Anda di halaman 1dari 5

Abstrak

Syuf’ah merupakan hak serikat lama untuk membeli secara paksa barang
serikat yang dijual teman serikatnya kepada serikat baru. Menurut bahasa, Syuf’ah
berarti “penggabungan”, yakni penggabungan secara paksa atas suatu hak yang
sudah dijual ke pihak lain supaya dijual kembali kepada pihak yang lebih berhak,
yakni anggota perserikatan (syarikah). Sejak masyarakat jahiliyah, sudah sering
dikenal adanya kerja sama dalam lapangan ekonomi. Baik yang bersifat produktif
atau bentuk kerja sama dalam kepemilikan suatu harta oleh dua orang atau lebih.
Kemudian bagaimana jika salah satu dari orang yang ikut dalam perkongsian
tersebut ingin menjual haknya kepada pihak lain yang juga ikut prsekutuan itu?
Bolehkah salah seorang melakukan hal tersebut kepada pihak yang tidak ikut
dalam perkongsian tersebut? Menurut ketentuan agama, pihak-pihak yang
termasuk dalam perekutuan itu tidak boleh menjual haknya kepada orang lain
secara sendiri-sendiri tanpa persetujuan anggota persekutuan. Jika Hal tersebut
terjadi, maka anggota lain yang dalam persekutuan itu dapat meminta secara
paksa kepada pihak pembeli. Dalam kerangka inilah, syuf’ah berarti pemilikan
barang yang diperkongsikan (al masyfu’) oleh pihak yang bergabung pada suatu
persekutuan milik secara paksa dari pihak yang membeli dengan cara mengganti
nilai harga jual yang sudah dilakukan. Dengan istilah lain dapat pula dikatakan
bahwa syuf’ah adalah pemilikan harta perserikatan yang telah dijual oleh salah
satu pihak ke pihak lain yang tidak termasuk dalam persekutuan itu serta tidak
pula seizin anggota persekutuan dengan cara mengganti uang penjual ke pihak
pembeli.

Kata Kunci : Syuf’ah, Persekutuan.

A. Pendahuluan
Syariat Islam digunakan untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan,
menyingkirkan kejahatan dan menyingkirkan kemadharatan. Ia memiliki aturan
yang lurus dan hukum-hukum yang adil demi tujuan yang terpuji dan maksud-
maksud yang mulia. Pengaturannya didasarkan pada pertimbangan kemaslahatan
dan sesuai dengan hikmah dan kebenaran. Karena itulah ketika ada persekutuan
dalam benda-benda yang tidak bergerak (seperti tanah dan rumah), seringkali
terjadi kerusuhan dan menjurus kapada tindak kejahatan sehingga sulit dilakukan
pembagian terhadap barang itu, maka pembuat syari’at yang bijaksana
menetapkan Syuf’ah bagi sekutu atau mitra usaha.
Dengan kata lain, jika salah seorang dari dua sekutu menjual bagiannya
dari benda-benda yang tidak bergerak dan menjadi persekutuan diantara
keduanya, maka bagi sekutu yang tidak menjual, dapat mengambil bagian dari
pembeli dengan harga yang sama, sebagai upaya untuk menghindarkan
kerugiannya karena persekutuan itu. Hal ini berlaku bagi seorang sekutu selagi
benda-benda yang tidak bergerak yang disekutukan belum dibagi, tidak diketahui
batasan-batasannya dan tidak dijelaskan jalan-jalannya. Tapi jika batasan-batasan
dan garis-garis pemisahnya diketahui antara dua bagian dan jalan-jalannya
dijelaskan, maka tidak ada Syuf’ah karena dampak persekutuan dan percampur
adukan hak milik sudah tidak ada, yang karenanya ada penetapan terhadap
permintaan hak untuk melepaskan barang yang dijual dari pembeli. Dan dalam
makalah ini akan diulas lebih jelas lagi apa Syuf’ah itu, dan bagaimana landasan,
hikmah, Rukun dan Syarat dari Syuf’ah itu sendiri.

B. Hadits Tentang Syuf’ah

3170. Dari Jabir r.a sesungguhnya Nabi saw. memutuskan ”Bahwa pemindahan
hak 117. itu adalah dalam semua hal yang tidak dibagi. Karena itu kalau terjadi
pembatasan dan diketahuinya dengan jelas tentang pengeluaran, maka tidak lagi
ada yuf’ah". (HR. Ahmad dan Bukhari)

3172. Dan dalam satu lafal (dikatakan pula) : Rasulullah SAW. bersabda :
”Apabila terjadi pembatasan dan diketahuinya dengan jelas tentang pengeluaran,
maka tidak lagi ada syuf’ah padanya”. (HR. Tirmidzi dan ia sahkan).
3173. Dan dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : ”Apabila
rumah telah dibagi dan dibatasi, maka tidak ada syuf’ah padanya”. (HR. Abu
Baud, dan Ibnu Majah sema’na dengan itu).

3168. Dan dari Ibnu ’Umar r.a. ia berkata : Aku Demah disuruh Nabi
membawakan parang pisau besar yang tajam -lalu kubawakan parang itu , lalu
diklrlmnya parang itu untuk diasah, kemudian diberikannya kepadaku, sambil ia
bersabda : Bahwa parang itu besok pagi kemari”, lalu kukerjakannya. Kemudian
ia keluar bersama para shahabatnya ke pasar-pasar di Medinah, sedang di sana ada
beberapa kantong khamr yang diimport dari Syam,lalu ia mengambil parang itu
dariku kemudian disobek-sobeknya‘ kan. tong yang dihadapannya, kemudian
diberikannya kepadaku; dan ia perintahkan para shahabat yang bersamanya untuk
meneruskannya bersama aku dan membantu aku, dan ia menyuruh aku supaya
datang ke seluruh pasar. Di manapun aku menjumpai kantong khamar itu di pasar-
pasar harus kusobek-sobekn. Begitulah lalu kukerjakan, maka aku tidak
membiarkan satupun di kantong( khamr) di Dasar-pasar melainkan kusobek-
sobek dia. (HR. Ahmad)
3169. Dan dari Abdullah bin Abi Hudzail, ia berkata : Ab-dullah pernah
bersumpah dengan nama Allah, bahwa Rasulullah saw. pernah menyuruhnya
yang demikian itu ketika diharamkannya khamr, yaitu hendaknya tempat-
tempatnya itu dipecahkan dan supaya dibiarkan bagi (tempat -tempat) kurma dan
kismis. (HR Daraquthni)

Penjelasan:
Syarih berkata : Hadits-hadits dalam bab ini menunjukan dibolehkan
menuang/menuang khamr, memecahkan tempatnya serta menyobek-nyobek
kantongnya, sekalipun si pemiliknya sendiri tidak dipaksakanya.

665
Sesungguhnya abu rafi' ( Maula nabi Saw) datang kepada sa,ad Ibnu waqqahsh ,
lalu berkata kepadanya, "belilah dua rumah saya yang berada di desamu . "Sa,ad
berkata , " saya tidak mau membayarmu lebih dari empat ribu (dirham) dengan
dicicil atau diangsur " Abu raf'i berkata , sesungguhnya , saya dulu membeli
rumah itu dengan ( harga) lima ratus Dinar . Seandainya saya tidak mendengar
Rasulullah Saw. Bersabda,

Artinya . Tetangga itu lebih berhak terhadap sebab syuf'ah .Tentu saya tidak akan
memberikan rumah itu kepadamu dengan (harga) empat ribu (dirham) , sedangkan
saya telah membelinya degan ( harga) lima ratus Dinar , maka abu rafi' menjual
rumah itu kepada sa,ad.

Penjelasan:
Abu Rafi' adalah bekas budak Rasulullah saw. Dia mempunyai dua buah
rumah di perkampungan tempat Sa'ad ibnu Abu Waqqash tinggal. Dia tidak
menempati rumah itu lagi dan berniat menjualnya kepada Sa ad karena Sa’ ad
bertetangga dengan dua rumah miliknya itu. Dua rumah Abu Rafi' itu tidak jelas
batasannya dengan rumah Sa’ad ibnu Abu Waqqash dan keluarganya. Abu Rafi'
menjualnya kepada Sa’ad, meskipun dengan harga yang murah sebab dia teringat
akan hadis Rasul Saw. yang mengatakan bahwa tetangga itu lebih berhak terhad
syuf'ah saudaranya.
pengertian syuf'ah secara garis besarnya mirip dengan syirkah atau
perseroan , hanya dalam syufah batasan milik masing-masing tidak jelas.
Misalnya, sebidang tanah dimilikl oleh beberapa orang. tetapi tidak ada batasan
yang membedakan antara kepemilikan yang seorang dengan yang lainnya. Maka,
bila salah satu pihak hendak menjual hak miliknya, orang yang lebih berhak untuk
membelinya adalah teman seperseroannya.

Aisyah r.a. berkata , ya rasulallah , sesungguhnya saya mempunyai dua tetangga ,


maka kepada siapakah saya memberi hadiah "? Beliau bersabda ,

Artinya" kepada tetangga yang lebih dekat pintunya darimu "

Penjelasan:
Tersimpulkan dari hadis ini bahwa tetantang yang paling berhak untuk
dihormati ialah tetangga yang paling dekat rumahnya. hadis ini secara teks
menunjukkan pemberian hadiah, tetapi maksudnya segala hal, termasuk syuf'ah (
penggenapan pemilikan).

Anda mungkin juga menyukai