Anda di halaman 1dari 6

2.

1 Baku Mutu Lingkungan dan Dasar Hukumnya


Baku mutu lingkungan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, adalah ukuran batas atau
kadar kekayaan hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan / atau tidak
pencemar yang ditenggang olehnya sesuai dengan sumber daya tertentu sebagai tidak
lingkungan hidup.
Baku mutu lingkungan ini berfungsi untuk menentukan pencemaran lingkungan
hidup. Sementara Baku Mutu Lingkungan hidup, baku mutu air limbah, baku mutu air laut,
baku mutu udara ambien, baku mutu emisi, baku mutu gangguan, dan baku mutu sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Secara prinsip setiap orang mengizinkan untuk membuang limbah ke media Lingkungan
Hidup, sal dapat memenuhi beberapa persyaratan, antra lain memenuhi persyaratan kualifikasi
Lingkungan Hidup; dan mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati / walikota sesuai
dengan kewenangannya. Fungsi Baku Mutu Lingkungan adalah untuk mengatakan atau
menilai itu telah rusak atau tercemar dan untuk mengerti telah terjadi kerusakan atau
pencemaran Lingkungan yang digunakan. nilai ambang batas merupakan batas daya dukung,
tenggang daya dan daya guna atau kemampuan lingkungan. Nilai ambang batas tertinggi dan
terendah dari komposisi zat, mahluk hidup atau komponen-komponen lain dalam setiap
interaksi yang berkenaan dengan lingkungan khusus yang mempengaruhi mutu
lingkungan. Dapat diberikan lingkungan tercakup dalam persyaratan Lingkungan telah
melewati ambang batas (batas maksimum dan batas minimum) yang telah ditentukan
berdasarkan baku mutu lingkungan. telah menyetujui baku mutu udara pada sumber udara,
baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambien, baku mutu udara emisi dan baku mutu udara
laut. (Bapedal, 2001). Menurut undang-undang tentang pengelolahan Lingkungan Hidup No.
23/1997, limbah adalah sisa dari suatu usaha dan / atau kegiatan. Sementara, limbah bahan
berbahaya dan dilindungi adalah sisa dari suatu usaha dan / atau kegiatan yang mengandung
bahan berbahaya dan / atau yang mendukung sifat dan / atau konsentrasinya dan / atau
mendukung, baik langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan / atau
merusakkan lingkungan hidup , dan / atau dapat mendukung Lingkungan hidup, kesehatan,
perjuangan hidup manusia, serta keberhasilan hidup lain.
Baku mutu lindi
Kadar Paling Tinggi
Parameter Nilai
Satuan
pH 6-9 -
BOD 150 mg/L
COD 300 mg/L
TSS 100 mg/L
N Total 60 mg/L
Merkuri 0,005 mg/L
Kadmium 0,1 mg/L

Sumber : PerMen LHK RI No. p.59/menlhk/setjen/kum.1/7/2016 tentang baku mutu lindi bagi usaha
dan/atau kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah
Sumber : PerMen LH No.5 Tahun 2014

2.2 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah dan Pembangunan Berkelanjutan


Proses akhir dari sistem pengelolaan sampah adalah tempat pembuangan akhir (TPA).
Canter (1996), Peavy et al (1985), dan Direktorat PLP-PU (1989) memasukkan sampah
termasuk ke dalam proses akhir ini. Menurut Flintoff (1984) secara umum ada tiga bentuk
sistem pengolahan sampah di TPA, yaitu Open Dumping, Controlled landfill, dan Sanitary
landfill. Sistem yang saat ini diterapkan adalah Open Dumping. Open Dumping merupakan
cara yang paling murah, mudah dan sederhana karena hanya dibuang saja ke tanah kosong
dan dibiarkan membusuk. Gunungan sampah itu tersebut tidak diolah dan mencemari
lingkungan. Ini bisa menjadi bom waktu dan sumber penyakit yang melanda warga sekitar
TPA. Pencemaran udara (bau dan asap) yang mencapai radius 5 - 10 kilometer itu akan
menimbulkan penyakit dalam rentang waktu 15 tahun yang akan datang. Kejadian ini akan
membutuhkan biaya sosial dan biaya lingkungan yang tidak murah (Sudibyo 2009). Menurut
Bebassari (2000) open dumping cocok digunakan oleh kota kecil yang masih memiliki lahan
kosong yang luas.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 (1997) tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Agenda 21 tentang Pembangunan Berkelanjutan, TPA sampah yang berkelanjutan adalah
TPA sampah yang berwawasan lingkungan yaitu ditinjau dari segi teknis, ekonomis, dan
lingkungan sehinga dapat memenuhi generasi masa sekarang dan akan datang. Agenda 21
mengatakan bahwa sebanyak 40% sampah yang dibuang ke TPA tidak dibuang dengan cara
yang sesuai dengan lingkungan. Metode pembuangan sampah yang berprinsip teknis
berwawasan lingkungan adalah yang direncanakan sesuai dengan metode lahan, ada
pengendalian lindi, ada pengendalian gas, serta pengendalian vektor penyakit (Kamali 2002).
Menurut ketentuan Pasal 4 UU Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah bertujuan untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah
sebagai sumber daya. Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintahan daerah (provinsi serta
kabupaten/ kota) bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan
berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan tersebut (Cahyadi 2010).
2.3 Pengaruh pencemaran terhadap ekosistem
Ekosistem dapat diartikan sebagai komponen fisik-kimia (abiotik) lingkungan dan
komunitas biotik yang berfungsi sebagai suatu sistem (Smith dan Smith, 1998). Batasan
ekosistem ini memberikan gambaran adanya proses berupa interaksi antar komponen
ekosistem yang dijalankan oleh dan atau melalui pemanfaatan energi (daya) dan dipengaruhi
oleh ruang, waktu, situasi dan keanekaan (diversitas) dari komponen yang berinteraksi
(Begon, ; Boughey, 1975; Odum, 1993; Siahaan, 2004). Siahaan (2004;10) menyatakan
bahwa secara alamiah, interaksi antar komponen ekosistem terjadi melalui suatu pola, dimana
komponen-komponen ekosistem cenderung mengarah berinteraksi menuju pada
keseimbangan atau homeostasis. Hal ini disebabkan oleh karena lingkungan memiliki suatu
daya dukung dengan kapasitas tertentu berupa suatu sistem yang mampu memelihara dan
mengatur dirinya sendiri melalui faktor-faktor pengendali alamiah. Keseimbangan atau
harmonisasi dalam lingkungan tersebut mulai terganggu akibat tingkah laku manusia dalam
berinteraksi dengan lingkungan yang cenderung mengabaikan batas-batas keseimbangan yang
dimiliki oleh lingkungan hidup tersebut (Boughey, 1975).
Salah satu faktor penyebab terjadinya ketidak seimbangan pada ekosistem adalah
pencemaran. Pencemaran ekosistem dapat diartikan sebagai masuknya zat, energi atau
mahluk hidup kedalam lingkungan secara sengaja atau alamiah yang dapat menyebabkan
terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup. Apabila terjadi pencemaran pada lingkungan
hal tersebut dapat menyebabkan cekaman atau stress yang menyebabkan terjadinya
pergeseran keseimbangan ekosistem. Apabila cekaman tersebut masih dalam kisaran daya
lenting lingkungan, maka eksosistem tersebut dapat mempertahankan keseimbangannya
dengan menetralisir pencemaran melalui mekanisme self purification process.
Kemamapuan ekosistem untuk melakukan self purification tergantung dari kualitas dan
kuantitas pencemar. Apabila pencemaran tersebut masih relatif sedikit dan toksisitasnya
rendah maka self purification process dapat berlangsung dengan cepat untuk mengembalikan
keseimbangan ekosistem dan sebaliknya apabila pencemaran yang terjadi sampai pada titik
ekstrim proses itu akan berjalan sangat lambat. Kejadian yang terjadi diatas merupakan
dampak adanya input eksternal yang dapat menganggu kesetimbangan. Hal tersebut
disebabkan aspek-aspek ekosistem terganggu dengan adanya pencemar yang masuk kedalam
ekosistem. Aspek keanekaragaman ekosistem akan mengalami penurunan disebabkan
terancuninya jenis komponen biotik sehingga terjadi penyerdehanaan jenis mahluk hidup,
dengan terjadinya pengurangan keanekaragaman menyebabkan interaksi keterkaitan dan
ketergantungan tidak dapat berjalan dengan optimal dikarenakan ada beberapa
komponen/jenis mahluk hidup yang tidak dapat bekerja dengan optimal diakibatkan
pencemaran, hal itu menyebabkan keteraturan dan keseimbangan dinamis terganggu sehingga
harmonisasi dan kestabilan tidak dapat tercapai dan menyebabkan produktivitas menurun.
Dampak dari pencemaran yang ekstrim seperti diatas, bukan berarti akan menyebabkan
ekosistem tidak dapat pulih kembali kepada kondisi semula, karena lingkungan pada dasarnya
akan merespon, apabila keseimbangannya terganggu maka akan membuat suatu
keseimbangan baru yang sesuai dengan kondisi aktual pada saat itu. Keseimbangan baru yang
terjadi dapat mengembalikan secara perlahan kondisi lingkungan kepada kondisi yang lebih
baik dan kembali kepada kondisi klimaks.

2.1.3 Parameter Fisika dan Kimia Lindi

2.1.3.1 Parameter Fisika

a. Suhu

Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Peningkatan suhu
dapat mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi dan volatilisasi. Peningkatan
suhu juga dapat menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, seperti O2, CO2, dan N2 (Effendi,
2003).

TSS (Total Suspended Solid )

Padatan Total Tersuspensi (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1μm) yang tertahan
pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 μm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta
jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke
badan air (Effendi, 2003).

2.1.3.2 Parameter Kimia

a. pH

Nilai pH menunjukkan tinggi rendahnya konsentrasi ion hidrogen dalam air. Kemampuan air untuk
mengikat atau melepaskan sejumlah ion hidrogen akan

Anda mungkin juga menyukai