Anda di halaman 1dari 59

FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (FOME)

KELUARGA DENGAN BALITA GIZI BURUK

Oleh:
Rudy Gunawan (142011101023)
Novail Alif Muharrom (142011101069)

Pembimbing:
dr. Ancah Caesarina N. M., Ph.D
dr. Hj. Rita Wahyuningsih

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


SMF/LAB. ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER
2019
KELUARGA DENGAN BALITA GIZI BURUK

FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION (FOME)


Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik Madya SMF/Lab. Ilmu
Kesehatan Masyarakat

Oleh:
Rudy Gunawan (142011101023)
Novail Alif Muharrom (142011101069)

Pembimbing:
dr. Ancah Caesarina N. M., Ph.D
dr. Hj. Rita Wahyuningsih

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


SMF/LAB. ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
PUSKESMAS LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER
2019

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Family Oriented Medical Education (FOME) berjudul “Keluarga dengan Balita


Gizi Buruk” telah diuji dan disahkan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Jember
pada:
hari/tanggal :
tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Jember

Tim Pembimbing,
Kepala Puskesmas Ledokombo Dosen Pembimbing

dr. Hj. Rita Wahyuningsih dr. Ancah Caesarina N. M., Ph.D


NIP. 19760126 200801 2 012 NIP. 19820309 200812 2 002

Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat

dr. Dwita Aryadina Rachmawati, M.Kes


NIP. 19801027 200812 2 002

iii
RINGKASAN

Keluarga dengan Balita Gizi Buruk; Rudy Gunawan; NIM 142011101023;


Novail Alif Muharrom; NIM 142011101069; 2019; 52 halaman; Fakultas
Kedokteran Universitas Jember.
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan
oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Menurut data kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2014, masalah gizi yang masih
belum dapat diselesaikan adalah masalah gizi ganda yaitu kurang gizi dan gizi lebih.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 dari capaian status
gizi balita di Indonesia belum mencapai target 17% yaitu masih 17,7%. Selain itu
akibat gizi buruk pertumbuhan dan perkembangan anak juga terganggu. Hal ini
dapat dilihat dari hasil Riskesdas 2018 proporsi status gizi bayi pendek dan sangat
pendek yang belum mencapai target 28% yaitu masih 30,8%. Selain itu, profil
kesehatan di wilayah Jawa Timur khususnya Kabupaten Jember menunjukkan
bahwa masih banyak kecamatan rawan gizi yang belum tertangani di Jember yaitu
sebanyak 17 kecamatan dari total 31 kecamatan. Hal ini mendorong peneliti untuk
melakukan program keluarga binaan dengan tujuan melakukan upaya kesehatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif guna menyelesaikan permasalahan gizi
keluarga di Kecamatan Ledokombo, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur.
Kegiatan Family Oriented Medical Education (FOME) ini dilakukan selama 6
minggu di keluarga Tn. A (22 tahun) yang beralamat di Desa Sumber Salak,
Ledokombo, Jember. Anak dengan bayi gizi buruk berusia 13 bulan bernama An. H.
Keluarga An. H tinggal bersama Tn. A, Ny. A, dan Ny. M (ibu dari Ny. A). Dari hasil
genogram diketahui bahwa tidak ada riwayat penyakit keturunan dari pihak keluarga
Ayah maupun pihak keluarga Ibu. Kondisi rumah pasien termasuk rumah cukup sehat
karena sudah memenuhi beberapa kriteria seperti memiliki jamban, pembuangan air
limbah rumah tangga namun lantai rumah masih sebagian berupa tanah dan ventilasi
masih kurang memadai sehingga penerangan alami di dalam rumah tidak mencukupi.

iv
Riwayat prenatal, kelahiran, dan riwayat tumbuh kembang, riwayat imunisasi,
riwayat penyakit dahulu An. H tidak baik. Begitupula pada riwayat ASI eksklusif, dari
lahir anak tidak mendapat ASI dikarenakan anak lahir prematur sehingga tidak bisa
menyusui dengan benar sehingga ASI tidak bisa diproduksi.
Dari masalah yang ditemukan, dilakukan intervensi dengan cara pemberian
edukasi mengenai tumbuh kembang anak yang normal seusianya, gizi seimbang dan
dampak kekurangan gizi untuk pertumbuhan anak, pola hidup bersih dan sehat pada
keluarga, konsep rumah sehat, dan jamban sehat, dan juga materi motivasi kepada
orang tua mengenai pentingnya gizi pada anak. Media yang digunakan berupa metode
ceramah dan tambahan media gambar berupa leaflet agar materi yang disampaikan
dapat lebih mudah dimengerti oleh keluarga pasien. Selain itu, juga dilakukan praktik
langsung dalam menyampaikan inovasi baru.

v
PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan family oriented medical education (fome)
berjudul “Keluarga dengan Balita Gizi Buruk”. Tugas fome ini diajukan guna
melengkapi tugas kepaniteraan klinik madya di Laboratorium Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jember.
Penyusunan fome ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak sebagai berikut.
1. dr. Supangat, M.Kes, Ph.D, Sp.BA selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Jember;
2. dr. Dwita Aryadina, M. Kes selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Jember;
3. dr. Rita Wahyuningsih, selaku Kepala Puskesmas Ledokombo yang telah
memberikan banyak pengetahuan dan masukan;
4. dr. Ancah Caesarina N. M., Ph.D, selaku dosen pembimbing mini riset yang
telah memberikan banyak masukan dalam penyusunan tugas;
5. rekan kerja di Puskesmas Ledokombo yang telah memberikan dukungan dan
bantuannya;
6. semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan mini riset ini,
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan karya tulis ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi pembaca
khususnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan dan Fakultas Kedokteran
Universitas Jember.

Jember, 1 Oktober 2019


Penulis

vi
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i
HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii
RINGKASAN............................................................................................. iv
PRAKATA.................................................................................................. vi
DAFTAR ISI............................................................................................... vii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................... 1
1. 1 Latar Belakang........................................................................... 1
1.2 Tujuan ......................................................................................... 2
1.3 Manfaat ...................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 3
2.1 Keluarga ..................................................................................... 3
2.1.1 Defisini Keluarga ................................................................. 3
2.1.2 Fungsi Keluarga ................................................................... 3
2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan ........................................... 5
2.3 Tumbuh Kembang Anak ......................................................... 5
2.3.1 Tahap Perkembangan Anak ................................................ 6
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak ....... 6
2.3.3 Penilaian Pertumbuhan Fisik Anak ..................................... 7
2.4 Penilaian Perkembangan Anak ............................................... 16
2.5 Berat Badan Balita Gizi Kurang ............................................ 20
2.5.1 Pengertian .......................................................................... 20
2.5.2 Masalah Gizi Balita ........................................................... 21
2.5.3 Faktor Faktor yang Berpengaruh pada Gizi Kurang........... 24
2.5.3 Konsep Pemberian Makanan Tambahan (PMT)................ 25
BAB 3. HASIL KEGIATAN .................................................................. 29
3.1 Profil Keluarga dan Genogram ............................................. 29
3.1.1 Profil Keluarga .................................................................. 29
3.1.2 Genogram .......................................................................... 29

vii
3.2 APGAR Score …..................................................................... 30
3.3 Profil Health Seeking Behaviour ............................................. 31
3.4 Profil Tempat Tinggal ............................................................. 31
3.5 Profil Lingkungan Tempat Tinggal........................................ 32
3.6 Profil Kesehatan Balita ........................................................... 32
3.6.1 Anamnesis ......................................................................... 32
3.6.2 Pemeriksaan Fisik .............................................................. 36
BAB 4. PEMBAHASAN ......................................................................... 39
4.1 Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keluarga ..................... 39
4.1.1 Risiko Terkait dengan Karakteristik Keluarga ................... 39
4.1.2 Risiko Terkait dengan Keadaan Rumah.............................. 39
4.1.3 Risiko Terkait dengan Fungsi dalam Keluarga................... 39
4.1.4 Risiko Terkait dengan Faktor Ekonomi atau Pemenuhan
Kebutuhan.................................................................................... 40
4.1.5 Risiko Terkait dengan Gaya Hidup Keluarga .................... 40
4.1.6 Risiko Terkait dengan Lingkungan Sekitar Rumah........... 40
4.2 Analisis Masalah ...................................................................... 41
4.3 Plan of Action ........................................................................... 41
4.4 Pelaksanaan Intervensi dan Edukasi ..................................... 41
4.5 Evaluasi Hasil Intervensi ........................................................ 42
4.6 Kesan dan Pesan Keluarga Binaan ....................................... 42
BAB 5. PENUTUP .................................................................................. 46
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 46
5.2 Saran ........................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 47
LAMPIRAN ............................................................................................ 48

viii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, pasal 1 Ayat 1, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Sedangkan menurut definisi WHO, batasan usia anak adalah sejak anak di dalam
kandungan sampai usia 19 tahun (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2014).
Anak berusia dibawah lima tahun umumnya sering disebut balita (bawah
lima tahun). Usia ini merupakan salah satu tahap terpenting dalam masa
pertumbuhan dan perkembangan manusia. Pertumbuhan diartikan sebagai
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, ukuran panjang, umur tulang, dan
keseimbangan metabolik. Perkembangan diartikan sebagi bertambahnya
kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola teratur dan
dapat diramalkan, sebagi hasi proses pematangan (Soetjiningsih, 2014).
Perkembangan pada usia balita sangat cepat terjadi, sehingga harus terus dipantau
(Sujiono, 2009). Pertumbuhan dan perkembangan anak yang tidak di pantau akan
mengakibatkan banyak resiko. Salah satu resiko yang bisa timbul yaitu kematian.
Sebagian besar kematian pada anak khususnya neonatal yang terjadi di negara
berkembang seperti Indonesia adalah masalah gizi dan infeksi (UNICEF, 2012).
Masalah gizi yang buruk pada anak juga akan menyebabkan infeksi mudah terjadi.
Menurut data kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2014, masalah gizi yang masih belum dapat diselesaikan adalah masalah gizi ganda
yaitu kurang gizi dan gizi lebih. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2018 dari capaian status gizi balita di Indonesia belum mencapai
target 17% yaitu masih 17,7%. Selain itu akibat gizi buruk pertumbuhan dan
perkembangan anak juga terganggu. Hal ini dapat dilihat dari hasil Riskesdas 2018
proporsi status gizi bayi pendek dan sangat pendek yang belum mencapai target
28% yaitu masih 30,8%. Selain itu, profil kesehatan di wilayah Jawa Timur
khususnya Kabupaten Jember menunjukkan bahwa masih banyak kecamatan rawan
gizi yang belum tertangani di Jember yaitu sebanyak 17 kecamatan dari total 31
kecamatan. Hal ini mendorong peneliti untuk melakukan program keluarga binaan
dengan tujuan melakukan upaya kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif guna menyelesaikan permasalahan gizi keluarga di Kecamatan
Ledokombo, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan pada keluarga binaan ini adalah:
1. Mengidentifikasi kesehatan anak usia balita pada keluarga binaan.
2. Mengetahui faktor risiko masalah gizi buruk anak usia balita di keluarga binaan.
3. Mengusulkan tindakan untuk penatalaksanaan gizi kurang pada anak usia balita.
4. Memberikan edukasi pada keluarga binaan terkait gizi buruk pada anak.

1.3 Manfaat
Berdasarkan latar belakang di atas maka manfaat pada keluarga binaan ini adalah:
1. Memberikan informasi gizi buruk anak balita pada keluarga binaan.
2. Memberikan informasi terhadap peneliti cara pencegahan gizi buruk anak usia
balita di keluarga binaan.
3. Memberi gambaran kepada tenaga kesehatan di Kecamatan Ledokombo tentang
adanya permasalahan di keluarga binaan, sehingga tindak lanjut dan pengawasan
kesehatan dapat dilanjutkan oleh tenaga kesehatan tersebut.

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keluarga
2.1.1 Definisi Keluarga
Menurut World Health Organization (WHO), keluarga adalah anggota
keluarga saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan.
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 52 Tahun 2009
tentang perkembangan kependudukan dan pembentukan keluarga, keluarga adalah
unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pada hakekatnya, keluarga
merupakan inti paling penting dari suatu masyarakat. Keluarga diharapkan mampu
berfungsi mewujudkan proses pengembangan timbal balik rasa cinta dan kasih
saying antara anggota keluarga, antar kerabat, serta antar generaasi yang merupakan
dasar keluarga yang harmonis (Soetjiningsih, 2014).
2.1.2 Fungsi Keluarga
Fungsi-fungsi keluarga meliputi:
a. Fungsi biologis
Keluarga yang dibentuk melalui ikatan perkawinan merupakan sarana yang
sah bagi pasangan suami istri untuk memenuhi kebutuhan seksualnya. Jadi,
keluarga berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan biologis manusia, yang
secara khusus dalam bentuk hubungan seks, agar manusia tidak memenuhi
kebutuhan tersebut secara bebas seperti binatang.
b. Fungsi sosialisasi anak
Anak memperoleh sosialisasi yang pertama di lingkungan keluarganya.
Orang tua mempersiapkannya untuk menjadi anggota masyarakat yang baik.
Dengan melaksanakan fungsi sosialisasi ini dapat dikatakan bahwa keluarga
berkedudukan sebagai penghubung anak dengan kehidupan sosial di masyarakat.
c. Fungsi afeksi
Anak, terutama pada saat masih kecil, berkomunikasi dengan
lingkungannya dan orang tuanya dengan keseluruhan kepribadiannya. Anak dapat
merasakan dan menangkap suasana perasaan yang meliputi orang tuanya pada saat

3
berkomunikasi dengan mereka. Oleh karena itu, orang tua terutama ibu harus
melaksanakan fungsi afeksi (perasaan) ini dengan baik agar jiwa anak tumbuh
dengan baik.
d. Fungsi edukatif
Fungsi edukatif atau fungsi pendidikan keluarga merupakan salah satu
tanggung jawab yang sangat penting yang dipikul oleh orang tua. Keluarga
merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi anak. Kehidupan keluarga
sehari-hari tertentu beralih menjadi situasi pendidikan yang dihayati oleh anak-
anaknya. Karena sekarang berbagai kemampuan yang harus dikuasai anak begitu
kompleksnya, maka tidak semua hal dapat diajarkan atau dididik oleh orang tua,
sehingga anak-anak harus sekolah. Namun demikian, pendidikan di keluarga dapat
merupakan dasar atau landasan utama babi anak untuk mengembangkan pendidikan
selanjutnya.
e. Fungsi religius
Keluarga mempunyai fungsi religius. Artinya keluarga berkewajiban
memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lainnya kepada
kehidupan beragama. Pembinaan rasa keagamaan anak lebih awal lebih baik. Di
lingkungan keluarga pertama-tama anak mesti dibiasakan dalam kehidupan
beragama. Anak akan mempunyai keyakinan agama dan landasan hidup yang kuat
jika keluarganya mampu melaksanakan fungsi religius ini dengan baik.
f. Fungsi protektif atau perlindungan
Diantara alasan seseorang melangsungkan pernikahan atau membentuk
sebuah keluarga adalah untuk mendapatkan rasa keterjaminan atau keterlindungan
hidupnya, baik secara fisik (jasmani) maupun psikologi (rohani). Misalnya seorang
istri akan merasa hidupnya terjamin dan terlindungi serta tentram di samping
suaminya. Dalam kelurgapun anak-anak merasa terlindungi oleh kasih sayang
kedua orang tuanya. Jadi fungsi-fungsi perlindungan dari keluarganya terhadap
anak meliputi perlindungan lahir dan batin.
g. Fungsi rekreatif
Fungsi rekreatif sangat penting bagi anggota keluarga, karena dapat
menjamin keseimbangan kepribadian anggota keluarga, memperkokoh kerukunan

4
dan solidaritas keluarga, mengurangi ketegangan perasaan, meningkatkan saling
pengertian dan meningkatkan rasa kasih sayang.
h. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi sangat penting bagi kehidupan keluarga, karena merupakan
pendukung utama bagi keutuhan dan kelangsungan keluarga. Fungsi ekonomi
keluarga meliputi pencari nafkah, perencanaan serta penggunaan, pelaksanaan
fungsi ekonomi keluarga oleh dan untuk semua anggota keluarga mempunyai
kemungkinan menambah saling pengertian, solidaritas dan tanggung jawab
bersama dalam keluarga itu.
i. Fungsi penentuan status
Keluarga dapat berperan sebagai agen penentuan status bagi anggotanya.
Keluarga dapat melakukan upaya pencegahan terhadap anggota agar tidak
melakukan perilaku menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Keluarga juga dapat melakukan upaya kreatif, misalnya dengan mengingatkan,
menyadarkan ataupun menghukum anggota keluarganya yang telah melakukan
perilaku menyimpang atau melanggar nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat (Rohmat, 2010).

2.2 Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan dan perkembangan sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang
sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan. Pertumbuhan adalah
perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun
individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat, panjang, umur tulang, dan
keseimbangan metabolik. Pertumbuhan adalah proses normal dari pembesaran
ukuran organisme yang disebabkan oleh accretion (pertumbuhan) jaringan tubuh.
Perkembangan diartikan sebagi bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola teratur dan dapat diramalkan, sebagi hasi
proses pematangan. Pertumbuhan memiliki dampak pada aspek fisik sedangkan
perkembangan berdampak pada aspek pematangan fungsi organ (Soetjiningsih,
2014).

5
2.3 Tumbuh Kembang Anak
Ilmu tumbuh kembang anak merupakan ilmu yang mempelajari berbagai
hal yang berhubungan dengan segala upaya untuk menjaga dan mengoptimalkan
tumbuh kembang anak, yang meliputi fisik, mental, dan sosial. Selain itu juga untuk
menegakkan diagnosis dini pada setiap kelainan tumbuh kembang serta melakukan
penanganan efektif, mencari penyabab dan mencegah keadaan tersebut
(Soetjiningsih, 2014).
Ikatan Dokter Anak Indonesia menjelaskan, secara umum tumbuh kembang
setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama,
yakni:
1. Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah
(sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ujung kaki, anak-
anak berusaha menegakkan tubuhnya. Lalu dilanjutkan belajar menggunakan
kakinya.
2. Perkembangan dimulai dari batang tubuh kearah luar. Contohnya adalah anak
akan lebih dulu menguasai penggunaan telapak tangan untuk menggenggam,
sebelum ia mampu meraih benda dengan jemarinya.
3. Setelah dua pola dikuasai, barulah anak belajar mengeksplorasi keterampilan-
keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan lain-lain
(Pudjiadji, 2010)
2.3.1 Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Tahap pertumbuhan dan perkembangan anak mencerminkan ciri khusus
yang dapat digunakan untuk mendeteksi dini pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya. Pada masa ini dibagi menjadi lima tahap yaitu :
a. masa pra lahir, terjadi pertumbuhan yang sangat cepat pada alat dan jaringan
tubuh;
b. masa neonatus, terjadi proses penyesuaian dengan kehidupan diluar rahim dan
hampir sedikit aspek pertumbuhan fisik dalam perubahan;
c. masa bayi perkembangan sesuai dengan lingkungan yang mempengaruhinya dan
mempunyai kemampuan untuk melindungi dan menghindari hal yang
mengancam dirinya;

6
d. masa anak terjadi perkembangan yang cepat dalam aspek sifat, sikap, minat dan
cara penyesuaian dengan lingkungan (Soetjiningsih, 2014).
2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
a. Faktor genetik : merupakan faktor pertumbuhan yang dapat di turunkan yaitu
suku, ras, dan jenis kelamin.
b. Faktor lingkungan : lingkungan pranatal, kondisi lingkungan, yang
mempengaruhi fetus dalam uterus yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak atau balita.
c. Nutrisi : nutrisi adalah salah satu komponen yang penting dalam menunjang
keberlangsungan proses pertumbuhan dan perkembangan.
d. Lingkungan budaya : budaya keluarga atau masyarakat akan mempengaruhi
bagaimanna mereka dalam mempersepsikan dan memahami kesehatan dan
perilaku hidup sehat.
e. Status sosial dan ekonomi keluarga : anak yang dibesarkan di keluarga yang
berekonomi tinggi untuk pemenuhan kebutuhan gizi akan tercukupi dengan
baik di bandingkan dengan anak yang di besarkan dikeluarga yang
berekonomi sedang atau kurang.
f. Iklim/cuaca : iklim tertentu akan mempengaruhi status kesehatan anak
misalnya musim penghujan akan dapat menimbulkan banjir sehingga
menyebabpkan sulitnya trasportasi untuk mendapatkan bahan makanan,
timbul penyaki menular, dan penyakit kulit yang dapat menyerang bayi dan
anak-anak.
g. Olah raga/latihan fisik : manfaat olah raga atau latihan fisik yang teratur akan
meningkatkan sirkulasi darah sehingga meningkatkna suplai oksigen ke
seluruh tubuh, meningkatkan aktivitas fisik dan menstimulasi perkembangan
otot dan jaringan sel.
h. Posisi anak dalam keluarga : posisi anak sebagai anak tunggal, anak sulung,
anak tengah atau anak bungsu dan mempegaruhi pola perkembangan anak
tersebut diasuh dan didik dalam keluarga.
i. Status kesehatan : status kesehatan anak dapat mempengaruhi pada
pencapaian pertumbuhan dan perkembangan.

7
j. Faktor hormonal : faktor hormonal yang berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah somatotropon yang berperan dalam
mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan, hormon tiroid dengan
menstimulasi metabolisme tubuh (Soetjiningsih, 2014).
2.3.3 Penilaian Pertumbuhan Fisik Anak
Indikator pertumbuhan (Soetjiningsih, 2014):
a. Berat badan
1. Berat badan lahir rata-rata 3,4 kg (2,7-4,1 kg)
2. Bayi yang dilahirkan cukup bulan akan kehilangan berat badannya selama 3-
4 hari pertama dan akan kembali sama dengan berat badan lahir pada hari ke
10.
3. Berat badan meningkat:
2 x berat badan lahir pada umur 5 bulan,
3 x berat badan lahir pada umur 1 tahun,
4 x berat badan lahir pada umur 2½ tahun
4. Penambahan berat badan:
700-1000 gram/bulan pada triwulan I
500-600 gram/bulan pada triwulan II
350-450 gram/bulan pada triwulan III
250-350 gram/bulan pada triwulan IV

Tabel 2.1 Perkiraan Berat Badan dalam Kilogram


1. Lahir 3,25
2. 3-12 bulan 𝑈𝑚𝑢𝑟(𝐵𝑢𝑙𝑎𝑛)+ 2
3. 1-6 tahun 2xUmur(Tahun) + 8
4. 6-12 tahun 7𝑥𝑈𝑚𝑢𝑟(𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛)−52

b. Tinggi Badan
1. Rata-rata tinggi (panjang) badan lahir 50 cm.
2. Panjang badan meningkat 1,5 x panjang badan pada umur 1 tahun.

8
3. Penambahan panjang badan:
4 tahun 2x TB lahir
6 tahun 1,5x TB setahun
13 tahun 3x TB lahir
Dewasa 3,5x TB lahir (2 x TB 2 tahun)

Tabel 2.2 Perkiraan Tinggi Badan dalam Sentimeter


1. Lahir 50 cm
2. Umur 1 Tahun 75 cm
3. 2-12 Tahun 6xUmur(Tahun) +77

Sedangkan rumus prediksi tinggi akhir anak sesuai dengan potensi genetik
berdasarkan data tinggi badan orangtua dengan asumsi bahwa semuanya tumbuh
optimal sesuai dengan potensinya, adalah sebagai beikut (Soetjiningsih, 2014):
𝑇𝐵 𝐴𝑛𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑒𝑚𝑝𝑢𝑎𝑛 ∶
(𝑇𝐵 𝑎𝑦𝑎ℎ−13)+𝑇𝐵 𝑖𝑏𝑢2±8,5𝑐𝑚
2
𝑇𝐵 𝐴𝑛𝑎𝑘 𝐿𝑎𝑘𝑖−𝐿𝑎𝑘𝑖 ∶
(𝑇𝐵 𝑖𝑏𝑢+13)+𝑇𝐵 𝑎𝑦𝑎ℎ2±8,5𝑐𝑚
2
c. Lingkar Kepala
Rata-rata lingkar kepala lahir 34 cm, lingkar kepala ini lebih besar dari
lingkar dada. Pada anak umur 6 bulan lingkar kepala rata-ratanya adalah 44 cm,
umur 1 tahun 47 cm, umur 2 tahun 49 cm dan dewasa 54 cm. Jadi pertambahan
lingkar kepala pada 6 bulan pertama adalah 10 cm atau sekitar 50% dari 10
pertambahan lingkar kepala dari lahir sampai dewasa terjadi pada 6 bulan pertama
kehidupan.
d. Erupsi Gigi
Gigi pertama tumbuh pada umur 5 – 9 bulan, pada umur 1 tahun sebagian
besar anak mempunyai 6-8 gigi susu. Pada umur 2,5 tahun sudah terdapat 20 gigi
susu. Erupsi gigi tetap sebagai berikut :
1. Molar pertama : 6-7 tahun
2. Incisor : 7-9 tahun

9
3. Premolar : 9-11 tahun
4. Kanisius : 10-12 tahun
5. Molar kedua : 12-16 tahun
6. Molar ketiga : 17-25 tahun
Pada dasarnya pertumbuhan dibagi dua, yaitu; pertumbuhan yang bersifat
linier dan pertumbuhan massa jaringan. Dari sudut pandang antropometri, kedua
jenis pertumbuhan ini mempunyai arti yang berbeda. Pertumbuhan linier
menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat lampau, dan pertumbuhan
massa jaringan menggambarkan status gizi yang dihubungkan pada saat sekarang
atau saat pengukuran (Supariasa, 2002).
a. Pertumbuhan Linier
Ukuran yang berhubungan dengan tinggi (panjang) atau stature dan
merefleksikan pertumbuhan skeletal. Contoh ukuran linier adalah panjang
badan, lingkar dada dan lingkar kepala. Ukuran linier yang rendah biasanya
menunjukkan keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan protein yang
diderita waktu lampau.Ukuran linier yang paling sering digunakan adalah tinggi
atau panjang badan (Supariasa, 2002).
b. Pertumbuhan Massa Jaringan
Bentuk dan ukuran massa jaringan adalah massa tubuh. Contoh ukuran
massa tubuh adalah berat badan, lingkar lengan atas (LLA), dan tebal lemak
bawah kulit, apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan keadaan gizi
kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita pada waktu
pengukuran dilakukan. Ukuran massa jaringan yang sering digunakan adalah
berat badan (Supariasa, 2002).
c. Tahap Pertumbuhan Anak
Tahap pertumbuhan anak berangsur-angsur mulai dari (Matondang, et al,
2003):
1. Pertumbuhan yang cepat sekali dalam tahun pertama, yang kemudian
mengurang secara berangsur-angsur sampai umur 3-4 tahun.
2. Pertumbuhan yang berjalan lamban dan teratur sampai masa akil balik.
3. Pertumbuhan cepat pada masa akil balik (12-16 tahun).

10
4. Pertumbuhan kecepatannya mengurang berangsur-angsur sampai suatu
waktu (kira-kira umur 18 tahun) berhenti. Dalam tahun pertama panjang
badan bayi bertambah dengan 23 cm (di negera maju 25 cm), sehingga
anak pada umur 1 tahun panjangnya menjadi 71 cm (75 cm di negeri
maju). Kemudian kecepatan pertambahan panjang badan kira-kira 5 cm
per-tahun.
d. Ciri-ciri Pertumbuhan Anak
Terdapat 4 indikator pertumbuhan, yaitu (Soetjiningsih 2014):
1. Perubahan ukuran
Tampak jelas pada perubahan fisik, yang dengan bertambahnya umur
anak akan terjadi perubahan tinggi, berat badan, lingkar kepala, organ
tubuh sesuai kebutuhannya.
2. Perubahan proporsi
Perubahan proporsi tubuh dimulai dari usia kehamilan dua bulan sampai
dewasa, terlihat seperti gambar berikut.

Gambar 2.1 Proporsi Tubuh dari Janin sampai Dewasa


3. Hilangnya ciri-ciri lama
Menghilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu, dan menghilangnya
refleks-refleks primitif.
4. Timbulnya Ciri-ciri Baru
Timbulnya ciri-ciri baru adalah akibat pematangan fungsi-fungsi organ
seperti munculnya gigi tetap, munculnya tanda-tanda seks sekunder.

11
Pertumbuhan merupakan parameter kesehatan gizi yang cukup peka
digunakan dalam menilai kesehatan anak, terutama bayi dan balita. Dalam upaya
memonitor kesehatan gizi anak ini dipergunakan Kartu Menuju Sehat (KMS). KMS
adalah kartu yang memuat suatu grafik pertumbuhan berat badan (BB) menurut
umur, yang menunjukkan batas-batas pertumbuhan BB anak balita (Aritonang,
2004).

Gambar 2.2 Contoh Kartu Menuju Sehat (KMS)

Untuk menilai pertumbuhan fisik anak lainnya sering digunakan ukuran-


ukuran antropometri dibedakan menjadi 2 kelompok berikut:
a. Tergantung umur yaitu berat badan (BB) terhadap umur, tinggi badan (TB)
terhadap umur, lingkaran kepala (LK) terhadap umur dan lingkar lengan atas
(LLA) terhadap umur. Untuk dapat memberikan pemaknaan secara klinis pada
parameter tersebut diperlukan keterangan yang akurat mengenai tanggal lahir
anak. Kesulitannya adalah di daerah-daerah tertentu, penetapan umur anak

12
kurang tepat karena orang tua tidak ingat bahkan tidak ada catatan mengenai
tanggal lahirnya.
b. Tidak tergantung umur yaitu berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB), lingkar
lengan atas (LLA) dan tebal lipatan kulit (TLK). Hasil pengukuran
antropometrik tersebut lalu dibandingkan dengan suatu standar baku tertentu
misalnya NCHS dari Harvard atau standar baku nasional seperti yang terekam
pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Dengan melihat perbandingan hasil penilaian
dengan standar bakutersebut maka dapat diketahui status gizi anak. Nilai
perbandingan ini dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan fisik anak karena
menunjukkan posisi anak tersebut pada persentil (%) keberapa untuk suatu
ukuran antropometrik pertumbuhannya, sehingga dapat disimpulkan apakah
anak tersebut terletak pada variasi normal, kurang atau lebih. Selain itu juga
dapat diamati tren (pergeseran) pertumbuhan anak dari waktu ke waktu
(Soetjiningsih, 2014).
1. Berat Badan (BB)
Berat badan (BB) adalah parameter pertumbuhan yang paling sederhana,
mudah diukur dan diulang. BB merupakan ukuran terpenting yang dipakai pada
setiap pemeriksaan penilaian pertumbuhan fisik anak pada semua kelompok umur,
karena BB merupakan indikator tepat untuk mengetahui keadaan gizi dan tumbuh
kembang anak saat pemeriksaan (akut). BB juga sangat sensitif terhadap perubahan
sedikit saja seperti sakit dan pola makan. Selain itu dari sisi pelaksanaan,
pengukuran obyektif dan dapat diulangi dengan timbangan apa saja, relatif murah
dan mudah, serta tidak memerlukan waktu lama.
Namun, pengukuran BB tidak sensitif terhadap proporsi tubuh misalnya
pendek-gemuk atau tinggi-kurus. Selain itu, beberapa kondisi penyakit dapat
mempengaruhi pengukuran BB seperti adanya bengkak, pembesaran organ
(organomegali), hidrosefalus, dan sebagainya. Dalam keadaan tersebut, maka
ukuran BB tidak dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai status gizi
(Soetjiningsih, 2014). Penilaian status gizi akurat juga memerlukan data tambahan
berupa umur yang tepat, jenis kelamin, dan acuan standar. Data tersebut bersama

13
dengan pengukuran BB dipetakan pada kurva standar BB/U dan BB/TB atau diukur
persentasenya terhadap standar yang dianut.
BB/U dibandingan dengan standar (%)
a) >120% disebut gizi lebih
b) 80-120% disebut gizi baik
c) 60-80% tanpa oedema disebut gizi kurang
d) 60-80% dengan oedema atau <60% disebut gizi buruk
Perubahan BB perlu mendapat perhatian karena merupakan petunjuk
adanya masalah nutrisi akut. Kehilangan BB dapat dikategorikan menjadi:
a) Ringan = kehilangan 5-15%
b) Sedang = kehilangan 16-25%
c) Berat = kehilangan >25%
2. Tinggi Badan (TB)
Tinggi badan (TB) merupakan ukuran antropometrik kedua yang terpenting.
Pengukuran TB sifatnya sederhana dan mudah dilakukan. Apabila dikaitkan dengan
hasil pengukuran BB akan memberikan informasi penting tentang status gizi dan
pertumbuhan fisik anak. Ukuran tinggi badan pada masa pertumbuhan dapat terus
meningkat sampai tinggi maksimal tercapai. TB merupakan indikator proses
pertumbuhan yang berlangsung dalam kurun waktu relatif lama dan berguna
mendeteksi gangguan pertumbuhan fisik di masa lampau. Keuntungan dari
indikator ini adalah pengukurannya obyektif, dapat diulang, alat dapat dibuat
sendiri, murah dan mudah dibawa (Soetjiningsih, 2014).
Kerugiannya perubahan tinggi badan relatif lambat dan sukar untuk
mengukur tinggi badan secara tepat. Pengukuran TB pada anak umur kurang dari 2
tahun dengan posisi tidur dapat berbeda dengan saat posisinya berdiri. Seperti pada
BB, pengukuran TB juga memerlukan informasi seperti umur yang tepat, jenis
kelamin dan standar baku yang diacu. TB kemudian dipetakan pada kurva TB atau
dihitung terhadap standar baku dan dinyatakan dalam persen (Soetjiningsih, 2014).
TB/U dibandingkan dengan standar baku (%)
a) 90-110% = gizi baik
b) 70-90% = gizi kurang

14
c) <70% = gizi buruk

Gambar 2.3 Tabel Antropometri untuk Batita (0-36 bulan)


3. Rasio BB menurut TB (BB/TB)
Rasio BB/TB jika dikombinasikan dengan BB/U dan TB/U sangat penting
dan lebih akurat dalam penilaian status gizi karena memberikan informasi
mengenai proporsi tubuh. Indeks ini digunakan pada anak perempuan hanya sampai
tinggi badan 138 cm dan pada anak lelaki sampai tinggi badan 145 cm. Setelah itu,
hasil perbandingan BB/TB menjadi tidak bermakna, karena adanya tahap
percepatan pertumbuhan (growth spurt) pada masa pubertas (Soetjiningsih, 2014).
Keunggulan parameter ini adalah jika informasi mengenai umur tidak diketahui
dengan pasti.
Interpretasi BB/TB (dalam %)
a) >120% = obesitas
b) 110-120% = overweight
c) 90-110% = normal
d) 70-90% = gizi kurang

15
e) <70% = gizi buruk
4. Lingkar Kepala (LK)
Lingkar kepala (LK) menggambarkan pertumbuhan otak dari estimasi
volume dalam kepala. Lingkar kepala dipengaruhi oleh status gizi anak sampai usia
36 bulan. Pengukuran rutin dilakukan untuk menjaring kemungkinan adanya
penyebab lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhan otak walaupun diperlukan
pengukuran LK secara berkala daripada sewaktu-waktu saja (Soetjiningsih, 2014).
Apabila pertumbuhan otak mengalami gangguan yang dideteksi dari hasil
pengukuran LK yang kecil (dinamakan mikrosefali) maka hal ini bisa mengarahkan
si anak pada kelainan retardasi mental. Sebaiknya kalau ada gangguan pada
sirkulasi cairan otak (liquor cerebrospinal) maka volume kepala akan membesar
(makrosefali) disebut dengan kelainan hidrosefalus.
Pengukuran LK paling bermanfaat pada 6 bulan pertama sampai 2 tahun
karena pada periode inilah pertumbuhan otak berlangsung dengan pesat. Namun,
LK yang abnormal baik kecil maupun besar bisa juga disebabkan oleh faktor
genetik (keturunan) dan bawaan bayi. Pada 6 bulan pertama kehidupan LK berkisar
antara 34-44 cm sedangkan pada umur 1 tahun sekitar 47 cm, 2 tahun 49 cm dan
dewasa 54 cm (Soetjiningsih, 2014).
5. Lingkar Lengan Atas (LLA)
Lingkar lengan atas (LLA) menggambarkan tumbuh kembang jaringan
lemak di bawah kulit dan otot yang tidak banyak terpengaruh oleh keadaan cairan
tubuh dibandingkan dengan berat badan (BB). LLA lebih sesuai untuk dipakai
menilai keadaan gizi/tumbuh kembang pada anak kelompok umur prasekolah (1-5
tahun) (Soetjiningsih, 2014).
Pengukuran LLA ini mudah, murah, alat bisa dibuat sendiri dan bisa
dilakukan oleh siapa saja. Alat yang digunakan biasanya adalah pita ukur elastis.
Namun, penggunaan LLA ini lebih tepat untuk mengidentifikasi anak dengan
gangguan gizi/pertumbuhan fisik yang berat. Selain itu terkadang pengukurannya
juga dengan menekan pertengahan LLA yang dirasakan tidak nyaman bagi anak-
anak (Soetjiningsih, 2014).

16
Interpretasi hasil dapat berupa:
a) LLA : < 12.5 cm = gizi buruk (merah), 12.5 – 13.5 cm = gizi kurang (kuning),
>13.5 cm = gizi baik (hijau).
b) Bila umur tidak diketahui, status gizi dinilai dengan indeks LLA/TB: <75% =
gizi buruk, 75-80% = gizi kurang, 80-85% = borderline , dan >85% = gizi baik
(normal).
6. Tebal Lipatan Kulit (TLK)
Tebal Lipatan Kulit (TLK) merupakan pencerminan tumbuh kembang
jaringan lemak di bawah kulit yang lebih spesifik. Hampir 50% lemak tubuh berada
di jaringan subkutis sehingga dengan mengukur lapisan lemak (TLK) dapat
diperkirakan jumlah lemak total dalam tubuh. Hasilnya dibandingkan dengan
standar dan dapat menunjukkan status gizi dan komposisi tubuh serta cadangan
energi. Makna klinisnya adalah TLK ini dapat digunakan untuk menganalisis
kecukupan energi anak. Bila dikaitkan dengan indeks BB/TB, ia dapat menentukan
masalah nutrisi yang kronik (Soetjiningsih, 2014).
Pada keadaan asupan gizi yang kurang (malnutrisi misalnya), tebal lipatan
kulit menipis dan sebaliknya menebal pada anak dengan asupan gizi yang
berlebihan (overweight sampai obese). Sehingga parameter ini juga dapat bermakna
penting bagi pengaturan pola diet anak khususnya yang mengalami kegemukan
(overweight sampai obese). Selain itu, pemeriksaan TLK bila dikaitkan dengan nilai
LLA misalnya pada otot triseps dapat dipakai untuk menghitung massa otot
(Soetjiningsih, 2014).
Regio tubuh umum tempat dilakukannya pengukuran TLK dengan
menggunakan skinfold calliper adalah regio triseps, biseps, subskapula, suprailiaka,
dan betis. Pengukuran dilakukan dengan mencubit kulit sampai terpisah dari otot
dasarnya, ditarik menjauhi tubuh kemudian menempatkan kaliper di antara cubitan
kulit tersebut. Hasil pengukuran dinyatakan dalam millimeter yang kemudian hasil
penjumlahan beberapa regio tersebut dimasukkan dalam rumus untuk mendapatkan
persentase lemak tubuh. Oleh karena itu diperlukan pengalaman dan keterampilan
pengukur untuk mendapatkan hasil yang akurat (Soetjiningsih, 2014).

17
2.4 Penilaian Perkembangan Anak
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah pada masa balita
(bawah lima tahun). Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya di usia
prasekolah. Pada masa balita ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas,
kesadaran sosial, emosional dan intelegensi berjalan sangan cepat dan merupakan
landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar kepribadian
juga dibentuk pada masa ini (Soetjiningsih, 2014). Perkembangan mental anak
balita yang dijelaskan dalam SKALA YAUMIL-MIMI:
a. Dari lahir sampai 3 bulan:
1. Belajar mengangkat kepala (seperti yang terjadi pada Airin, sepertinya
tujuannya untuk mempersiapkan diri sebelum tengkurap).
2. Belajar mengikuti objek dengan matanya.
3. Melihat ke muka orang dengan tersenyum.
4. Bereaksi terhadap suara/ bunyi.
5. Mengenal ibunya dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak.
6. Menahan barang yang dipegangnya.
7. Mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh.
b. Dari 3 bulan sampai 6 bulan:
1. Mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada dengan bertopang
tangan.
2. Mulai belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauannya atau di
luar jangkauannya.
3. Menahan benda-benda di mulutnya.
4. Berusaha memperluas lapangan pandangan.
5. Tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain.
6. Mulai berusaha mencari benda-benda yang hilang.
c. Dari 6 bulan sampai 9 bulan:
1. Dapat duduk tanpa dibantu
2. Dapat tengkurap dan berbailik sendiri
3. Dapat merangkak meraih benda atau mendekati seseorang

18
4. Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
5. Memegang benda kecil daengan ibu jari dan jari telunjuk
6. Bergembira dengan melempar benda-benda
7. Mengeluarkan kata-kata tanpa arti
8. Mengenal muka anggota-anggota keluarga dan takut kepada orang asing/
lain
9. Mulai berpartisipasi dalam permainan tepuk tangan dan sembunyi-
sembunyian
d. Dari 9 bulan sampai 12 bulan:
1. Dapat berdiri sendiri tanpa dibantu
2. Dapat berjalan dengan dituntun
3. Menirukan suara
4. Mengulang bunyi yang didengarnya
5. Belajar menyatakan satu atau dua kata
6. Mengerti perintah sederhana atau larangan
7. Memperlihatkan minat yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya, ingin
menyentuh apa saja dan memasukkan benda-benda ke mulutnya (memasuki
fase oral sepertinya)
8. Berpartisipasi dalam permainan
e. Dari 12 bulan sampai 18 bulan:
1. Berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah
2. Menyusun 2 atau 3 kotak
3. Dapat mengatakan 5-10 kata
4. Memperlihatkan rasa cemburu dan rasa bersaing
f. Dari 18 sampai 24 bulan:
1. Naik turun tangga
2. Menyusun 6 kotak
3. Menunjuk mata dan hidungnya
4. Menyusun dua kata
5. Belajar makan sendiri
6. Menggambar garis di kertas atau pasir

19
7. Mulai belajar mengontrol buang air besar dan buang air kecil/ kencing
8. Menaruh minat kepada apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang lebih
besar
9. Memperlihatkan minat kepada anak lain dan bermain-main dengan mereka
g. Dari 2 sampai 3 tahun:
1. Belajar meloncat, memanjat, melompat dengan satu kaki
2. Membuat jembatan dengan 3 kotak
3. Mampu menyusun kalimat
4. Mempergunakan kata-kata orang tua, bertanya, mengerti kata-kata yang
ditujukan kepadanya
5. Menggambar lingkaran
6. Bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya lingkungan lain
di luar keluarganya
h. Dari 3 sampai 4 tahun:
1. Berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga
2. Berjalan pada jari kaki
3. Belajar berpakaian dan membuka pakaian sendiri
4. Menggambar garis silang
5. Mengenal 2 atau 3 warna
6. Menggambar orang hanya kepala dan badan
7. Bicara dengan baik
8. Menyebut namanya, jenis kelamin dan umurnya
9. Banyak bertanya
10. Bertanya bagaimana anak dilahirkan
11. Mengenal sisi atas, sisi bawah, sisi muka, dan sisi belakang
12. Mendengarkan cerita-cerita
13. Bermain dengan anak lain
14. Menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudranya
15. Dapat melakasanakan tugas-tugas sederhana
i. Dari 4 sampai 5 tahun:
1. Melompat dan menari

20
2. Menggambar orang terdiri dari kepala, lengan dan badan
3. Menggambar segi empat dan segi tiga
4. Pandai bicara
5. Dapat menghitung jari-jarinya
6. Dapat menyebut hari-hari dalam seminggu
7. Mendengar dan mengulang hal-hal penting dan cerita
8. Minat kepada kata baru dan artinya
9. Memprotes bila dilarang apa yang diingininya
10. Mengenal 4 warna
11. Memperkirakan bentuk dan besarnya benda, membedakan besar dan kecil
12. Menaruh minat kepada aktivitas orang dewasa

2.5 Berat Badan Balita Gizi Kurang


2.5.1. Pengertian
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran
massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan pengukuran yang
terpenting pada bayi baru lahir. Dan hal ini digunakan untuk menentukan apakah
bayi termasuk normal atau tidak (Supariasa et al., 2001). Berat badan merupakan
hasil peningkatan / penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang,
otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan
yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi kesehatan
(Soetjiningsih, 1998).
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) Mudah digunakan
dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, (2) Mudah diperoleh dan relatif murah
harganya, (3) Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg, (4) Skalanya mudah
dibaca, (5) Aman untuk menimbang balita. Sedangkan jenis timbangan sebaiknya
yang memenuhi persyaratan tersebut, timbangan yang dianjurkan untuk anak balita
adalah dacin dengan kapasitas minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. jenis
timbangan lain yang dapat digunakan adalah detecto, sedangkan timbangan injak

21
(bath room scale) akurasinya kurang karena menggunakan per, sehingga hasilnya
dapat berubah-ubah.
Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan
menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan
pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan
gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya
memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi
kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke
waktu (Atmarita, Soendoro, T. Jahari, AB. Trihono dan Tilden, R. 2009).
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau
penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ
tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau tumbuh
kembang anak. Selain menilai berdasarkan status gizi dan tumbuh kembang anak,
berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan
yang diperlukan dalam tindakan pengobatan.
Interpretasi :
a. BB/U < dipetakan pada kurva berat badan :
1. BB/U < sentil ke-10 disebut defisit
2. BB/U > sentil ke-90 disebut kelebihan
b. BB/U dibandingkan acuan standar, dinyatakan dalam presentase:
1. >120% disebut gizi lebih
2. 80-120% disebut gizi baik
3. 60-80% tanpa oedema disebut gizi kurang
4. 60-80% dengan oedema disebut gizi buruk (kwashiorkor)
5. <60% tanpa oedema disebut marasmus
6. <60% dengan oedema disebut marasmus kwashiorkor
Perubahan berat badan (berkurang atau bertambah) perlu mendapat
perhatian karena merupakan petunjuk adanya masalah nutrisi akut.
Kehilangan BB dihitung sebagai berikut (BB saat ini/BB semula) x 100% :
a. 85-95% : kehilangan BB ringan (5-15%)
b. 75-84% : kehilangan BB sedang (16-25%)

22
c. <75% : kehilangan BB berat (>25% )
2.5.2. Masalah Gizi Balita
Balita termasuk ke dalam kelompok usia berisiko tinggi terhadap penyakit.
Kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi pada balita dapat memengaruhi
status gizi dan status kesehatannya. Gangguan gizi pada anak usia balita merupakan
dampak kumulatif dari berbagai faktor baik yang berpengaruh langsung ataupun
tidak langsung terhadap gizi anak. Konferensi Internasional tentang “At Risk
Factors and The Health and Nutrition of Young Children” di Kairo tahun 1975
mengelompokkan faktor-faktor itu menjadi tiga kelompok (Moehji. S. 2009), yaitu:
a. At risk factors yang bersumber dari masyarakat yaitu: struktur politik,
kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan, prevalensi berbagai penyakit,
pelayanan kesehatan, tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan iklim.
b. At risk factors yang bersumber pada keluarga yaitu: tingkat pendidikan, status
pekerjaan, penghasilan, keadaan perumahan, besarnya keluarga dan
karakteristik khusus setiap keluarga.
c. At risk factors yang bersumber pada individu anak yaitu: usia ibu, jarak lahir
terhadap kakaknya, berat lahir, laju pertumbuhan, pemanfaatan ASI,
imunisasi dan penyakit infeksi.
Ketiga kelompok faktor tersebut secara bersama-sama menciptakan suatu
kondisi yang membawa dampak tidak terpenuhinya kebutuhan gizi anak akibat
makanan yang tidak akurat. Oleh karena itu upaya pemeliharaan gizi anak haruslah
paripurna (comprehensive care) yang mencakup berbagai aspek yang terdiri dari:
a. Pemeliharaan gizi pada masa prenatal
b. Pengawasan tumbuh kembang anak sejak lahir
c. Pencegahan dan penanggulangan dini penyakit infeksi melalui imunisasi
dan pemeliharaan sanitasi
d. Pengaturan makanan yang tepat dan benar
e. Pengaturan jarak kelahiran
Kelima upaya tersebut harus merupakan suatu kesatuan sebagai strategi
dasar pemeliharaan gizi anak. Ada beberapa masalah gizi yang biasa diderita balita
sebagai berikut (Ayu Bulan Febry dan Marendra. Z, 2008) :

23
a. KEP (Kurang Energi Protein)
KEP adalah suatu keadaan dimana rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Ada
tiga tipe KEP sebagai berikut:
1. Tipe Kwashiorkor
Kwashiorkor terjadi akibat kekurangan protein. Penyakit gangguan gizi ini
banyak ditemukan pada anak usia 1 – 3 tahun. Orang tua biasanya tidak menyadari
bahwa anaknya sakit. Hal ini disebabkan kebutuhan energinya tercukupi sehingga
berat badan menjadi normal. Apalagi ditambah dengan adanya oedema pada badan
anak karena kekurangan protein. Gejala pada kwashiorkor antara lain:
a) Oedema pada kaki dan muka (moon face)
b) Rambut berwarna jagung dan tumbuh jarang
c) Perubahan kejiwaan seperti apatis, cengeng, wajah memelas dan nafsu
makan berkurang
d) Muncul kelainan kulit mulai dari bintik-bintik merah yang kemudian
berpadu menjadi bercak hitam
2. Tipe Marasmus
Marasmus terjadi akibat kekurangan energi. Gangguan gizi ini biasanya
terjadi pada usia tahun pertama yang tidak mendapat cukup Air Susu Ibu (ASI).
Gejala pada marasmus antara lain:
a) Berat badan sangat rendah
b) Kemunduran pertumbuhan otot (atrophi)
c) Wajah anak seperti orang tua (old face)
d) Ukuran kepala tak sebanding dengan ukuran tubuh
e) Cengeng dan apatis (kesadaran menurun)
f) Mudah terkena penyakit infeksi
g) Kulit kering dan berlipat-lipat karena tidak ada jaringan lemak di bawah
kulit
h) Sering diare
i) Rambut tipis dan mudah rontok

24
3. Tipe Kwashiorkor Marasmus
Keadaan ini timbul jika makanan sehari-hari anak tidak cukup mengandung
energy dan protein untuk pertumbuhan normal.
b. Obesitas
Anak akan mengalami berat badan berlebih (overweight) dan berlebihan
lemak dalam tubuh (obesitas) apabila selalu makan dalam porsi besar dan tidak
diimbangi dengan aktivitas yang seimbang. Dampak obesitas pada anak dapat
menyebabkan hiperlipidemia (tinggi kadar kolesterol dan lemak dalam darah),
gangguan pernafasan, dan komplikasi ortopedik (tulang). Upaya agar anak
terhindar dari obesitas yakni orang tua perlu melakukan pencegahan seperti
mengendalikan pola makan anak agar tetap seimbang. Selain itu, memberikan
camilan yang sehat seperti buah dan melibatkan anak pada aktivitas yang bias
mengeluarkan energinya juga harus dilakukan.
c. Kekurangan Vitamin A
Penyakit mata yang diakibatkan oleh kurangnya vitamin A disebut
xerophtalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yangpaling sering terjadi
pada anak-anak usia 2 – 3 tahun. Hal ini karena setelah disapih, anak tidak diberi
makanan yang memenuhi syarat gizi. Sementara anak belum bisa mengambil
makanan sendiri.
d. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)
Kekurangan mineral iodium pada anak dapat menyebabkan pembesaran
kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik. Zat iodium
penting untuk kecerdasan anak.
e. Anemia Zat Besi (Fe)
Anemia adalah keadaan di mana kadar hemoglobin darah kurang dari
normal. Hal ini disebabkan kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang diperlukan
untuk pematangan eritrosit (sel darah merah). Anemia pada anak disebabkan
kebutuhan Fe yang meningkat akibat pertumbuhan anak yang pesat dan infeksi akut
berulang. Gejala yang tampak adalah anak mudah lemas, mudah lelah, dan pucat.
Selain itu, anak dengan defisiensi zat besi ternyata memiliki kemampuan mengingat

25
dan memusatkan perhatian yang lebih rendah dibandingkan dengan anak cukup
asupan zat besi.
2.5.3 Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Gizi Kurang
Faktor penyebab gizi kurang meliputi penyebab langsung dan penyebab
tidak langsung:
a. Penyebab langsung
1. Asupan zat gizi
Masalah gizi timbul karena dipengaruhi oleh ketidakseimbangan asupan
makanan. Konsumsi pangan dengan gizi yang cukup serta seimbang merupakan
salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan intelegensia
manusia. Tingkat kecukupan asupan zat gizi seseorang akan mempengaruhi
keseimbangan perkembangan jasmani dan rohani yang bersangkutan
(Apriayanto, 2005 )
2. Infeksi
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik.
Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya. Anak
yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya
tahan, sehingga rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi lain anak menderita
sakit infeksi akan cenderung menderita gizi kurang atau gizi buruk.
b. Penyebab tidak langsung
1. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan
Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli
memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga
tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari bagi keluarganya. Pada
gilirannya asupan gizi tidak sesuai kebutuhan (Budiyanto, 2004).
2. Pendapatan Keluarga
Di negara Indonesia jumlah pendapatan sebagian besar adalah golongan
rendah dan menengah, ini akan berdampak pada pemenuhan bahan makanan
terutama makanan bergizi. Jika keterbatasan ekonomi yang tidak mampu
membeli makanan yang baik maka pemenuhan gizi akan berkurang (Budiyanto,
2004).

26
3. Sanitasi Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan
terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare,kecacingan,dan infeksi
saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan,
penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya
kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang
penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu ( Supariasa et al., 2002).
2.5.3 Konsep Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
a. Pengertian Pemberian Makanan Tambahan
Makanan tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan selain
makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi. Untuk
mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita perlu
diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P). PMT-P bagi
anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan sebagai pengganti
makanan utama sehari-hari. PMT-P yang dimaksud berbasis bahan makanan lokal
dengan menu khas daerah yang disesuaikan dengan kondisi setempat (Dirjen Bina
Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, 2011).
b. Tujuan Pemberian Makanan Tambahan
Menurut Persagi tahun 2009, pemberian tambahan makanan di samping
makanan yang dimakan sehari-hari dengan tujuan memulihkan keadaan gizi dan
kesehatan. PMT dapat berupa makanan lokal atau makanan pabrik. Program
Makanan Tambahan Pemulihan (PMT– P) diberikan kepada anak gizi buruk dan
gizi kurang yang jumlah harinya tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan status
gizi anak. Ibu yang memiliki anak di bawah lima tahun yang menderita gizi kurang
atau gizi buruk diberikan satu paket PMT-P.
c. Sasaran Pemberian Makan Tambahan
Balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan Bawah
Garis Merah (BGM) berasal dari keluarga miskin menjadi sasaran prioritas
penerima PMT Pemulihan. Balita dengan kriteria tersebut perlu dikonfirmasi
kepada Tenaga Pelaksana Gizi atau petugas puskesmas, guna menentukan sasaran
penerima PMT Pemulihan. Cara penentuan sasaran dipilih melalui hasil

27
penimbangan bulanan di posyandu dengan urutan prioritas dan kriteria sebagai
berikut :
1. Balita yang dalam pemulihan pasca perawatan gizi buruk di TFC/Pusat
Pemulihan Gizi/Puskesmas Perawatan atau RS
2. Balita kurus dan berat badannya tidak naik dua kali berturut-turut (2 T)
3. Balita kurus
4. Balita Bawah Garis Merah (BGM)
d. Komposisi Pemberian Makanan Tambahan
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, bahwa prasyarat
pemberian makanan tambahan pada anak usia pra sekolah adalah nilai gizi harus
berkisar 200 – 300 kalori dan protein 5 – 8 gram. PMT berupa makanan selingan
atau makanan lengkap (porsi) kecil, menggunakan bahan makanan setempat dan
diperkaya protein nabati/hewani, dan mengandung 4 sehat 5 sempurna,
menggunakan resep daerah atau dimodifikasi, serta dipersiapkan, dimasak aman
memenuhi syarat kebersihan serta kesehatan. Pemberian makanan tambahan (PMT)
diberikan dari Kelurahan dengan frekuensi minimal 3 kali seminggu selama 100 –
160 hari.
PMT merupakan bagian penatalaksanaan balita gizi kurang, PMT ini
disebut PMT pemulihan (PMT-P). PMT-P dilaksanakan oleh Pusat Pemulihan Gizi
(PPG) di posyandu dan secara terus menerus di rumah tangga. Keseluruhannya
berjumlah 90 hari. Lamanya pemberian PMT-P diberikan setiap hari kepada anak
selama 3 bulan (90 hari).

28
BAB 3. HASIL KEGIATAN

3.1 Profil Keluarga dan Genogram


3.1.1 Profil Keluarga
Keluarga yang akan dibina terdiri empat orang dalam satu keluarga, masing-
masing profil dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 3.1 Profil Anggota Keluarga
Nama Tn. A Ny.A Ny.M An. H
Jenis Pria Wanita Wanita Wanita
Kelamin
Usia 22 th 21 th 56 th 13 bln
Agama Islam Islam Islam Islam
Alamat Desa Sumber Salak, Kecamatan Ledokombo
Status Kawin Kawin Kawin Belum Kawin
Pendidikan Tamat SMA Tamat SMK Tamat SD -
Pekerjaan Pegawai Swasta Ibu Rumah Tangga Pedagang -
Keterangan Kepala Keluarga Istri Tn. A Ibu Ny. A Anak Pertama

3.1.2 Genogram

Gambar 3.1 Genogram Keluarga Tuan A


Keterangan :

29
3.2 APGAR Score
Untuk menilai fungsi fisiologis keluarga ini digunakan APGAR SCORE
dengan nilai hampir selalu = 2, kadang = 1, hampir tidak pernah = 0. APGAR
SCORE di sini akan dilakukan pada masing-masing anggota keluarga dan
kemudian dinilai rata-rata untuk menentukan fungsi fisiologis keluarga secara
keseluruhan. Nilai rata-rata 1-5 = jelek, 5-7 = sedang, 8-10 = baik.

Tabel 3.2. APGAR Keluarga Tn. A


APGAR Sering/Selalu Kadang Jarang/Tidak
(2) (1) (0)
Saya puas bahwa saya dapat √
Adaptasi

kembali ke keluarga saya bila


saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara keluarga √
Partnership

saya membahas dan membagi


masalah dengan saya
Saya puas dengan cara keluarga √
saya menerima dan mendukung
Growth

keinginan saya untuk


melakukan kegiatan baru atau
arah hidup yang baru
Saya puas dengan cara keluarga √
saya mengekspresikan kasih
Afek

sayangnya dan merespon emosi


saya seperti kemarahan
perhatian, dll
Saya puas dengan cara keluarga √
Resolve

saya dan saya membagi waktu


bersama-sama
Total poin APGAR keluarga Tn. S : 9 poin.

30
Kesimpulan: fungsi fisiologis keluarga pasien baik. Artinya pada keluarga tersebut
fungsi keluarga ditinjau dari sudut pandang anggota keluarga terhadap
hubungannya dengan anggota keluarga yang lain adalah baik.

3.3 Profil Health Seeking Behaviour


Perilaku pencarian pengobatan dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap, dan
praktek individu. Pengetahuan, sikap dan praktek (PSP) membentuk jenis respon
manusia akan adanya suatu kondisi tertentu. Dalam bidang kesehatan, kondisi
tersebut dibangun oleh unsur sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan
lingkungan juga berhubungan dengan pencarian pengobatan baik ke fasilitas
modern, tradisional, atau mengobati sendiri.
Rumah keluarga Tn. A berjarak sekitar 1,5 km dari tempat praktek bidan
desa dan 5 km meter dari Puskesmas Jenggawah. Namun, riwayat persalinan Anak
anak Tn. A justru tidak dilakukan di bidan, tetapi di rumah sakit dengan bantuan
dokter. Riwayat kunjungan di posyandu untuk pemeriksaan ibu dan anak juga tidak
dilakukan secara rutin. Keluarga Tn. A juga termasuk sangat jarang memeriksakan
diri ke tenaga medis ketika ada anggota keluarga yang sakit seperti batuk, pilek,
diare, dan hipertensi. Keluarga Tn. A merasa jika sakit tersebut dapat terobati
sendiri atau justru mencari pengobatan tradisional seperti penggunaan jamu dan
ramuan herbal. Selain itu, saat an. H didiagnosis kurang gizi, nenek seakan
mengelak diagonis tersebut dan seakan membenarkan apa yang sudah dilakukannya
selama ini. Nenek percaya apa yang dilakukan selam ini sudah susai dan benar
adanya. Hal ini menunjukkan kesadaran akan kesehatan di keluarga ini terbilang
masih sangat kurang dan perlu pembinaan dari petugas kesehatan disekitarnya agar
ada keinginan untuk aktif mengikuti program layanan kesehatan.

3.4 Profil Tempat Tinggal


Rumah/tempat tinggal yang ditempati oleh keluarga Tn. A ini merupakan
rumah milik sendiri. Luas rumah yang ditempati keluarga adalah 6x18 m2, terdiri
dari 3 kamar tidur, 1 ruang tamu beserta ruang keluarga, 1 dapur, dan 2 kamar
mandi. Tipe bangunan rumah adalah permanen. Rumah tersebut memiliki langit-

31
langit. Keseluruhan tembok rumah terbuat dari batu bata. Lantai rumah terbuat dari
semen dan dilapisi keramik kecuali pada dapur yang masih terbuat dari tanah.
Terdapat jendela pada 2 kamar tidur saja dan di ruang tamu namun jarang dibuka
sehingga ventilasi udara di rumah tersebut kurang. Pada dapur tidak ada cerobong
untuk keluarnya gas. Selain itu pencahayaan di rumah tersebut juga kurang karena
hanya mendapat sinar di kamar tidur depan dan ruang tamu saja.
Fungsi sanitasi rumah keluarga Tn. A tergolong sedang. Sumber air
keluarga berasal dari sumur sendiri. Selain itu, kamar mandi sudah permanen dan
hanya 1 kamar mandi yang memiliki jamban. Pengolahan limbah rumah tangga di
rumah tersebut juga kurang baik dan hanya dialirkan ke selokan dan sungai terdekat
atau dibakar.

3.5 Profil Lingkungan Tempat Tinggal


a. Sanitasi Dasar
1. Sumber air
Sumber air yang digunakan untuk masak dan minum adalah sumber air yang
berasal dari sumur sendiri.
2. Jamban
Rumah ini memiliki kamar mandi dan jamban.
3. Pembuangan
Air limbah rumah tangga langsung dibuang ke selokan terdekat atau sungai
dan pembuangan sampah langsung di bakar di lahan yang berada di belakang
rumah.
4. Pekarangan
Pekarangan di sekitar rumah tampak kotor, ada sampah dan tanaman liar dan
terdapat ayam-ayam yang berkeliaran di pekarangan.
5. Jarak antar rumah
Jarak antar rumah cukup, kurang lebih berjarak 6 meter. Rumah berada di
lingkungan yang cukup penduduk.
Kondisi rumah pasien termasuk rumah kurang sehat karena tidak memenuhi
beberapa kriteria seperti pembuangan air limbah rumah tangga ke sungai, banyak

32
hewan ternak berkeliaran di rumah, dan ventilasi masih kurang memadai sehingga
penerangan alami di dalam rumah tidak mencukupi.

3.6 Profil Kesehatan Balita


3.6.1 Anamnesis
Dalam rangka menggali faktor-faktor terkait tumbuh kembang balita A, kami
telah melakukan wawancara sebagai berikut:
a. Riwayat kehamilan
Pasien merupakan anak pertama. Saat ini, Ibu berusia 21 tahun dan pada
saat hamil pertama, ibu berusia 20 tahun. Tidak ada riwayat keguguran sebelumnya
(G1P0A0). Usia kehamilan hanya 34 minggu. Ibu pasien tidak rutin melakukan
pemeriksaan antenatal ke bidan atau posyandu karena merasa kurang penting.
Selama kehamilan ibu pasien mengatakan sering pusing namun tidak pernah dicek
apakah mengalami tekanan darah tinggi. Ibu pasien mengatakan tidak pernah ada
riwayat kejang, muntah berlebih, demam, pendarahan melalui jalan lahir, ataupun
konsumsi obat-obatan pada saat hamil.
Dua hari sebelum persalinan, air ketubah ibu sudah pecah dan tidak
langsung diperiksakan ke bidan, namun nenek pasien langsung membawa ke rumah
sakit, dan mendapatkan pertolongan oleh bidan dan dokter rumah sakit. Ibu pasien
tidak pernah mengkonsumsi jamu selama hamil, tidak merokok dan tidak pernah
minum-minuman yang mengandung alkohol. Ibu pasien juga mengaku tak pernah
dipijat dan tidak pernah jatuh. Kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi
sebagai berikut: makan 3 kali sehari seporsi lengkap dengan nasi, sayur, tahu atau
tempe dan terkadang dengan ikan dan daging. Namun pada kehamilan ini, ibu
merasa khawatir dan bingung karena ibu merasa masih muda dan tak pernah seperti
ini sebelumnya. Ibu hanya mendengarkan apa kata nenek pasien dan jarang
memeriksakan serta berkonsultasi ke posyandu, namun ibu sesekali memeriksakan
dirinya ke dokter.
b. Riwayat persalinan
Bayi lahir kurang bulan dengan persalinan operasi dibantu oleh dokter di
rumah sakit, berat badan lahir 2100 gram dan panjang badan 43 cm, langsung

33
menangis dengan air ketuban jernih. Pada saat persalinan, pada ibu juga tak
ditemukan perdarahan berlebih.
c. Riwayat pasca persalinan
Menurut ibu pasien, imunasi langsung diberikan sesaat bayinya lahir. ASI
ibu tidak lancar sehingga bayi diberikan asupan susu formula setelah dilahirkan.
Ibu jarang membawanya ke posyandu namun seskali hanya mau ditimbang saja
sehingga monitoring kesehatan bayi cukup sulit dilakukan. Susu formula diberikan
setiap anak menangis sebanyak 30cc-60cc dengan takaran dua sendok susu hingga
usia 6 bulan, lalu sebanyak 100cc hingga saat ini. Jenis MP-ASI yang diberikan
adalah bubur kemasan dan diberikan sebanyak dua kali sehari sebanyak 3 sendok
ditambah 1 sendok susu.
d. Riwayat imunisasi
1. Hepatitis B : sudah dilakukan
2. Polio : sudah dilakukan
3. BCG : sudah dilakukan
4. DPT : sudah dilakukan sesuai usia
5. Campak : sudah dilakukan sesuai usia
d. Riwayat tumbuh kembang
Riwayat pertumbuhan:
1. BB lahir : 2100 gram
2. BB sekarang : 6400 gram
3. BB ideal WHO : 9,8 kg (menurut Z score BB/U)
4. PB lahir : 43 cm
5. PB sekarang : 69 cm
6. PB ideal WHO : 75 cm (menurut Z score PB/U)
Riwayat perkembangan
Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP) untuk anak 13 bulan

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Jika anda bersembunyi di


belakang sesuatu/di pojok, √
kemudian muncul dan

34
menghilang secara berulang-
ulang di hadapan anak, apakah ia
mencari anda atau mengharapkan
anda muncul kembali?
2. Letakkan pensil di telapak tangan
bayi. Coba ambil pensil tersebut
dengan perlahan-lahan. Sulitkah √
anda mendapatkan pensil itu
kembali?
3. Apakah anak dapat berdiri
selama 30 detik atau lebih √
dengan berpegangan pada
kursi/meja?
4. Apakah anak dapat mengatakan 2
suku kata yang sama, misalnya:
“ma-ma”, “da-da” atau “pa-pa”. √
Jawab YA bila ia mengeluarkan
salah—satu suara tadi.
5. Apakah anak dapat mengangkat
badannya ke posisi berdiri tanpa √
bantuan anda?
6. Apakah anak dapat membedakan
anda dengan orang yang belum ia
kenal? la akan menunjukkan
sikap malu-malu atau ragu-ragu √
pada saat permulaan bertemu
dengan orang yang belum
dikenalnya.
7. Apakah anak dapat mengambil
Benda kecil seperti kacang atau
kismis, dengan meremas di
antara ibu jari dan jarinya seperti
pada √
gambar?

8. Apakah anak dapat duduk sendiri √


tanpa bantuan?
9. Sebut 2-3 kata yang dapat ditiru
oleh anak (tidak perlu kata-kata
yang lengkap). Apakah ia √
mencoba meniru menyebutkan
kata-kata tadi ?

35
10. Tanpa bantuan, apakah anak
dapat mempertemukan dua
kubus kecil yang ia pegang? √
Kerincingan bertangkai dan tutup
panel tidak ikut dinilai.
3.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Cukup
a. Kesadaran :
1. Kualitatif : Compos menntis
2. Kuantitatif : 4-5-6
b. Tanda-Tanda Vital :
1. Frekuensi Nadi : 128 x/menit, reguler, kuat angkat
2. Frekuensi Pernapasan : 36 x/menit, reguler, suara napas vesikuler
3. Suhu : 36,8oC
c. Status Gizi :
1. Umur : 13 bulan
2. BB Sekarang : 6,4 kg
3. BB Ideal WHO : 9,8 kg
4. PB : 69 cm
5. PB Ideal WHO : 75 cm
6. Status gizi : Z < -3 (Gizi buruk)

36
37
38
BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Masalah Kesehatan dalam Keluarga


4.1.1 Risiko terkait dengan karakteristik keluarga
Pendidikan yang rendah mengakibatkan rendahnya pengetahuan keluarga
tentang masalah kesehatan terutama kesehatan balita yang meliputi gizi balita dan
tumbuh kembang balita. Orang tua dinilai membiarkan keterlambatan proses
tumbuh kembang balita. Hal ini mengakibatkan balita sulit mengejar ketertinggalan
tumbuh kembang yang seharusnya dicapai. Selain itu, usia orang tua yang masih
muda juga menjadi faktor risiko orang tua dalam kurangnya kesadaran dan kesiapan
mengasuh anaknya.
4.1.2 Risiko terkait dengan keadaan rumah
Berdasarkan analisis keadaan rumah, ventilasi udara, pencahayaan,
kebersihan, dan sanitasi masih kurang. Jendela hanya ada dibagian depan rumah
dan jarang dibuka. Pada dapur tidak terdapat cerobong gas sehingga pertukaran
udara di dapur kurang. Pencahayaan hanya masuk ke bagian depan rumah. Lantai
langit-langit jarang disapu dan dipel. Teras depan rumah terdapat banyak sampah
berserakan dan tidak tersedia jamban sehingga pola perilaku jamban masih belum
baik. Dari keadaan rumah tersebut, belum memungkinkan untuk terjadinya
peningkatan kesehatan keluarga.
4.1.3 Risiko terkait dengan fungsi dalam keluarga
Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk
mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi antara anggota
keluarga, penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan
sumber dari internal maupun eksternal. Tujuan reproduksi, seksual, sosial, ekonomi
dan pendidikan dalam keluarga memerlukan dukungan secara psikologi antar
anggota keluarga, apabila dukungan tersebut tidak didapatkan maka akan
menimbulkan konsekuensi emosional seperti marah, depresi dan perilaku yang
menyimpang.
Terkait dengan fungsi dalam keluarga, fungsi reproduksi dan seksual
keluarga ini sudah terpenuhi dengan memiliki keturunan sehingga menjadikan

39
populasi manusia eksis. Dari segi fungsi ekonomi, keluarga ini dinilai kurang
mampu, karena sedang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan harus
merenovasi rumah. Namun terkait fungsi sosial dan pendidikan, keluarga ini belum
memenuhi fungsi dengan baik karena belum memiliki kepedulian pada anggotanya
yang sedang mengalami gangguan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan,
hal ini juga dipengaruhi oleh faktor pengetahuan yang kurang dan beranggapan
tidak dalam kondisi sakit.
4.1.4 Risiko terkait dengan faktor ekonomi/pemenuhan kebutuhan keluarga
Pendapatan keluarga binaan hanya berasal dari pendapatan Kepala Keluarga
sekitar Rp. 75.000 per hari. Kepala keluarga bekerja sebagai peawai swasta dibantu
oleh ibu dari istri. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan keluarga ini
masih tergolong di batas bawah dari upah minimal regional (UMR). Keseharian
keluarga juga masih cukup kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari ditambah
harus merenovasi rumah. Keluarga dengan kondisi ekonomi yang baik akan lebih
berpeluang untuk mendapatkan asupan nutrisi yang lebih baik sehingga kejadian
malnutrisi bisa dihindari. Pendapatan keluarga yang kurang tentu saja membuat
keluarga tidak memungkinkan menyiapkan makanan yang terbaik bagi anggota
keluarganya. Pendapatan dalam satu keluarga akan mempengaruhi aktivitas
keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga.
Tingkat pendapatan suatu keluarga umumnya dapat dilihat dari jenis
pekerjaan kepala keluarga tersebut. Jenis pekerjaan kepala keluarga binaan ini
adalah buruh tani. Jenis pekerjaan yang tidak selalu ada mengakibatkan penghasilan
yang tidak menentu pula. Hal ini memiliki hubungan terhadap kejadian gizi buruk
yang terjadi pada salah satu anggota keluarga. Begitu pula berhubungan dengan
masalah kehamilan yang ditutup-tutupi. Hal ini diakibatkan oleh karena pendapatan
yang rendah sehingga kebutuhan nutrisi yang bergizi tidak dapat terpenuhi serta
berisiko mengganggu faktor psikososial keluarga.
4.1.5 Risiko terkait dengan gaya hidup keluarga
Gaya hidup suatu keluarga akan berpengaruh pada kebiasaan dari keluarga
tersebut. Gaya hidup yang buruk akan menghasilkan pola kebiasaan yang buruk
pula salah satunya kebiasaan pola hidup sehat. Keluarga binaan ini memiliki

40
kebiasaan mengonsumsi makanan seadanya tanpa memikirkan kandungan gizi.
Selain itu keluarga pasien tidak pernah berolahraga dan kepala keluarga seorang
perokok aktif yang merokok di dalam maupun di luar rumah.
4.1.6 Risiko terkait dengan lingkungan sekitar keluarga
Lingkungan sekitar keluarga dapat dikatakan kurang karena walaupun
lingkungan sekitar wilayah rumah tidak kumuh, masih banyak sampah di depan dan
belakang rumah yang tidak diolah dengan baik pembuangannya. Lingkungan
adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam
seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas
tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia
seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan
juga dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia.Hubungan antar tetangga juga
kondusif sehingga apabila keluarga membutuhkan pertolongan kesehatan yang
tidak bisa diselesaikan sendiri dapat meminta bantuan kepada tetangga.

4.2 Analisis Masalah


Penulis menggunakan metode Fishbone Diagram (Diagram Tulang Ikan)
untuk mengidentifikasi potensi masalah yang terjadi. Tujuan utama dari diagram
tulang ikan adalah untuk menggambarkan secara grafik cara hubungan antara akibat
dan semua faktor yang berpengaruh pada akibat ini. Pembuatan diagram ini
bertujuan untuk mencari faktor – faktor yang mungkin menjadi penyebab dari suatu
masalah atau penyimpangan (sebagai akibat dari sebab-sebab). Dengan diketahui
hubungan antara sebab dan akibat suatu masalah, maka tindakan pemecahan
masalah akan mudah ditentukan. Suatu tindakan dan langkah improvement akan
lebih mudah dilakukan jika masalah dan akar penyebab masalah sudah ditemukan.
Manfaat fishbone diagram ini dapat menolong kita untuk menemukan akar
penyebab masalah secara user friendly.

41
MATERIAL
MAN
Kurangnya alat MANAGEMENT
dalam menopang
1. Pendidikan rendah kebutuhan gizi
2. Kurangnya Belum ada koordinasi
bayi
pengetahuan yang baik dalam
rangka mengingatkan
khususnya masalah
kontrol rutin
gizi
kesehatan para
anggota keluarga
Keluarga belum
dapat Mencegah
penularan
penyakit
Tuberkulosis dan
memahami
pentingnya
minum obat
Penghasilan keluarga
dibawah UMR namun, Kurangnya sarana dan
masih cukup untuk pengetahuan tentang
memenuhi kebuthan bagaiaman pola asuh
sehari hari anak serta cara
memberikan gizi yang
cukup kepada anak
METHODE

MONEY

Gambar 4.1 Fishbone Diagram

42
4.3 Plan of Action
Berdasarkan analisis masalah di atas, maka rencana penyelesaian masalah
yang sesuai dengan masalah di atas adalah:
a. Man
1. Melakukan pendekatan untuk membahas berbagai masalah yang ada.
2. Memberikan edukasi tentang pola makan dan gizi seimbang.
3. Memberikan edukasi tentang MP-ASI yang sesuai dan PMT.
4. Memberikan edukasi tentang stimulasi anak.
5. Menyarankan untuk melakukan imunisasi dan memberikan jadwal
imunisasi.
6. Menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang di Rumah Sakit.
b. Money
Menganjurkan istri untuk membuat wirausaha sederhana guna membantu
perekonomian keluarga.
c. Methode
Menganjurkan istri atau anggota keluarga untuk membuat makanan yang
bervariasinya setiap hari, ehingga anak tidak bosan dan anak dapat makan dengan
gizi seimbang
d. Management
1. Memberikan edukasi tentang PHBS, konsep rumah sehat dan langkah cuci
tangan.
2. Menganjurkan untuk lebih rajin membersihkan lantai rumah yang
merupakan tempat bermain balita.

4.4 Pelaksanaan Intervensi dan Edukasi


Pada pelaksanaan intervensi dan edukasi dilakukan penyuluhan mengenai:
a. Gizi seimbang dan dampak kekurangan gizi untuk pertumbuhan anak.
b. Pemberian MPASI dan PMT yang sesuai untuk anak dan cara pembuatannya.
c. Pola hidup bersih dan sehat pada keluarga, konsep rumah sehat, dan langkah cuci
tangan
d. Tumbuh kembang anak yang normal seusianya sesuai KPSP.

43
Media yang digunakan dalam penyuluhan ini dengan berupa metode ceramah dan
disertai media gambar berupa leaflet. Media ini digunakan agar materi yang
disampaikan dapat lebih mudah dimengerti oleh keluarga pasien.

4.5 Evaluasi Hasil Intervensi


Evaluasi dari edukasi dilakukan dengan cara cross check yaitu meminta
keluarga untuk mengingat kembali tentang materi yang telah diberikan. Masing-
masing orang dapat mengingat dengan cukup baik materi yang telah disampaikan.
Evaluasi mengenai saran-saran yang disampaikan juga dilakukan secara bertahap
pada kunjungan berikutnya. Selain itu, dilakukan observasi mengenai edukasi dan
saran berupa visitasi kerumah keluarga binaan tanpa pemberitahuan sebelumnya.
Contohnya pada pertemuan ketiga dan keempat kami mengobservasi cara
pembuatan makanan untuk bayi dan memantau pertumbuhan bayi. Pada pertemuan
selanjutnya kami melihat bahwa saran tersebut telah diaplikasikan oleh anggota
keluarga.
Dalam sudut pandang ekonomi, tingkat pendapatan keluarga yang rendah
mempengaruhi pangan keluarga binaan yang kesehariannya hanya mengonsumsi
tempe, tahu, dan sayuran. Tingkat pendapatan ini sangat mempengaruhi kualitas
dan kuantitas keluarga khususnya konsumsi balita. Dikarenakan hal tersebut, kami
melakukan edukasi berupa makanan bergizi seperti buah-buahan yang memiliki
gizi yang baik dengan harga terjangkau. Selain itu tingkat pendapat juga
berpengaruh pada ketersediaan fasilitas, ventilasi dan pencahayaan yang kurang
dirumah keluarga binaan.

4.6 Kesan dan Pesan Keluarga Binaan


Kesan dari kegiatan keluarga binaan ini, dapat melatih petugas kesehatan
untuk mendalami masalah kesehatan yang ada dalam keluarga serta bersama-sama
memecahkan masalah tersebut. Tidak semua akar permasalahan dapat dilakukan
intervensi secara langsung, contohnya terkait pendidikan atau perekonomian
keluarga, namun kami dapat mengoptimalkan intervensi dari akar masalah lainnya.
Dalam melakukan intervensi pun, tidak semua intervensi yang diberikan akan

44
langsung membawa perubahan, beberapa diperlukan intervensi berkesinambungan
dan berulang untuk memperkuat kesadaran diri anggota keluarga dalam health
seeking behavior.
Pesan untuk kegiatan keluarga binaan, sebaiknya tidak berhenti hanya pada
sekian minggu pertemuan saja, melainkan dievaluasi dan di follow up kembali oleh
kelompok berikutnya.

45
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan pendampingan dalam program keluarga binaan selama 5
minggu, terdapat beberapa kesimpulan, yaitu rendahnya tingkat pendidikan
keluarga menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya pengetahuan terkait
kesehatan. Setelah dilakukan pendampingan terdapat perubahan seperti anak sudah
diberikan MP-ASI sendiri dan lantai rumah mulai terlihat bersih.
Terkait dengan penyakit gizi buruk pada anggota keluarga, peran keluarga
sangat ditekankan. Peran keluarga disini sudah baik dengan apgar score 9, keluarga
sangat peduli dengan kondisi anggota keluarga lainnya juga dengan kondisi
penderita.
Terdapat kemajuan dari keluarga ini, yakni kesadaran orang tua dalam
berobat terhadap penyakitnya. Ditinjau dari kriteria rumah sehat pembuangan
kotoran pada keluarga ini masih buruk karena tidak terdapatnya lahan yang cukup
dan sumber air ataupun sumur yang masih kurang bersih. Jendela kamar masih
belum baik ada namun sudah membuka jendela rumah saat pagi hingga siang hari
dan memasanggenteng kaca di atas kamar tidur, sedangkan lubang asap dapur juga
belum ada namun ketika keluarga ini masak pintu belakang yang terletak di dapur
di buka agar asap mudah keluar. Pekarangan rumah sudah mulai dimanfaatkan
dengan menanam bunga di dalam pot.
Kemajuan dalam perilaku PHBS adalah keluarga ini mengerti mengenai
pentingnya berobat ke tenaga kesehatan dalam persalinan, mendapat ASI Ekslusif,
serta sering ikut posyandu. Untuk perilaku mencuci tangan dengan sabun sudah ada
peningkatan dimana keluarga ini sudah mulai membiasakan cuci tangan dengan
sabun saat makan, sehabis berpergian atau bekerja.
Kemajuan dalam masalah kesehatan adanya perubahan perilaku dari
penderita sendiri dimana lebih peduli dengan kondisi pasien saat ini yaitu seperti
sudah makan atau belum dan tidak membiarkan anaknya bila tidak makan, keluarga
lebih mengerti bagaimana perilaku hidup bersih dan sehat serta lebih waspada
terhadap penularan penyakit.

46
Penanganan yang tepat pada balita dengan stunting dengan cara pemberian
edukasi yang tepat, pemulihan status gizi anak serta meningkatkan kesadaran orang
tua tentang pentingnya status gizi anak akan memberikan hasil yang baik sehingga
stunting dan hambatan tumbuh kembang anak bisa dicegah dan diatasi.

5.2 Saran
Saran untuk program keluarga binaan adalah dilakukan secara kontinu,
sehingga Plan Of Action tidak berhenti begitu saja melainkan berlanjut pada
kelompok selanjutnya.

47
DAFTAR PUSTAKA

Aritonang. (2004).Penyebab Gizi Buruk dan Kematian Pada Anak Balita. Buletin
Nutrisia. 5(2):1-4

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Kondisi Pencapaian Progam


Kesehatan Anak Indonesia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kementrian
Kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan Reputblik Indonesia. 2014. Pemantauan Pertumbuhan,


Perkembangan, dan Gangguan Tumbuh Kembang Anak.

Kementerian Kesehatan Reputblik Indonesia. 2018. Hasil Utama Riset Kesehatan


Dasar.

Pemerintah Kabupanten Jember. 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Jember.

Pudjiadi A H. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I. Ikatan Dokter Anak


Indonesia

Rohmat.2010. Keluarga Dan Pola Pengasuhan Anak.Jurnal Studi Gender & Anak
Yinyang Issn: 1907-2791 Vol.5 No.1 Jan-Jun 2010 Pp.35-46/

Soetjiningsih. 2014. Tumbuh Kembang Anak. Surabaya: EGC

Sujiono. 2009. Konsep Dasar Pendidikan anak Usia Dini. Jakarta: PT Indeksi.

Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Ibu Dan Anak.

48
LAMPIRAN

49
50
51

Anda mungkin juga menyukai