 =
3

Dengan memecahkannya untuk peubah peubah utama, maka kita dapatkan

x1 = – 3x2 – 4x4 – 2x5

x3 = – 2x4

1
x6 =
3

Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka
himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus

1
x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 =
3

9
Terkadang lebih mudah memecahkan sistem persamaan linear dengan menggunakan
eliminasi Gauss untuk mengubah matriks yang diperbesar menjadi ke dalam bentuk eselon
baris tanpa meneruskannya ke bentuk eselon baris terreduksi. Bila hal ini dilakukan, maka
sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian dapat dipecahkan dengan sebuah cara yang
dinamakan substitusi balik (back-substitution). Kita akan melukiskan metode ini dengan
menggunakan sistem persamaan-persamaan pada contoh 1.

Dari perhitungan dalam contoh 1, bentuk eselon baris dari matriks yang diperbesar tersebut
adalah

[ ]
1 3 −2 0 2 0
0
0 0 1 2 0 0
1
0 0 0 0 0 1
3
0 0 0 0 0 0
0

Untuk memecahkan sistem persamaan-persamaan yang bersesuaian

x1 + 3x2 – 2x3 + 2x5 =0

x3 + 2x4 + 3x6 = 1

1
x6 =
3

maka kita memprosesnya sebagai berikut :

Langkah 1.

Pecahkanlah persamaan-persamaan tersebut untuk peubah-peubah utama.

x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5

x3 = 1 – 2x4 – 3x6

1
x6 =
3

Langkah 2.
10
Mulailah dengan persamaan bawah dan bekerjalah ke arah atas, substitusikan secara
keseluruhan masing-masing persamaan ke dalam semua persamaan yang di atasnya.
1
Dengan mensubstitusikan x6 = ke dalam persamaan kedua maka akan menghasilkan
3

x1 = – 3x2 + 2x3 – 2x5

x3 = – 2x4

1
x6 =
3

Dengan mensubstitusikan x3 = – 2x4 ke dalam persamaan pertama maka akan menghasilkan

x1 = – 3x2 – 4x4 – 2x5

x3 = – 2x4

1
x6 =
3

Langkah 3.

Tetapkanlah nilai-nilai sebarang pada setiap peubah tak utama.

Jika kita menetapkan nilai-nilai sebarang r, s, dan t berurutan untuk x2, x4, dan x5, maka
himpunan pemecahan tersebut diberikan oleh rumus-rumus

1
x1 = – 3r – 4s – 2t , x2 = r , x3 = – 2s , x4 = s , x5 = t , x6 =
3

Ini sesuai dengan pemecahan yang diperoleh pada contoh 1.

2.3 SISTEM PERSAMAAN LINIER HOMOGEN

Sebuah sistem persamaan-persamaan linier dikatakan homogen jika semua suku


konstan sama dengan nol; yakni sistem tersebut mempunyai bentuk

11
a11x1 + a12x2 + ……+ a1nxn = 0

a21x2 + a22x2 + ……+ a2nxn = 0

: : : :

am1x1 + am2x2 + ……+ amnxn = 0

Tiap-tiap sistem persamaan linier homogen adalah sistem yang konsisten, karena x1 = 0,
x2 = 0,….., xn = 0 selalu merupakan pemecahan. Pemecahan terebut, dinamakan pemecahan
trivial (trivial solution); jika ada pemecahan lain, maka pemecahan tersebut dinamakan
pemecahan taktrivial (nontrivial solution).

Karena sistem persamaan linier homogen harus konsisten, maka terdapat satu
pemecahan atau tak terhingga banyaknya pemecahan. Karena salah satu di antara pemecahan
ini adalah pemecahan trivial, maka kita dapat membuat pernyataan berikut.

Untuk sistem persamaan-persamaan linier homogeny, maka persis salah satu di antara
pernyataan berikut benar.

1. Sistem tersebut hanya mempunyai pemecahan trivial.


2. Sistem tersebut mempunyai tak terhingga banyaknya pemecahan tak trivial
sebagai tambahan terhadap pemecahan trivial tersebut.

Terdapat satu kasus yang sistem homogennya dipastikan mempunyai pemecahan tak
trivial ; yakni, jika sistem tersebut melibatkan lebih banyak bilangan tak diketahui dari
banyaknya persamaan. Untuk melihat mengapa hanya demikian, tinjaulah contoh berikut dari
empat persamaan dengan lima bilangan tak diketahui.

Contoh :

Pecahkanlah sistem persamaan-persamaan linier homogeny berikut dengan


menggunakan eliminasi Gauss-Jordan.

2X + 2X2 – X3 + X5 =0

-X1 – X2 + 2X3 – X4 + X5 = 0

X1 + X2 – 2X3 - 5X5 =0

X3 + X4 + X5 =0

12
Matrix yang diperbesar untuk sistem tersebut adalah

2 2 −1 0 1 0

[ −1 −1 2 −3 1 0
1 1 −2
0 0 1
0 −1 0
1 1 0
]
Dengan mereduksi matriks ii menjadi bentuk eselon baris tereduksi, maka kita dapatkan

1 1 0 0 1 0

[ 0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
]
Sistem persamaan yang bersesuaian adalah

X1 + X2 + X5 = 0

X3 + X5 = 0

X4 = 0

Dengan memecahkannya untuk peubah-peubah utama maka akan menghasilkan

X1 = -X2 – X5

X3 = -X5

X4 = 0

Maka himpunan pemecahan akan di berikan oleh

X1 = -s – t, X2 = s, X3 = -t , X4 = 0, X5 = t

Perhatikan bahwa pemecahan trivial kita dapatkan bila s = t = 0.

2.4 MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS

Matriks
Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan
dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.
13
A=¿

Operasi Matriks
1. Penjumlahan :
Definisi : jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka
jumlah A + B adalah matriks yang di peroleh dengan menambahkan bersama-sama
entri yang bersesuaian dalam kedua matriks tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya
berbeda tidak dapat di tambahkan.

A=[ ac bd ] , B =[ ge hf ]
a b e f a+ e b+ f
A+B=[ ]+[ ] =[ ]
c d g h c+ g d +h
1 3 4
Contoh : A =
1 3
[ ]
4 5
,B=
3 4
1 3[ ]
,C= 2 3 1
3 4 5 [ ]
A+B= [ 45 78]
Sedangkan A + C dan B + C tidak di definisikan.
2. Perkalian dengan konstanta
Definisi : Jka A adalah suatu matriks dan c adalah scalar, maka hasil kali cA adalah
matriks yang diperoleh dengan mengalikan masing=masing entri dari A oleh c.

c [ ac bd ] = [ cacc cbcd ]
1 3 4 2 6 8

[ ]
Contoh : A = 2 3 1 , maka 2A = 4 6 2
3 4 5 6 8 10 [ ]
3. Perkalian, dengan syarat Am x n Bn x o = Cm x o
Definisi : Jika A adalah matriks m x r dan B matriks r x n, maka hasil kali AB adalah
matriks m x n yang entri- entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri
dalam baris I dan kolom j dari AB, pilihlah baris i dari matriks A dan kolom j dari
matriks B. Kalikanlah entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut
bersama-sama dan kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan.

A= [ ac bd ], B = [ ef ]
14
AB = [ ac bd ][ ef ]= [ ae+ bf
ce +df ]
1 3 3
Contoh : A = [
4 5]
,B=[ ]
2
9
AB = [ ]
22
Transpose
Definisi : Jika A adalah sebarang matriks m x n, maka Transpos A dinyatakan oleh A t
dan didefinisikan dengan matriks n x m yang kolom pertmanya adalah baris pertama dari A,
kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juaga dengan kolom ketiga adalah baris
ketiga dari A, dan seterusnya.
a b c a d g

[ ] [ ]
A= d e f A = b e
g h i
t

c f
h
i

2 6 8 2 4 6

[ ] [
Contoh : A = 4 6 2  At = 6 6 8
6 8 10 8 2 10 ]

BAB III

DETERMINAN

3.1 FUNGSI DETERMINAN

Dalam bagian ini kita memulai pengkajian fungsi bernilai rill dari sebuah peubah
matriks, yakni fungsi yang mengasosiasikan sebuah bilangan riil f (x) dengan sebuah matriks
X . Sebelum kita mampu mendefinisikan fungsi determinan, maka kita perlu menetapkan
beberapa hasil yang menyangkut permutasi.

Definisi : Permutasi bilangan-bilangan bulat { 1 , 2, … , n }adalah susunan bilangan-


bilangan bulat ini menurut suatu aturan tanpa menghasilkan atau mengulangi
bilangan-bilangan tersebut.

15
Contoh :

Ada enam permutasi yang berbeda dari himpunan bilangan-bilangan bulat { 1 , 2, 3 }.


Permutasi-permutasi ini adalah

(1, 2, 3) (2, 1, 3) (3, 1, 2)

(1, 3, 2) (2, 3, 1) (3, 2, 1)

Salah satu metode yang mudah secara sistematis mendaftarkan permutasi-permutasi


adalah dengan menggunakan pohon permutasi (permutation tree).

Contoh :
1 2 3

2 3 1 3 1 2

3 1 2 1
3 2

Untuk menyatakan permutasi umum dari himpunan { 1 , 2, … , n }, maka kita akan


menuliskan ( j 1 , j 2 , … , j n ) . Disini, j 1 adalah bilangan bulat pertama dalam permutasian, j 2
adalah bilangan bulat kedua, dan seterusnya. Sebuah invers (inversion) dikatakan terjadi
dalam permutasi ( j 1, j 2 , … , j n ) jika sebuah bilangan bulat yang lebih besar mendahului sebuah
bilangan bulat yang lebih kecil. Jumlah invers seluruhnya yang terjadi dalam permutasi dapat
diperoleh sebagai berikut:

1) Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari j 1 dan yang membawa j 1
dalam mutasi tersebut.
2) Carilah banyaknya bilangan bulat yang lebih kecil dari j 2 dan yang membawa j 2
dalam mutasi tersebut.

Teruskanlah proses penghitungan ini untuk j 3 , … , j n−1. Jumlah bilangan-bilangan ini


akan sama dengan jumlah invers seluruhnya dalam permutasi tersebut.

Contoh :

Tentukanlah banyaknya invers dalam permutasi-permutasi berikut

a) (3, 4, 1, 5, 2)

16
b) (4, 2, 5, 3, 1)

Jawab:

a) Banyaknya invers adalah 2 + 2 + 0 + 1 = 5


b) Banyaknya invers adalah 3 + 1 + 2 + 1 = 7

Definisi : sebuah permutasi dinamakan genap (even) jika jumlah invers seluruhnya adalah
sebuah bilangan bulat yang genap dan dinamakan ganjil (odd) jika jumlah invers
seluruhnya adalah sebuah bilangan bulat yang ganjil.

Contoh :

Tabel berikut mengklasifikasikan berbagai permutasi dari { 1 , 2, 3 } sebagai genap atau ganjil.

Banyaknya
Permutasi Klasifikasi
Invers
(1, 2, 3) 0 Genap
(1, 3, 2) 1 Ganjil
(2, 1, 3) 1 Ganjil
(2, 3, 1) 2 Genap
(3, 1, 2) 2 Genap
(3, 2, 1) 3 Ganjil

Fungsi Determinan
Definisi : misalkan A adalah matriks kuadrat. Fungsi determinan dinyatakan oleh det,
dan kita definiskan det(A) sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A jumlah
det(A) kita namakan determinan A.
Contoh 5
a11 a 12
det [ a21 a 22]= a 11 a22−a12 a21

a11 a 12 a13

[ ]
det a21 a 22 a23 = a 11 a22 a 33+a 12 a23 a31+ a13 a21 a 32
a31 a 32 a33

−a 13 a22 a31−a12 a21 a33−a11 a 23 a32


Caranya sebagai berikut :

17
a11 a 12 a13 a11 a12
[ a11 a 12
a21 a 22 ] [ ]
a21 a 22 a23 a21 a22
a31 a 32 a33 a31 a32

Dengan mengalikan entri-entri pada panah yang mengarah ke kanan dan mengurangkan hasil
kali entri-entri pada panah yang mengarah ke kiri.

Contoh 6
Hitunglah determinan-determinan dari :

A. = [ 34 −21 ]
1 2 3

[
B. = −4 5 6
7 −8 9 ]
Dengan menggunakan cara dari contoh 5 maka :

det(A) = (3)(-2) – (1)(4) = -10

dengan mnggunakan cara dari contoh 5 maka :

det(A) = (45) + (84) + (96) – (105) – (-48) – (-72) = 240

*Perhatian bahwa metode/cara yang digunakan pada contoh 5 dan 6 tidak berlaku
determinan matriks 4 x 4 atau untuk matriks yang lebih tinggi.

3.2 MENGHITUNG DETERMINAN DENGAN REDUKSI BARIS

Teorema 1 : jika A adalah sembarang matriks kuadrat yang mengandung sebaris


bilangan nol, maka det (A) = 0

Matriks kuadrat kita namakan segitiga atas (upper triangular) jika semua entri di
bawah diagonal utama adalah nol. Begitu juga matriks kuadrat kita namakan segitiga bawah

18
(lower triangular), jika semua entri di atas diagonal utama adalah nol. Sebuah matriks baik
yang merupakan segitiga atas maupun segitiga bawah kita namakan segitiga (triangular).

Contoh:

Sebuah matriks segitiga atas 4 × 4 yang umum mempunyai bentuk

a11 a12 a 13 a 14

[ 0 a22 a 23 a 24
0
0
0 a 33 a 34
0 0 a 44
]
Sebuah matriks segitiga bawah 4 × 4 yang umum mempunyai bentuk

a11 0 0 0

[ a21 a22 0 0
a31 a32 a 33 0
a41 a42 a 43 a 44
]
Teorema 2 : jika A adalah matriks segitiga n × n, maka det (A) adalah hasil kali
entri-entri pada diagonal utama; yakni det (A) = a 11 a22 … a nn.

Contoh:

1 −2 0

[ ]
0 1 −1 = 1 . 1 . 7 = 7
0 0 7
Teorema 3: Misalkan A adalah sembarang matriks n × n.

a) Jika A' adalah matriks yang dihasilkan bila baris tunggal A dikalikan oleh konstanta k, maka
det( A )' = k det(A).
b) Jika A' adalah matriks yang dihasilkan bila dua baris A dipertukarkan, maka det( A' ) = -
det(A).
c) Jika A' adalah matriks yang dihasilkan bila kelipatan satu baris A ditambahkan pada baris
lain, maka det( A' ) = det(A).

Contoh :

19
1 2 3

[ ]
A= 0 1 4 =-2
1 2 1
¼ Karena operasi perkalian maka
4 8 12 1 2 3 kebalikannya dikali

[ ]
A1 = 0 1 4
1 2 1 [ ]
=4 0 1 4
1 2 1

= 4 . (-2)

= -8

0 1 4 1 2 3

[ ]
A2 = 1 2 3
1 2 1
ditukar
[ ]
= −¿ 0 1 4
1 2 1
Karena pertukaran antar baris
maka dikali −¿.

= - (-2)

=2

1 2 3 1 2 3 Karena pertambahan antar baris

[
A3 = −2 −3 2
1 2 1 ] [ ]
= 0 1 4
1 2 1
maka tidak berpengaruh.

= -2

Contoh :

1 3 −2 4
A=
2
3
1
[ ] 6 −4 8
9 1 5
1 4 8

1 3 −2 4

[ ]
Det (A) =
0
3
1
0 0 0
9 1 5
1 4 8

Kita tidak memerlukan reduksi selanjutnya karena dari Teorema 1 kita peroleh bahwa
det (A) = 0. Dari contoh ini seharusnya sudah jelas bahwa bila matriks kuadrat mempunyai
dua baris yang terdiri dari bilangan nol dengan menambahkan kelipatan yang sesuai dari

20
salah satu baris ini pada baris yang satu lagi. Jadi, jika matriks kuadrat mempunyai dua
baris yang sebanding, maka determinannya sama dengan nol.

Contoh :

4
[−1
−2 8 ]
Karena baris pertama dan kedua sebanding yaitu 1 : 2 maka det (A) = 0.

3.3 SIFAT-SIFAT FUNGSI DETEREMINAN

Teorema 4. Juka A adalah sembarang matiks kuadrat, maka det (A) =det (At).

Pernyataan. Karena hasil ini, maka hampir tiap-tiap teorema mengenai determinan yang
mengandung perkataan baris dalam pernyataannya akan benar juga bila perkataan “kolom”
disubstitusikan untuk “baris”. Untuk membuktikan pernyataan kolom, kita hanya perlu
mentranspos (memindahkan) matriks yang di tinjau untuk mengubah pernyataan kolom
tersebut pada pernyataan baris, dan kemudian menerapkan hasil yang bersesuaian yang sudah
kita ketahui untuk baris.

Contoh

Hitunglah determinan dari

1 0 0 3
A=
2
0
7
[ 7 0 6
6 3 0
3 1 −5
]
Determinan ini dapat di hitung seperti sebelumunya dengan menggunakan operasi baris
elementer untuk mereduksi A pada bentuk eelon baris. Sebaliknya, kita dapat menaruh A
pada bentuk segitiga bawah dalam satu langkah dengan menambahkan -3 kali kolom pertama
pada kolom keempat untuk mendapatkan

21
1 0 0 0
Det (A) = det
2
0
7
[ 7
6 3
0 0
0
3 1 −26
]
=(1)(7)(3)(-26)= -546

Contoh ini menunjukkan bahwa selalu merupakan hal yang bijaksana untuk memperhatikan
operasi kolom yang tepat yang akan meringkaskan perhitungan tersebut.

Misalkan A dan B adalah matriks-matriks n x n dan k adalah sebarang skalar. Kita karang
meninjau hubungan yang mungkin di antara det(A), det(B), dan

det(kA), det(A + B), dan det(AB)

karena sebuah faktor bersama dari sebarang baris matriks dapat dipindahkan melalui tanda
det, dan karena setiap baris n baris dalam kA mempunyai factor bersama sebesr k, maka kita
dapatkan

det(kA) = kn det(A)

Teorema 5. Misalkan A, A’, dan A” adalah matiks n x n yang hanya berbeda


dalam garis tunggal, katakanlah baris ke r, dan anggaplah bahwa baris ke r dari
A” dapat diperoleh dengan menambahkan entri-entri yang bersesuaian dalam
baris ke r dari A dan dalam baris ke r dari A’. Maka

det(A”) = det (A) + det (A’)

Hasil yang serupa berlaku untuk kolom-kolom itu.

Contoh

Dengan menghitung determinan, anda dapat memeriksa bahwa

1 7 5 1 7 5 1 7 5

det
[ 2 0 3
1+0 4 +1 7+(−1 ) ] [ ] [ ]
=
det 2 0 3
1 4 7 +
det 2 0 3
0 1 −1

Teorema 6. Jika A dan B adalah matriks kuadrat yang ukurannya sama, maka

det(AB) = det(A)det(B)

22
Contoh

Tinjaulah matriks-matriks

A= 3 1 B= −1 3 AB= 2 17
[ ]
2 1 [ ]
5 8 [ ]
3 14

Kita peroleh det(A) det(B) = (1) (-23) = -23. Sebaliknya dengan perhitungan langsung maka
det(AB) = -23, sehingga det(AB) = det(A) det(B).

Teorema 7. Sebuah matriks A kuadrat dapat di balik jika dan hanya jika det(A)
0
Contoh

Karena baris pertama dan baris ketiga dari

1 2 3

[ ]
A= 1 0 1
2 4 6

Sebanding, maka det(A) = 0, jadi A tidak dapat dibalik

3.4 EKSPANSI KOFAKTOR; ATURAN CRAMER

Pada bagian ini kita meninjau sebuah metode untuk mengitung determinan yang
berguna untuk perhitungan yang menggunakan tangan dan secara teoritis penting
penggunaannya. Sebagai konsekuensi dari kerja kita di sini, kita akan mendapatkan rumus
untuk invers dari matriks yang dapat dibalik dan juga akan mendapatkan rumus untuk
pemecahan sistem-sistem persamaan linear tertentu yang dinyatakan dalam determinan.

Definisi : Jika A adalah matriks kuadrat, maka minor entri aij dinyatakan oleh Mij dan
didefinisikan menjadi determinan submatriks yang tetap setelah baris ke i dan kolom ke j dicoret
dari A. Bilangan (-1)i + jMij dinyatakan oleh Cij dan dinamakan kofaktor entri aij.

Contoh :

Misalkan

23
3 1 −4

[
A= 2 5 6
1 4 8 ]
Minor entri a11 adalah

3 1 −4
|
1 4 8
4 8 ||
M 11 2 5 6 = 5 6 =16 |
Kofaktor a11 adalah

C11 = (-1)1 + 1 M11 = M11 = 16

Demikian juga, minor entri a32 adalah

3 1 −4
|
1 4 8
2 6 ||
M 32 2 5 6 = 3 −4 =26 |
Kofaktor a32 adalah

C32 = (-1)3 + 2 M32 = M32 = – 26

Perhatikan bahwa kofaktor dan minor elemen aij hanya berbeda dalam tandanya, yakni, Cij =
± Mij. Cara cepat untuk menentukan apakah penggunaan tanda + atau tanda – merupakan
kenyataan bahwa penggunaan tanda yang menghubungkan Cij dan Mij berada dalam baris ke i
dan kolom ke j dari susunan

Misalnya, C11 = M11, C21 = – M21, C12 = – M12, C22 = M22, dan seterusnya.

Tinjaulah matriks 3 x 3 umum

a 11 a12 a13

[
A= a21 a22 a23
a31 a32 a33 ]
det ( A )=¿ a 11 a22 a 33+a 12 a23 a31 +a13 a21 a 32 – a13 a 22 a31 – a12 a21 a 33 – a11 a23 a32 ¿

dapat kita tuliskan kembali menjadi

24
det ( A )=¿ a 11 (a ¿ ¿ 22 a33−a23 a 32)+a21 (a13 a32−a12 a33 )+ a31 (a12 a23 – a13 a22)¿ ¿

Karena pernyataan-pernyataan dalam kurung tidak lain adalah kofaktor-kofaktor C 11, C21 dan
C31, maka kita peroleh

det ( A )=¿ a 11 C 11 +a 21 C21 +a 31 C31 ¿

Persamaan di atas memperlihatkan bahwa determinan A dapat dihitung dengan mengalikan


entri-entri pada kolom pertama A dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil
kalinya. Metode menghitung det(A) ini dinamakan ekspansi kofaktor sepanjang kolom
pertama A.

Contoh :

Misalkan

3 1 0

[
A= −2 −4 3
5 4 −2 ]
Hitunglah det(A) dengan metode ekspansi kofaktor sepanjang kolom pertama A.

Pemecahan.

det ( A )=3 |−44 −23 |− (−2)|14 −20 |+5|−41 03|


¿ 3 (−4 )−(−2 )(−2 ) +5 ( 3 )=−1

det ( A )=¿ a 11 C 11 +a 12 C12 +a13 C13 ¿

¿ a11 C 11 +a 21 C21 +a31 C31

¿ a21 C21 +a22 C 22+ a23 C 23

¿ a12 C12 +a22 C 22+ a32 C 31

¿ a31 C31 +a32 C 32+ a33 C 33

¿ a13 C13 +a23 C23 +a 33 C33

25
Perhatikan bahwa dalam setiap persamaan semua entri dan kofaktor berasal dari baris atau
kolom yang sama. Persamaan ini dinamakan ekspansi-ekspansi kofaktor det(A).

Hasil-hasil yang baru saja kita berikan untuk matriks 3 x 3 membentuk kasus khusus dari
teorema umum berikut, yang kita nyatakan tanpa memberikan buktinya.

Teorema 8.

Determinan matriks A yang berukuran n x n dapat dihitung dengan mengalikan entri-entri dalam
suatu baris (atau kolom) dengan kofaktor-kofaktornya dan menambahkan hasil-hasil kali yang
dihasilkan; yakni untuk setiap 1 ≤ i ≤ n dan 1 ≤ j ≤ n

Maka, ekspansi kofaktor sepanjang kolom ke j

det ( A )=¿ a 1 j C 1 j +a 2 j C 2 j +a3 j C 3 j +…+ anj C nj ¿

dan ekspansi kofaktor sepanjang baris ke i

det ( A )=¿ a i1 Ci 1 +ai 2 Ci 2 +ai 3 Ci 3 +…+ a¿ C ¿ ¿

Jika matriks A adalah sebarang matriks n x n dan Cij adalah kofaktor aij, maka matriks

C 11 C 12 ⋯ C 1 n

[ C 21 C 22 ⋯ C 2 n
⋮ ⋮ ⋯ ⋮
Cn 1 C n 2 C nn ]
Dinamakan matriks kofaktor A. Transpos matriks ini dinamakan adjoin A dan dinyatakan
dengan adj(A).

Teorema 10
9. (Aturan Cramer)

Jika AAX = Bmatriks


adalah adalahyang
sistem
dapatyang terdiri
dibalik, makadari n persamaan linear dalam n bilangan
takdiketahui
1 sehingga det(A) ≠ 0, maka sistem tersebut mempunyai pemecahan yan unik.
A−1= adj( A)
Pemecahan
det ( Aini) adalah
det ⁡( A 1 ) det ⁡( A 2) det ⁡( An )
x 1= , x 2= , … , x n=
det ⁡( A) det ⁡( A ) det ⁡( A)
dimana Aj adalah matriks yang kita dapatkan dengan mengganti entri-entri dalam kolom ke j
dari A dengan entri-entri dalam matriks
b1

[]
26
b
B= 2

bn
BAB III

PENUTUP

27
Saran

Alangkah baiknya kita mengenal Matematika dulu sebelum kita menganggap


Matematika itu sulit, karena bila kita telah mengenal Matematika dengan baik dan menikmati
bagaimana Matematika itu bekerja akan terasa bahwa Matematika itu tidaklah seburuk apa
yang kita pikirkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anton, Howard, Aljabar Linear Elementer, Jakarta: Erlangga, 1991.

28
Situs Internet:

www.google.com

www.wikipedia.com

29

Anda mungkin juga menyukai