Anda di halaman 1dari 4

LP Konstipasi

oleh Zaenudin, 1706107642


Program Profesi 2019

Definisi
Penurunan frekuensi normal defekasi yang disertai kesulitan atau pengeluaran feses
tidak tuntas dan/atau feses yang keras, kering, dan banyak (Herdman, Kamitsuru, &
NANDA, 2014).

Etiologi
Menurut Miller (2012), faktor risiko yang umum terjadi pada lansia adalah gangguan
fungsional (misalnya, mobilitas berkurang), kondisi patologis (misal, hipotiroidisme), efek
samping obat (termasuk penyalahgunaan obat pencahar jangka panjang), dan kebiasaan
makan yang buruk (misalnya, kurangnya asupan yang cukup, serat, dan cairan). Sedangkan
menurut Touhy, Jett, & Ebersole (2014), faktor risiko tersebut antara lain karena faktor
fisiologis, fungsional, mekanis, psikologis, sistemik, farmakologis, dan lan-lain.

Patofisiologi
Proses penuaan pada sistem pencernaan klien lanjut usia membuat penurunan gerak
peristaltik di kolon yang disebabkan karena terjadi atonia atau penurunan tonus otot-otot
kolon. Penurunan gerak peristaltik ini menyebabkan waktu transisi massa selama di kolon
menjadi lebih lama (Wallace, 2008). Proses pencernaan utama yang terjadi di kolon ialah
penyerapan air. Apabila terjadi perpanjangan waktu transisi massa selama di kolon, maka
akan terjadi peningkatan absorbsi air oleh kolon. Hal ini menyebabkan massa menjadi lebih
padat yang dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.

Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
 Observasi secara umum kondisi klien
 Observasi bagian oral. Bibir berwarna pink lembab, gigi intact, gusi pink tidak ada
perdarahan, mebran mukosa pink lembab, lidah pink lembab (Miller, 2012).
 Observasi Abdomen dan anus. Abdomen simetris dan bergerak ketika respirasi, kulit
anus sekitarnya halus, feses lembut kecoklatan (Miller, 2012). Observasi kulit perut,
bagaimana warna kulitnya, apakah terdapat lesi, apakah terdapat ruam jamur pada
lipatan kulitnya, pakah kulit terlihat kaku.
b. Auskultasi: Auskultasi dilakukan dengan mendengarkan suara melalui stetoskop.
Aukultasi dilakukan pada 4 kuadran abdomen. Bising usus terdengar setiap 5-10 detik.
c. Perkusi: Perkusi dilakukan dengan cara mengetuk bagian abdomen untuk mengatahui
adanya dullness pada usus.
d. Palpasi: Palpasi dilakukan dengan cara menekan bagian abdomen untuk mengetahui
adanya massa yang tertahan pada usus.
e. Penentuan status gizi (IMT dan MNA)

Pemeriksaan Penunjang
1. Tes radiografi abdomen: belum mampu mengkaji lamanya evakuasi feses pada
konstipasi.
2. Barium enema: dapat mendeteksi abnormalitas anatomi akan tetapi tidak dapat
mendeteksi penyakit yang disebabkan mikroorganisme.
3. Defekografi: penggambaran rektum dengan bahan kontras dan pengamatan proses,
kecepatan serta kelengkapan evakuasi rektal, namun tes ini tidak dapat menemukan
hubungan antara gejala dan kelainan.
4. MRI: dapat mengevaluasi anatomi dasar panggul dan gerakan dinamisnya untuk
memastikan kontraksi atau kegagalan relaksasi otot dasar panggul ketika mencoba
untuk buang air besar, hal ini dianjurkan untuk pasien yang sudah melakukan terapi
medikasi laksatif tetapi responnya kurang bagus.
5. Endoskopi: untuk kepentingan pemeriksaan keganasan atau penyakit serius lainnya
seperti gangguan ulcer pada rektum dan adanya inflamasi.

Penatalaksanaan Non-Medis
1. Aktivitas Fisik. Kurangnya aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan dua kali
lipat risiko konstipasi. Tirah baring dan imobilisasi berkepanjangan juga sering
dihubungkan dengan konstipasi.
2. Latihan. Sebagian kemampuan defekasi merupakan suatu refleks yang dikondisikan.
Sebagian besar pasien dengan pola defekasi teratur melaporkan bahwa pengosongan
saluran cernanya pada saat yang hampir sama setiap hari.
3. Posisi Saat Defekasi. Pasien harus dimotivasi untuk mengadopsi posisi setengah
berjongkok atau “semi squatting” untuk defekasi.
4. Konsumsi Air. Merupakan kunci penatalaksanaan, pasien harus dianjurkan minum
setidaknya 8 gelas air per hari (sekitar 2 liter per hari).
5. Serat. Meningkatkan konsumsi serat umum direkomendasikan sebagai terapi awal
konstipasi. Rekomendasi makanan tinggi serat (buah dan sayur).

Penatalaksanaan Medis
Ada 4 tipe golongan obat pencahar:
1. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain: Cereal, Methyl selulose,
Psilium.
2. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan tegangan
permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air. Contohnya: minyak kastor,
golongan dochusate.
3. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk digunakan,
misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain: sorbitol, laktulose, gliserin
4. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar, dapat merusak
pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya: Bisakodil,
Fenolptalein.

Rencana Keperawatan
Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
00011 0501 Bowel Elimination 0430 Bowel Management
Konstipasi 050101 Pola eliminasi klien - Monitor pergerakan usus yang
teratur meliputi frekuensi,
050129 Bising usus meningkat konsistensi, bentuk, volume,
050110 Konstipasi berkurang dan warna
- Monitor bising usus
- Instruksikan klien untuk
mengkonsumsi makanan
tinggi serat dan
memperbanyak minum
- Lakukan massage abdomen
Daftar Pustaka:
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2008). Nursing Interventions
Classification (NIC) (5th ed.). St. Louis: Mosby Elsevier.
Herdman, T., Kamitsuru, S., & NANDA. (2014). NANDA International, Inc. Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification 2015-2017 (10th ed.). Chicester: Wiley
Blackwell.
Miller, C. (2012). Nursing for wellness in older adults (6th ed., pp. 9-14). Philadelphia:
Wolters Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins.
Touhy, T., Jett, K., & Ebersole, P. (2014). Ebersole and Hess' gerontological nursing and
healthy aging. St. Louis, Mo.: Elsevier/Mosby.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Measurement of Health Outcomes (5th ed.). St. Louis: Elsevier.
Wallace, M. (2008). Essentials of Gerontological Nursing. New York: Springer Publishing.

Anda mungkin juga menyukai