DISUSUN OLEH:
KELAS :C
HARI, TANGGAL : SELASA, 19 NOVEMBER 2019
ANGGOTA :
1. SITI NURHALIZAH 2019000083
2. SYIFA AULIA UTAMI 2019000084
3. SYIFA FAUZIAH 2019000085
4. THALIA BREBA OCTAVIA 2019000086
5. SUSIANTI SY. 2019000119
(C) Kata kunci: Endotoksin, Sediaan Steril , Sediaan Parenteral, Uji Limulus
Amebocyte Lysate (LAL)
(G) 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba, baik patogen maupun
non patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau material. Sterilisasi
adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen, non patogen,
vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau material. Hal tersebut dapat dicapai
melalui beberapa cara penghilangan secara fisika semua organisme hidup, misalnya
melalui penyaringan atau pembunuhan organisme dengan panas, bahan kimia, atau dengan
cara lainnya. Sterilisasi perlu dilakukan untuk mencegah transmisi penyakit, mencegah
pembusukan material oleh mikroorganisme, dan untuk mencegah kompetisi nutrient dalam
media pertumbuhan sehingga memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk
keperluan sendiri atau untuk metabolitnya. [1]
Berbeda dengan sediaan farmasi pada umumnya, produk steril haruslah dibuat dengan
persyaratan khusus, dengan tujuan meniadakan (memperkecil) risiko kontaminasi mikroba,
partikel partikulat, pirogen dan produk interaksi lainnya [2]. Salah satu bentuk sediaan
steril adalah sediaan injeksi. Sediaan injeksi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sediaan steril berupa larutan yang digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara
menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lendir. [1]
Pemberian obat dengan cara injeksi banyak dilakukan di rumah sakit, puskesmas
maupun klinik. Sediaan injeksi diberikan jika diperlukan tercapainya respon fisiologis
yang cepat, dipersyaratkan atau diperlukan untuk obat yang tidak efektif secara oral atau
akan dirusak oleh sekresi saluran cerna dan untuk pasien yang tidak kooperatif, atau tidak
sadar. [1]
Dalam teknologi sediaan steril, keberadaan endotoksin di dalam sediaan sangat dilarang
karena akan membahayakan kesehatan pasien. Adanya endotoksin dalam sediaan steril
akan menyebabkan demam bagi penggunanya. Demam merupakan regulasi panas pada
suatu tingkat suhu yang lebih tinggi dan berhubungan dengan peningkatan tolak ukur
hipotalamus. Demam berhubungan dengan banyak penyebab, baik patologis maupun non
patologis. Bahan-bahan bakteri dan virus dapat menyebabkan demam yang disebut demam
pirogen eksogen. [3]
Sejak zaman dahulu, demam telah dikenal sebagai tanda utama penyakit, tetapi
pengertian tentang patofisiologi demam tergolong relatif masih baru. Substansi yang dapat
menimbulkan demam disebut pirogen. Ada dua macam pirogen, yaitu pirogen endogen
yang dibentuk oleh sel-sel tubuh sebagai respons terhadap stimulus dari luar (toksin) dan
pirogen eksogen yang berasal dari luar tubuh. Pada 1948, dr. Paul Beeson menemukan
bahwa demam timbul karena adanya produk sel peradangan hospes yang merupakan
pirogen endogen. Belakangan ini, terbukti bahwa fagosit mononuklear merupakan sumber
utama pirogen endogen dan bahwa bermacam-macam produk sel mononuklear dapat
menjadi mediator timbulnya demam. [3]
Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba, baik patogen
maupun non patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau material.
Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen, non
patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau material. Hal tersebut dapat
dicapai melalui beberapa cara penghilangan secara fisika semua organisme hidup, misalnya
melalui penyaringan atau pembunuhan organisme dengan panas, bahan kimia, atau dengan
cara lainnya. Sterilisasi perlu dilakukan untuk mencegah transmisi penyakit, mencegah
pembusukan material oleh mikroorganisme, dan untuk mencegah kompetisi nutrient dalam
media pertumbuhan sehingga memungkinkan kultur organisme spesifik berbiak untuk
keperluan sendiri atau untuk metabolitnya. [1]
Berbeda dengan sediaan farmasi pada umumnya, produk steril haruslah dibuat dengan
persyaratan khusus, dengan tujuan meniadakan (memperkecil) risiko kontaminasi mikroba,
partikel partikulat, pirogen dan produk interaksi lainnya [2]. Salah satu bentuk sediaan
steril adalah sediaan injeksi. Sediaan injeksi yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sediaan steril berupa larutan yang digunakan secara parenteral, suntikan dengan cara
menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lender. [1]
Pemberian obat dengan cara injeksi banyak dilakukan di rumah sakit, puskesmas
maupun klinik. Sediaan injeksi diberikan jika diperlukan tercapainya respon fisiologis
yang cepat, dipersyaratkan atau diperlukan untuk obat yang tidak efektif secara oral atau
akan dirusak oleh sekresi saluran cerna dan untuk pasien yang tidak kooperatif, atau tidak
sadar. [1]
Dalam teknologi sediaan steril, keberadaan endotoksin di dalam sediaan sangat dilarang
karena akan membahayakan kesehatan pasien. Adanya endotoksin dalam sediaan steril
akan menyebabkan demam bagi penggunanya. Demam merupakan regulasi panas pada
suatu tingkat suhu yang lebih tinggi dan berhubungan dengan peningkatan tolak ukur
hipotalamus. Demam berhubungan dengan banyak penyebab, baik patologis maupun non
patologis. Bahan-bahan bakteri dan virus dapat menyebabkan demam yang disebut demam
pirogen eksogen. [3]
Sejak zaman dahulu, demam telah dikenal sebagai tanda utama penyakit, tetapi
pengertian tentang patofisiologi demam tergolong relatif masih baru. Substansi yang dapat
menimbulkan demam disebut pirogen. Ada dua macam pirogen, yaitu pirogen endogen
yang dibentuk oleh sel-sel tubuh sebagai respons terhadap stimulus dari luar (toksin) dan
pirogen eksogen yang berasal dari luar tubuh. Pada 1948, dr. Paul Beeson menemukan
bahwa demam timbul karena adanya produk sel peradangan hospes yang merupakan
pirogen endogen. Belakangan ini, terbukti bahwa fagosit mononuklear merupakan sumber
utama pirogen endogen dan bahwa bermacam-macam produk sel mononuklear dapat
menjadi mediator timbulnya demam. [3]
B. Tujuan
1. Menjelaskan mengenai endotoksin dan bahayanya pada produk steril;
2. Menjelaskan pentingnya pengujian endotoksin dalam sediaan larutan steril.
C. Manfaat penelitian
Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
teknologi sediaan steril farmasi yang terfokus pada pentingnya endotoksin dalam sediaan
larutan steril.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Sifat endotoksin
Endotoksin hanya ada pada bakteri gram negatif berbentuk basil atau batang dan kokus
dan tidak secara aktif dilepaskan dari sel serta dapat menimbulkan demam, syok, dan
gejala lainnya. Endotoksin adalah antigen yang lemah dan menginduksi antibodi dengan
lemah sehingga tidak cocok digunakan sebagai antigen dalam vaksin. Keberadaan
endotoksin tanpa bakteri penghasilnya sudah cukup untuk menimbulkan gejala keracunan
pada inang contohnya keracunan makanan karena endotoksin yang dihasilkan oleh
bakteri Salmonella. Berikut perbedaan sifat atau ciri-ciri eksotoksin dan endotoksin: [6]
C. Penggolongan endotoksin
Pengggolongan endotoksin secara umum dapat dilihat pada skema pirogen mikroba dan
non mikroba dan produk mikroba inang aktif sebagai berikut: [4]
D. Sumber endotoksin
Endotoksin dapat masuk ke dalam suatu sediaan injeksi melalui beberapa sumber,
diantaranya: [7]
1. Air
Air merupakan sumber endotoksin yang paling, utama. Proses pembuatan sediaan
steril harus dimulai dari penggunaan air bebas pirogen (air benar-benar tidak
mengandung pirogen) atau air non pirogen (air mengandung kurang atau sama
dengan 0,5 EU/ml. Kondisi penyimpanan air harus baik sehingga tidak terdapat
media pertumbuhan bakteri.
2. Wadah dan alat
Wadah maupun alat merupakan sumber endotoksin yang cukup penting. Endotoksin
dapat menempel dengan kuat pada gelas atau permukaan lainnya. Sisa cairan pada
alat dapat menjadi media pertumbuhan bakteri.
3. Zat-zat kimia terlarut
Zat kimia merupakan sumber endotoksin minor. Zat-zat kimia yang dihasilkan dari
fermentasi, misalnya glukosa, fruktosa, natrium sitrat, garam fosfat, asam amino,
hepari, dan beberapa antibiotika memiliki tingkat risiko kontaminasi endotoksin yang
tinggi. Zat kimia yang telah terlarut dapat mengalami kristalisasi atau memisah dari
larutan (terbentuk endapan) yang mungkin mengandung endotoksin. Endotoksin
dapat terperangkap di antara lapisan partikel zat tersebut. Pada kasus seperti ini, zat
kimia yang telah terkontaminasi dapat dimurnikan melalui proses rekristalisasi atau
pencucian endapan.
F. Deteksi endotoksin
Endotoksin dapat dideteksi dengan menggunakan LAL (Limulus Amoebocyte Lysate)
Test. Limulus Amebocyte Lysate (LAL) test adalah uji in vitro untuk deteksi dan analisis
kuantitatif endotoksin bakteri. Metode analisis LAL yang dilakukan mencakup teknik
gel-clot dan turbidimetri kinetik dan kromogenik (kolorimetri). Prosedur ini akurat dan
lebih praktis dibanding metode kuno sebelumnya, yaitu menggunakan hewan percobaan
kelinci. Lysate diperoleh dari amubosit ketam sepatu kuda (Limulus polyphemus).
Penggunaan LAL untuk deteksi endotoksin berawal dari pengamatan Bang (1956) bahwa
infeksi bakteri gram negatif pada Limulus polyphemus menyebabkan koagulasi
intravaskular yang parah. Tahun 1964, Levin and Bang kemudian menunjukkan bahwa
penggumpalan itu merupakan hasil reaksi antara endotoksin dan protein yang dapat
menggumpal dalam amubosit. Solum (1970, 1973) dan Young (1972), melakukan
pemurnian dan karakterisasi protein yang dapat bergumpal dari reaksi LAL dan
menunjukkan bahwa reaksi dengan endotoksin merupakan reaksi enzimatik.
Cara memperoleh lysate untuk memperoleh LAL adalah ketam sepatu kuda yang
berukuran besar ditangkap, cek kesehatannya, lalu darahnya diambil dengan
menggunakan jarum suntik. Darah ketam sepatu kuda ini lalu disentrifugasi untuk
memisahkan amoebocytes dari plasma cairnya. Amoebocyte lalu di freeze-dried dan
diproses untuk digunakan. Prinsip LAL test adalah memanfaatkan dasar respon imun dari
ketam sepatu kuda terhadap invasi bakteri gram negatif. Bahan-bahan yang terkandung
dalam amoebocyte ketam sepatu kuda terdiri dari berbagai protein, faktor, kofaktor dan
ion-ion yang berinteraksi menyebabkan koagulasi Endotoksin gram negatif mengkatalisis
aktivasi proenzim dalam lysate amoebocyte Limulus. Kecepatan awal aktivasi ditentukan
oleh konsentrasi endotoksin. Selanjutnya enzim yang diaktivasi (enzim koagulase
menghidrolisis ikatan spesifik dalam suatu protein penggumpal (koagulogen) yang juga
terdapat pada lysate amoebocyte Limulus menghasilkan koagulin. Sekali terhidrolisis,
koagulin yang dihasilkan bergabung dengan sendirinya dan membentuk suatu gumpalan
atau bekuan seperti gel. [5]
G. Pengujian endotoksin
Metode LAL yang direkomendasi oleh FDA USA ada 3, yaitu:
1. Metode Gel-Clot
Prinsip LAL, yaitu penggumpalan dengan adanya endotoksin. Pada metode ini, hasil
akhir dapat dideteksi berupa spot pada slide, atau microplate. Perlu pembanding,
berupa Control Standard Endotoxin (CSE). Peralatan gelas yang digunakan harus di
de-pirogenasi. Prinsip uji dan prosedur metode LAL, yaitu:
a) 100 ul CSE dimasukkan ke dalam tabung gelas depirogen (kontrol positif);
b) LAL reagent water (kontrol negatif);
c) Sampel jumlah sama;
d) +100 ul lysate;
e) Inkubasi 370C di atas penangas air selama 1 jam;
f) Tabung lalu dibalik perlahan (1800) untuk melihat solid clot yang terjadi.
Hal yang harus diperhatikan dalam metode Gel-Clot:
a) Pemakaian alat-alat harus di depirogen: pemanasan pada 1800C, selama 4 jam
atau 2500C selama 30 menit;
b) Teknik pengerjaan pada saat membalik tabung kira-kira selama 2 detik;
c) pH sampel 7,0–8,0. Jika diperlukan, pH diatur menggunakan asam atau basa
depirogen.
Sensitivitas lysate pada Gel-Clot:
a) Diperlukan untuk menentukan konsentrasi minimum endotoksin yang
menyebabkan terjadinya gel;
b) Satuan dinyatakan dalam EU atau IU;
c) Dibuat 1 seri pengenceran endotoksin (dalam EU/ml) dan percobaan dilakukan
rangkap 4 (quadruplicate);
d) Titik akhir pengenceran (end-point dilution) ditentukan pada pengenceran terakhir
yang masih memberikan reaksi positif.
2. Metode kinetik turbidimetri: menggunakan kecepatan pembentukan gel untuk
menentukan kandungan endotoksin.
3. Metode kromogenik: menggunakan substrat kromogenik sintetik, dengan adanya
LAL dan endotoksin, menghasilkan warna kuning dan secara linier ekuivalen dengan
konsentrasi endotoksin yang ada. Digunakan untuk uji sampel serum pada uji klinis.
Penetapan batas endotoksin 1983 menurut FDA menentukan batas endotoksin
berdasarkan dosis maksimum sediaan obat untuk manusia atau kelinci dan penyesuaian
batas endotoksin untuk semua obat (kecuali intratekal) dari 2,5 EU kg-1 sampai 5,0 EU
kg-1 ( EU = Endotoxin Unit).
Batas deteksi untuk beberapa produk diperoleh dari monografi USP atau EP. Kalau
tidak dinyatakan dalam farmakope, batas endotoksin harus dihitung dari dosis maksimum
manusia. Deteksi endotoksin dilakukan dengan menggunakan LAL reagen yang memiliki
sensitivitas 0,25 EU/ml. Metode ini bisa dilakukan dengan single test vial (STV) dan
multi test vial (MTV). Untuk MTV, sampel diambil 0,1 ml dan ditambahkan 0,1 ml LAL
reagent, kemudian diinkubasi pada suhu 370±10C selama 60±2 menit. Sampel dinyatakan
positif mengandung endotoksin (>0,25 EU/ml) bila terbentuk gel dan sampel dinyatakan
negatif endotoksin (<0,25 EU/ml) bila tidak terbentuk gel setelah tabung dibalik 1800
secara perlahan. [5]
H. Sediaan steril
Sediaan steril merupakan sediaan terapetis yang bebas mikroroganisme baik vegetatif
atau bentuk sporanya baik patogen atau nonpatogen. Produk steril adalah sediaan
terapetis dalam bentuk terbagi-bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Sediaan
parenteral ini merupakan sediaan yang unik diantara bentuk obat terbagi-bagi, karena
sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa kebagian dalam tubuh.
Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan pertama dari tubuh yang paling efisien,
yakni membran kulit dan mukosa, sediaan tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba
dan dari komponen toksik dan harus mempunyai tingkat kemurniaan tinggi dan luar
biasa. Semua komponen dan proses yang terlibat dalam penyediaan produk ini harus
dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi secara fisik, kimia
atau mikrobiologi. [8]
Produk steril termasuk sediaan parentral, mata, dan irigasi. Preparat parental bisa
diberikan dengan berbagai rute. Lima yang paling umum adalah intravena, intramuskular,
subkutan, intrakutan dan intraspinal. Pada umumnya pemberian secara parenteral
dilakukan bila diinginkan kerja obat yang lebih cepat, seperti pada keadaan gawat, bila
penderita tidak dapat diajak bekerjasama dengan baik, tidak sadar, tidak dapat atau tidak
tahan menerima pengobatan secara oral atau bila obat tersebut tidak efektif dengan cara
pemberian yang lain. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsikan, atau
mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut, atau dengan mengisikan
sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda. [8]
A. Pembahasan
Sediaan steril adalah sediaan yang bebas dari pencemaran mikroba, baik patogen maupun
non patogen, vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau material. Sterilisasi
adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen, non patogen,
vegetatif, maupun non vegetatif dari suatu objek atau material. Hal tersebut dapat dicapai
melalui beberapa cara penghilangan secara fisika semua organisme hidup, misalnya
melalui penyaringan atau pembunuhan organisme dengan panas, bahan kimia, atau
dengan cara lainnya. [1]
Berbeda dengan sediaan farmasi pada umumnya, produk steril haruslah dibuat dengan
persyaratan khusus, dengan tujuan meniadakan (memperkecil) risiko kontaminasi
mikroba, partikel partikulat, pirogen dan produk interaksi lainnya [2]. Salah satu bentuk
sediaan steril adalah sediaan injeksi. Sediaan injeksi yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah sediaan steril berupa larutan yang digunakan secara parenteral, suntikan
dengan cara menembus, atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput
lender. [1]
Dalam teknologi sediaan steril, keberadaan endotoksin di dalam sediaan sangat
dilarang karena akan membahayakan kesehatan pasien. Adanya endotoksin dalam
sediaan steril akan menyebabkan demam bagi penggunanya. Demam merupakan regulasi
panas pada suatu tingkat suhu yang lebih tinggi dan berhubungan dengan peningkatan
tolak ukur hipotalamus. Demam berhubungan dengan banyak penyebab, baik patologis
maupun non patologis. Bahan-bahan bakteri dan virus dapat menyebabkan demam yang
disebut demam pirogen eksogen. [3]
Endotoksin merupakan subset dari pirogen yang secara ketat berasal dari bakteri gram
negatif. Untuk lebih tepatnya, endotoksin adalah kompleks alami LPS yang terjadi di
lapisan luar sel bakteri gram-negatif. Endotoksin juga didefinisikan sebagai kompleks
lipopolysaccharide-protein yang terkandung dalam dinding sel bakteri gram-negatif. [4]
Endotoksin adalah toksin pada bakteri gram negatif berupa Lipopolisakarida (LPS)
pada membran luar dari dinding sel yang pada keadaan tertentu bersifat toksik pada inang
tertentu. Lipopolisakarida ini disebut endotoksin karena terikat pada bakteri dan
dilepaskan saat mikroorganisme mengalami lisis atau pecahnya sel. Beberapa juga
dilepaskan saat penggandaan bakteri. [5]
Baru-baru ini telah ditemui bahwa ekstrak sel darah ketam sepatu kuda (Limulus
polyphemus) mengandung sistem enzim dan protein yang menggumpal bila ada
liposakarida dalam jumlah kecil. Penemuan ini, merangsang perkembangan uji Limulus
amebocyte lysate (LAL) untuk mengetahui adanya pirogen dalam kerja penelitian dan
pengawasan selama proses berlangsung. Usulan-usulan untuk uji produk akhir obat
dengan LAL sedang dipertimbangkan oleh FDA. [9]
Uji LAL adalah metode spesifik untuk bakteri endotoksin, hanya untuk pirogen yang
signifikan pada kebanyakan pabrik farmasetikal dan peralatan medis. Tes didasarkan
pada mekanisme primitif penggumpalan darah dari ketam seperti kuda amerika (Limulus
polyphemus). Berberapa enzim diletakkan pada sel darah amoeba ketam yang dipicu oleh
endotoksin perpanjangan koagulasi enzimatik yang di akhiri dengan produksi di gel
protenose. Test harus dihindarkan dari kontaminasi antimikroba sebelum dihindarkan,
test ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada faktor campuran dalam sediaan,
peralatan tidak menyerap endotoksin (seperti pada beberapa plastik) dan sensitifitas dari
lysate diketahui. [15]
Reagen test LAL disediakan dengan lyopilisasi sel di mubasit limulus. Volume setara
reagen LAL dan larutan test (0,1 mikron per masing-masing) dicampurkan dalam gelas
tube test elipirogenasi. Tube diinkubasikan pada suhu 370C selama 1 jam, setelah tes
wadah dibaca. Tube diambil dari inkubator dan diubah. Bekuan oleh yang rusak
mengandung energi padatan merupakan faktor dari tes positif. Ketika digunakan pada
bagian ini bekuan gel uji awalnya, melewati tes kegagalan dibatasi dan reagen sensitif
LAL. Test LAL tambahan tes ini dapat digunakan dalam laboratorium farmaseutikal. Tes
ini spesifik untuk endotoksin gram negatif, dimana tes pirogen kelinci sensitif untuk
semua pirogen endotoksin dan sumber lain dibanding gram negatif. [15]
Pemberian sediaan injeksi infus melalui parenteral umumnya untuk menambah atau
mengganti cairan tubuh, untuk memberi nutrisi tambahan bagi tubuh, dan untuk
mempertahankan fungsi normal tubuh pasien yang membutuhkan asupan kalori yang
cukup selama masa penyembuhan. Selain itu, infus juga memiliki kegunaan sebagai
pembawa obat-obat lainnya. Penggunaan infus yang merupakan sediaan parenteral
bervolume besar dan dikemas dalam bentuk dosis tunggal pada wadah plastik atau gelas.
Sediaan infus tidak perlu diberi tambahan pengawet karena sediaan infus merupakan
sediaan bervolume besar, jika digunakan pengawet makan dibutuhkan jumlah pengawet
yang besar juga. Dikhawatirkan penggunaan sediaan pengawet dalam jumlah besar akan
menimbulkan efek toksik.
Sesuai dengan persyaratan CPOB, pembuatan produk steril dibuat dengan persyaratan
khusus dengan tujuan memperkecil resiko pencemaran mikroba, partikulat, dan pirogen.
Pembuatan produk steril sangat bergantung dari keterampilan, pelatihan, dan sikap dari
personalia yang terlibat dalam rangkaian kegiatan pembuatan. Pembuatan produk steril
harus sepenuhnya mengikuti metode pembuatan dan prosedur yang ditetapkan secara
ketat, hal ini mengingat resiko yang ditimbulkan besar apabila ada kesalahan.
Injeksi parenteral harus steril karena sediaan ini disuntikkan melalui kulit atau
membran mukosa ke dalam tubuh. Karena sediaan mengelakkan garis pertahanan
pertama dari tubuh yang paling efesien yakni membran kulit dan mukosa, maka sediaan
tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen toksis dan harus
mempunyai kemurnian yang tinggi.
Berikut adalah syarat-syarat sediaan injeksi steril, yaitu:
1. Sterilitas
Semua bentuk sediaan yang diberikan secara parenteral, larutan optalmik dan
beberapa dosis medis yang digunakan dalam hubungannya dengan pemberian bahan
yang harus steril, bebas dari semua mikroorganisme hidup, kebebasan dari
mikoorganisme hidup dijamin pada awalnya dengan pembuatan produk dengan
proses sterilisasi yang sah, kemudian pengemasan produk dalam dalam suatu bentuk
yang meyakinkan penyimpanan dari sifat ini.
2. Bebas dari bahan partikulat
Bahan partikulat mengacu kepada bahan yang bergerak, tidak larut, yang tanpa
sengaja ada dalam sediaan parenteral. Kehadiran bahan partikulat dalam sediaan
larutan parenteral diperhatikan karena konsep rute pemberiannya.
a. Pengaruh secara biologis
Kejernihan, atau tidak adanya bahan partikel yang tampak selalu dipertimbangkan
sebagai persyaratan untuk produk parenteral. Bagaimanapun, awalnya ini adalah
alasan fisiologis misalnya pengaruh larutan terhadap bahan yang tampak terhadap
pasien yang menerimanya dalam injeksi akan merupakan gambaran kesimpulan
produk yang beredar di pasaran, dengan adanya bahan yang mengapung. Saat
gelas ampul mulai terkenal sebagai wadah pengemasan, hal ini dapat dicatat
bahwa kemungkinan partikel gelas akan masuk ke dalam larutan saat ampul
dibuka.
b. Pengaruh sumber partikel
Bahan partikel dapat masuk dalam larutan parenteral dengan berbagai cara dan
sumber diantaranya:
1) Larutan itu sendiri dan bahan kimia yang dikandungnya;
2) Proses pabrikasi dan berbagai variabel seperti lingkungan, peralatan, dan
personil;
3) Komponen kemasan dan kandungannya;
4) Alat dan peralatan yang digunakan saat pemberian produk;
5) Manipulasi yang melibatkan peralatan produk untuk pemberian sama baiknya
dengan lingkungan saat produk tersebut dibuat.
3. Bebas dari Pirogen
Sekarang dalam praktek pemberian obat secara parenteral, reaksi piretik sering
diamati. Reaksi-reaksi ini antara lain malaise, sakit kepala, dan peningkatan suhu
tubuh (demam).
4. Kestabilan
Dalam perkembangan sediaan steril, perkembangan atau perhatian utama ditujukan
pada kestabilan obat. Obat dalam sediaan cenderung menjadi kurang stabil daripada
obat dalam bentuk kering. Untuk penggunaan parenteral, suatu larutan atau suspensi
dibutuhkan atau berupa faktor kestabilan obat dipertimbangkan secara hati-hati.
Pemilihan bahan tambahan membantu dalam peranannya pada kestabilan secara
fisika dan kimia. Untuk larutan kestabilan secara fisika memperlihatkan pada
kenampakan secara fisika dari produk saat penyimpanan. Pembentukan endapan atau
warnanya biasanya mengindikasikan ketidakstabilan. Penguraian obat tidak begitu
nyata ditunjukkan oleh perubahan secara visual, sutau larutan subpoten dapat tetap
jernih dan tidak berwarna.
5. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah (SDF: 164)
Walaupun diinginkan bahwa cairan intravena isotonik untuk meminimalkan trauma
pada pembuluh darah, larutan hipertonik atau hipotonik dapat diberikan dengan
sukses. Larutan nutrient hipertonik konsentrasi tinggi digunakan pada hiperalimentasi
parenteral. Untuk meminimalkan iritasi pembuluh, larutan ini diberikan secara
perlahan dengan kateter pada vena besar seperti subclavian.
BAB IV
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan antara lain:
1. Endotoksin merupakan bagian dari pirogen yang secara ketat berasal dari bakteri
gram negatif. Endotoksin adalah toksin pada bakteri gram negatif berupa
Lipopolisakarida (LPS) pada membran luar dari dinding sel yang pada keadaan
tertentu bersifat toksik pada inang tertentu;
2. Uji LAL adalah metode spesifik untuk bakteri endotoksin, hanya untuk pirogen yang
signifikan pada kebanyakan pabrik farmasetikal dan peralatan medis. Tes didasarkan
pada mekanisme primitif penggumpalan darah dari ketam seperti kuda amerika
(Limulus polyphemus);
3. Pemberian sediaan injeksi parenteral harus steril karena sediaan ini disuntikkan
melalui kulit atau membran mukosa ke dalam tubuh. Adanya endotoksin dalam
sediaan steril akan menyebabkan demam bagi penggunanya.
DAFTAR PUSTAKA