Anda di halaman 1dari 8

LEARNING OBJECTIVE

1. Anatomi dan fisiologi dari saluran pernafasan


2. Penanganan awal kasus
3. Gambaran radiologis, foto thorax, ct-scan
4. Diagnosis banding
5. Komplikasi pengobatan Tuberculosis
6. Perbedaan Tuberculosis anak dan dewasa
7. Cara penularan Tuberculosis
8. Jenis – jenis Tuberculosis
9. Tuberculosis rileps dan MDR
10.Kapan pengobatan Tuberculosis dihentikan
11.Asupan gizi pada Tuberculosis
12.Terapi pada anak dan dewasa
13.Factor resiko
1. Anatomi dan fisiologi dari saluran pernafasan
Jawab :

Proses fisiologis respirasi di mana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam


jaringan-jaringan, dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi
menjadi tiga stadium.

1. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya


campuran gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru.
2. Stadium ke dua, transportasi, yang terdiri dari beberapa
aspek :
(a) difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru
(respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dan selsel
jaringan;
(b) distribusi darah dalam sirkulasi pulmoner dan
penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus-
alveolus; dan
(c) reaksi kimia dan fisik dari oksigen dan karbon dioksida
dengan darah.
3. Respirasi sel atau respirasi interna merupakan stadium akhir
dari respirasi. Selama respirasi ini metabolit dioksidasi untuk
mendapatkan energi, dan karbon dioksida terbentuk sebagai
sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-
paru.

2. Penanganan awal kasus


Jawab : I. Obat TB pilihan utama (first line) : rifampisin (R), isoniazid (H), pirazinamid
(Z), etambutol (E), dan streptomisin (S).
II. Obat TB lain (second line) : para-aminosalicylic acid (PAS), cycloserin trizidone,
ethionamide, prothionamide, ofloxacin, lefloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin,
ciprofloxacin, kanamicyn, amikacin dan capreomycin
(Utami, 2011).
Pengobatan non-operatif dengan mengguna kan kombinasi paling tidak 4
jenis obat anti tuberkulosis. Pengobatan dapat disesuaikan dengan informasi
kepekaan kuman terhadap obat. Pengobatan INH dan rifampisin harus diberikan
selama seluruh pengobatan. Regimen 4 macam obat biasanya termasuk INH,
rifampisin, dan pirazinamid dan etambutol. Lama pengobatan masih kontroversial.
Meskipun beberapa penelitian mengatakan memerlukan pengobatan hanya 6-9 bulan,
pengobatan rutin yang dilakukan adalah selama 9 bulan sampai 1 tahun. Lama
pengobatan biasanya berdasarkan dari perbaikan gejala klinis atau stabilitas klinik
pasien.
(Paramatha, 2011).
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Istilah
DOTS dapat diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek
oleh pengawas minum obat (PMO) selama 6. Penanggulangan dengan strategi DOTS
dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi dan berkontribusi untuk
meningkatkan harapan hidup dan memperpanjang umur penderita (BBKPM,
2008). Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan
yang paling cost-effective.
(Puri, 2012).

3. Gambaran radiologis, foto thorax, ct-scan


Jawab : Bercak infiltrat yang terlihat pada foto roentgen biasanya dilapangan atas dan segmen
apikal lobi bawah. Kadang-kadang juga terdapat di bagian basal paru yang biasanya
disertai oleh pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe pada tuberkulosis sekunder jarang
dijumpai. Hal yang sama juga dijelaskan dalam kepustakaan lain, yang mana pasien
dengan TB primer sering menunjukkan gambaran foto normal.
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan lebih
sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, tengah dan lingula sertasegmen
anterior lobus atas. Kelainan foto toraks pada tuberkulosis primer ini adalah adalah
limfadenopati, parenchymal disease, miliary disease, dan efusi pleura. Pada paru bisa
dijumpai infiltrat dan kavitas. Salah satu komplikasi yang mungkin timbul adalah
pleuritis eksudatif, akibat perluasan infitrat primer ke pleura melalui penyebaran
hematogen. Komplikasi lain ialah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi
kelenjar ke dalam bronkus. Baik pleuritis maupun atelektasis pada anak-anak
mungkindemikian luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakang-nya.
(Risnawati, 2015).

4. Diagnosis banding
Jawab : Spondilitis TB dapat dibedakan dengan infeksi piogenik yang menunjukkan gejala
nyeri di daerah infeksi yang lebih berat. Selain itu juga terdapat gejala bengkak, kemerahan
dan pasien akan tampak lebih toksis dengan perjalanan yang lebih singkat dan mengenai
lebih dari 1 tingkat vertebrae. Tetapi gambaran yang spesifik tidak ada sehingga spondilitis
TB sulit dibedakan dengan infeksi piogenik secara klinis. Selain itu spondilitis TB juga
dapat dibedakan dengan tumor, yang menunjukkan gejala tidak spesifik.

5. Komplikasi pengobatan Tuberculosis


Jawab : Komplikasi yang dapat terjadi adalah kiposis berat. Hal ini terjadi oleh karena
kerusakan tulang yang terjadi sangat hebat sehingga tulang yang mengalami destruksi
sangat besar. Hal ini juga akan mempermudah terjadinya paraplegia pada ekstremitas
inferior yang dikenal dengan istilah Pott’s paraplegia
(Paramarta, 2011).
Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1) INH (Isoniazid)
Derivat asam isonikotinat ini berkhasiat tuberkulostatis paling kuat terhadap
mycobacterium tuberculosis (dalam fase istirahat) dan bersifat bakterisid terhadap
basil yang sedang tumbuh pesat (Tjay dan Rahardja, 2007).
Isoniazid harus diikutsertakan dalam setiap regimen pengobatan, kecuali bila
ada kontra indikasi. Efek samping yang sering terjadi adalah neuropati perifer yang
biasa terjadi bila ada faktor-faktor yang mempermudah seperti diabetes, alkoholisme,
gagal ginjal kronik, malnutrisi dan HIV. Efek lain seperti hepatitis dan psikosis sangat
jarang terjadi (Anonim, 2008).
2) Rifampisin
Rifampisin berkhasiat bakterisid luas terhadap fase pertumbuhan
Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium leprae, baik yang berada di luar
maupun di dalam sel (ekstra-Intraseluler). Obat ini mematikan kuman yang dormant
selama fase pembelahannya yang singkat (Tjay dan Rahardja, 2007).
Rifampisin merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan
sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila ada
kontra indikasi. Gangguan fungsi hati yang serius mengharuskan penghentian obat
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit hati. Selama fase lanjutan dilaporkan
adanya gejala toksisitas : influenza, sakit perut, gejala pernafasan, syok, gagal ginjal,
purpura trombositopenia dialami oleh 20-30 % pasien (Anonim, 2008).
3) Pirazinamid
Pirazinamid bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel yang
aktif membelah mycobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata pada dua atau tiga
bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk meningitis tuberkulosis karena
penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif terhadap Mycobacterium bovis.
(Anonim, 2008).
Efek samping yang terjadi berupa artralgia, arthritis, atau gout akibat
hiperurisemia, tetapi pada anak menifestasi klinis hiperurisemia sangat jarang terjadi.
Efek samping lainnya adalah hepatotoksisitas, anoreksia, dan iritasi saluran cerna.
Reaksi hipersensitivitas jarang timbul pada anak. Pirazinamid tersedia dalam bentuk
tablet 500 mg, tetapi seperti isoniazid, dapat digerus dan diberikan bersama dengan
makanan (Rahajoe dkk., 2008).
4). Etambutol
Hampir semua jenis Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium kansasii
sensitif terhadap etambutol. Etambutol bekerja menghambat sintesis metabolit sel
sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati (Ganiswarna, 1995).
Efek samping yang penting adalah gangguan penglihatan, biasanya bilateral,
yang merupakan neuritis retrobulbar yaitu berupa turunnya ketajaman penglihatan,
kemampuan membedakan warna, mengecilnya lapang pandangan dan skotoma sentral
maupun lateral (Ganiswarna, 1995).
5). Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Digunakan dalam
pengobatan TB, tetapi penggunaannya penting pada pengobatan fase intensif
meningitis TB dan MDR (multi drug resisten) TB (Rahajoe dkk., 2008).
Efek samping dari sreptomisin yaitu demam, rash kulit dan menifestasi alergi
lainnya dapat timbul akibat hipersensitifitas terhadap streptomisin. Toksisitas dari
streptomisin lazimnya timbulnya rasa nyeri pada tempat penyuntikan tetapi biasanya
tidak berat. Efek toksik terserius adalah gangguan fungsi hilangnya keseimbangan.
Frekuensi dan keparahan gangguan ini sebanding dengan umur penderita, kadar obat
dalam darah dan lama pemberian
(Utami, 2011).

6. Perbedaan Tuberculosis anak dan dewasa


Jawab : Perbedaan TB anak dengan TB dewasa, yaitu :
1). TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan dewasa di daerah apeks
dan infra kavikuler,
2). Terjadi pembesaran kelenjar regional sedangkan pada dewasa tanpa pembesaran
kelenjar limfe regional,
3). Penyembuhan TB anak dengan perkapuran sedangkan dewasa dengan fibrosis,
serta
4). Lebih banyak penyebaran hematogen, pada dewasa jarang
TB anak tidak menular karena TB pada anak berkembang di dalam kelenjar
paru atau tidak terbuka. Perbedaanya adalah pada kuman orang dewasa yang
berkembang di dalam paru-paru. Kuman tersebut membuat lubang untuk keluar
melalui saluran nafas sehingga dapat tersebar ke luar.
7. Cara penularan Tuberculosis
Jawab : TB ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TB). Ketika
penderita TB batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka memercikkan kuman TB
atau bacilli ke udara. Percikan dahak (droplet) yang mengandung kuman dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Hanya droplet nukleus
ukuran 1-5 µ (mikron) yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier
saluran nafas sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkiolus dan alveolus
(Widodo, 2004). Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.
Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil
kuman TB. Penderita TB dengan status TB BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat
menularkan sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya
(Puri, 2012).
a). Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. b) Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. c) Umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang
lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari
langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam
dalam keadaan yang gelap dan lembab. d) Daya penularan seorang pasien ditentukan
oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. e) Faktor yang
memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
(Werdhani,2013).
Masuknya kuman tuberkulosis ke dalam tubuh tidak selalu menimbulkan
penyakit. Infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta
daya tahan tubuh manusia.
Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh
mekanisme imonologis. Akan tetapi kuman yang tidak dapat dihancurkan akan terus
berkembangbiak di dalam makrofag dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.
Kemudian kuman TB membentuk lesi yang dinamakan fokus primer. Dari fokus
primer kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya limfangitis dan limfadenitis. Gabungan
antara fokus primer, limfangitis dan limfadenitis dinamakan kompleks primer. Waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kuman primer
disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi terjadi 2-12 minggu. Pada saat
terjadinya kompleks primer, infeks TB primer dinyatakan telah terjadi.
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Tuberkulosis primer cenderung dapat sembuh dengan sendirinya, akan tetapi sebagian
menyebar lebih lanjut dan dapat menimbulkan komplikasi dan menyebar ke dalam
jaringan paru.
(Utami, 2011).

8. Jenis – jenis Tuberculosis


Jawab : Klasifikasi penyakit :
1. TB Paru
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi dalam TB Paru BTA (+)
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+).
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran TB aktif.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+) dan biakan kuman TB (+).
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya (+) setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA (-) dan tidak ada perbaikan setelah pemberian
antibiotika non OAT.
b. TB Paru BTA (-)
1) Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-).
2) Foto rontgen dada menunjukan gambaran TB aktif.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan
HIV (-).
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2. TB Ekstra Paru TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput
otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
(Febrian, 2015).

9. Tuberculosis rileps dan MDR


Jawab : Resistensi OAT terjadi karena mutasi dari basil Mycobacterium tuberculosis dimana
resistensi biasanya meliputi jenis obat yang disebut “first line drugs”, yaitu; isoniazid,
rifampisin, pirazinamid dan etambutol. Penyebab utamanya adalah akibat terapi OAT
yang tidak adekuat karena penggunaan yang salah dari segi dosis, cara pemakaian dan
tidak tepatnya lama waktu terapi yang kemudian menyebabkan berkembangnya
kuman yang resisten. Pada pasien yang memiliki riwayat pengobatan TB sebelumnya
kemungkinan terjadi resistensi sebesar 4 kali lipat sedangkan terjadinya MDR TB 10
kali lipat.
(Tombokan, 2015).

10. Kapan pengobatan Tuberculosis dihentikan


Jawab : Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan sebagai : sembuh,
pengobatan lengkap, meninggal, pindah, defaulter (lalai/DO), dan gagal.
a. Sembuh : penderita dinyatakan sembuh bila telah menyelesaikan pengobatan secara
lengkap dan pemeriksaan dahak 3 kali berturut-turut hasilnya negatif.
b. Pengobatan lengkap : penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak paling sedikit 2 kali berturut
turut hasilnya negatif.
c. Meninggal : penderita yang dalam masa pengobatan dikarenakan meninggal karena
sebab apapun.
d. Pindah : penderita yang pindah berobat ke kabupaten lain.
e. Defaulter (lalai/DO) : penderita yang tidak mengambil obat 2 kali berturut-turut
atau sebelum masa pengobatan selesai.
f. Gagal
1) Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif / kembali
positif pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan.
2) Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2
menjadi positif
(Utami, 2011).

11. Asupan gizi pada Tuberculosis


Jawab : Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable
tersebut. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
dengan biofisik, biokimia dan antropometri, karena relatif lebih mudah, murah
dan tidak memerlukan tenaga yang ahli. Apabila status gizi buruk maka akan
menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena
infeksi Tuberkulosis Paru.
(Handayani, 2011).
Status gizi buruk akan menyebabkan kekebalan tubuh menurun sehingga
memudahkan terkena infeksi TB Paru (Achmadi, 2009). TB Paru lebih banyak
terjadi pada anak yang mempunyai gizi buruk sehubungan dengan lemahnya daya
tahan tubuh anak yang kurang gizi. TB Paru juga dapat memperburuk status gizi
anak.
(febrian, 2015).

12. Terapi pada anak dan dewasa


Jawab : Adapun jenis dan dosis obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan untuk
pengobatan tuberkulosis, antara lain :
a. Isoniazid (H) Obat ini bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermitien 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10
mg/kg BB.
b. Rifampisin (R) Obat ini bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dormant
yang tidak dapat dibunuh oleh isonoid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk
pengobatan harian maupun intermitten 3 kali seminggu.
c. Pirazinamid (P) Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam
sel dengan suasana asam. Dosis yang dianjurkan 25 mg/kg BB, sedangkan untuk
pengobatan intermitten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
d. Sterptomisin (S) Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB,
sedangkan untuk pengobatan intermitten 3 kali seminggu digunakan untuk dosis yang
sama. Penderita yang berumur sampai dengan 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari,
sedangkan untuk yang berumur >60 tahun atau lebih diberikan 0,50 g/hari.
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk
kuman persiten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan
sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang
digunakan tidak adekuat (jenis, dosis, dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC
akan berkembang menjadi kuman resisten.
(Handayani, 2011).
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OATKombinasi Dosis Tetap (OATKDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan. 1) Tahap
awal (intensif) 2) Tahap lanjutan Kategori anak (2RHZ/4RH).
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan
dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif
maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
(Febrian, 2015).
13. Factor resiko
Jawab : Perkembangan TB pada manusia melalui dua proses, yaitu pertama seseorang
yang rentan bila terpajan oleh kasus TB yang infeksius akan menjadi tertular TB
(infectious TB), dan setelah beberapa lama kemudian baru menjadi sakit. Oleh karena
itu faktor risiko untuk infeksi berbeda dengan faktor risiko menjadi sakit
TB.28Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun
timbulnya penyakit TB pada anak. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi faktor risiko
infeksi dan faktor risiko progresifitas infeksi menjadi penyakit (risiko penyakit).
Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah anak yang terpajan
dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif), daerah endemis,
kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat
penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain), yang banyak
terdapat pasien TB dewasa aktif. Sumber infeksi TB pada anak yang terpenting
adalah pajanan terhadap orang dewasa yang infeksius, terutama dengan BTA positif.
Berarti bayi dari seorang ibu dengan BTA sputum positif memiliki risiko tinggi
terinfeksi TB. Semakin erat bayi tersebut dengan ibunya, semakin besar pula
kemungkinan bayi tersebut terpajan percik renik (droplet nuclei) yang infeksius.
(Kartasasmita, 2012).

Anda mungkin juga menyukai