Makalah Addison Disease
Makalah Addison Disease
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan Makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini kami susun sebagai tugas dari mata kuliah “Askep Gadar
Endokrindigestif”.
Terima kasih kami sampaikan kepada dosen mata kuliah Askep Gadar
Endokrindigestif yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya
tugas makalah ini.
Demikianlah tugas ini kami susun semoga bermanfaat dan dapat memenuhi
tugas mata kuliah Askep Gadar Endokrindigestif. Tidak lupa pula kami
mengharap kritik dan saran untuk memperbaiki makalah kami ini, di karenakan
banyak kekurangan dalam mengerjakan makalah ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
C. Tujuan ..................................................................................................2
D. Manfaat ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
E. Pathway................................................................................................ 6
I. Komplikasi .......................................................................................... 11
ii
B. Riwayat Penyakit .................................................................................12
D. Pengkajian Sekunder............................................................................14
G. Rencana Keperawatan..........................................................................18
H. Implementasi ........................................................................................ 24
I. Evaluasi ................................................................................................ 16
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ yang fungsi utamanya adalah
menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran
darah. Hormone berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan
kegiatan berbagai organ tubuh. Salah satu organ utama dari sistem endokrin adalah
kelenjar adrenal.
Kelenjar adrenal merupakan bagian dari suatu sistem yang rumit yang
menghasilkan hormon yang saling berkaitan. Hipotalamus menghasilkan CRH
(corticotropin-releasing hormone), yang merangsang kelenjar hipofisa utnuk
melepaskan kortikotropin, yang mengatur pembentukan kortikosteroid oleh
kelenjar adrenal. Fungsi kelenjar adrenal bisa berhenti jika hipofisa maupun
hipotalamus gagal membentuk hormon yang dibutuhkan dalam jumlah yang sesuai.
Kekurangan atau kelebihan setiap hormon kelenjar adrenal bisa menyebabkan
penyakit yang serius. Salah satu penyakit yang ditimbulkan adalah penyakit
Addison.
Penyakit Addison jarang dijumpai, di Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000
populasi, sedang Di rumah sakit terdapat 1 dari 6.000 penderita yang dirawat. Dari
Bagian Statistik Rumah Sakit Dr.Soetomo pada tahun 1983, Frekuensi pada laki-
laki dan wanita hampir sama. Menurut Thom, laki-laki 56%, dan wanita
44%. Penyakit Addison dapat dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak
terdapat pada umur 20 – 50 tahun.
Penyakit Addison merupakan masalah kesehatan masyarakat karena penyakit
ini merupakan penyakit yang relatif langka dan masih perlu dipelajari untuk
pemahaman yang lebih baik dalam mendeteksi dan menanggulanginya secara dini.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada Addison Disease ?
1
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep kegawatan
pada Addison Disease yang meliputi:
1. Konsep Dasar Addison Disease
2. Kegawatdaruratan Addison Disease
3. Tanda Dan Gejala
4. Patofisiologi Addison Disease
5. Pathway
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Penatalaksanaan Medis
8. Terapi Insufisiensi Adrenokortikal
9. Komplikasi
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
C. Tanda dan Gejala
Gejala dari penyakit addison tidak spesifik. Gejala yang muncul biasanya
berhubungan dengan kelelahan, kelemahan, anoreksia, nausea, nyeri abdomen,
gastroenteritis, diare dan labilitas mood. Pada orang dewasa dengan penyakit
addison dapat dijumpai penurunan berat badan 1 – 15 kg. Kelemahan badan ini
4
disebabkan karena gangguan keseimbangan air dan elektrolit serta gangguan
metabolisme karbohidrat dan protein sehingga didapat kelemahan sampai
paralisis oto bergaris. Di samping itu, akibat metabolisme protein, terutama
pada sel-sel otot menyebabkan otot-otot bergaris atropi, bicaranya lemah.
Gejala kelemahan otot ini berkurang setelah pemberian cairan, garam serta
kortikosteroid.
Nicholson dan Spaeth melaporkan pada beberapa penderita Addison dapat
terjadi paralisis flasid yang bersifat periodik akibat hiperkalemia dimana
mekanismenya belum diketahui, walaupun hal ini jarang didapatkan (Liotta EA
et all 2010). Hiperpigmentasi pada kulit dianggap sebagai ciri khas penyakit
Addison dan dijumpai dalam 95% pasien dengan insufisiensi adrenal kronis
primer. Namun, hiperpigmentasi bukanlah tanda universal ketidakcukupan
adrenal. Tampilan kulit normal tidak menyingkirkan diagnosis penyakit
addison.
Kulit mungkin tampak normal, atau vitiligo mungkin hadir. Peningkatan
pigmentasi menonjol di daerah kulit seperti lipatan kulit. Hiperpigmentasi ini
juga menonjol pada puting, aksila, perineum. Wanita mungkin kehilangan
androgen yang menstimulus pertumbuhan rambut, seperti rambut pubis dan
aksila, karena androgen diproduksi di korteks adrenal. Pria tidak memiliki
kehilangan rambut karena androgen pada laki-laki diproduksi terutama di testis
(Liotta EA et all 2010).
4
peningkatan ekskresi natrium dan penurunan ekskresi kalium, terutama pada
urin, selain itu juga pada keringat, saliva, dan saluran gastrointestinal. Terjadi
konsentrasi natrium yang rendah dan k al i um y ang t i n ggi d al am s e ru m .
Ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan urin disertai gangguan
keseimbangan elektrolit menyebabkan dehidrasi berat, hipertonisitas plasma,
asidosis, penurunan volume sirkulasi, hipotensi, akhirnya kolaps sirkulasi. Bila
insufisiensi adrenal disebabkan produksi ACTH yang tidak adekuat , maka
kadar elektrolit biasanya normal atau sedikit berkurang.
Defisiensi glukokortikoid menimbulkan hipotensi dan menyebabkan
sensitivitas insulin berat, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein. Tanpa adanya kortisol, kekurangan karbohidrat dibentuk dari protein
akibatnya terjadi hipoglikemia dan penurunan glikogen hati. Terjadi
kelemahan karena gangguan fungsi neuromuskuler.
Ketahanan terhadap infeksi, trauma dan stress lainnya juga berkurang.
Kelemahan otot jantung dan dehidrasi menurunkan output jantung, kemudian
terjadi kegagalan sirkulasi. Penurunan kortisol darah menyebabkan peningkatan
produksi ACTH hipofisis dan peningkatan β-lipotropin darah, yang memiliki
aktivasi stimulasi melanosit bersama dengan ACTH, menyebabkan
hiperpigmentasi kulit dan membran mukosa khas pada penyakit Addison
Gambaran klinis ditemukan setelah 90% korteks adrenal mengalami kerusakan
oleh peran autoimun, infeksi, neoplastik, traumatik, iatrogenik, vaskuler dan
metabolik.
Dengan destruksi korteks adrenal, inhibisi umpan balik hipothalamus dan
kelenjar hipofisis anterior terganggu sehingga kortikotropin disekresikan terus
menerus. Kortikotropin dan melanocyte- stimulating hormone (MSH)
merupakan komponen hormon progenitor yang sama. Ketika kortikotropin
hilang dari prohormon, MSH dilepaskan m e n y e b a b k a n hiperpigmentasi
khas kecoklatan seperti perunggu. Hiperpigmentasi umumnya
ditemukan pada insufisiensi adrenal primer yang berhubungan dengan
peningkatan kadar kortikotropin dan MSH.
5
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar sodium, potasium, kortisol,
ACTH dan antibodi yang berhubungan dengan autoimun pada penyakit
Addison. Tes stimulasi ACTH, CRH, tes hipoglikemia yang diinduksi insulin
serta tes pencitraan CT Scan dan MRI sangat membantu dalam menegakkan
diagnosis.
G. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan cepat diarahkan untuk melawan syok.
1. Pulihkan sirkulasi darah, berikan cairan, pantau tanda-tanda vital, dan
baringkan pasien dalam posisi rekumben (setengah duduk) dengan tungkai
ditinggikan.
2. Berikan hidrokortison IV, disertai dengan dekstrosa 5% dalam salin normal.
3. Kaji stress/keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.
4. Antibiotik dapat saja diresepkan untuk mengatasi infeksi.
5. Masukan oral mungkin dilakukan segera setelah dapat ditoleransi.
6. Jika kelenjar adrenal tidak dapat pulih kembali fungsinya, maka perlu
dilakukan terapi penggantian preparat kortikosteroid dan mineralokortikoid
sepanjang kehidupan.
7. Masukan diit akan memerlukan tambahan dengan garam selama waktu
kehilangan cairan gastrointestinal melalui muntah dan diare.
8
ukur pendukung. Dan terapi penyakit yang tampak atau yang telah ada.
Terapi krisis adrenal akut:
a. Beri hidrokortison sodium phosphate ata sodium succinate 100 mg
intravena setiap 6 jam selama 24 jam.
b. Ketika pasien stabil, kurangi dosis menjadi 50 mg setiap 6 jam.
c. Kurangi dosis untuk terapi maintenance setelah 4 atau 5 hari dan
tambahkan terapi mineralokortikoid jika diperlukan.
d. Pertahankan atau tingkatkan dosis menjadi 200-400 mg/d jika
komplikasi timbul atau tidak berkurang.
e. Koreksi kekurangan volume, dehidrasi dan hipoglikemia dengan
garam atau glukosa intravena.
f. Evaluasi dan koreksi infeksi dan factor pencetus lain.
2. Cortisol (hidrokortison)
Kortisol parenteral dalam bentuk cair ( hidrokortison hemisuksinat
atau posfat) merupakan glukokortikoid yang paling banyak digunakan.
Ketika pemberian dalam dosis supra fisiologis, hidrokortison memiliki
potensi menahan kecukupan sodium sehingga terapi penambahan
mineralkortikoid tidak diperlukan pada pasien dengan insufisiensi
adrenocortical primer.
Kortisol dalam dosis 100 mg intravena diberikan setiap 6 jam untuk 24
jam pertama. Respon untuk terapi biasanya cepat, dengan perbaikan terjadi
dalam 12 jam atau kurang. Jika perbaikan terjadi dan pasien stabil, 50 mg
setiap 6 jam diberikan pada hari kedua,dan pada kebanyakan pasien dosis
dapat diturunkan bertahap hingga 10 mg pada penggunaan 3xsehari selama
4 – 5 hari (terapi maintenance).
a. Pada pasien yang sakit parah, terutama pada mereka dengan tambahan
komplikasi utama (seperti sepsis), dosis kortisol yang lebih tinggi (100
mg intravena setiap 6-8 jam) dipertahankan hingga pasien stabil
b. Pada penyakit Addison primer, penggantian mineralocorticoid dalam
bentuk fludrocortisones, ditambahakan ketika dosis kortisol total telah
dikurangi menjadi 50-60 mg/d.
9
c. Pada insufisiensi adrenocortical sekunder dengan krisis akut, kebutuhan
utama adalah penggatian glukokortikoid dan dibantu dengan pemberian
cortisol. Jika kemungkinan cairan keluar berlebihan dan retensi sodium
pada pasien tersebut perlu dipertimbangkan, dosis parenteral ekuivalen
dari steroid buatan seperti prednisolone atau dexamethason dapat
diberikan sebagai pengganti.
d. Kortison asetat intramuscular di kontraindikasikan pada acute adrenal
failure dengan alas an: (1)absorbsi lambat; (2)membutuhkan menjadi
kortisol pada hati; (3)level plasma yang adekuat pada kortisol tidak
dapat diperoleh; dan (4)adanya tekanan yang tidak adekuat pada plasma
ACTH, yang mengindikasikan ketidakcukupan aktivitas glukokortikoid.
3. Cairan Intravena
Glukosa dan salin intravena diberikan untuk mengkoreksi kekurangan
volume, hipotensi, dan hipoglikemi. Kekurangan volume dapat
memperparah Addison disease, dan hipotensi serta syok dapat tidak
berespon pada vasopressor kecuali jika glukokortikoid telah diberikan.
Hiperkalemia dan asidosis biasanya dikoreksi dengan kortisol dan
penggantian volume, tetapi sesekali pasien memerlukan terapi spesifik
untuk kelainan-kelainan ini.
4. Terapi Maintenance
Pasien dengan Addison disease membutuhkan terapi glukokortikoid
dan mineralocorticoid seumur hidup. Kortisol (hidrokortison) merupakan
preparat glukokortikoid pulihat pertama. Laju produksi basal kortisol
sekitar 8-12 mg/m2/d. dosis maintenance hidrokortison biasanya 15-30 mg
setiap hari pada dewasa. Dosis oral biasanya dibagi menjadi 10-20 mg saat
bangun dipagi hari dan 5-10 mg kemudian siang hari. Kortisol dengan dosis
2 kali perhari memberikan respon kepuasan pada banyak pasien, tetapi,
beberapa pasien mungkin hanay memerlukan dosis tunggal pagi hari, dan
yang lainnya memerlukan dosis 3 kali perhari untuk perawatan dan level
energy normal. imsomnia adalah efek samping pemberian glukokortikoid
10
dan biasanya dapat dicegah melalui pemberian dosis terakhir pada jam 4:00
– 5:00 pagi hari.
Fludrocortison (9α flluorokortisol) digunakan untuk terapi
mineralocorticoid; dosis biasa 0,05-0,2 mg/d melalui oral pada pagi hari.
Karena waktu paruh obat ini , pembagian dosis tidak diperlukan . sekitar
10% pasien Addison dapat di kelola dengan kortisol dan intake diet sodium
yang adekuat dan tidak memerlukan fludrokortison.
Insufisiensi adrenokortikal sekunder ditangani dengan penjelasan dosis
kortisol dibawah bentuk primer. Fludrokortison jarang dibutuhkan.
Perbaikan fungsi normal axis adrenal-pituitari-hipotalamus mengikuti
tekanan oleh glukokortikoid eksogen yang dapat menghabiskan waktu
berminggu hingga bertahun-tahun. Regimen untuk terapi maintenance
insufisiensi adrenal primer :
a. Hidrokortison, 15 - 20 mg pada pagi , dan 10 mg oral pada jam 4-5
sore.
b. Fludrokortisone, 0,05 - 0,1 mg melalui oral pada pagi hari
c. Clinical follow up : berat badan, tekanan darah, dan elektrolit dengan
berkurangnya gambara klinis.
d. Edukasi pasien untuk kartu dan gelang identitas.
e. Peningkatan dosis hidrokortison selama “stress”
11
BAB III
DATA KLIEN
A. DATA UMUM
1. Nama inisial klien : Ny. S
2. Umur : 30 Th
3. Alamat : Jl. Anggur Rt 17 No. 50
4. Agama : Islam
5. Tanggal masuk RS/RB : 14 Agustus 2018.
6. Nomor Rekam Medis :
7. Diagnosa Medis : Addison Disease
B. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama
Klien mengeluh mual muntah
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien merasakan lemas, kurangnya nafsu makan dan mual sejak 3 hari yang
lalu. klien muntah 4 kali sejak pagi tadi dan BAB cair 7 kali . Keluarga klien
mengatakan BB klien 6 bulan yang lalu 55 kg dan mengalami penurunan
berat badan sebanyak 10 kg yaitu 45 kg. Terdapat hiperpigmentasi pada
kulit lipatan siku, mukosa bibir dan kering, konjungtiva anemis, TD : 80/50
mmHg.
3. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Keluarga mengatakan klien pernah menderita tuberkulosis 1 tahun yang lalu
dan kambuh kembali sejak 3 bulan yang lalu dan sekarang sedang menjalani
pengobatan TB.
13
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak dari Ny. A pernah mengalami TB 2 tahun yang lalu dan Tidak ada
keluarga yang mengalami penyakit Addison sebelumnya.
C. PENGKAJIAN PRIMER:
1. Airway (jalan nafas)
Jalan nafas bebas tidak ada sumbatan jalan nafas
2. Breathing
a. Inspeksi (bentuk dada/simetris, pola nafas, bantuan nafas, dll)
Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot
bantu nafas(dipsneu), pola nafas takipnea, terdapat pergerakan cuping
hidung
b. Palpasi (total fremitus, dll)
Sama antara kanan dan kiri
c. Perkusi (pembesaran paru, dll)
Resonan
d. Auskultasi (suara nafas)
Frekuensi nafas 28x/menit, irama nafas teratur, bunyi nafas ronchi
basah
3. Circulation
a. Vital sign:
1) Tekanan darah : 80/50 mmHg
2) Nadi : 110x/menit, Irama reguler, teraba lemah
3) Suhu : 40 derajat celcius
4) Respirasi : 28x/menit
5) Capilarry refill : > 2 detik
6) Akral : Dingin sianotik
4. Disability
a. GCS
E: 4 M: 4 V: 3
b. Pupil : isokor
14
c. Gangguan motorik : tidak ada
d. Gangguan sensorik : tidak ada
5. Eksposure
Tidak ada trauma atau jejas diarea lain. Tidak ada perdarahan,
hiperpigmentasi pada kulit dan mukosa mulut
D. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Anamnesis (AMPLE)
Alergi : keluarga mengatakan bahwa klien tidak memiliki alergi
terhadap obat ataupun makanan
Medikasi : mengkonsumsi obat-obatan tuberculosis
Post Ilness : klien menderita Tb 1 tahun lalu dan kambuh sejak 3 bulan
yanng lalu sedang menjalani masa pengobatan.
Last Meal : terakhir makan tadi pagi 3 sendok makan
Event : klien mual dan muntah serta tidak mau makan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Lemah
b. Tanda-Tanda Vital
1) Suhu: 40 ºC
2) Nadi : Takikardi 110x/menit
3) TD : 90/60 mmHg
4) RR : Takipnea 30 x/menit, SpO2: 90, bibir sianotik
c. Kepala dan Wajah
Wajah pucat, tulang kepala normal, terdapat nyeri kepala karena
hipotensi
d. Mata
Simestris, konjungtiva anemis, tidak terdapat lesi dan benjolan, selera
putih
e. Telinga
Tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan
15
f. Hidung
Tidak ada lesi, bentuknya simetris, tidak ada gangguan penciuman
g. Mulut
Mukosa mulut kering dan hiperpigmentasi, lidah kotor, tidak ada lesi
pada gusi
h. Leher
I : tidak ada massa, tidak ada pembesaran vena jugularis
P :tidak ada pembesaran tiroid, tidak ada nyeri tekan
i. Dada / Thorak
1) Pemeriksaan paru :
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi
otot bantu nafas(dipsneu), terdapat pergerakan cuping hidung
P : Terdapat pergesekan dada tinggi
P : Resonan
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
2) Pemeriksaan Jantung :
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus Cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
A : Suara jantung melemah
j. Abdomen
I : Bentuk simetris
A : Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P : Timpani
k. Genatalia dan Sekitar Anus
Tidak terdapat masalah
l. Ekstremitas
Pasien tampak lemah, terdapat nyeri, penurunan tonus otot, penurunan
rentang gerak, kelemahan otot, atrofi otot
m. Kulit dan Kuku
16
I : kulit kering, telapak tangan dan kaki pucat
P : tidak ada nyeri tekan, turgor kering
n. Status dan neurologis
Gemetar, kesemutan, disorientasi waktu, letargi, kelelahan mental,
cemas, peka rangsangan
3. Pemeriksaan Penunjang
Indikator Pada pasien Normal Keterangan
Kalium 5,8 meq/L 3,1-4,3 meq/L Meningkat
Natrium 121 meq/L 135 meq/L Menurun
Gula Darah 62 mg/dl 70-115 mg/dl Menurun
Ureum 48 mg/dl 8-26 mg/dl Meningkat
Kreatinin 1,0 mg/dl 0,5-1,3 mg/dl Normal
17
E. Analisa Data
DATA FOKUS (DS DAN dan DO) ETIOLOGI MASALAH
Kegagalan petukaran
gas CO2 dan O2
18
Hiperkapnea SpO2
Gangguan Pertukaran
Gas
19
F. Diagnosa Keperawatan
20
G. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Tindakan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Gangguan pertukaran NOC : NIC :
gas b.d Respiratory Status : Gas exchange Manajemen Asam Basa
ketidakseimbangan Respiratory Status : ventilation 1.1 Pertahankan kepatenan jalan nafas
ventilasi perfusi Vital Sign Status 1.2 Pertahankan kebersihan jalan nafas
(misalnya melakukan suction,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama mempertahankan alat bantu nafas, fisioterapi
………..pasien menunjukkan keefektifan pola dada dan batuk serta bernafas dalam) dengan
nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil: tepat
1.3 Monitor pola pernafasan
Kriteria Hasil : 1.4 Jaga kepatenan jalan nafas
1. Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi 1.5 Dapatkan order spesimen untuk analisa
dan oksigenasi yang adekuat laboratorium keseimbangan asam basa
1 2 3 4 5 (misalnya, ABG, urin dan level serum)
2. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dengan tepat
dari tanda tanda distress pernafasan 1.6 Monitor kemungkinan terjadinya kelebihan
1 2 3 4 5 asam karbonat dan asidosis respiratorik
21
3. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara (misalnya obstruksi jalan nafas, depresi
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan ventilasi, depresi SSP, penyakit2 neurologis)
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, 1.7 Pertimbangkan (kondisi) patologis yang
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada membutuhkan intervensi segera dengan yang
pursed lips) hanya membutuhkan rawatan penunjang
1 2 3 4 5 1.8 Monitor tanda dan gejala kelebihan asam
4. Tanda tanda vital dalam rentang normal karbonat dan asidosis respiratorik (misalnya
1 2 3 4 5 tremor dengan durasi memanjang pada
tangan, konfusi, ketidaksadaran menuju
Kriteria penilaian NOC : koma, sakit kepala, respon verbal melambat,
1. Deviasi Berat mual, muntah, takikardi, ekstremitas teraba
2. Deviasi Yang Cukup Besar hangat dan berkeringat, level pH kurang dati
3. Deviasi Sedang 7,35, level PaCO2 lebih besar dari 45 mmhg,
4. Deviasi Ringan hipokloremia terkait dan kemungkinan
5. Tidak Ada Deviasi kelebihan HCO2.
1.9 Tingkatkan ventilasi dan kepatenan jalan
nafas pada kondisi asidosis respiratorik dan
peningkatan level PaCO2 dengan tepat.
1.10 Berikan terapi oksigen yang sesuai
22
1.11 Berikan oksigen bertekanan rendah dan
monitor keracunan CO2 pada kasus
hiperkapnea keonis (misalnya : COPD)
1.12 Lakukan tehnik-tehnil penekanan ventilasi
non infasif yang positof (misalnya tekanan
ventilasi yang positif terhadap nasal secara
berkelanjutan, ventilasi kedua nasal) pada
kasus hiperkapnea berhubungan dengan
sindrom hipoventilasi obesitas atau penyakit
muskuloskeletal).
1.13 Monitor indikasi asidosis respiratorik kronik
(misalnya barrel chest, clubbing fiber, bentuk
bibir mengerucut ketika bernafas/pursed lips
breathing dan penggunaan otot-otot
aksesoris) dengan tepat.
1.14 Monitor faktor-faktor penentu sirkulasi
oksigen ke jaringan (misalnya, PAO2, SaO2,
hemoglonim, curah jantung) untuk
mempertimbangkan oksigenasi yang adekuat
23
1.15 Posisikan paisen pada perfusi ventilasi yang
optimal (misalnya paru dibawah/gond lung
down, tengkurap, posisi semifowler dengan
tepat
1.16 Monitor kerja pernafasan
1.17 Sediakan dukungan ventilasi mekanik yang
sesuai
1.18 Monitor status neurologis
24
2. Irama jantung dalam batas normal oksigenasi jaringan
1 2 3 4 5 2.6 Monitor determinan dari pengiriman
3. Frekuensi nafas dalam batas normal oksigenke jaringan (misalnya PaO2,SaO3,
1 2 3 4 5 nilai hemoglobin, CO), jika tersedia
4. Irama pernapasan dalam batas normal 2.7 Monitor nilai-nilai laboratorium (misalnya,
1 2 3 4 5 darah lengkap dengan diferensiasi, profil
5. Natrium serum dalam batas normal pembekuandarash, AGD, nilai laktat, kultur
1 2 3 4 5 dan kimia darah)
6. Kalium serum dalam batas normal 2.8 Pasang dan pertahankan akses di vena besar
1 2 3 4 5 2.9 Berikan cairan IV sementara melakukan
7. Klorida serum dalam batas normal monitor tekanan tekanan hemodinamik dan
1 2 3 4 5 urin output, sesuai kebutuhan
8. Kalsium serum dalam batas normal 2.10 Berikan cairan IV kristaloid dan koloid,
1 2 3 4 5 sesuai kebutuhan
9. Magnesium serum dalam batas normal 2.11 Berikan vasopresor, sesuai kebutuhan
1 2 3 4 5 2.12 Berikan agen anti aritmia, sesuai kebutuhan
10. PH darah serum dalam batas normal 2.13 Mulai segera pemberian agen antimikroba
1 2 3 4 5 dan monitor ketat efektifitasnya, sesuai
kebutuhan
25
Hidrasi 2.14 Berikan agen antiinflamasi dan/atau
Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x 60 bronkodilator, sesuai kebutuhan
menit diharapkan tanda hidrasi dapat berkurang 2.15 Monitor fungsi ginjal (misalnya, niali urea,
dengan kriteria hasil kreatinin dan bersihan kreatinin)
1. Mata cekung tidak ditemukan 2.16 Berikan vasopressin dosis rendah, sesuai
1 2 3 4 5 kebutuhan
2. Demam tidak ditemukan 2.17 Berikan kortikosteroid, sesuai kebutuhan
1 2 3 4 5
3. Tekanan darah dalam batas normal
1 2 3 4 5
4. Hematokrit dalam batas normal
1 2 3 4 5
Kriteria penilaian NOC :
1. Sangat Terganggu
2. Banyak Terganggu
3. Cukup Terganggu
4. Sedikit Terganggu
5. Tidak Terganggu
26
H. Implementasi
No. Dx Tindakan Keperawatan Evaluasi TTD
1. 1.1 Menjaga jalan nafas agar tidak 1.1 Tidak ada sumbatan
terjadi lidah jatuh dan sumbatan jalan nafas
jalan nafas lain
1.2 Pasein terlihat nyaman
1.2 Memposisikan paisen pada posisi
dengan posisi
semifowler dengan tepat
semifowler
1.3 Melihat dan mengamati pola 1.3 Pola nafas takipnea ,
pernafasan dan frekuensi frekuensi nafas = 30x/m
pernafasan pasien
27
barrel chest, clubbing fiber, bentuk 1.8 Nilai PAO2 = ,
bibir mengerucut ketika SaO2= ,
bernafas/pursed lips breathing dan
penggunaan otot-otot aksesoris
28
mg/KgBB yang di encerkan dengan 2.10 Telah diberikan
20 cc Nacl 0,9 % aminofilin melalui IV
2.11Memberikan hydrokortison IV 7-10
mg/KgBB 2.11 Telah diberikan
hydrokortison melalui
IV
I. Evaluasi
No. No. DK Subjektif/Objektif/Analisa/Peremcanaan Paraf
1. Gangguan S : -
pertukaran gas b.d O :
ketidakseimbangan Klien terlihat nyaman
ventilasi perfusi Posisi Klien Semi Fowler
Pola nafas takipnea dan frekuensi nafas =
30x/m
Klien terpasang oksigen
A : Masalah Gangguan pertukaran gas teratasi
sebagian
P : Lanjutkan Intervensi
1.3 Monitor pola pernafasan
1.6 Monitor kemungkinan terjadinya kelebihan
asam karbonat dan asidosis respiratorik
1.13 Monitor indikasi asidosis respiratorik kronik
1.16 Monitor kerja pernafasan
2. Risiko syok S : -
hipovolemik O:
Klien terpasang infus RL 20 tpm
29
Klien terpasang DC
Klien telah diberikan epine frin melalui SC
Klien telah diberikan aminofilin melalui IV
Klien telah diberikan hydrokortison melalui
IV
Klien telah dilakukan pengambilan sampel
GDA
A: Masalah Risiko syok hipovolemik teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2.3 Monitor tekanan oksimetri, sesuai kebutuhan
2.6 Monitor determinan dari pengiriman oksigen
ke jaringan
2.7 Monitor nilai-nilai laboratorium
2.15 Monitor fungsi ginjal
30
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
31
DAFTAR PUSTAKA
32