Kelompok 1 (2.C) Amputasi
Kelompok 1 (2.C) Amputasi
“Kasus AMPUTASI”
Oleh:
KELOMPOK 1
KELAS: II.C
Dosen Pembimbing:
A. PENGERTIAN AMPUTASI
B. ETIOLOGI AMPUTASI
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit pembuluh darah perifer merupakan pemnyebab terbesar dari amputasi
anggota gerak bagian bawah. Biasanya penyebab dari penyakit pembuluh darah perifer
adalah hipertensi, diabetes, hiperlipidemia. Penderita neuropati perifer terutama klien
dengan diabetes melitus mempunyai resiko untuk amputasi. Pada neuropati perifer
biasanya kehilangan sensor untuk merasakan adanya luka dan infeksi. Tidak terawatnya
luka dapat infeksi dapat menyebabkan terjadinya gangren dan membutuhkan tindakan
amputasi.
Insiden amputasi paling tinggi terjadi pada laki-laki usia muda. Biasanya
amputasi di indikasikan karena kecelakaan kendaraan terutama motor, atau kecelakaan
penggunaan mesin saat bekerja. Kejadian ini juga dapat terjadi pada orang dewasa namun
presentasinya lebih sedikit dibanding dengan kalangan muda. Amputasi di indikasikan
bagi klien dengan gangguan aliran darah baik akut maupun kronis. Pada situasi trauma
akut, dimana anggota tubuhnya terputus sebagian atau seluruhnya akan mengalami
kematian jaringan. Walaupun replantasi jari, bagian tubuh yang kecil, atau seluruh
anggota tubuh sukses. Pada proses penyakit kronik,sirkulasi mengalami gangguan
sehingga terjadi kebocoran protein pada intersisium sehingga terjadi edema. Edema
menambah resiko terjadinya cedera dan penurunan sirkulasi. Ulkus yang ada menjadi
berkembang karena terinfeksi yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan yang
membuat bakteri mudah berkembangbiak. Infeksi yang terus bertumbuh membahayakan
sirkulasi selanjutnya dan akhirnya memicu gangren, dan dibutuhkan tindakan amputasi
(LeMone, 2011).
Selain dari data diatas, penyebab atau faktor predisposisi terjadinya amputasi
diantaranya ialah terjadinya fraktur multiple organ tubuh yang yangt tidak mungkin dapat
diperbaiki, kehancuran jaringan kuli yang tidak mungkin diperbaiki, gangguan
vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat, infeksi yang berat atau berisiko tinggi
menyebar ke anggota tubuh lainnya, ada tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi
secara konservatif, deformitas organ (Bararah dan Jauhar, 2013).
Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi amputasi
selektif/terencana diamana amputasi ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penangan yang terus menerus, biasanya dilakukan sebagai salah satu tindakan
terakhir, sedangkan amputasi akibat trauma tidak direncanakan. Amputasi darurat
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat, seperti pada trauma multiple dan
kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
Menurut jenisnya amputasi dibagi menjadi dua macam, yaitu amputasi jenis
terbuka dan tertutup. Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan tulang dan otot pada tingkat yang sama sedangkan amputasi tertutup
dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat skaif kulit untuk
menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang lebih 5 centimeter dibawah
potongan otot dan tulang.
Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat mencapai
penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua faktor
peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional (sesuai kebutuhan protesis).
Amputasi jari kaki dan sebagian kaki hanya menimbulkan perubahan minor dalam
gaya jalan dan keseimbangan. Amputasi syme (memodifikasi amputasi disartikulasi
pergelangan kaki) dilakukan paling sering pada trauma kaki ekstensif dan menghasilkan
ekstremitas yang bebas nyeri dan kuat dan dapat menahan beban berat badan penuh.
Amputasi dibawah lutut lebih disukai dibanding amputasi diatas lutut karena pentingnya
sendi lutut dan kebutuhan energi untutk berjalan. Dengan mempertahankan lutut bagi
lansia antara ia bisa berjalan dengan alat bantu dan atau bisa duduk di kursi roda.
Diartikulasi sendi lutut paling berhasil pada klien muda, aktif yang masih mampu
mengembangkan kontrol yang tepat sebanyak mungkin panjangnya, otot dibentuk dan
distabilkan, dan disupervisi pinggul dapat dicegah untuk potensi supervise maksimal.
Bila dilakukan amputasi disartikulasikan sendi pinggul kebanyakan orang akan
tergantung pada kursi roda untuk mobilisasinya.
Amputasi ekstremitas atas dilakukan dengan mempertahankan panjang fungsional
maksimal. Protesis segera diukur dengan fungsinya bisa maksimal (Bararah dan Jauhar,
2013).
Perdarahan infeksi, dan kerusakan integritas kulit merupakan komplikasi
amputasi. Perdarahan dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat
menjadi massif. Infeksi dapat terjadi pada semua pembedahan, dengan perdaran darah
yang buruk atau adanya kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat
penyembuhan luka yang buruk dan iritasi penggunaan prosthesis (Lukman dan Ningsih,
2009).
Amputasi terjadi karena kelainan extremitas yang disebabkan penyakit pembuluh
darah, cedera dan tumor oleh karena penyebab di atas, Amputasi harus dilakukan karena
dapat mengancam jiwa manusia. Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
a) Sistem Kardiovaskuler
1. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin dan
mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering dijumpai pada pasien
dengan immobilisasi.
2. Penurunan cardiac reserve
Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini mengakibatkan
waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan isi sekuncup.
3. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana arteriol dan
venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi lebih panjang dari pada
vasokontriksi sehingga darah banyak berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah
yang bersirkulasi menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk
memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien merasakan
pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan pingsan.
b) Sistem Muskuloskeletal
1. Penurunan kekuatan otot
Dengan adanya immobilisasi dan gangguan sistem vaskuler memungkinkan suplai O2
dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan, demikian pula dengan pembuangan sisa
metabolisme akan terganggu sehingga menjadikan kelelahan otot.
2. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya penurunan fungsi
persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan paralisis otot.
3. Kontraktur sendi
Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya keterbatasan
gerak.
4. Osteoporosis
Terjadi penurunan metabolisme kalsium. Hal ini menurunkan persenyawaan organik dan
anorganik sehingga massa tulang menipis dan tulang menjadi keropos.
c) Sistem Pencernaan
1. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi sekresi
kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta penurunan kebutuhan
kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu makan.
2. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan spincter anus
menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat dalam colon, menjadikan
faeces lebih keras dan orang sulit buang air besar.
d) Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing berada dalam
keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya gravitasi dan pelvis renal
banyak menahan urine sehingga dapat menyebabkan :
1. Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah membentuk batu ginjal.
2. Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang biaknya kuman dan
dapat menyebabkan ISK.
e) Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan bokong
akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah dan nutrisi ke
jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis dan akan normal kembali
jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan suplai darah.
D. WOC AMPUTASI
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah)
2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf yang dekat
dengan permukaan.
3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa dengan
keronitis.
4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan (grieving
process)
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan pasien dengan amputasi yaitu ;
1. Tingkatan amputasi Amputasi dilakukan pada titik paling distal yang masih dapat
mencapai penyembuhan dengan baik. Tempat amputasi ditentukan berdasarkan dua
faktor : peredaran darah pada bagian itu dan kegunaan fungsional misalnya (sesuai kebut
uhan protesis), status peredaran darah eksterimtas dievaluasi melalui pemerikasaan fisik
dan uji tertentu. Perfusi otot dan kulit sangat penting untuk penyembuhan. Floemetri dopl
er penentuhan tekanan darah segmental dan tekanan persial oksigen perkutan (pa02).
Merupakan uji yang sangat berguna angiografi dilakukan bila refaskulrisasi
kemungkinan dapat dilakukan. Tujuan pembedahan adalah memepertahankan sebanyak
mungkin tujuan ekstrmitas konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Mempertahan
kan lutut dan siku adalah pilihan yang diinginkan. Hampir pada semua tingkat amputasi
dapat dipasangi prostesis. Kebutuhan energi dan kebutuhan kardovaskuler yang
ditimbulkan akan menigktkan dan mengunaka kursi roda ke prostesis maka pemantauan
kardivaskuler dan nutrisi yang kuat sangat penting sehingga batas fisiologis dan
kebutuhan dapat seimbang.
2. Penatalaksanaan sisa tungkai Tujuan bedah utama adalah mencapai penyembuhan luka
amputasi menghasilkan sisa tungkai puntung yang tidak nyeri tekan dan kuli yang sehat
untuk pengunaan prostesis, lansia mungkin mengalami keterlambatan penyembuhan luka
karena nutrisi yang buruk dan masalah kesehatan lainnya
2. Tanda-Tanda Vital
TD : Biasanya normal (120/80mmHg)
Nadi : Biasanya normal
RR : Biasanya normal (18-24 x/i)
Suhu : Biasanya normal (36-37 °)
Memandikan :
Bantu memandikan pasien
dengan menggunakan kursi
untuk mandi,bak tempat
mandi,mandi dengan
berdiri,dengan menggunakan
cara yang tepat atau sesuai
dengan keinginan pasien.
Cuci rambut sesuai dengan
kebutuhan atau keinginan
pasien
Mandi dengan air yang
mempunyai suhu yang
nyaman
Berikan lubrikan dan krim
pada area kulit yang kering
Tawarkan mencuci tangan
setelah eliminasi dan
sebelum makan
Berikan bedak kering pada
lipatan kulit yang dalam
Monitor kondidi kulit saat
mandi
Montor fungi kemampuan
saat mandi
Bantu dalam perawatan
parineal jika dibutuhkan
Bantu dalam hal kebersihan
(misalnya deodoran dan
parfum)
Pengaturan posisi
Perawatan luka :
Pencegahan Jatuh :
Peningkatan latihan :
Peningkatan Keamanan :
Identifikasi Resiko :
DAFTAR PUSTAKA
Huda Amin Nurarif dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA & NIC NOC.Jogjakarta : Mediaction.
Heather T. Herdman & Shigemi Kamitsuru. 2015.Diagnosis Keperawatan : Definis &
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 Terjemahan Indonesia.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Kun,saputra. 2013. Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Amputasi. Jakarta
Insani, uswatun dan Risnanto.2012.Bahan Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta : Deepbuplish.
https://doktersehat.com/amputasi/