Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

CIPTA SENI DAN GERAK


tentang

kontelasi seni dalam ilmu dan pendidikan


konstelasi seni dalam sistem pendidikan nasional

Dosen Pengampu:
Dr. Ramalis Hakim, M.Pd
Prof. Dr. Ardipal, M.Pd

Di susun oleh kelompok 1 :


1. Nelvianti (19124026)
2. Rahmad Wahyugi (19124027)

PRODI PENDIDIKAN DASAR


PASCASARJANA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “Seni” ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Dr. Ramalis
Hakim, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Ardipal, M.Pd selaku Dosen mata kuliah Cipta
Seni dan Gerak yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Seni Khususnya di SD. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Padang, September 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ....................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan ..................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3


A. Konstelasi Seni dalam Ilmu dan Pendidikan ............................................. 3
B. Konstelasi Seni dalam Sistem Pendidikan Nasional ................................. 3

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 24


A. Kesimpulan ............................................................................................... 24
B. Saran .......................................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fungsi pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi
tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional
sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pendidikan seni erat relevansinya dengan pembentukan
sikap mental.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa
apabila aspek sikap mental sudah terbina dan terbentuk dengan baik, maka
aspek-aspek kehidupan lain yang dibutuhkan seseorang akan mengikuti
terbina dengan baik. Namun sebaliknya, apabila sikap mental bangsa tidak
terbentuk dengan baik, maka bangsa yang cerdas sulit terwujud atau apabila
kecerdasan dapat diwujudkan tidak dapat dipakai untuk membentuk sistem
kehidupan atau budaya masyarakat dan bangsa yang kokoh dan maju.
Pendidikan nasional harus mampu menjamin peningkatan mutu dan relevansi
serta efisiensi pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati,
olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi
tantangan global.
Saat ini, proses pembelajaran di kelas belum mendukung pencapaian
hasil belajar yang optimal, termasuk dalam proses pembelajaran seni.
Pembelajaran seni masih didominasi oleh penggunaan metode ceramah dan
metode drill yang sifat teacher oriented. Metode tersebut diakui berhasil
dalam kompetisi menghafal sejumlah informasi tapi gagal dalam menyiapkan
1
peserta didik memiliki kemampuan kritis, apresiatif, kreatif, dan inovatif
untuk mampu bersaing dan hidup kompetitif. Depdiknas (2008)
mengemukakan bahwa pendidikan seni memiliki peranan dalam
pembentukan pribadi atau sikap mental peserta didik yang harmonis. Hal ini
disebabkan karena pendidikan seni memfokuskan diri pada kebutuhan
perkembangan anak dalam mencapai kecerdasan emosional dan kecerdasan
sosial.
Kecerdasan emosional dicapai dengan beraktualisasi diri melalui
olahrasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiasivitas akan kehalusan
dan keindahan seni dan budaya, serta kompetensi untuk mengekspresikannya.
Kecerdasan sosial dicapai melalui membina dan memupuk hubungan timbal
balik; demokratis; empatik dan simpatik; menjunjung tinggi hak asasi
manusia; ceria dan percaya diri; menghargai kebhinekaan dalam
bermasyarakat dan bernegara; serta berwawasan kebangsaan dengan
kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara.
Pendidikan seni merupakan mata pelajaran yang memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk terlibat dalam berbagai pengalaman
apresiasi maupun pengalaman berkreasi untuk menghasilkan suatu produk
berupa benda nyata yang bermanfaat langsung bagi kehidupan peserta didik.
Dalam pendidikan seni, peserta didik melakukan interaksi terhadap benda-
benda produk kerajinan dan teknologi yang ada dilingkungan peserta didik,
dan kemudian berkreasi menciptakan berbagai produk kerajinan maupun
produk teknologi, secara sistematis, sehingga diperoleh pengalaman
konseptual, pengalaman apresiatif dan pengalaman kreatif.
Orientasi mata pelajaran pendidikan seni adalah memfasilitasi
pengalaman emosi, intelektual, fisik, konsepsi, sosial, estetis, artistik dan
kreativitas kepada peserta didik dengan melakukan aktivitas apreasiasi dan
kreasi terhadap berbagai produk benda di sekitar peserta didik yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia, mencakup antara lain ; jenis, bentuk,
fungsi, manfaat, tema, struktur, sifat, komposisi, bahan baku, bahan
pembantu, peralatan, teknik kelebihan dan keterbatasannya.

2
Berdasarkan observasi dan pengalaman, ditemukan beberapa problem
pendidikan seni di sekolah, antara lain: 1) pendidikan seni masih belum
dianggap penting oleh sebagian masyarakat maupun sekolah itu sendiri,
pendidikan seni masih dipandang sebagai mata pelajaran pelengkap; 2) Guru-
guru pendidikan seni terbawa arus oleh persepsi yang salah terhadap hasil
pendidikan, sehingga menganggap bahwa peserta didik yang berhasil adalah
peserta didik yang serba tahu tentang seni, pandai melukis, pandai menyanyi,
pandai menari dan seterusnya. Pada hal tujuan utama mata pelajaran ini
sebenarnya adalah pembentukan sikap mental peserta didik. Dengan
sendirinya model pembelajaran yang diterapkan sekarang ini jelas menjadi
tidak sesuai dengan tujuan mata pelajaran seni yang sebenarnya; 3) Lingkup
kompetensi yang harus dicapai cukup banyak yang meliputi: seni rupa, seni
musik, seni tari, dan seni drama, sementara alokasi waktu sangat terbatas
yaitu 2 jam per minggu; 4) Terbatasnya kemampuan guru untuk
menyampaikan ke empat bidang seni tersebut. Kondisi ini diperparah dengan
banyaknya guru seni budaya yang bukan berlatar belakang pendidikan seni
sehingga terjadi miskonsepsi tentang pendidikan seni; 5) Selama ini
pendidikan seni masih belum banyak diperhatikan, baik dalam aspek proses
belajar mengajar, media dan bahan ajar maupun bentuk penilaiannya. Kondisi
ini berdampak guru-guru tidak memiliki rujukan dalam pembelajaran seni; 6)
Terbatasnya kemampuan guru untuk mampu memberdayakan potensi
lingkungan budaya dan potensi sekolah untuk mendukung pembelajaran seni.
Padahal setiap daerah memiliki potensi budaya dan kesenian yang sangat
kaya ragam sebagai media pembelajaran.
Berangkat dari berbagai kondisi di atas, penulis memandang bahwa
salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu
pembelajaran seni adalah dengan mengoptimalkan peran pendidik dan
peserta didik dalam pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kontelasi Seni dalam Ilmu dan Pendidikan


1. Perbedaan Ilmu dengan Seni
Aspek yang
Ilmu Seni
dibandingkan
Bentuk karya kreasi Sistem pengetahuan. Sistem pengungkapan cita
rasa.
Sifat kreasi Pengetahuan yang Pengungkapan yang
deskriptif dan objektif. individualistic, subjektif
dan unik.
Cakupan isi kreasi Pengetahuan spesifik Pengungkapan khusus,
informatif dan prediktif. interpretative estetis, dan
inspiratif.
Cara penyusunan kreasi Pengetahuan hasil Karya seni hasil
penyelidikan (purposif, penghayatan estetis yang
selektif dan verifikatif). diungkapkan dalam bentuk
tertentu.
Penyajian hasil kreasi Disajikan secara rinci, Diungkapkan secara
sistematis dalam bentuk kongkrit dalam bentuk
konsep, hipotesa, dalil, sastra, lukisan, bangunan,
teori/hukum. musik, dll.

2. Pendidikan sebagai Ilmu


Fenomena pendidikan dapat dipelajari melalui metode ilmiah,
hasil studinya adalah berupa ilmu pendidikan. Ilmu pendidikan dapat
dijadikan dasar dan penunjuk bagi pelaksanaan praktek pendidikan.
Contoh:
a. Cara membuat desain pembelajaran
b. Menggunakan metode mengajar
4
c. Merancang media pembelajaran
d. Mengelola kelas
e. Menyajikan materi pelajaran
f. Menggunakan media pembelajaran
g. Menyusun alat evaluasi
h. Mengajukan pertanyaan
3. Pendidikan sebagai Seni
Pendidikan adalah suatu kegiatan yang melibatkan aspek
kreativitas, improvisasi, spontanitas, inspirasi.
The art of teaching:
a. Mengajar adalah sebuah seni
b. Mengajar seperti melukis
c. Mengajar melibatkan emosi, penghayatan, inspirasi, improvisasi, hati
sanubari
d. Tugas mengajar tidak dapat seluruhnya melibatkan formula atau
rumus-rumus tertentu.
4. Pendidikan sebagai Paduan Ilmu dan Seni
Mendidik dan mengajar bukan hanya suatu ilmu tapi juga seni.
Mendidik sebagai seni yaitu bagaimana caranya kita hidup dengan anak-
anak dan dapat mengerti anak-anak sehingga seolah-olah kita menjadi
seperti anak-anak.
Mendidik tidak cukup dengan memiliki pengalaman, menguasai
ilmu pengetahuan, dan menerapkan teknologi, tetapi juga perlu
melibatkan aspek seni.
Mengajar tidak cukup melibatkan emosi, inspirasi, penghayatan
dan improvisasi, tetapi juga memerlukan penguasaan materi, metode,
media, dan teknik mengevaluasi.
Pendidikan memerlukan ilmu pendidikan dalam rangka memahami
dan mempersiapkan praktek pendidikan serta harus kreatif, improvisasi.
Skenario adalah rambu-rambu.

5
B. Konstelasi Keilmuan Seni dalam sistem Pendidikan Nasional
1. Pendekatan berbasis ilmu dalam pendidikan seni
Berdasarkan sudut pandang berbasis disiplin ilmu, fungsi
pendidikan seni di sekolah dipandang sebagai subjek metter/ ilmu seni
yang harus dipelajari pelajar, sehingga diharapkan pembelajaran
memiliki ranah kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap
dalam bidang seni esensisal meliputi: estetika, sejarah, apresiasi,kritik
dan kreasi seni (Hakim, 2019). Menurut Nasbahry dan Minarsih disiplin
ilmu seni itu ada 4 macam yaitu (1) produksi, pagelaran, dan
penampilan seni, (2) hubungan seni dengan aspek social budaya, (3)
respon kritis, dan (4) respon estetis (Hakim, 2019).
Pendekatan seni berbasis disiplin ilmu (discipline based art
education, disingkat DBAE) dapat diartikan bahwa seni telah hadir
dalam kehidupan bukan hanya sebagai kegiatan penciptaan, tetapi juga
sebagai cabang pengetahuan yang menjadi bahan kajian filosofis
maupun ilmiah dan berhak dipelajari di lembaga pendidikan (Hakim,
2018). Dalam pembelajaran seni di sekolah (SD sampai SMU) harus
diarahkan pada : 1) pengembangan kreatifitas dan sensitivitas pribadi
siswa, 2) pembentukan dan pengembangan pribadi siswa, 3) pemberian
kesempatan yang luas kepada siswa untuk berekspresi dan berapresiasi
lewat aktivitas-aktivitas seni yang mampu mengungkapkan pengalaman
yang telah diperoleh siswa (Iryanti & Jazuli, 2001).
2. Pendekatan pembelajaran berbasis kompetensi dalam pendidikan
seni
Pendekatan kompetensi sering dianggap sebagai reaksi atas
pendekatan yang mengacu pada materi (termasuk DBAE). Tetapi
sebetulnya arahnya sejalan, karena materi yang dipilih pada dasarnya
dijabarkan dari kompetensi yang diharapkan. Bedanya, pada
pendekatan kompetensi terlebih dahulu yang ditetapkan adalah
kompetensinya.
Dalam bidang seni, pendekatan kompetensi menjadi bahan
pembahasan dan disepakati sebagai acuan bagi penyelenggara

6
pembelajaran seni di Indonesia. Konsep dasar pendekatan kompetensi
adalah seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan
hasil belajar yang harus dicapai siswa, penilaian, kegiatan belajar
mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam
pengembangan kurikulum sekolah. Dimensi kompetensi mencakup
aspek-aspek yang telah diuraikan di muka yaitu (1) persepsi, (2)
pengetahuan, (3) pemahaman, (4) analisis, (5) evaluasi, (6) apresiasi,
dan (7) produksi (Hakim, 2018).
Kompetensi dasar adalah kemamuan yang memadai atas
pengetahuan, keterampilan, serta sikap dan nilai yag harus dimiliki dan
dikembankan pada diri siswa. Kompetensi dasar yang penting
dikembangkan melalui pendidikan seni adalah kemampuan yang
mampu menjembatani dan mendukung tercapainya tujuan pendidikan
art education should be the basic of education (pendidikan seni harus
menjadi dasar pendidikan). Dengan kata lain bahwa pendidikan seni
sebagai education throught art (pendidikan melalui seni) (Iryanti &
Jazuli, 2001). Berdasarkan hal tersebut, kompetensi dasar yang harus
dimiliki siswa diantaranya adalah : 1) kemampuan mengantisipasi masa
depans ecara kritis dengan mendasarkan pengetahuan dan
pengalamannya, 2) kemampuan dalam mengatasi permasalahan yang
dihadapi, 3) kemampuan mengakomodasi atas peruabahn-perubahan
yang terjadi, 4) kemampuan mengaplikasikan dan mengembangkan
nilai-nilai sikap, pikiran, sesuai dengan identitas diri dan budayanya
(Setiawati Rahmida, 2006).
3. Aplikasi pembelajaran seni Wickisher pada kurikulum KTSP
a. Bahan ajar pengetahuan seni pada KTSP
Lingkup bahan ajar pengetahuan seni mencakup pembahasan tentang
karakteristik masing-masing cabang seni yang berkenaan dengan
jenis seni, bahan, alat, teknik, unsur, prinsip desain, komposisi,
corak, sejarah perkembangannya, dan proses pembuatan karya seni
(Hakim, 2018).

7
b. Bahan ajar apresiasi seni
Dalam kurikulum KTSP cakupan bahan ajar apresiasi seni amat luas,
karena berisi pengenalan dalam konteks berbagai kebudayaan.
Secara garis besar dapat digolongkan menjadi jenis bahan ajar
apresiasi berdasarkan wilayah dan coraknya untuk masing-masing
cabang seni. Berdasarkan wilayah budaya apresiasi terhadap karya
seni meliputi: local/setempat, nusantara, dan mancanegara,
sedangkan berdasarkan coraknya meliputi apresiasi seni terhadap
karya seni primitive, tradisional, klasik, modern dan kontemporer
(Hakim, 2018).
c. Bahan ajar pengalaman berkarya seni
Bahan ajar pengalaman berkarya seni merupakan suatu kegiatan
mencipta atau membuat karya seni. Bentuk bahan ajar ini berupa
kegiatan pengalaman berkarya seni meliputi: kegiatan mencipta
karya seni rupa, mencipta lagu, aktivitas menyanyi, bermain musik,
mengarasemen musik, aktivitas menari, menciptakan tarian, bermain
drama dan sejenisnya (Hakim, 2018).
4. Pembelajaran seni pada kurikulum 2013
Kurikulum 2013 atau pendidikan berbasis karakter adalah
kurikulum baru yang dicetuskan oleh kementerian pendidikan dan
kebudayaan RI untuk menggantikan KTSP. Mencermati tentang mata
pelajaran yang ada dalam kurikulum 2013, terdapat sejumlah mata
pelajaran yang salah satunya adalah mata pelajaran pendidikan seni
budaya dan prakarya.
Mata pelajaran seni budaya dan prakarya terdiri dari bahan ajaran
seni seni rupa, senu musik, seni tari, seni teater dan prakarya. Mata
pelajaran seni pada awalnya dalam kurikulum 2013 berposisi sebagai
single-subject pada tingkat pokok bahasan yang mandiri, sekarang
diubah orientasinya menjadi materi pelajaran yang bersifat multi-
subject yang saling terintegrasi dengan pokok bahasan yang lebih luas
(Hakim, 2019).

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

9
DAFTAR RUJUKAN

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Analisa Situasi dan Kondisi Pendidikan


Untuk Semua Tahun 2002. Jakarta: Sekretariat Forum Koordinasi
Nasional.Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.

Undang-Undang Nomor 20, Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional


(PROPENAS) tahun 2000-2004.

Hakim, R. (2018). ruang lingkup pembelajaran dan ilmu seni (Z. Rahadian, ed.).
Padang: CV Berkah Prima.
Hakim, R. (2019). model pengembangan pembelajaran seni budaya untuk sekolah
umum (Rahadian.Z, ed.). Padang: CV Berkah Prima.
Iryanti, V. E., & Jazuli, M. (2001). Wacana Pendidikan Seni. Harmonia Jurnal
Pengetahuan Dan Pemikiran Seni, 2(2), 40–48.
Setiawati Rahmida. (2006). Kompetensi sebagai Basis Pendidikan Seni.
Harmonia Jurnal Pengetahuan Dan Pemikiran Seni, VII(3), 1–7.

10

Anda mungkin juga menyukai