Anda di halaman 1dari 43

KMB II

“Kasus AMPUTASI”

Oleh:

KELOMPOK 1
KELAS: II.C

Andini Delly Putri (173110234)


Chindy Ramadani (173110239)
Febri Rahmad Dani (173110244)
Ika Kurnia Mahesa (173110249)
Mentari Prima Oktaviani (173110254)
Oktaghina Jennisya (173110259)
Stephanie Sastra (173110270)

Dosen Pembimbing:

Ns. Netti, S.Kep, M.Pd

POLTEKKES KEMENKES PADANG


D-III KEPERAWATAN PADANG
2019
KONSEP TEORI AMPUTASI

A. PENGERTIAN AMPUTASI

Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah atau traumatik pada tungkai.


Amputasi ekstermitas bawah dilakukan lebih sering dari pada ekstermitas atas, pada
umumnya amputasi disebabkan kecelakaan, penyakit dan gangguang konginital.

Menurut depkes (1995) amputasi adalah tindakan pembedahan dengan membuang


bagian tubuh.

Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan ketidak


mampuan seseorang dalam derajat yang berfariasi (tergantung dari luas hilangnya alat
gerak, usia pasien, ketepatan oprasi dan menejemen paska operasi )

Amputasi adalah pengankatan atau pemotongan sebagian anggota tubuh/ anggita


gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomilitis,
kanker. Amputasi merupakan penghilangan ektremitas sebagian atau total. Amputasi
dapat menjadi akibat proses akut, seperti kejadia traumatik, atau kondisi kronik, seperti
penyakit vaskular perifer atau diabetes militus (Jadi amputasi adalah perlakuan berupa
penghilangan seluruh atau sebagian ekstermitas atau sesuatu yang menonjol yang
mengakibatkan cacat menetap

B. ETIOLOGI AMPUTASI

Indikasi utama bedah amputasi menurut Sjamsuhidajat (1997) adalah:

1. Kelainan ekstermitas yang disebabkan oleh penyakit pembuluh darah


2. Trauma
3. Tumor ganas
Ada banyak alasan kenapa amputasi harus dilakukan. Salah satu penyebab yang paling
sering terjadi adalah karena sirkulasi yang buruk atau adanya kerusakan pembuluh
daraharteri. Tanpa aliran darah yang memadai, sel-sel tubuh tidak bisa mendapatkan
oksigen dan nutrisi dari aliran darah. Akibatnya, jaringan yang terkena mulai mati dan
infeksi dapat terjadi.
Penyebab lainnya untuk amputasi mungkin termasuk:

1. Cedera parah (dari kecelakaan kendaraan atau luka bakar serius)


2. Tumor ganas/ kanker di tulang atau otot ekstermitas (anggota gerak tubuh)
3. Infeksi serius yang tidak membaik dengan antibiotik atau pengobatan lainnya
4. Penebalan jaringan saraf (neuroma)

Kematian jaringan karena pembekuan (frostbite). Frostbite adalah membekunya


sebagian organ tubuh yang terpapar oleh suhu dingin yang berlebihan. Frostbite
umumnya terjadi pada suhu 0°C (32°F). Frostbite dikenal dengan radang dingin dimana
jaringan sel di dalam tubuh menjadi rusak karena terjadi pembekuan.

C. PATOFISIOLOGI
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari amputasi
anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah perifer
adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer terutama klien
dengan diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer
biasanya kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya
luka dapat infeksi dapat menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan
amputasi.
Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya
amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau kecelakaan
penggunaan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada orang dewasa namun
presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan muda. Amputasi di indikasikan
bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut maupun kronis. Pada situasi trauma
akut, dimana anggota tubuhnya terputus sebagian atau seluruhnya akan mengalami
kematian jaringan. Walaupun replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh
anggota tubuh sukses. Pada proses penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan
sehingga terjadi kebocoran protein pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema
menambah resiko terjadinya cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi
berkembang karena terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang
membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan
sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi
(LeMone, 2011).
Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi
diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt tidak mungkin dapat
diperbaiki, kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan
vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi
menyebar ke anggota tubuh lainnya, ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi
secara konservatif, deformitas organ (Bararah dan Jauhar, 2013).
Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi
selektif/terencana diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penangan yang terus menerus, biasanya dilakukan sebagai salah satu tindakan
terakhir, sedangkan amputasi akibat trauma tidak direncanakan. Amputasi darurat
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat, seperti pada trauma multiple dan
kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi jenis
terbuka dan tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan tulang dan otot pada tingkat yang sama sedangkan amputasi tertutup
dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk
menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 centimeter dibawah
potongan otot dan tulang.
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan protesis).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam
gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi disartikulasi
pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan
ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan beban berat badan penuh.
Amputasi dibawah lutut lebih disukai dibanding amputasi diatas lutut karena pentingnya
sendi lutut dan kebutuhan energi untutk berjalan. Dengan mempertahankan lutut bagi
lansia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan atau bisa duduk di kursi roda.
Diartikulasi sendi lutut paling berhasil pada klien muda, aktif yang masih mampu
mengembangkan kontrol yang tepat sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan
distabilkan, dan disupervisi pinggul dapat dicegah untuk potensi supervise maksimal.
Bila dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul kebanyakan orang akan
tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional
maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal (Bararah dan Jauhar,
2013).
Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi
amputasi. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat
menjadi massif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan perdaran darah
yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat
penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan prosthesis (Lukman dan Ningsih,
2009).
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh
darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan karena
dapat mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi :

1. Kecepatan metabolisme

Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan penekanan


pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga menurunkan
kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih besar dari
anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid plasma, hal ini menyebabkan
pergeseran cairan intravaskuler ke luar keruang interstitial pada bagian tubuh yang
rendah sehingga menyebabkan oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi
klien sehingga menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke
hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga terjadi
peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi
1) Penurunan kapasitas paru
Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka kontraksi otot intercosta
relatif kecil, diafragma otot perut dalam rangka mencapai inspirasi maksimal dan
ekspirasi paksa.
2) Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi perbedaan rasio ventilasi
dengan perfusi setempat, jika secara mendadak maka akan terjadi peningkatan
metabolisme (karena latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.
3) Mekanisme batuk tidak efektif
Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran pernafasan sehingga sekresi
mukus cenderung menumpuk dan menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris
normal.

a) Sistem Kardiovaskuler
1. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien
dengan immobilisasi.
2. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan
waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
3. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah
yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk
memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan
pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
b) Sistem Muskuloskeletal
1. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2
dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa
metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
2. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
3. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan
gerak.
4. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
c) Sistem Pencernaan
1. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan
kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
2. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus
menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan
faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
d) Sistem perkemihan

Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :

1. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
2. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan
dapat menyebabkan ISK.

e) Sistem integumen

Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali
jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
D. WOC AMPUTASI
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi dan digunakan


untuk menentukan tingkat yang tepat untuk amputasi.

1. Foto Rontgen : Untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang


2. CT Scan : Mengidentifikasi lesi neopalstik, osteomfelitis, pembentukan hematoma
3. Angiografi dan pemeriksaan aliran darah : Mengevaluasi perubahan sirkulasi perfusi
jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah
amputasi
4. Kultur luka : Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
5. Biopsy : Mengkonfirmasi diagnosa benigna maligna
6. Led: Peninggian mengidentifikasi respon inflamasi
7. Termografi: mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi, dari jaringan
kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan, makin besar
untuk sembuh.
8. Pletismografi: mengukur TD segmental bawah terdapat ekstermitas bawah mengevaluasi
aliran darah arterial.
9. Hitung darah lengkap/diferensial : Peninggian dan perpindahan ke kiri di duga proses
infeksi

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)
2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat
dengan permukaan.
3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengan
keronitis.
4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan (grieving
process)
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan pasien dengan amputasi yaitu ;
1. Tingkatan amputasi Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat
mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua
faktor : peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional misalnya (sesuai kebut
uhan protesis), status peredaran darah eksterimtas dievaluasi melalui pemerikasaan fisik
dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk penyembuhan. Floemetri dopl
er penentuhan tekanan darah segmental dan tekanan persial oksigen perkutan (pa02).
Merupakan uji yang sangat berguna angiografi dilakukan bila refaskulrisasi
kemungkinan dapat dilakukan. Tujuan pembedahan adalah memepertahankan sebanyak
mungkin tujuan ekstrmitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahan
kan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi
dapat dipasangi prostesis. Kebutuhan energi dan kebutuhan kardovaskuler yang
ditimbulkan akan menigktkan dan mengunaka kursi roda ke prostesis maka pemantauan
kardivaskuler dan nutrisi yang kuat sangat penting sehingga batas fisiologis dan
kebutuhan dapat seimbang.
2. Penatalaksanaan sisa tungkai Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka
amputasi menghasilkan sisa tungkai puntung yang tidak nyeri tekan dan kuli yang sehat
untuk pengunaan prostesis, lansia mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan luka
karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya

Perawatan pasca amputasi yaitu :


1. Pasang balut steril tonjolan-
tonjolan hilang dibalut tekan pemasangan perban elastis harus hati-
hati jangan sampai konstraksi putung di proksimlnya sehingga distalnya iskemik.
2. Meningikan pungtung dengan mengangkat kaki jangan ditahn dengan bantal sebab dapat
menjadikan fleksi kontraktur pada paha dan lutut.
3. Luka ditutup drain diangkat setelah 48-
72 jam sedangkan putung tetap dibalut tekan, angkta jahitan hari ke 10 sampai 11.
4. Amputasi bawah lutut tidak boleh mengantung dipinggir tempat tidur atau berbaring atau
duduk lama dengan fleksi lutut.
5. Amputasi diatas lutut jangan dipadang bantal diantara paha atau memberikan abdukasi pu
tung, mengatungnya waktu jalan dengan kruk untuk mencegah kostruktur lutut dan paha.
ASUHAN KEPERAWATAN AMPUTASI
1. Pengkajian
a.Identitas Diri Klien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), nomor MR, umur, pekerjaan, agama, jenis
kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk RS, penanggung jawab.
b.Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama Biasanya pada klien dengan amputasi keluhan utamanya yaitu klien men
gatakan nyeri pada luka, mengalami gangguan pada sirkulasi dan neurosensori, serta me
miliki keterbatasan dalam beraktivitas.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kita kaji kapan timbul masalah, riwayat trauma, penyebab, gejala (tiba-tiba/perlahan),
lokasi, obat yang diminum, dan cara penanggulangan.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu Kaji apakah ada kelainan muskuloskeletal (jatuh, infeksi, trau
ma dan fraktur), kaji apakah ada riwayat penyakit Diabetes Mellitus, penyakit jantung, pe
nyakit gagal ginjal dan penyakit paru.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga Kaji apakah ada anggota keluarga yang pernah mengalami
penyakit yang sama, kaji apakah ada anggota keluarga yang merokok ataupun mengguna
kan obat-obatan.
c.Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum Klien
Tingkat kesadaran : Biasanya Composmentis
Beat badan : Biasanya normal
Tinggi badan : Biasanya normal

2. Tanda-Tanda Vital
TD : Biasanya normal (120/80mmHg)
Nadi : Biasanya normal
RR : Biasanya normal (18-24 x/i)
Suhu : Biasanya normal (36-37 °)

3. Pemeriksaan Head to Toe


a. Kepala Inspeksi : Bentuk, karakteristik rambut serta kebersihan kepala Palpasi :
adanya massa, benjolan ataupun lesi
b. Mata Inspeksi : Sklera, conjungtiva, iris, kornea serta reflek pupil dan tanda-
tanda iritasi
c. Telinga
Inspeksi : Daun telinga, liang telinga, membran tympani, adanya serumen serta
pendarahan
d. Hidung Inspeksi : Lihat kesimetrisan, membran mukosa, tes penciuman serta alergi
terhadap sesuatu
e. Mulut Inspeksi : Kebersihan mulut, mukosa mulut, lidah, gigi dan tonsil
f. Leher Inspeksi : Kesimetrisan leher, pembesaran kelenjar tyroid dan JVP
Palpasi : Arteri carotis, vena jugularis, kelenjar tyroid, adanya massa atau benjolan
g. Thorax / Paru
Inspeksi : Bentuk thorax, pola nafas dan otot bantu nafas
Palpasi : Vocal remitus
Perkusi : Batas paru kanan dan kiri
Auskutasi : Suara nafas
h. Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis
Palpasi : Ictus cordis
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri
Auskultasi : Batas jantung I dan II
i. Abdomen
Inspeksi : Asites atau tidak
Palpasi : Adanya massa atau nyeri tekan
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus
j. KulitInspeksi : Warna kulit, turgor kulit, adanya jaringan parut atau lesi dan CRT.
k. EkstremitasKaji nyeri, kekuatan dan tonus otot
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PERENCANAAN

Diagnosa Keperawatan NOC (Tujuan) NIC (Intervensi)

1. Nyeri akut Setelah diberikan asuhan Manajemen nyeri


berhubungan dengan keperawatan selama 3x 24  Lakukan pengkajian ntyeri
agen cidera fisik jam, perawat dapat secara kompeherensif yang
(amputasi) meminimalkan nyeri yang meliputi
terjadi dengan kriteria lokasi,karakteristik,kualitas,inte
hasil: nsitasatau beratnya nyeri.
NOC :  Pastikan perawatan analgesik
Kontrol Nyeri bagi pasien dilakukan dengan
a. Klien Dapat pemantauan yang ketat
Mengenali kapan  Gali pengetahuan dan
nyeri terjadi kepercayaan pasien mengenai
b. Klien dapat nyeri
Menggambarkan  Ajarkan prinsip-prinsip
faktor penyebab manajemen nyeri
nyeri  Ajarkan penggunaan teknik non
c. Klien dapat farmakologi seperti teknik
Menggunakan relaksasi
tindakan  Berikan individu penurun nyeri
pengurangan nyeri yang optimal dengan peresepan
tanpa anlgesik analgesik
d. Klien  Dukung istirahat/ tidur yang
Menggunakan
adekuat untuk membantu
analgesik yang penurunan nyeri
dipelukan
 Gunakan pendekatan multi
e. Klien dapat
disiplin untuk manajemen nyeri,
Melaporkan jika sesuai
perubahan terhadap  Monitor ttv
gejala nyeri pada  Libatkan keluarga dalam
profesional modalitas penurun nyeri, jika
kesehatan memungkinkan
Tingkat nyeri Pemberian Analgesik
a. Nyeri dilaporkan  Tentukan
sedang lokasi,karakteristik,kualitas,dan
b. Ekspresi nyeri keparahan nyeri sebelum
wajah sedang mengobati pasien
c. Mengerang dan  Cek perintah pengobatan
menangis meliputi iobat,dosis,dan
d. Klien tidak frekuensi obat \analgesik yang
Kehilangan nafsu diresepkan
makan  Cek adanya riwayat alergi obat
 Pilih analgesic atau kombinasi
analgesik yang sesuai ketika
yang diberikan lebih dari satu
 Tentukan analgesik
sebelumnya,rute pemberian dan
dosis untuk mencapaihasil
pengurangan nyeri yang optimal
 Pilih rute intravena daripada
rute intramuscular, untuk injeksi
pengobatan nyeri yang sering,
jika memungkinkan
 Tinggalkan narkotik dan obat-
obat lain yang dibatasi, sesuai
dengan aturan rumah sakit
 Berikan analgesic sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri
yang berat
 Susun harapan yang positif
mengenai keefektifan analgesic
untuk mengoptimalkan respon
pasien
 Berikan analgesic tambahan
dan/atau pengobatan jika
diperlukan untuk meningkatkan
efek pengurangan nyeri
Pengurangan kecemasan
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan menyakinkan
 Berada di sisi klien untuk
mengingatkan rasa aman dan
mengurangi ketakutan
 Dorong keluarga untuk
mendampingi klien dengan
cara yang tepat
 Berikan objek yang
menunjukkan perasaan aman
 Lakukan usapan pada
punggung/leher dengan cara
yang tepat
 Dorong aktivitas yang tidak
kompetitif secara tepat
 Dengarkan klien
 Ciptakan atmosfer rasa aman
untuk meningkatkan
kepercayaan
 Identifikasi pada saat terjadi
perubahan tingkat kecemasan
 Intruksikan klien untuk
menggunakan teknik
relaksasi
Pengaturan posisi
 Tempatkan pasien di atas
matras atau tempat tidur
terapeutik
 Dorong pasien untuk terlibat
dalam perubahan posisi
 Imobilisasi atau sokong
bagian tubuh yang terkana
dampak, dengan tepat
 Tinggikan bagian tubuh yang
terkena dampak
 Dorong latihan ROM aktif
dan pasif
 Jangan menempatkan bagian
tubuh yang diamputasi pada
posisi fleksi
 Minimalisir gesekan dan
cidera ketika memposisikan
dan membalikkan tubuh
pasien
 Jangan menempatkan pasien
pada posisi yang bisa
meningkatkan nyeri
 Jangan memposisikan pasien
dengan penekanan pada luka
 Monitor ttv
Monitor ttv
 Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
 Monitor tekanan darah saat
pasien berbaring, duduk,dan
berdiri sebelum dan setelah
perubahan posisi
 Monitor tekanan darah
setelah pasien minum obat
jika memungkinkan
 Monitor tekanan darah,
denyut nadi , dan pernafasan
sebelum ,selama dan setelah
beraktivitas dengan tepat.
 Inisiasi dan pertahankan
perangkat pemantauan suhu
tubuh secara terus menerus
dengan tepat
 Monitor dan laporkan tanda
dan gejala hipotermia dan
hipertermia
 Monitor keberadaan dan
kualitas nadi
 Monitor warna kulit, suhu
dan kelembaban
 Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda-
tanda vital
 Periksa secara berkala
keakuratan instrument yang
digunakan untuk perolehan
data pasien
Peningkatan tidur
 Tentukan pola tidur/aktivitas
pasien
 Tentukan efek dari obat
(yang dikonsumsi) pasien
terhadap pola tidur
 Monitor/ catat pola tidur
pasien, dan jumlah jam tidur
 Anjurkan pasien untuk
memantau pola tidur
 Dorong pasien untuk
menetapkan rutinitas tidur
untuk memfasilitasi
perpindahan dari terjaga
menuju tidur
 Bantu untuk menghilangkan
situasi stress sebelum tidur
 Ajarkan pasien bagaimana
melakukan relaksasi otot
autogenik atau bentuk non
farmakologi lainnya untuk
memancing tidur
 Bantu meningkat jumlah jam
tidur , jika diperlukan
 Identifikasi obat tidur yang
dikonsumsi pasien
 Diskusikan dengan pasien
dan keluarga mengenai
teknik untuk meningkatkan
tidur
2. Gangguan citra Setelah diberikan asuhan Peningkatan Citra Tubuh :
tubuh b/d perubahan keperawatan selama 3x 24  tentukan harapan citra diri pasien
fungsi tubuh : jam, perawat dapat didasarkan pada tahap
pembedahan meminimalkan kerusakan perkembangan
integritas kulit yang terjadi  gunakan bimbingan antisipasif
dengan kriteria hasil: pasien terkait dengan perubahan-
Citra tubuh perubahan citra tubuhyang telah
1. Gambaran internal diprediksikan
diri  bantu klien untuk mendiskusikan
2. Kesesuaian antara stressor yang mempengaruhi
realitas tubuh dan citra diri terkait dengan kondisi
ideal tubuh dengan cedera atau pembedahan
penampilan tubuh  monitor frekuensi dari
3. Deskripsikan pernyataan mengkritisi diri
bagian tubuh yang Peningakatan koping
terkena dampak  gunakan pendekatan yang tenang
4. Penyesuaian dan memberikan jaminan
terhadap perubahan  berikan suasana penerimaan
tubuh akibat  sediakan pasien pilihan-pilihan
pembedahan yang realistis mengenai
perawatan
 dukung sikap pasien terkait
dengan harapan yang realistis
sebagai upaya untuk mengatasi
perasaan ketidakberdayaan
 cari jalan untuk memahami
perspektif pasien terhadap situasi
yang penuh stress
 tidak mendukung pembuatan
keputusan saat pasien berada
pada situasi stress yang berat
 dukung kemampuan mengatasi
situasi secara berangsur-angsur
 dukung kemampuan dalam
penerimaan terhadap keterbatasan
yang lain
 kenali latar belekan budaya atau
spiritual pasien
 bantu pasien untuk
mengidentifikasi strategi-strategi
positif untuk mengatsi
keterbtasan dengan mengelola
kebutuhan gaya hidup maupu
perubahan peran
 instruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi
sesuai dengan kebutuhan

Peningkatan kesadaran diri


 dukung pasien untuk
mengenal dan mendiskusikan
pikiran dan perasaannya
 bantu pasien untuk
menyadari bahwa setiap
orang adalah unik
 bantu pasien untuk
mengidentifikasi nilai yang
berkontribusi pada konsep
diri
 bantu pasien untuk
mengidentifikasi diri
perasaan yang bisa dirasakan
mengenai dirinya
 berbagi observasi atau
pemikiran tentang perilaku
atau respon pasien
 fasilitasi pasien untuk
mengidentifikasi pola respon
yang bisa dilakukan untuk
situasi yang bervariasi
 observasi mengenai status
emosi pasien saat ini
 bantu pasien untuk menerima
ketergantungan pada orang
lain dengan tepat
 bantu pasien untuk merubah
pandangan mengenai diri
sebagai korban dengan
mendefinisikan haknya
dengan cara yang tepat
 bantu pasien waspada
terhadap pernyataan negatif
mengenai diri
 bantu pasien untuk
mengidentifikasi
kemampuan, gaya belajar
 bantu pasien untuk
mengidentifikasi sumber
motivasi

Peningkatan harga diri


 monitor pernyataan pasien
mengenai harga diri
 tentukan kepercayaan diri
pasien dalam hal penilaian
diri
 bantu pasien untuk
menemukan penerimaan diri
 kuatkan kekuatan pribadi
yang di identifikasi pasien
 dukung pasien untuk terlibat
dalam memberikan afirmasi
positif melalui pembicaraan
pada diri sendiri dan secara
verbal terhadap diri setiap
hari
 bantu pasien untuk
mengidentifikasi respon
positif dari orang lain
 jangan mengkritisi pasien
secara negative
 bantu pasien untuk mengatasi
bullying atau ejekan
 bantu pasien untuk
menerima ketergantungan
terhadap orang lain dengan
tepat
Perawatan amputasi
 Dorong pasien untuk
berperan serta dalam
pengambilan keputusan
untuk dilakukannya amputasi
jika memungkinkan
 Jelaskan kembali mengenai
informed consend pada
pasien
 Berikan informasi dan
dukungan sebelum dan
sesudah pembedahan
 Posisikan bagian yang
teramputasi sesuai dengan
body aligment
 Hindari bagian yang
teramputasi pada posisi yang
tergantung untuk menurukan
edema dan statis vaskuler
(pembuluh darah)
 Monitor adanya edema pada
daerah yang teramputasi
 Jelaskan bahwa nyeri pantom
limb mungkin terjadi
beberapa minggu setelah
pembedahan dan mungkin
dipicu tekanan di area lain
 Monitor penyembuhan luka
pada tempat insisi
 Monitor adanya gangguan
psikologis seperti depresi dan
kecemasan dan penyesuaian
perubahan mengenai
perubahan diri
3. Kerusakan Setelah diberikan asuhan Perawatan amputasi
intergritas kulit keperawatan selama 3x 24  Posisikan bagian yang
berhubungan dengan jam, perawat dapat teramputasi sesuai dengan body
cedera kimiawi kulit meminimalkan kerusakan alignment
integritas kulit yang terjadi  Instruksikan pasien bagaimana
dengan kriteria hasil: melakukan latihan paska
pembedahan dengan benar
NOC :  Hindari bagian teramputasi
1. Suhu kulit klien pada posisi yang tergantung
normal untuk menurunkan edema dan
2. Integritas kulit status vaskuler
klien tidak  Hindari memanipulasi balutan
mengalami amputasi segera setelah
kerusakan pembedahan kecuali ada tanda-
3. Ketebalan normal tanda infeksi
4. Tidak mengalami  Dorong pasien untuk
pigmentasi melakukan rentang pergerakkan
abnormal sendi, latihan ketahanan, dan
5. Tidak adanya kekuatan setelah pembedahan,
jaringan parut berikan bantuan saat diperlukan
 Monitor adanya edema pada
daerah teramputasi
 Monitor adanya nyeri phantom
limb (yaitu dengan mengecek
adanya rasa
terbakar,kram,berdenyut,ataupu
n kesemutan)
 Monitor adanya nyeri phantom
limb
 Monitor penyembuhn luka pada
tempat insisi
 Berikan saran dan dukungan
untuk melihat dan mengatasi
bagian tubuh yang terganggu

Memandikan :
 Bantu memandikan pasien
dengan menggunakan kursi
untuk mandi,bak tempat
mandi,mandi dengan
berdiri,dengan menggunakan
cara yang tepat atau sesuai
dengan keinginan pasien.
 Cuci rambut sesuai dengan
kebutuhan atau keinginan
pasien
 Mandi dengan air yang
mempunyai suhu yang
nyaman
 Berikan lubrikan dan krim
pada area kulit yang kering
 Tawarkan mencuci tangan
setelah eliminasi dan
sebelum makan
 Berikan bedak kering pada
lipatan kulit yang dalam
 Monitor kondidi kulit saat
mandi
 Montor fungi kemampuan
saat mandi
 Bantu dalam perawatan
parineal jika dibutuhkan
 Bantu dalam hal kebersihan
(misalnya deodoran dan
parfum)

Pengaturan posisi

 Dorong pasien untuk terlibat


dalam perubahan posisi
 Tinggikan bagian tubuh yang
terkena dampak
 Jangan menempatkan pasien
pada posisi yang bisa
meningkatkan nyeri
 Jangan posisikan pasien
dengan penekanan pada luka
 Balikkan tubuh pasien sesuai
dengan kondisi kulit
 Posisikan pasien sesuai
dengan kesejajaran tubuh
yang tepat
 Imobilisasi atau sokong
bagian tubuh yang terkena
dampak dengan tepat
 Jangan menempatkan bagian
tubuh yang diamputasi pada
posisi fleksi
 Minimalisie gesekan dan
cedera ketika memposisikan
dan membalikkan tubuh
pasien
 Sangga dengan sandaran
yang sesuai

Perawatan luka :

 Berikan balutan yang sesuai


dengan jenis luka

 Perkuat balutan seduai


kebutuhan

 Pertahankan teknik balitan steril


ketika melakukan perawatan luka
dengan tepat

 Periksa luka setiap kali


perubahan balutan

 Bandingkan dan catat setiap


perubahan luka

 Posisikan untuk menghindari


menempatkan ketegangan pada
luka dengan tepat

 Reposisi pasien setidaknya setiap


2jam dengan tepat

 Tempatkan alat alat yang


mengurangi tekanan

 Anjurkan pasien dan keluarga


mengenal tanda dan gejala
infeksi

 Dokumentasikan lokasi luka


ukuran dan tampilan

Terapi Latihan: Ambulasi


 Beri ;pasien pakaian yang
tidak mengekang
 Sediakan tempat tidur
berketinggian rendah,yang
sesuai
 Tempatkan saklar posisi
tempat tidur ditempat yang
mudah dijangkau
 Bantu pasien untuk duduk
disisi tempat tidur untuk
memfasilitasi penyesuaikan
posisi sikap tubuh
 Konsultasikan pada ahli
terapi fisik mengenai rencana
ambulasi,sesuai kebutuhan
 Bantu pasien untuk
perpindahan,sesuai
kebutuhan
 Terapkan/sediakan alat bantu
(tongkat,walker,atau kursi
roda)
 Instruksikan pasien/caregiver
menegnai pemindahan dan
teknik ambulasi yang aman
 Monitor penggunaaan kruk
pasien atau alat bantu
berjalan lainnya
 Bantu pasien untuk berdiri
dan mabulasi dengan jarak
tertentu.

4. Resiko cidera Setelah diberikan asuhan Pencegahan perdarahan :


berhubungan dengan keperawatan selama 3x 24
 Monitor dengan ketat risiko
hambatan fisik jam, perawat dapat
terjadinya perdarahan pada
(amputasi) meminimalkan resiko
pasien
cidera yang terjadi dengan
 Catat nilai hemoglobin dan
kriteria hasil:
hematokrit sebelum dan
NOC : sesudah pasien kehilangan
darah sesuai indikasi
Keparahan Cedera Fisik :
 Monitor tanda dan gejala
1. Mengurangi lecet pendarahan menetap
pada fisik  Monitor komponen koagulasi
2. Klien Tidak darah
mengalami  Monitor tanda-tanda vital
gangguan ortostatik, termasuk tekanan
imobilisasi darah
3. Klien Tidak  Pertahankan agar pasien tetap
mengalami tirah baring jika terjadi
perdarahan perdarahan aktif
 Lindungi pasien dari trauma
yang dapat menyebabkan
perdarahan
 Beritahu pasien untuk
pencegahan tindakan-
tindakan invasive, jika dapat
dihindari, monitor dengan
ketat tanda-tanda perdarahan
 Instruksikan pasien untuk
meningkatkan makanan kaya
vitamin K
 Instruksikan pasien dan
keluarga untuk memonitor
tanda-tanda perdarahan dan
mengambil tindakan yang
tepat jika terjadi perdarahan

Pencegahan Jatuh :

 Letakkan benda-benda dalam


jangkauan yang mudah bagi
pasien
 Rawat alat bantu dengan
kondisi siap pakai
 Instruksikan pasien mengenai
penggunaan tongkat atau
walker,dengan tepat
 Bantu ambulasi individu
yang memiliki
ketidakseimbangan
 Monitor kemampuan untuk
berpindah dari tempat tidur
ke kursi dan sebaliknya
 Ajarkan pasien bagaimana
jika jatuh, untuk
meminimalkan cedera
 Sediakan alas kaki yang tidak
licin untuk memfasilitasi
kemudahan menjangkau
 Pindahkan barang-barang
yang diletakkan rendah yang
membahayakan
 Sediakan area penyimpanan
dengan jangkauan yang
mudah
 Pastikan pasien
menggunakan sepatu yang
pas

Peningkatan latihan :

 Hargai keyakinan individu


terkait latihan fisik
 Gali hambatan untuk
melakukan latihan
 Dukung ungkapan perasaan
mengenai latihan
 Dukung individu untuk
memulai atau melanjutkan
latihan
 Damping individu pada saat
mengembangkan program
latihan untuk memenuhi
kebutuhannya
 Libatkan keluarga/orang
yang memberi perawatan
dalam merencanakan atau
meningkatkan program
latihan
 Informasikan individu
mengenai manfaat kesehatan
 Instruksikan individu terkait
dengan tipe aktivitas fisik
yang sesuai dengan derajat
kesehatannya
 Monitor kepatuhan individu
terhadap program latihan
 Monitor respon individu
terhadap program latihan

Peningkatan Keamanan :

 Sediakan lingkungan yang


tidak mengancam
 Tunjukkan ketenangan
 Fasilitasi untuk
mempertahankan kebiasaan
tidur pasien
 Dukung keluarga untuk
menyediakan barang pribadi
yang digunakan pasien
 Dengarkan ketakutan
keluarga pasien
 Jelaskan semua prosedur
pada pasien/keluarga
 Bantu pasien/keluarga
mengidentifikasi factor apa
yang meningkatkan rasa
keamanan
 Bantu pasien untuk
mengidentifikasi respon
koping yang biasanya
 Bantu pasien untuk
menggunakan koping respon
yang telah menunjukkan
keberhasilan sebelumnya
 Diskusikan situasi khusus
atau individu yang
mengancam pasien atau
keluarga

Identifikasi Resiko :

 kaji ulang riwayat kesehatan


masa lalu dan
dokumentasikan bukti yang
menunjukkan adanya
penyakit medis, diagnose
keperawatan serta
perawatannnya
 kaji ulang data yang
didapatkan dari pengkajian
risiko secara rutin
 pertimbangkan ketersediaan
dan kualitassumber-sumber
yang ada
 identifikasi sumber-sumber
agensi untuk membantu
menurunkan faktor resiko
 identifikasi risiko biologis,
lingkungan dan perilaku
serta hubungan timbale balik
 identifikasi strategi koping
yang digunakan khas
 pertimbangkan fungsi di
masa lalu dan saat ini
 pertimbangkan status
pemenuhan kebutuhan
sehari-hari
 pertimbangkan pemenuhan
terhadap perawatan medis
dan keperawatan
 instruksikan faktor risiko
dan rencana untuk
mengurangi faktor risiko

5. Ketidakseimbangan Setelah diberikan asuhan Manajemen nutrisi


nutrisi kurang dari keperawatan selama 3 x 24  Tentukan status gizi pasien dan
kebutuhan tubuh jam, perawat dapat kemampuan pasien untuk
berhubungan dengan meminimalkan memenuhi kebutuhan gizi
kurang minat pada ketidakseimbangan nutrisi  Identifikasi alergi atau
makanan yang terjadi dengan intoleransi makana yang
kriteria hasil: dimiliki pasien
NOC :  Instruksikan pasien mengenai
Status nutrisi kebutuhan nutrisi
a. Asupan gizi normal  Tentukan jumlah kalori dan
b. Asupan makanan jenis nutrisi yang dibutuhkan
normal utnuk memenuhi persyaratan
c. Asupan cairan normal gizi
d. Energi normal  Atur diet yang diperlukan
Status Nutrisi : Asupan  Ciptakan lingkungan yang
Nutrisi optimal pada saat mengoncumsi
a. Asupan kalori klien makan
normal  Beri obat-obatan sebelum
b. Asupan protein klien makan
normal  Pastikan makanan disajikan
dengan cara yangmenarik dan
pada suhu yang paling cocok
untuk konsumsi secara optimal
 Tawarkan makanan ringan yang
padat gizi
 Monitor kalori dan asupan
makanan
Terapi nutrisi
 Lengkapi pengkajian nutrisi,
sesuai kebutuhan
 Monitor intake
makanan/cairan dan hitung
masukan kalori per hari
sesuai kebutuhan
 Monitor instruksi diet yang
sesuai untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi pasien per
hari sesuai kebutuhan
 Dorong pasien untuk
memilih makanan setengah
lunak, jika pasien mengalami
kesulitan menelan karena
menurunya jumlah saliva
 Motivasi pasien untuk
mengkonsumsi makanan
yang tinggi kalsium sesuai
kebutuhan
 Bantu pasien untuk memilih
makanan yang lunak, lembut
dan tidak mengandung asam
sesuai kebutuhan
 Berikan nutrisi yang
dibutuhkan sesuai batas diet
yang dianjurkan
 Motivasi (pasien) untuk
membawa makanan yang
telah dimasak dari rumah
sesuai kebutuhan
 Ciptakan lingkungan yang
membuat suasana yang
menyenangkan dn
menenangkan
 Berikan perawatan mulut
sebelum makan sesuai
kebutuhan
Monitor nutrisi
 Timbang berat badan pasien
 Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
 Monitor kecendrungan turun
dan naiknya berat badan
 Monitor turgor kulit dan
mobilitas
 Identifikasi abnormalitas
kulit
 Monitor adanya mual dan
muntah
 Monitor diet dan asupan
kalori
 Identifikasi perubahan nafsu
makan dan aktivitas akhir-
akhir ini
 Tentukan pola makan
 Tentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi asupan nutrisi
Manajemen gangguan makan
 Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
mengembangkan rencana
perawatan dengan
melibatkan klien dan orang-
orang terdekatnya dengan
tepat
 Rundingkan dengan ahli izi
dalam menentukan asupan
kalori harian yang diperlukan
untuk mempertahankan berat
badan yang sudah ditentukan
 Ajarkan dan dukung konsep
nutrisi yang baik dengan
klien
 Dorong klien untuk
mendiskusikan makanan
yang disukai bersama dengan
ahli gizi
 Kembangkan hubungan yang
mendukung dengan klien
 Monitor intake/asupan dan
asupan cairan secara cepat
 Bangun harapan terkait
dengan perilaku makan yang
baik, intake/asupan
makanan/cairan dan jumlah
aktivitas fisik
 Berikan dukungan terhadap
peningkatan berat badan dan
perilaku yang meningkatkan
berat badan
 Beri dukungan sembari klien
juga berusaha
mengintegritaskan perilaku
makan yang baru,perubahan
citra tubuh dan perubahan
gaya hidup
 Monitor berat badan klien
sesuai secara rutin
Konseling nutrisi
 Kaji asupan makanan dan
kebiasaan makan pasien
 Fasilitasi untuk
mengidentifikasi perilaku
makan yang harus diubah
 Gunakan standar gizi yang
bisa diterima untuk
membantu pasien
mengevluasi intake diet yang
ade kuat
 Berikan informasi, sesuai
kebutuhan, mengenai
perlunya modifikasi diet bagi
kesehatan, penurunan berat
badan,pembatasan garam,
pengurangan
kolesterol,pembatasan cairan
dan seterusnya
 Diskusikan makanan yang
disukai dan yang tidak
disukai pasien
 Kaji ulang pengukuran intake
dan out put cairan pasie, nilai
Hb, tekanan darah atau
penambahan/penurunan berat
badan
 Evaluasi kemajuan tujuan
modifikasi diet dalam
interval yang teratur
 Bantu pasien menyatakan
perasaan dan kepeduliannya
mengenai pencapaian tujuan

DAFTAR PUSTAKA

Huda Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC NOC.Jogjakarta : Mediaction.
Heather T. Herdman & Shigemi Kamitsuru. 2015.Diagnosis Keperawatan : Definis &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 Terjemahan Indonesia.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kun,saputra. 2013. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Amputasi. Jakarta
Insani, uswatun dan Risnanto.2012.Bahan Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta : Deepbuplish.
https://doktersehat.com/amputasi/

Anda mungkin juga menyukai