Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KIMIA FARMASI

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS OBAT

GOLONGAN ANALGETIKA

OLEH:

NAMA : ANDI ZAKINAH ACHMAD

NIM : NH0518009

KELAS :A

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT, karena atas ridho-Nya lah

sehingga kami sebagai penulis bisa menyeleaikan makalah ini sebagai salah satu

tugas mata kuliah Kimia Farmasi.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan dorongan

dan bimbingan dari berbagai pihak baik keluarga, dosen pembimbing maupun

teman-teman yang merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi saya. Pleh

karena itu, saya ucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut

membantu dalam penyusunan makalah ini.

Dalam penyusunan makalah ini penulis mencoba semaksimal mungkin

dalam penyusunannya. Namun tidak ada gating yang tak retak, begitupun dengan

makalah ini. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca guna memperbaiki makalah sederhana ini.

Demikianlah penyusunan makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi saya sendiri

sebagai penulis maupun pembaca. Amin.

Makassar, Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................
C. Tujuan ............................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Analgetik ..........................................................................................
B. Penggolongan Analgetik ................................................................................
C. Mekanisme Kerja ...........................................................................................
D. Penggolongan Analgetik Narkotik .................................................................
E. Penggolongan Analgetik Non Narkotik .........................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................
B. Saran ..............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu kimia merupakan ilmu yang penting di farmasi. Segala sesuatu
mengenai obat, seperti sintesis, penentuan kemurnian, formulasinya hingga
menjadi obat, dosis yang diberikan, absorpsi dan distribusinya di dalam
tubuh, interaksi molekular obat dengan reseptornya, metabolisme dan terakhir
eliminasi obat dari dalam tubuh, memerlukan pemahaman yang cermat dan
menyeluruh mengenai struktur kimia obat dan bagaimana struktur kimia ini
memengaruhi sifat-sifat dan kerja obat di dalam tubuh. Oleh karena itu, ilmu
kimia merupakan disiplin ilmu yang paling penting diantara disiplin ilmu
lainnya yang memberikan pemahaman mengenai obat dan kerjanya didalam
tubuh. Pemahaman yang baik mengenai sifat-sifat kimia obat akan meransang
penelitian dengan topik yang lebih jauh lagi, seperti rancangan obat dan kimia
medisinal, farmakologi molekular, dan sistem penghantaran obat, yang
biasanya dapat diperoleh padda jenjang lanjutan bidang kefarmasian atau
farmaseutikal.
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat
menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai obat, serta
perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi pembuatan obat dalam
bentuk sediaan yang dapat digunakan dan diberikan kepada pasien.
Kimia farmasi (organik dan anorganik) adalah ilmu yang mempelajari
tentang analisis kuantitatif dan kualitatif senyawa-senyawa kimia, baik dari
golongan organik maupun anorganik yang berhubungan dengan khasiat dan
penggunaannya sebagai obat.
Kimia farmasi merupakan suatu disiplin ilmu gabungan kimia dan
farmasi yang terlibat dalam desain, isolasi sintesis, analisis , identifikasi,
pengembangan bahan-bahan alam dan sintetis yang digunakan sebagai obat-
obat farmasetika, yang dapat digunakan untuk terapi. Bidang ini juga
melakukan kajian terhadap obat yang sudah ada, berupa sifat kimiafisika,
struktur, serta hubungan struktur dan aktivitas (HSA).
Kimia farmasi bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat kimia dan fisika
dari bahan obat maupun obat jadi. Khusus untuk bahan obat/obat jadi yang
berasal dari alam dipelajari dalam ilmu farmakognosi dan fitokimia, sehingga
dalam ilmu kimia farmasi umumnya dipelajari bahan obat/obat yang berasal
dari bahan sintetik.
Kimia farmasi sangat berkaitan dengan bidang farmakologi dan kimia
organik disamping ilmu lain seperti biologi, mikrobiologi, biokimia dan
farmasetika. Ilmu farmakologi mempelajari pengetahuan seluruh aspek
mengenai obat seperti sifat kimiawi dan fisikanya, farmakokinetik (absorpsi,
distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat), serta farmakodinamik terutama
interaksi obat dengan reseptor, cara dan mekanisme kerja obat. Kaitan kimia
farmasi dengan ilmu kimia organik dikarenakan sebagian besar senyawa
yang berkhasiat sebagai obat merupakan senyawa organik atau senyawa yang
mengandung atom karbon C seperti golongan antibakteri (alkohol, asam
karboksilat dll), dan golongan antibiotik (penisilin, tetrasiklin, dll). Ilmu
kimia farmasi dalam bidang kedokteran berguna untuk membantu
penyembuhan pasien yang mengidap penyakit, cara interaksi obat terhadap
penyakit yang menggunakan obat-obatan yang dibuat berdasarkan riset
terhadap proses dan reaksi kimia bahan yang berkhasiat.
Analgetika atau obat penghalang nyeri merupakan obat yang
mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Dalam kehidupan
sehari-hari analgetika umumnya digunakan untuk mengobati nyeri ringan
seperti sakit kepala hingga nyeri berat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan analgetik?
2. Apa saja penggolongan atau pengelompokan dari analgetik berdasarkan
mekanisme kerjanya?
3. Bagaimana mekanisme kerjanya?
4. Apa saja pengelompokkan dari analgetik narkotik dan bagaimana
hubungan struktur aktivitasnya?
5. Apa saja pengelompokkan dari analgetik non narkotik dan bagaimana
hubungan struktur aktivitasnya?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari analgetik.
2. Untuk mengetahui penggolongan analgetik berdasarkan mekanisme
kerjanya.
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja dari analgetik.
4. Untuk mengetahui hubungan struktur aktivitas analgetik narkotik
berdasakan pengelompokannya.
5. Untuk mengetahui hubungan struktur aktivitas analgetik non narkotik
berdasarkan pengelompokannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Analgetik
Analgesik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Obat ini digunakan untuk membantu meredakan
sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit
kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya
mengandung analgesik atau pereda nyeri.
Analgesik adalah obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan
bertindak dalam sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa
secara signifikan mengubah kesadaran. Analgesik menghilangkan rasa sakit,
tanpa mempengaruhi penyebabnya. Nyeri merupakan sensasi yang
mengindikasikan bahwa tubuh sedang mengalami kerusakan jaringan,
inflamasi, atau kelainan yang lebih berat seperti disfungsi sistem saraf. Oleh
karena itu nyeri sering disebut sebagai alarm untuk melindungi tubuh dari
kerusakan jaringan yang lebih parah. Rasa nyeri seringkali menyebabkan rasa
tidak nyaman seperti rasa tertusuk, rasa terbakar, rasa kesetrum, dan lainnya
sehingga mengganggu kualitas hidup pasien atau orang yang mengalami nyeri.
Analgetika merupakan senyawa yang dapat menekan fungsi sistem
saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa nyeri tanpa
mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai
ambang persepsi rasa sakit.
Analgetika adalah obat-obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Analgetika pada
umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan sakit
kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri lain misalnya nyeri pasca bedah dan
pasca bersalin, dismenore (nyeri haid) dan lain-lain sampai pada nyeri hebat
yang sulit dikendalikan. Hampir semua analgetik ternyata memiliki efek
antipiretik dan efek antiinflamasi.
Asam salisilat, paracetamol mampu mengatasi nyeri ringan sampai
sedang, tetapi nyeri yang hebat membutuhkan analgetik sentral yaitu analgetik
narkotik. Efek antipiretik menyebabkan analgetik sentral yaitu analgetik
narkotik. Efek antipiretik menyebabkan obat tersebut mampu menurunkan
suhu tubuh pada keadaan demam sedangkan sifat antiinflamasi berguna untuk
mengobati radang sendi (artritis reumatoid) termasuk pirai/gout yaitu
kelebihan asam urat sehingga pada daerah sendi terjadi pembengkakan dan
timbul rasa nyeri.
Analgetik antiinflamasi diduga bekerja berdasarkan penghambatan
sintesis prostaglandin (penyebab rasa nyeri). Rasa nyeri sendiri dapat
dibedakan dalam tiga kategori:
1. Nyeri ringan (sakit gigi, sakit kepala, nyeri otot, nyeri haid, dan lain-lain),
dapat diatasi dengan asetosal, paracetamol bahkan placebo.
2. Nyeri sedang (sakit punggung, migran, rheumatik), memerlukan analgetik
perifer kuat.
3. Nyeri hebat (kolik/kejang usus, kolik batu empedu, kolik batu ginjal,
kanker), harus diatasi dengan analgetik sentral atau analgetik narkotik.
Analgetik adalah senyawa yang pada dosis terapi meringankan atau
menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anastesi umum. Analgetik berasal
dari bahasa Yunani an “tanpa” dan algia “nyeri”. Nyeri adalah suatu gejala
yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang
adanya gangguan-gangguan pada tubuh, seperti peradangan, infeksi bakteri,
dan kejang otot.
Analgetik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf
pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa
mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan nilai
ambang persepsi rasa sakit.

B. Penggolongan Analgetik
Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagi
menjadi dua golongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.
1. Analgetika Narkotik
Analgetik narkotik, kini disebut juga opioida (opiat) adalah obat-
obat yang mekanisme kerjanya meniru opioid endogen dengan
memperpanjang aktivitas dari reseptor-reseptor opioid. Zat-zat ini bekerja
terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan respons
emosional terhadap nyeri berubah (dikurangi).
Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi
sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit,
yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh
penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi dan kolik usus
atau ginjal. Analgetika narkotik sering pula digunakan untuk pramedikasi
anestesi, bersama-sama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi.
Aktivitas analgetika narkotik jauh lebih besar dibandingkan
aktifitas analgetika non narkotik sehingga disebut juga analgetika kuat.
Golongan ini pada umumnya menimbulkan euphoria sehingga banyak
disalahgunakan.
Pemberian obat secara terus-menerus menimbulkan ketergantungan
fisik dan mental atau kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat.
Penghentian secara tiba-tiba dapat menyebabkan sindrom abstinence atau
gejala withdrawl. Kelebihan dosis dapat menyebabkan kematian karena
terjadi depresi pernapasan.
2. Analgetika Non Narkotik
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim
yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis
mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari
analgetik jenis ini adalah memblok pembentukan prostaglandin dengan
jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian
mengurangi pembentukan mediator nyeri.
Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit
yang ringan sampai moderat sehingga sering disebut analgetika ringan,
juga menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan
sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika non narkotik
bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Berdasarkan struktur
kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu
analgetikantipiretik dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroid
antiinflamatory Drugs = NSAID).

C. Mekanisme Kerja
1. Analgetik narkotik
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi
reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal cord. Rangsangan reseptor
juga menimbulkan efek euphoria dan rasa mengantuk. Menurut Beckett
dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat
penting untuk timbulnya aktivitas analgesik, yaitu:
a. Struktur bidang datar, yang mengikat cincin aromatik obat melalui
ikatan van der Waals.
b. Tempat anionik yang mampu berinteraksi dengan pusat muatan positif
obat.
c. Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bidang CH3-
CH2- dari proyeksi cincin piperidin, yang terletak di depan bidang
yang mengandung cincin aromatik dan pusat dasar.
2. Analgetik non narkotik
a. Mekanisme kerja analgesik
Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan
cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada
sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, seperti
siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit
oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti baradikinin, histamin,
serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium,
yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
b. Mekanisme kerja antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan
meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan
tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan
mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran
keringat.
c. Mekanisme kerja antiradang
Analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang dengan
menghambat biosintesis dan pengeluaran prostaglandin dengan cara
memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga
menurunkan gejala keradangan. Mekanisme lain adalah menghambat
enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan
glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringa kolagen dengan
memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-
enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang.

D. Penggolongan Analgetik Narkotik


Berdasarkan struktur kimianya analgetika narkotik dibagi menjadi
empat kelompok yaitu turunan morfin, turunan fenilpiperidin (meperidin),
turunan difenilpropilamin (metadon) dan turunan lainnya. Berikut penjelasan
dari masing-masing kelompok analgetika narkotik berdasarkan struktur
kimianya.
1. Turunan morfin
Morfin didapat dari opium, yaitu getah kering tanaman Papaver
somniferum. Opium mengandung tidak kurang dari 25 alkaloida, antara
lain adalah morfin, kodein, noskapin, papaverin, tebain dan narsein. Selain
efek analgesik, turunan morfin juga menimbulkan euphoria sehingga
banyak disalahgunakan. Oleh karena itu distribusi turunan morfin
dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Karena turunan morfin
menimbulkan efek kecanduan, yang terjadi secara cepat, maka dicari
turunan atau analognya, yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek
kecanduannya lebih rendah.
Hubungan struktur aktivitas turunan morfin berdasarkan gugus
yang dimilikinya dijelaskan sebagai berikut:
a. Gugus Fenolik OH
Metilasi gugus fenolik OH dari morfin akan mengakibatkan
penurunan aktivitas analgesik secara drastis. Gugus fenolik bebas
adalah sangat krusial untuk aktivitas analgesik.
b. Gugus Alkohol
Penutupan atau penghilangan gugus alkohol tidak akan
menimbulkan penurunan efek analgesik dan pada kenyataannya malah
sering menghasilkan efek yang berlawanan. Peningkatan aktivitas
lebih disebabkan oleh sifat farmakodinamik dibandingkan dengan
afinitasnya dengan reseptor analgesik. Dengan kata lain, lebih
ditentukan oleh berapa banyak obat yang mencapai reseptor, bukan
seberapa terikat dengan reseptor. Analog morfin menunjukkan
kemampuan untuk mencapai reseptor lebih efisien dibandingkan
dengan morfin itu sendiri. Reseptor analgesik terletak di otak, untuk
mencapai otak maka obat harus terlebih dahului melewati sawar darah
otak. Umumnya senyawa yang bersifat polar akan kesulitan menembus
membran sawar darah otak. Morfin memiliki tiga gugus polar (fenol,
alkohol dan, amin) sedangkan analognya telah kehilangan gugus polar
alkohol atau ditutupi dengan gugus alkil atau asil. Dengan demikian
maka analog morfin akan lebih mudah masuk ke otak dan terakumulasi
pada sisi reseptor dalam jumlah yang lebih besar sehingga aktivitas
analgesiknya juga lebih besar.
c. Ikatan Rangkap C7 dan C8
Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek
yang sama atau lebih tinggi dibanding morfin. Beberapa analog
termasuk dihidromorfin menunjukkan bahwa ikatan rangkap tidak
penting untuk aktivitas analgesik.
d. Gugus N-Metil
Atom nitrogen dari morfin akan terionisasi ketika berikatan
dengan reseptor. Penggantian gugus N-metil dengan proton
mengurangi aktivitas analgesik tetapi tidak menghilangkannnya.
Gugus N-H lebih polar dibandingkan dengan gugus N-metil tersier
sehingga menyulitkannya dalam menembus sawar darah otak
akibatnya akan menurunkan aktivitas analgesik. Hal ini menunjukkan
bahwa substitusi N-metil tidak terlalu signifikan untuk aktivitas
analgesik. Sedangkan penghilangan atom N akan menyebabkan
hilangnya aktivitas.

e. Cincin Aromatik
Cincin aromatik memegang peranan penting dimana jika
senyawa tidak memiliki cincin aromatik tidak akan menghasilkan
aktivitas analgesik. Cincin Aromatik dan nitrogen merupakan dua
struktur yang umum ditemukan dalam aktivitas analgesik opioid.
Cincin Aromatik dan nitrogen dasar adalah komponen penting dalam
efek untuk μ agonis, akan tetapi jika hanya kedua komponen ini saja,
tidak akan cukup juga untuk menghasilkan aktivitas, sehingga
penambahan gugus farmakofor diperlukan. Substitusi pada cincin
aromatik juga akan mengurangi aktivitas analgesik.
f. Jembatan Eter
Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan menurunkan
aktivitas.
g. Stereokimia
Morfin adalah molekul asimetrik yang mengandung beberapa
pusat kiral dan secara alami sebagai enansiomer tunggal. Ketika
morfin pertama kali disintesis, dibuat sebagai sebuah rasemat dari
campuran enansiomer alami dan bagian mirror-nya. Ini selanjutnya
dipisahkan dan “Unnatural” morfin dites aktivitas analgesiknya
dimana hasilnya tidak menunjukkan aktivitas.
Hal ini disebabkan karena interaksi dengan reseptornya dimana
telah diidentifikasi bahwa setidaknya ada tiga interaksi penting
melibatkan fenol, cincin aromatik dan amida pada morfin. Reseptor
mempunyai gugus ikatan komplemen yang ditempatkan sedemikian
rupa sehingga mampu berinteraksi dengan ketiga gugus tadi.
Sedangkan pada “Unnatural” morfin hanya dapt terjadi satu interaksi
resptor dalam sekali waktu.

h. Penghilangan Cincin E
Penghilangan cincin E akan mengakibatkan kehilangan seluruh
aktivitas, hal ini menunjukkan pentingnya nitrogen untuk aktivitas
analgesik.
i. Penghilangan Cincin D
Penghilangan jembatan oksigen memberikan serangkaian
senyawa yang disebut morphinan yang memiliki aktivitas analgesik
yang bermanfaat. Ini menunjukkan bahwa jembatan oksigen tidak
terlalu penting.
j. Pembukaan Cincin C dan D
Pembukaan kedua cincin ini akan menghasilkan gugus
senyawa yang dinamakan benzomorphan yang mempertahankan
aktivitas analgesik. Hal ini menandakan bahwa cincin C dan D tidak
penting untuk aktivitas analgesik.
k. Penghilangan cincin B,C, dan D
Penghilangan cincin B,C, dan D akan menghasilkan senyawa
4-phenylpiperidine yang memiliki aktivitas analgesik. Hal ini
menunjukkan bahwa cincin B,C dan D tidak penting untuk aktivitas
analgesik.
l. Penghilangan cincin B,C,D,dan E
Penghilangan cincin B,C,D dan E akan menghasilkan senyawa
analgesik yaitu metadon. Sementara Cincin Piperidin pada metadon
akan terbentuk dalam larutan atau cairan tubuh akibat gaya tarik
menarik dipol-dipol.
m. Hubungan struktur aktifitas lain
1) Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan
aktivitas analgesik.
2) Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil
alkohol dengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan
aktivitas analgesik.
3) Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8
menurunkan aktivitas analgesik.
4) Pengubahan konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan
aktivitas analgesik.
5) Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang
sama atau lebih tinggi.
6) Substansi pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas
analgesik.
7) Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 menurunkan aktivitas.
8) Pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
2. Turunanmeperidin
Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur morfin
tetapi masih menunjukkan kemiripan karena mempunyai pusat atom C
kuartener, rantai etilen, gugus Ntersier dan cincin aromatik sehingga dapat
berinteraksi dengan reseptor analgesik.
Hubungan struktur aktivitas meperidin diantaranya yaitu:
a. Efek analgesik antara morfin dan kodein
b. Digunakan mengurangi sakit pada obstetri
c. Untuk pramedikasi pada anestesi
d. Digunakan sebagai pengganti morfin untuk pengobatan penderita
kecanduan turunan morfin karena memberi efek analgesik seperti
morfin tetapi kecenderungan kecanduan lebih rendah.
e. Penyerapan dalam sel cerna cukup baik
f. 40-50% diikat oleh protein plasma
g. Kadar plasma tertinggi dicapai dalam 1-2 jam
h. Dosis oral, i.m dan s.c.: 50-100mg, dapat diulang setiap 3 -4 jam

3. Turunan metadon
Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam
bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti
pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat
membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan
karena ada daya tarik–menarik dipol-dipol antara basa N dengan gugus
karboksil, contoh:
a. Metadon
Mempunyai aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin.
Levanon adalah isomer levo metadon, tidak menimbulkan euforia
seperti morfin dan dianjurkan sebagai obat pengganti morfin untuk
pengobatan kecanduan.
b. Propoksifen
Yang aktif sebagai analgesik adalah bentuk isomer α (+). Bentuk
isomer α(-) dan β-diastereoisomer aktivitas analgesiknya rendah. α (-)
Propoksifen mempunyai efek antibatuk yang cukup besar. Aktivitas
analgesik α (+) propoksifen kira-kira sama dengan kodein, dengan efek
samping lebih rendah. α (+) propoksifen digunakan untuk menekan
efek gejala withdrawal morfin dan sebagai analgesik nyeri gigi.
Berbeda dengan efek analgesik narkotik yang lain, α (+) propoksifen
tidak mempunyai efek antidiare, antibatuk dan antipiretik.

E. Penggolongan Analgetik Non Narkotik


1. Analgetik antipiretika
Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu
hanya meringankan gejala penyakit tidak menyembuhkan atau
menghilangkan penyebab penyakit Berdasarkan struktur kimianya obat
analgetik-antipiretika dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan anilin
adan para-aminifenol, dan turunan 5-pirazolon.

2. Turunan Anilin dan para Aminofelen


Turunan anilin dan p-aminofenol, seperti asetaminofen, asetanilid,
dan fanasetin, mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik sebanding dengan
aspirin, tapi tidak memiliki efek anti inflamasi dan antirematik. Turunan
ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri kepala dan nyeri pada otot atau
sendi, dan obat penurun panas yang cukup baik. Efek samping
yangditimbulkan antara lain adalah methemoglobin dan hepatotoksik.
Hubungan struktur-aktivitas dari senyawa obat turunan anilin dan
para-aminofenol adalah sebagai berikut:
a. Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya
juga besar karena menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk
hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen.
b. Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat
menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus amino
(asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif
aman tetapi pada dosis yang lebih besar menyebabkan pembentukan
methemoglobin dan mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih
tinggi dari asetanilid mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah
sehingga efek analgesik dan antipiretiknya juga rendah.
c. Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzenanilid, sukar larut
dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor sehingga
tidak menimbulkan efek analgesik, sedang salisilanilid sendiri
walaupun tidak mempunyai efek analgesik tetapi dapat digunakan
sebagai antijamur.
d. Para-aminifenol adalah produk metabolik dari anilin, toksisitasnya
lebih rendah disbanding anilin dan turunan orto dan meta, tetapi masih
terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai oat sehingga perlu
dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya.
e. Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan
menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada
dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka panjang dapat
menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati.
f. Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil
(anisidin) dan etil (fenetidin) meningkatkan aktivitas analgesik tetapi
karena mengandung gugus amino bebas maka pembentukan
methemoglobin akan meningkat.
g. Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat dan
sulfonat, ke inti benzene akan menghilangkan aktivitas analgesik.
h. Etil eter dari asetaminofen (fenasentin) mempunyai aktivitas analgesik
cukup tinggi, tetapi pada penggunaan jangka panjang menyebabkan
methemoglobin, kerusakan ginjal dan bersifat karsinogenik sehingga
obat ini dilarang di Indonesia.
i. Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas
dan meningkatkan aktivitas analgesik.
3. Turunan 5-Pirazolon
Turunan 5-pirazolon seperti antipirin, amidopirin, dan metampiron
mempunyai aktifitas analgesik-antipiretik dan antirematik serupa dengan
aspirin. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada keadaan
nyeri kepala, nyeri pada spasma usus, ginjal, saluran empedu dan usus,
neuralgia, migraine, dismenore, nyeri gigi dan nyeri pada rematik. Efek
sampinga yang ditimbulkan oleh turunan 5-pirazolon adalah
agranulositosis yang dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal.

4. Antiradang bukan steroid


Berdasarkan struktur kimianya obat antiradang bukan steroid
dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan salisilat, turunan 5-
pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan salisilat, turunan
heteroarilasetat, turunan oksikam dan turunan lain-lain.
5. Turunan asam salisilat
Asam salisilat memiliki aktivitas analgesik antipiretik dan
antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral karena terlalu toksik. Yang
banyak digunakan sebagai analgesik anti piretik adalah senyawa
turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa
nyeri pada kepala, nyeri otot dan nyeri yang berhubungan dengan rematik.
Turunan asam salisilat kurang efektif untuk mengurangi nyeri pada gigi,
dismenore, dan nyeri pada kanker, tidak efektif untuk mengurangi nyeri
pada kram, kolik dan migraine. Turunan asam salisilat mempunyai efek
samping mengiritasi lambung. Iritasi lambung yang akut kemungkinan
berhubungan dengan gugus karboksilat yang bersifat asam, sedangkan
iritasi kronik kemungkinan disebabkan oleh penghambatan pembentukan
prostaglandin E1 dan E2, yaitu suatu senyawa yang dapat meningkatkan
vasodilatasi mukosa lambung, sehingga terjadi peningkatan sekresi asam
lambung dan vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan
nekrosis iskemik dan kerusakan mukosa lambung.
Untuk meningkatkan aktivitas analgesik-antipiretik dan
menurunkan efek samping, modifikasi struktur turunan asam salisilat telah
dilakukan melalui empat jalan, yaitu:
a. Mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester atau
amida. Turunan tipe ini memiliki efek antipiretik rendah dan lebih
banyak untuk penggunaan setempat sebagai counterirritant dan obat
gosok karena di absorbs dengan baik melalui kulit. Contoh:
metilsalisilat, asetaminosasol, natrium salisilat, kolin salisilat,
magnesium salisilat dan salisilamid.
b. Substitusi pada gugus hidroksil, Contoh: asam asetil salisilat (aspirin)
dan salsalat.
c. Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Modifikasi ini
berdasarkan pada prinsip salol, dan pada in vivo senyawa di hidrolisis
menjadi aspirin.
d. Memasukan gugus hidroksil atau gugus yang lain pada cincin aromatik
atau mengubah gugus-gugus fungsional. Contoh: flufensial, diflunisal
dan meseklazon.
Hubungan struktur-aktivitas turunan asam salisilat dijelaskan pada
uraian berikut:
a. Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus
karboksilat penting untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil harus
berdekatan dengannya.
b. Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan
aktivitas tetapi menimbulkan toksisitas lebih besar.
c. Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas.
d. Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolisme atau
hidrolisis gugus asetil menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat
menjadi lebih panjang.
e. Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat
meningkatkan aktivitas.
f. Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat
(diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas analgesik, memperpanjang
masa kerja obat dan menghilangkan efek samping, seperti iritasi
saluran cerna dan peningkatan waktu pembekuan darah.
g. Efek iritasi dari aspirin dihubungkan dengan gugus karboksilat.
Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek iritasi tersebut.
Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil salisilat, ester ini tidak
menimbulkan iritasi lambung dan tidak berasa.
6. Turunan 5-Pirazolidindion
Turunan 5-Pirazolidindion, seperti fenilbutazon dan
oksifenbutazon, adalah antiradang non steroid yang banyak digunakan
untuk meringankan rasa nyeri yang berhubungan dengan rematik, penyakit
pirai pada sakit persendian. Turunan ini menimbulkan efek
sampingagranulositosis yang cukup besar dan iritasi lambung.
7. Turunan asam N-arilantranilat
Asam antranilat adalah analog nitrogen dari asam salisilat. Turunan
Asam N-Arilantranilat digunakan sebagai antiradang pada pengobatan
rematik, dan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa nyeri yang ringan
dan moderat. Turunan ini menimbulkan efek samping san iritasi saluran
cerna, mual, diare, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis dan
trombositopenia.
Hubungan struktur aktivitas dari senyawa obat yang merupakan
turunan N-aritantranilat diuraikan sebagai berikut:
a. Turunan asam N-antranilat mempunyai aktivitas yang lebih tinggi bila
pada cincin benzene yang terikat atom N mempunyai substituen-
substituen pada posisi 2, 3, dan 6.
b. Yang aktif adalah turunan senyawa 2,3-disubstitusi. Hal ini
menunjukkan bahwa senyawa mempunyai aktivitas yang lebih besar
apabila gugus-gugus pada N-aril berada di luar koplanaritas asam
antranilat. Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan tempat reseptor
hipotetik antiradang. Contoh: adanya substituen orto-metil pada asam
mefenamat dan orto-klor pada asam meklofenamat akan meningkatkan
aktivitas analgesik.
c. Penggantian atom N pada asam antranilat dengan gugus-gugus
isosterik seperti O,S, dan CH2 dapat menurunkan aktivitas.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Analgetik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf
pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa
mempengaruhi kesadaran. Nyeri merupakan sensasi yang mengindikasikan
bahwa tubuh sedang mengalami kerusakan jaringan, inflamasi, atau kelainan
yang lebih berat seperti disfungsi sistem saraf. Berdasarkan mekanisme kerja
pada tingkat molekul, analgetika dibagi menjadi dua golongan yaitu analgetika
narkotik dan analgetika non narkotik. Berdasarkan struktur kimianya
analgetika narkotik dibagi menjadi empat kelompok yaitu turunan morfin,
turunan fenilpiperidin (meperidin), turunan difenilpropilamin (metadon) dan
turunan lainnya. Sedangkan untuk analgetik non narkotik dibagi menjadi 7
kelompok, yaitu analgetik antipiretika, turunan anilin dan para aminofelen,
turunan 5-pirazolon, antiradang bukan steroid, turunan asam salisilat, turunan
5-pirazolidindion, dan turunan N-arilantranilat.

B. Saran
Adapun saran saya untuk pembuatan makalah ini yaitu kurang
kesempurnaan karena kurangnya pemahaman dari judul yang diberikan
sehingga masih membutuhkan koreksi atau kritikan untuk merevisi ulang
makalah ini atau memberi pemahaman kepada mahasiswa bagaimana inti dari
sub pokok yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Cairns Donald. 2009. Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta

Cartika Harpolia. 2016. Kimia Farmasi. Kemenkes RI: Jakarta

Chandra Chrysario, dkk. 2016. Studi Penggunaan Obat Analgesik Pada Pasien
Cedera Kepala (Concussion) Di Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Periode Januari-Desember 2014. Universitas Sam Ratulangi: Manado

Inggriani Rini. 2016. Kuliah Jurusan Apa? Jurusan Farmasi. Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta

Ratnawulan Soraya Mita, Husni Patihul. 2017. Pemberian Pemahaman Mengenai


Penggunaan Obat Analgesik Secara Rasional Pada Masyarakat Di
Arjasari Kabupaten Bandung. Universitas Padjadjaran: Bandung

Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 2 Edisi 2. Airlangga University Press:


Surabaya

Sovia Evi, dkk. 2019. Farmakologi Kedokteran Gigi Praktis. Depublish:


Yogyakarta

Tjay Tan Hoan, dkk. 2015. Obat-Obat Penting. PT Elec Media Komputindo:
Jakarta

Wuri Dyah Handayani. 2019. Farmakologi Jilid II. Deepublish: Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai