Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN MARITIM

“DRY DROWNING”

OLEH KELOMPOK V:

TRI SUCI MELATI (S.0019.P2.049)

PUTRI PRATIWI (S.0019.P2.032)

ARZAN MULIONO AMBU (S.0019.P2.006)

NUR RIZKY HAMZAH (S.0019.P2.031)

NUNUNG JANNAH (S.0019.P2.030)

ARNA (S.0019.P2.005)

YAYASAN STIKES KARYA

KESEHATAN KENDARI

T.A 2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tenggelam kering (Dry Drowning), yaitu kematian sebelum menghirup air.


Tenggelam keringdapat terjadi jika tenggelam air tawar ataupun air asin. Pada
keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran nafas, tetapi saat air akan masuk
kedalam saluran nafas, terjadi spasme laring yang menyebabkan tertutupnya jalan
nafas.
Di seluruh dunia, kasus tenggelam adalah kasus kematian terbanyak no. 2 dan no.
3 yang menimpa anak-anak dan remaja.Pada umumnya kasus tenggelam ini sering
terjadi di Negara-negara yang beriklim panas dan Negara dunia ketiga. Insiden
terjadinya kasus dengan Negara-negara berkembang yang lain reputasi Australia
kurang baik, karena kasus tenggelam dinegara ini masuk dalam urutan terbanyak.
Tenggelam merupakan salah satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian jika
terlambat mendapat pertolongan.
Badan kesehatandunia (WHO) mencatat tahun 2000 di seluruh dunia ada 400
kejadian tenggelam tidak disengaja artinya angka ini menempati urutan kedua setelah
kecelakaan lalulintas bahkan global burden of disease (GBD) menyatakan bahwa
angka tersebut sebenarnya lebih kecil di banding seluruh kematian akibat tenggelam
yang disebabkan oleh banjir, kecelakaan angkutan air dan bencana lainnya.
Setiap tahun angka kejadian tenggelam di seluruh dunia mencapai 1,5juta, angka
ini biasa lebih dari kenyataan mengingat masih banyaknya kasus yang belum
dilaporkan. Insiden paling banyak terjadi pada Negara berkembang, terutama pada
anak-anak kurangdari 5 tahun dan orang dewasa umur 15-24 tahun.
1.2 RumusanMasalah

Bagaimana cara melakukan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien


dry drowning?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan
kegawatdaruratan pada pasien dry drowning.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mampu memahami dan menjelaskan definisi dry drowning
b. Mampu memahami dan menjelaskan etiologi dry drowning
c. Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi dry drowning
d. Mampu menjelaskan kriteria diagnostic.
e. Mampu membuat asuhan keperawatan pada pasien dry drowning

1.4 Manfaat

1.4.1 Akademis

Sebagai perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dry


drowning.

1.4.2 Bagi Profesi Kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman


yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada pasien dry drowning sehingga
pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan kegawatdaruratan
dapat tercapai.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Dry drowning adalah gangguan pernapasan yang di akibatkan masuknya air


kesaluaran nafas melalui mulut ataupun hidung. Meskipun air yang masuk kesaluran
napas hanya sedikit, hal ini dapat menyebabkan kejang pada saluran pernafasan dan
menyebabkan otot saluran napas menutup sehingga terjadi kesulitan bernapas.

Masuknya air kesaluran napas juga dapat menyebabkan gangguan lainnya yang
berkaitan dengan dry drowning seperti secondary drowning. Pada secondary
drowning, air sudah memasuki hingga ke paru-paru. Hal ini menyebabkan inflamasi
dan pembengkakan atau pulmonary edema, sehingga pertukaran oksigen dan
karbondioksida di dalam paru-paru menjadi terhambat atau bahkan berhenti sama
sekali.

Istilah dry drowning dan secondary drowning sering dianggap sama, namun
keduanya merupakan kondisi yang bebrbeda. Keduanya juga bukan istilah medis,
para ahli hanya menganggap perbedaan keduanya hanya sebagai perbedaan tingkat
keparahan akibat tenggelam atau seberapa jauh masuknya air ke dalam saluran
pernapasan. Pada dry drowning air belum masuk sampai paru-paru namun pada
secondary drowning air sudah mencapai paru-paru.

2.2 Etiologi

Mekanisme yang dapat menyebabkan dry drowning antara lain :

 Paralisisotot
 Luka tusuk pada torso yang mempengaruhi kemampuan diafragma untuk
melakukan gerakan respirasi.
 Perubahan pada jaringan yang mengabsorsi oksigen
 Spasme laring yang persisten pada saat terbenam di air
 Menghirup udara selain oksigen yang tidak membunuh secara langsung
seperti helium
 Kelebihan cairan dalam tubuh yang menyebabkan penurunan kadar
sodium dalam darah yang kemudian menyebabkan edema otak.

2.3 Patofisiologi

Dry drowning dikatakan terjadi pada 10-15% dari semua tenggelam. Menurut
teori adalah bahwa ketika sedikit air memasuki laring atau trakea, tiba-tiba terjadi
spasme laring yang dipicu oleh vagal refleks. Lendir tebal, busa, dan buih dapat
terbentuk, menghasilkan plug fisik pada saat ini. Dengan demikian, air tidak pernah
memasuki paru-paru.

SUBMERSION

Aspiration Panic/Struggle
(wet drowning) Laryngospasm
85% (dry drowning)
15%

HYPOKSIA

Death
Secara normal saat bernafas diafragma berkontraksi dan menyebabkanparu-paru
mengembang, mekanisme ini menyebabkan udara masuk kedalam paru-paru karena
tekanan negative yang terbentuk. Ketika air atau benda asing lainnya teraspirasi maka
terjadi spasmelaring yang meyebabkan udara tidak dapat masuk ke dalam paru.
Sedangkan saat itu paru yang sedang dalam kondisi mengembang, otot diafragma
berkontraksi sehingga tekanan negative tetap ada di paru. Usaha korban untuk
mendapatkan udara masuk di lakukan dengan menghirup udara dengan lebih kuat,
tetapi hal ini hanya menambah tekanan negative dalam paru.

Obstruksi aliran masuk oksigen menyebabkan hipoksia dan obstruksi dari aliran
keluar karbon dioksida menyebabkan asidosis yang keduanya menyebabkan
kematian. Volume darah sirkulasi meningkat pada daerah paru akibat penarikan
semua darah dari abdomen, Kepala, dan ekstremitas yang ditimbulkan oleh tekanan
negative yang meningkat pada paru.

Terjadi pula perubahan vascular pada daerah paru. Pembuluh darah yang
membawa darah yang kaya oksigen menjadi sangat sempit dan hanya cukup satu sel
darah merah yang dapat melewati pembuluh darah tersebut. Dinding pembuluh darah
juga menjadi tipis yang memungkinkan oksigen masuk ke dalam darah dan
karbondioksida di keluarkan dari darah. Pada kasus dry drowning tidak terjadi
pertukaran gas karena tidak adanya oksigen dalamparu. Sedangkan tekanan negatif
yang muncul menyebabkan tertariknya cairan dari pembuluah darah ke dalam paru
sehingga menyebabkan edema paru dan pasien tenggelam karena cairan tubuhn
yasendiri.

Pada saat yang sama, system saraf simpatik merespon kondisi spasme laring.
Sistem ini menyebabkan vasokontriksi yang mengakibatkan peningkatan tekanan
darah yang akhirnya memperburuk proses edema paru yang sudah ada.
2.4 Kriteria Diagnostik

Pada kasus ini tidak ada gejala khas yang dapat menentukan secara pasti
diagnosis dry drowning kecuali tidak atau hanya sedikit cairan dalam paru.
Penegakkan diagnosis di butuhkan pemeriksaan luar dan dalam serta penelusuran
korban sebelum meninggal dan riwayat penyakit yang di deritanya. Hal yang
mungkin sedikit membantu adalah menemukan adanya tanda asfiksia pada korban
seperti adanya tanda sianosis pada bibir dan jaringan bawah kuku, pelebaran
pembuluh darah mukosa konjungtiva dan kelopak mata, tampak adanya edema paru,
dapat pula cairan dalam perut tetapi hal ini dapat mengindikasikan dry drowning atau
korban sudah meninggal sebelum di dalam air.

Kasus yang termasuk dalam kategori dry drowning dalam forensic adalah kasus
tenggelam yang terjadi sesaat atau kurang dari 24 jam dari kejadian dimana pada
pemeriksaan dalam tidak atau hanya sedikit cairan yang di temukan dalam paru.
Korban dry drowning dapat pula tampak selamat dari kejadian tenggelam dan tampak
baik-baik saja tetapi dalam 24 jam pertama terjadi perburukan kondisi yang di tandai
adanya batuk terus menerus, sesak nafas, nyeri pada dada dan atau adanya perubahan
status kesadaran.

Beberapa individu yang tenggelam di anggap korban “dry drowning” di mana


pada keadaan ini, paru-paru tidak bertambah berat, berlumpur dan penampilan
edematous khas paru-paru tenggelam tidak tampak. Sedangkan, hipoksia otak yang
fatal di duga di sebabkan oleh spasmelaring. Dry drowning di katakana terjadi 10-
15% dari semua tenggelam. Menurut teori adalah bahwa ketika sedikit air memasuki
laring atau trakea, tiba-tiba terjadi spasme laring yang dipicu oleh vagal refleks.
Lendir tebal, busa, dan buih dapat terbentuk, menghasilkan plug fisik pada saat ini,
Dengan demikian, air tidak pernah memasuki paru-paru. Namun demikian ini adalah
hipotesis yang belum terbukti, sebab proses spasme laring tidak tampak pada saat
otopsi karena relaksasi otot akibat kematian.
2.5 Pemeriksaan Diagnostik

2.5.1 Pemeriksaan darah

 Perubahan elektrolit ringan


 leukositosis sedang
 Ht dan Hb biasanya normal pada awal
 Aspirasi air tawar, Ht bisa turun sedikit pada 24 jam pertama karena hemolisis
 Peningkatan Hb tanpa perubahan Ht sering terjadi
 Kadang-kadang terjadi DIC

2.5.2 ABG (Arterial Blood Gass)

 Asidosis metabolik & hipoksemia

2.5.3 EKG

 Sinus tachycardia & Perubahan ST - segmen dan gelombang T – nonspesifik


 Kembali ke normal dalam hitung jam
 Jika memburuk akan terjadi aritmia ventrikel, blok jantung lengkap

2.5.4 Foto toraks

 Mungkin normal pada awalnya meskipun terjadi gangguan pernafasan berat


 Gambaran Infiltrat
 Edema paru

2.5.6 Laboratorium

 Arterial blood gases ( AGD)


 Electrolytes
 BUN / Creatinine
 Platelets/ PT & PTT/ CBC
 Serum & Urine
 Hemoglobin

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Bantuan Hidup Dasar

Penanganan ABC merupakan hal utama yang harus dilakukan, dengan fokus
utama pada perbaikan jalan nafas dan oksigenesasi buatan. Penilaian pernapasan
dilakukan dengan tiga langkah, yaitu :

a. Look yaitu melihat adanya pergerakan dada


b. Listen yaitu mendengar suara nafas
c. Feel yaitu merasakan ada tidaknya hembusan nafas
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernafas dengan
normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas
buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to
mouth, mouth to nose, mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas buatan
untuk mengurangi hipoksemia. Melakukan pernapasan buatan dari mulut ke hidung
lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban saat pemberian napas
mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dianjurkan hingga 10-15 kali sekitar 1
menit. Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas
dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung
akibat hipoksia.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Identitas Klien : meliputi nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, alamat
b. Keluhan Utama : Kaji hal yang dirasakan klien saat itu, biasanya klien mengeluh
sesak nafas
c. Riwayat Penyakit Sekarang : Bagaimana awal mula klien dibawa ke pelayanan
kesehatan sampai munculnya keluhan yang dirasakan klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Kaji apakah sebelumnya klien pernah tenggelam, dan
kaji apakah klien mempunyai penyakit asma
e. Primary Survey
1.) Airway : Kaji adanya sumbatan jalan nafas akibat paru-paru yang terisi cairan.
Manajemen : Kontrol servikal, bebaskan jalan nafas
2.) Breathing : Periksa adanya peningkatan frekuensi nafas, nafas dangkal dan
cepat, klien sulit bernafas. Manajemen : Berikan bantuan ventilasi
3.) Circulation : Kaji penurunan curah jantung. Manajemen : Lakukan kompresi
dada
4.) Disability : Cek kesadaran klien, apakah terjadi penurunan kesadaran.
Manajemen : Kaji GCS, periksa pupil dan gerakan ektremitas
5.) Exposure : Kaji apakah terdapat jejas.
f. Pengkajian Fisik
Keadaan Umum : Klien biasanya tampak lemah, pucat, sesak, dan kesulitan
bernafas.
Pemeriksaan per – system B1-B6 :
B1 : Klien mengeluh sesak dan sulit bernafas, pernafasan cepat dan dangkal, RR
meningkat
B2 : Tekanan darah klien menurun, klien tampak pucat, sianosis dan nadi
meningkat (takikardi)
B3 : Klien mengalami penurunan kesadaran, GCS menurun
B4 : Tidak ditemukan kelainan
B5 : Tidak ditemukan kelainan
B6 : Kaji adanya fraktur karena terbentur benda keras
3.2 Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ventilasi yang tidak adekuat
3.3 Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa 1
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan napas
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1X24 jam bersihan jalan
nafas efektif
Kriteria hasil :
- jalan napas efektif
- tidak terjadi aspirasi
intervensi Rasional

Monitor pola napas klien Suara nafas terjadi karena adanya aliran
udara melewati batang tracheo
branchial dan juga karena adanya
cairan, mukus atau spasme dan
sumbatan lain dari saluran nafas
Monitor bunyi napas klien Untuk mengetahui suara napas
abnormal (gurgling, wheezing, ronkhi
dll)
Pertahankan posisi tubuh/posisi Pemeliharaan jalan nafas dengan paten
kepala
Lakukan fisioterapi dada bila Eleminasi secret agar lebih mudah di
perlu keluarkan

Ajarkan teknik batuk efektif Membantu pengeluaran secret agar


napas efektif

Kolaborasi pemberian Untuk mengurangi beban otot


bronkodilator, espektoran, pernapasan agar pernapasan klien lega
mukollitik jika perlu

b. Diagnosa 2
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ventilasi yang tidak adekuat
Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan 1X24 jam pola napas klien
efektif.
Kriteria hasil :
- Frekuensi napas dalam batas normal 16-22x/i
- Napas regular
intervensi rasional
Pantau adanya pucat dan sianosis Merupakan tanda hipoksia
Posisikan klien dengan posisi semi Untuk memperoleh vintilasi maksimum
fowler
Identifikasi perlunya insersi jalan napas Untuk membebaskan jalan napas
Berikan oksigen bila perlu Untuk meringankan kerja otot napas
3.4 Implementasi
Pada tahap ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun sebelumnya yang disesuaikan dengan diagnosa
yang dirumuskan dengan mengacu kepada SDKI, SLKI dan SIKI
3.5 Evaluasi
Pada akhir pelaksanaan asuhan keperawatan didadapatkan evaluasi. Evalusai
juga tidak ada kesenjang teori dan kasus. Evaluasi adalah membandingkan suatu
hasil / perbuatna dengan standar untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat
sejauh mana tujuan tercapai.
1. Evaluasi keperawatan : membandingkan efek / hasil suatu tindakan
keperawatan dengan norma atau kriteria tujuan yang sudah dibuat.
2. Tahap akhir dari proses keperawatan.
3. Menilai tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak.
4. Menilai efektifitas rencana keperawatan atau strategi askep.
5. Menentukan efektif / tidaknyatindakan keperawatan dan perkembangan
pasien terhadap masalah kesehatan.
Perawat bertanggung jawab untuk mengevaluasi status dan kemajuan klien
terhadap pencapaian hasil setiap hari. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan
seberapa efektifnya tindakan keperawatan itu untuk mendegah atau mengobati
respon manusia terhadap prosedur kesehatan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tenggelam kering (Dry Drowning), yaitu kematian sebelum
menghirup air. Tenggelam keringdapat terjadi jika tenggelam air tawar
ataupun air asin. Pada keadaan ini cairan tidak masuk ke dalam saluran nafas,
tetapi saat air akan masuk kedalam saluran nafas, terjadi spasme laring yang
menyebabkan tertutupnya jalan nafas.
Masuknya air kesaluran napas juga dapat menyebabkan gangguan
lainnya yang berkaitan dengan dry drowning seperti secondary drowning.
Pada secondary drowning, air sudah memasuki hingga ke paru-paru. Hal ini
menyebabkan inflamasi dan pembengkakan atau pulmonary edema, sehingga
pertukaran oksigen dan karbondioksida di dalam paru-paru menjadi terhambat
atau bahkan berhenti sama sekali.
B. Saran
Mengingat pentingnya penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap
pasien kritis, di harapkan mahasiswa (i) S1 keperawatan dapat memahami
kasu drowning baik dry drowning itu sendiri untuk jadikan bahan
pembelajaran dan di terapkan dalam dunia perawatan.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.medicineNet.com

http://www.wikipedia.org/wikipedia.org/wiki/drydrowning

http://www.academia.edu

Somantri, irman, (2007) . Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan


sistem pernapasan, Salemba Medika, Jakarta
Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. DPP
PPNI : Jakarta Selatan
Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. DPP PPNI :
Jakarta Selatan
Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. DPP
PPNI : Jakarta Selatan
Wilkinson & ahern.2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : NANDA, Intervensi
NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed. 9. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai