Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA I

“EKSTRAKSI DAN IDENTIFIKASI KANDUNGAN SENYAWA KIMIA


EKSTRAK ETANOL AKAR ALANG-ALANG (Imperata cylindrica)”

OLEH :
KELOMPOK V
MEIVY AURELIA 17.01.008
WILLIAM JOHANES D.P 17.01.012
SURIANI SARIRA 17.01.029
SITI RO’AINUN 17.01.030
NURAFIAT ANTON 17.01.032
JULIANTO 17.01.033
RAHMA TIARA 17.01.041
ABI MATANDE 17.01.052
INTAN ZARA PALEBANGAN 17.01.054
JUMARNI 18.01.405

KELAS :STIFA A 2017


ASISTEN : EGA DESNIATI P.

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI
MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sumber bahan obat
tradisional yang telah digunakan rakyatnya secara turun-temurun sejak
zaman nenek moyang terdahulu. Keuntungan penggunaan obat
tradisional adalah selain karena bahan bakunya mudah diperoleh, faktor
ekonomi turut memengaruhi. Sebagian besar rakyat Indonesia hidup di
pedesaan yang menyebabkan sulitnya jangkauan obat modern,
komunikasi dan transportasi, juga daya beli yang relatif rendah. Namun
saat ini fenomena meningkatnya penggunaaan obat tradisional di
masyarakat, menunjukkan adanya pergeseran minat masyarakat menuju
konsep “Back To Nature”. Masyarakat Indonesia menyadari akan
keanekaragaman hayati yang dimilikinya dan mulai banyak menggunakan
obat tradisional untuk pengobatan, pemeliharaan dan pencegahan
penyakit karena efek samping dari penggunaannya lebih ringan
dibandingkan dengan obat kimia.
Penggunaan obat tradisional memiliki daya tarik tersendiri bagi
masyarakat karena selain murah dan alami, juga dianggap aman
dibandingkan dengan obat sintetik.Oleh karena itu, saat ini peneliti banyak
mengembangkan obat dari bahan alam dan memanfaatkan bahan alam
yang selama ini belum banyak diketahui khasiatnya.
Dalam bidang farmasi, simplisia digunakan sebagai obat alam atau
yang biasa disebut obat herbal baik berupa obat tradisional, OHT (obat
herbal terstandar) dan fitofarmaka yang dapat berupa bahan segar atau
yang dikeringkan, ekstrak , atau kelompok senyawa atau senyawa murni
yang berasal dari alam. Salah satunya adalah tanaman akar alang-alang
(Imperata cylindrical) merupakan tanaman obat-obatan yang kaya akan
senyawa metabolis dan memiliki beberapa khasiat.
+ sedikit tentang alang2 dan secara umum saja tentang materimu jangan
ada kata adalah
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara
ekstraksi dan mengidentifikasi senyawa yang terdapat pada ekstrak akar
alang-alang (Imperata cylindrica) dengan metode ektraksi maserasi dingin,
partisi dan kromatografi lapis tipis.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini yaitu antara lain:
1. Mengetahui dan memahami cara-cara penyiapan sampel dan proses
ekstraksi pada akar alang-alang (Imperata cylindrica).
2. Mengetahui dan memahami penggunaan pereaksi kimia pada skrining
fitokimia dan pada ekstrak akar alang-alang (Imperata cylindrica).
3. Mengetahui dan memahami partisi ekstraksi cair-cair dan penapisan
senyawa dengan kromatografi lapis tipis.
I.3 Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini yaitu antara lain:
1. Melakukan penyiapan sampel dari akar alang-alang (Imperata
cylindrica) mulai dari tahap pengambilan sampel, sortasi basah,
pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering dan penyimpanan
simplisia.
2. Melakukan ekstraksi dingin maserasi dengan tidak merusak senyawa
atau bahan alam yang tidak tahan panas.
3. Melakukan skrinning fitokimia dengan mereaksikan reagen-reagen yang
dipilih untuk mengidentifikasi tiap komponen senyawa yang ditargetkan.
4. Melakukan partisi ekstraksi cair-cair yaitu ekstraksi berdasarkan
perbedaan kelarutan suatu senyawa dalam dua pelarut yang tidak
bercampur.
5. Melakukan metode kromatografi lapis tipis yaitu dengan
membandingkan senyawa target dengan senyawa pembanding yang
dilatarbelakangi oleh fase diam dan fase gerak (elusi/penjenuhan).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1 Klasifikasi Tanaman
Klasifikasi tanaman akar alang-alang (Imperata cylindrica) (Suryo,2010):
Regnum : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliophyta
Ordo : Poales
Famili : Poaceae
Genus : Imperata
Spesies : Imperata cylindrica
II.1.2 Deskripsi Tanaman
Alang-alang (Imperata cylindrica) merupakan tumbuhan rumput menahun
yang tersebar hampir di seluruh belahan bumi dan dianggap sebagai
gulma pada lahan pertanian (Kartikasari, dkk., 2013). Alang-alang tumbuh
sebagai tanaman herba dengan ketinggian 30–180 cm. Daun alang-alang
berbentuk pita dengan ujung runcing dan tajam, bagian tepi daun tidak
bergerigi dan berambut jarang. Panjang daun 180 cm dan lebar daun 3
cm (Zelly, dkk., 2015).
Alang-alang dapat hidup di tempat yang ekstrim seperti kekeringan dan
minimnya unsur hara.Namun tanaman ini tidak dapat bertahan hidup pada
tempat yang tergenang maupun ternaungi.Alang-alang sangat
membutuhkan cahaya matahari dan termasuk tumbuhan golongan C-4
atau empat karbon asam organik. Golongan ini mempunyai nilai
pertukaran CO2 relatif tinggi dan membutuhkan intensitas cahaya matahari
yang tinggi (light demanding) dalam proses fotosintesis dibandingkan
dengan tumbuhan golongan C-3, sehingga alang-alang tidak toleran
terhadap naungan. Tanaman ini dapat berkembang biak dengan biji dan
rhizoma. Biji alang-alang yang sangat ringan dapat menyebar ketempat
lain melalui angin, air, hewan dan manusia (Pudjiharta, dkk., 2008).
Proses pembungaannya sering terjadi pada musim kemarau dan sering
terjadi akibat stress oleh adanya pembakaraan, pembabatan hutan atau
kekeringan. Alang-alang memiliki bagian yang disebut tunas batang.
Tunas batang (bagian tempat tumbuhnya bunga) tidak akan tumbuh
memanjang hingga menjelang saatnya berbunga. Pangkal tunas batang
terdiri atas ruas yang pendek, sedangkan tunas yang membawa bunga
terdiri atas ruas yang panjang hingga tiga ruas (Kurnianti.2018). Rhizoma
atau biasa disebut akar rimpang tanaman alang-alang tersebar luas di
permukaan tanah.Rimpang alang-alang tumbuh memanjang dan
bercabang-cabang.Akar serabut alang-alang tumbuh pada ruas-ruas
rimpangnya dan juga dari pangkal batang.Tanaman alang-alang dianggap
sebagai gulma yang sangat merugikan tanaman produksi. Jenis tanaman
tersebut memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman lain di sekitarnya, hal ini dikarenakan alang-alang
merupakan tumbuhan pengganggu yang mampu melepaskan senyawa
alelopati (Yanti, dkk., 2016).
Senyawa alelopati merupakan senyawa kimia yang dilepaskan
tumbuhan ke lingkungan sekitar tempat tumbuhnya sehingga dapat
menghambat atau mematikan tumbuhan lain. Senyawa alelopati yang
berasal dari tanaman dan gulma dapat dikeluarkan dalam bentuk eksudat
atau ekskresi dari akar dan serbuk sari, luruhan organ (decomposition),
senyawa yang menguap (volatile) melalui stomata daun, batang, dan akar,
serta pencucian (leaching) dari organ bagian luar (daun segar) melalui air
hujan atau embun. Sedangkan yang berasal dari mikroorganisme
dikeluarkan melalui transformasi (Supriadi & Tjahjana, 2014).Di alam
terdapat dua jenis alelopati yaitu alelopati yang sebenarnya dan alelopati
yang bersifat fungsional.Alelopati sebenarnya merupakan senyawa kimia
yang dilepaskan oleh tumbuh-tumbuhan ke lingkungan sekitarnya dalam
bentuk senyawa aslinya.Sedangkan alelopati fungsional merupakan
senyawa kimia yang dilepas ke lingkungan sekitarnya, kemudian bersifat
meracun setelah mengalami perubahan yang disebabkan oleh mikroba
tanah.Jenis alelopati tersebut memiliki kemampuan untuk menghambat
kehidupan tumbuhan yang lainnya mulai dari benih sampai tumbuhan
dewasa (Kamsurya, 2014).
Senyawa alelopati umumnya merupakan metabolit sekunder seperti
alkaloid, fenolik, terpenoid, flavonoid, steroid, poliaseti-lena, dan minyak
esensial.Senyawa alelopati berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai
herbisida maupun pestisida alami, yang ramah terhadap
lingkungan.Herbisida dianggap efektif dalam mengatasi masalah gulma
dalam pertanian karena terbatasnya tenaga kerja untuk menyaingi gulma.
Selain itu, penggunaan herbisida dinilai lebih efektif dan lebih ekonomis
dibandingkan dengan menggunakan cara lain, terutama pada lahan
pertanian yang luas. Pengendalian gulma sangat penting dilakukan agar
dapat menekan atau mengurangi populasi gulma sehingga tidak
mengganggu tanaman produksi yang apabila dibiarkan dapat menurunkan
hasil produksi yang signifikan (Kamsurya, 2014).
Akar gulma alang-alang (Imperata cylindrica L.) dapat dijadikan
alternatif bahan bioherbisida pra tumbuh untuk pengendalian gulma (Sari,
dkk., 2017). Penggunaan akar alang-alang sebagai herbisida alami dapat
menjadi alternatif bagi petani agar tidak bergantung pada herbisida
kimiawi.Selain itu penggunaan herbisida kimiawi secara terus menerus
dapat menjadikan gulma kebal sehingga petani cenderung meningkatkan
dosis herbisida yang digunakan. Apabila hal ini dilakukan secara
berulang-ulang maka akan menimbulkan dampak buruk kesehatan
maupun lingkungan(Sari, dkk., 2017).
II.1.3 Kandungan Kimia
Alang-alang mempunyai ketahanan yang tinggi sehingga tanaman lain
harus bersaing dalam memperoleh air, unsur hara, dan cahaya matahari.
Alang-alang memberikan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman lain karena alang-alangmerupakan tumbuhan
pengganggu yang mampu menghasilkan senyawa alelopati. Senyawa
alelopati dapat dilepaskan ke lingkungan melalui berbagai organ gulma
(Rice, 1994).Alang-alang menghasilkan senyawa penghambat berupa
alelopati yang bisa dikeluarkan ke lingkungan melalui organ stolon alang-
alang (Monandir, 1990).
Alelopati merupakan senyawa kimia yang terdapat pada tubuh
tumbuhan yang dikeluarkan ke lingkungan dan dapat menghambat
pertumbuhan tumbuhan lain yang berada di sekitar tumbuhan penghasil
alelopati tersebut. Pertumbuhan alang-alang sangat cepat, menyebar
luas, dan mampu tumbuh pada berbagai kondisi tanah sehingga alang-
alang dapat ditemukan tumbuh di lahan yang tidak terpakai.Selain itu,
alang-alang juga sering ditemukan di lahan perkebunan, misalnya lahan
perkebunan tanaman lada (Monandir, 1990).
II.1.4 Khasiat Tanaman
1. Sebagai obat kencing nanah
Khasiat dari akar alang-alang adalah untuk mengobati kencing nanah.
Khasiat dari akar alang-alang adalah untuk mengobati kencing secara
terus menerus atau sering buang air.Pada umumnya penyakit kencing
secara terus-menerus sangatlah mengganggu aktivitas kita. Mengatasi
penyakit kencing terus menerus dapat menggunakan akar alang-alang
karena kandungan yang ada dalam akar alang-alang dapat membantu
sistem ginjal pada tubuh(Redaksi.2018)
2. Sebagai obat hipertensi
Untuk mengobati penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi ini
sangatlah banyak.Namun tahukah anda bahwa ternyata akar alang-alang
dapat digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi atau
hipertensi.cara membuat ramuan dari akar alang-alang untuk mengobati
penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi sangatlah mudah
(Redaksi.2018).
Caranya, dengan menyiapkan akar alang-alang rebuslah secukupnya dan
konsumsi ramuan tersebut secara rutin.selain mengkonsumsi ramuan ini
untuk menghindari tekanan darah tinggi. Anda juga dapat melakukan gaya
hidup yang sehat dan mengkonsumsi makanan-makanan yang terjaga.
Bagi penderita hipertensi atau darah tinggi perlu menghindari beberapa
makanan seperti bahaya udang untuk hipertensi, bahaya garam untuk
hipertensi dan bahaya mlinjo untuk hipertensi (Redaksi.2018).
3. Sebagai obat diare
Akar alang alang memiliki kandungan yang dapat membantu untuk
mengatasi penyakit di dalam perut salah satunya adalah untuk mengobati
diare.Cara membuat ramuan ini adalah dengan menyiapkan beberapa
akar ilalang kemudian rebuslah akar ilalang tersebut hingga
mendidih.Langkah selanjutnya adalah mengkonsumsi rebusan akar
ilalang secara rutin dan teratur. Banyak cara mengobati diare, diantara
beberapa cara selain memanfaatkan akar alang-alang adalah dengan
memanfaatkan makanan untuk penderita diare (Redaksi.2018).
4. Sebagai obat radang hati
Akar alang-alang memang sangat ampuh digunakan untuk mengobati
radang salah satunya adalah mengobati radang hati.Cara membuat
ramuan untuk mengobati radang hati menggunakan akar alang-alang
sangatlah mudah.Dengan merebus akar ilalang secukupnya dan
mengkonsumsinya secara rutin.Anda dapat terhindar dari penyakit radang
hati ini.Mengkonsumsi ramuan tersebut secara rutin dan teratur juga dapat
digunakan untuk mengobati penyakit radang hati (Redaksi.2018).
5. Sebagai obat kencing darah
Akar alang-alang memang sangat ampuh untuk mengobati masalah yang
berhubungan dengan kencing, salah satunya adalah ampuh untuk
mengatasi masalah kencing darah.Kencing darah ini biasanya disebabkan
karena terjadi pendarahan pada dalam tubuh seseorang. Cara membuat
ramuan ini adalah dengan menyiapkan akar alang-alang yang sudah
kering lalu rebuslah Akar alang-alang tersebut menggunakan 2 gelas air,
selanjutnya tambahkanlah 3 irisan tangkwe, rebuslah ramuan tersebut
hingga menyisakan satu gelas air. Untuk mengatasi kencing darah Anda
dapat mengkonsumsi ramuan tersebut secara rutin sebanyak 2 kali sehari
sampai kencing darah yang anda derita hilang dan benar-benar sembuh
(Redaksi.2018).
6. Sebagai obat air seni tak lancar
Air seni tidak lancar memang sangatlah mengganggu namun bagi Anda
yang memiliki Penyakit ini jangan khawatir karena anda dapat
mengobatinya menggunakan akar alang-alang, cara membuat ramuan
untuk mengobati air seni yang tak lancar dari akar alang-alang adalah
dengan menyiapkan 30 sampai 50 akar alang-alang yang dimana agar
allah alam tersebut telah dijemur hingga kering, rebuslah akar alang-alang
dengan 2 gelas air, rebuslah hingga menyisakan satu gelas air. langkah
selanjutnya adalah menyaring ramuan tersebut diamkan lah hingga dingin
lalu minumlah secara rutin sebanyak 2 kali sehari, minumlah ramuan
tersebut hingga penyakit Anda terobati (Redaksi.2018).
7. Sebagai obat radang ginjal
Akar ilalang sangat ampuh digunakan untuk mengobati radang ginjal cara
membuat ramuan dari akar alang-alang untuk mengobati radang ginjal
adalah dengan menyiapkan 30 gram akar ilalang lalu potonglah akar
ilangan kecil-kecil. selanjutnya, rebuslah akar ilalang tersebut dengan 3
gelas air, Sisakan lah hingga 1 gelas air kemudian minumlah ramuan
tersebut secara rutin dan teratur sebanyak 3 kali dalam satu
hari(Redaksi.2018).
8. Sebagai obat muntah darah
Akar alang-alang dapat digunakan untuk menyembuhkan muntah darah,
menurut beberapa ahli bahwa kandungan dari akar alang-alang sangat
ampuh untuk mengatasi gangguan yang ada pada perut salah satunya
adalah gangguan yang menyebabkan muntah darah. Cara membuat
ramuan tersebut dengan menyiapkan 30 sampai 70 gram akar alang-
alang lalu potonglah akar alang-alang kecil-kecil, selanjutnya pulsa
dengan 3 gelas air sampai kira-kira tersisa satu gelas air saja, minumlah
ramuan tersebut secara rutin dan teratur hingga muntah darah berkurang
atau bahkan sembuh total (Redaksi.2018).
9. Sebagai obat mimisan
Selain menggunakan daun sirih ternyata akar alang-alang dapat
digunakan untuk mengobati mimisan, cara menggunakannya adalah
dengan menyiapkan akar alang-alang yang masih segar kemudian bersih
karena Akar alang-alang tersebut, setelah akar alang-alang dibersihkan
langkah selanjutnya adalah menumbuk akar alang-alang lalu peraslah
tumbukan Akar alang-alang tersebut hingga Anda mendapatkan sari dari
tumbuhan akar alang-alang. Jumlah sari dari akar alang-alang dengan
rutin dan teratur agar mimisan dapat teratasi(Redaksi.2018).
10. Sebagai obat panas dalam
Khasiat akar alang-alang yang lainnya adalah digunakan untuk
meredakan panas dalam, seperti yang telah anda ketahui bahwa ternyata
akar alang-alang sering digunakan untuk bahan utama pembuatan obat
yang meredakan panas dalam. Anda dapat membuat ramuan untuk
meredakan panas dalam dengan cara menyiapkan akar anak-anak
secukupnya cucilah akar alang-alang and hingga bersih kemudian
keringkanlah di bawah sinar matahari atau alternatif lain Anda dapat
mengeringkannya menggunakan oven (Redaksi.2018).
11. Sebagai obat keputihan
Masalah keputihan sering terjadi pada wanita, namun bagi Anda yang
memiliki masalah keputihan jangan khawatir karena anda dapat
mengatasi masalah keputihan tersebut dengan menggunakan tanaman
ini, cara menggunakan akar alang-alang untuk mengobati keputihan
adalah dengan menambahkan bahan-bahan alami seperti daun pepaya
dan juga pulasari, rebuslah bahan-bahan tersebut hingga mendidih
selanjutnya ramuan tersebut disaring dan diminum secara rutin sebanyak
2 kali sehari pada saat siang hari dan malam hari sebelum tidur. Dengan
memanfaatkan alang-alang sebagai obat keputihan maka dengna
penggunaan yang rutin keputihan dapat diatasi dengan maksimal
(Redaksi.2018).
12. Sebagai obat asma
Akar alang-alang memang terkenal banyak khasiatnya akar alang-alang
merupakan salah satu obat tradisional untuk mengobati penyakit asma.
Cara membuat ramuan ini adalah dengan merebus 100 gram akar alang-
alang, 50 gram sirih ,50 gram kencur. Selanjutnya seduhlah menggunakan
200 mili air setelah itu rebus hingga tinggal 100 mili air(Redaksi.2018).
Langkah terakhir adalah dengan menyaring ramuan tersebut lalu Anda
dapat meminumnya.Minumlah ramuan ini secara rutin dan teratur agar
asma yang anda derita segera terobati. Selain mengetahui apa itu
penyakit asma dan pengobatan asma yang perlu diketahui lainnya adalah
apa saja pantangan asma yang perlu diketahui agar ketika menderita
asma tidak menjadi lebih menderita karena mengkonsumsi pantangan
asma (Redaksi.2018).
II.2 Teori Umum
II.2.1 Penyiapan Sampel
Simplisia menurut Farmakope Herbal Indonesia adalah bahan alamiah
yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan
apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan (Depkes RI, 2008).
Simplisia berdasarkan sumbernya dibedakan menjadi (Prasetyo, 2013):
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh,
bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.
Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya.
Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan- bahan nabati
lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari
tanamannya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau
zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan
kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu
(Mel depuratum).
c. Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara
sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng
dan serbuk tembaga.
Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai simplisia nabati
(Utami, dkk., 2013):
a. Herbamerupakan seluruh bagian dari tanaman obat mulai dari batang,
daun, bunga, dan buah dan bagian lainnya.
b. Daun(folium) adalah jenis simplisia yang paling sering digunakan dalam
pembuatan herbal. Simplisia tersebut bisa berupa daun segaratau
kering dan dapat berupa pucuk daun seperti teh atau daun tua seperti
daun salam.
c. Bunga(flos) digunakan sebagai simplisia dapat berupa bunga tunggal
atau majemuk.
d. Buah (fructus) untuk simplisia biasanya dikumpulkan setelah masak.
e. Kulit buah(pericarpium)dikumpulkan dari buah masak seperti kulit buah
jeruk.
f. Biji(semen) biasanya dikumpulkan dari buah yang masak.
g. Kulit kayu(cortex) merupakan bagian terluar dari batang pada tanaman.
h. Kayu(lignum) biasa digunakan sebagai simplisia merupakan kayu tanpa
kulit.
i. Akar(radix) untuk simplisia bisa dari tanaman rumput, perdu, atau
tanaman berkayu keras. Simplisia akar dikumpulkan ketika proses
pertumbuhannya terhenti. Contoh akar yang kerap dijadikan simplisia
adalah akar tanaman kompri.
j. Umbi(tuber) merupakan penjelmaan batang atau akar sehingga
dibedakan menjadi umbi batang dan umbi akar. Untuk menjadikan
simplisia, umbi dipotong miring agar permukaan menjadi lebar.
k. Rimpang(rhizoma) merupakan batang dan daun yang terdapat di dalam
tanah, bercabang-cabang, dan tumbuh tunas yang muncul ke atas
tanah dan menjadi tumbuhan baru. Kunyit merupakan salah satu
contoh jenis rimpang yang biasa dijadikan simplisia.
l. Umbi lapis(bulbus) merupakan perubahan bentuk dari batang beserta
daunnya menjadi umbi yang berlapis-lapis karena daunnya tebal, lunak,
dan berdaging. Contoh umbi lapis antara lain bawang merah dan
bawang bombai.
Tahap-tahap pembuatan simplisia secara garis besar adalah sebagai
berikut(Laksana, 2010):
1. Pengambilan/pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman yang
digunakan, waktu panen dan lingkungan tempat tumbuh. Waktu panen
sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam
bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat
bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang
terbesar.
2. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan simplisia.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya
yang melekat pada bahan simplisia sehingga mengurangi kadar mikroba.
Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air
sumur atau air PAM.
4. Perajangan
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan, pengepakan dan penggilingan.
5. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia. Pengeringan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu:
a. Pengeringan alamiah
Tergantung dari kandungan zat aktif simplisia, pengeringan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1. Sinar matahari langsung, terutama pada bagian tanaman
yang keras (kayu, kulit biji, biji dan sebagainya) danmengandung
zat aktif yang relatif stabil oleh panas.
2. Diangin-anginkan dan tidak terkena sinar matahari secara
langsung, umumnya untuk simplisia bertekstur lunak (bunga, daun
dan lain-lain) dan zat aktif yang dikandungnya tidak stabil oleh
panas (minyak atsiri).
b. Pengeringan buatan
Cara pengeringan dengan, menggunakan alat yang dapat diatur suhu,
kelembaban, tekanan atau sirkulasi udaranya. Alat yang digunakan yaitu
berupa Oven.
6. Sortasi kering
Tujuan sortasi kering untuk memisahkan benda-benda asing seperti
bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain
yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
7. Pengepakan dan penyimpanan
Harus pada wadah tertutup baik sehingga melindungi isi terhadap
masuknya bahan padat dan mencegah kehilangan bahan selama
penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi serta menjaga
kemurnian simplisia tersebut.Pengepakan dilakukan dengan sebaik
mungkin untuk menghindarkan simplisia dari beberapa faktor yang dapat
menurunkan kualitas simplisia antara lain cahaya matahari, oksigen atau
udara, absorbsi air, pengotoran dan serangga.
8. Pemeriksaan mutu
Pemeriksaan mutu dilakukan untuk membuktikan simplisia yang murni
(kebenaran jenis simplisia) dan memenuhi persyaratan sesuai dengan
yang ditetapkan.

II.2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota
laut. Zat-zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan
hewan memiliki perbedaan begitu pula ketebalannya sehingga diperlukan
metode ekstraksi dan pelarut tertentu untuk mengekstraksinya (Tobo,
2001).
Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk
mengambil komponen berkhasiat ini; diantaranya dengan melakukan
perendaman, mengaliri simplisia dengan pelarut tertentu ataupun yang
lebih umum dengan melakukan perebusan dengan tidak melakukan
proses pendidihan (Tobo, 2001).
1. senyawa yang akan diisolasi
Salah satu metode yang digunakan untuk penemuan obat
tradisional adalah metode ekstraksi. Pemilihan metode ekstraksi
tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan diisolasi. Sebelum
memilih suatu metode, target ekstraksi perlu ditentukan terlebih dahulu.
Ada beberapa target ekstraksi, diantaranya (Sarker SD, dkk., 2006):
1. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui
2. Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme
3. Sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan
secara struktural.
Semua senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu
sumber tetapi tidak dihasilkan oleh sumber lain dengan kontrol yang
berbeda, misalnya dua jenis dalam marga yang sama atau jenis yang
sama tetapi berada dalam kondisi yang berbeda. Identifikasi seluruh
metabolit sekunder yang ada pada suatu organisme untuk studi sidik jari
kimiawi dan studi metabolomik. Proses ekstraksi khususnya untuk bahan
yang berasal dari tumbuhan adalah sebagai berikut :
1. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll),
pengeringan dan penggilingan bagian tumbuhan.
2. Pemilihan pelarut
3. Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya.
4. Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.
5. Pelarut nonpolar: n-heksan, petroleum eter, kloroform, dan
sebagainya.
2. Pemilihan pelarut
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat
kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang
penting adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa
tersebut yaitu gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam
pelarut polar, dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam
pelarut non polar. Derajat kepolaran tergantung kepada ketetapan
dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut
tersebut(Tobo, 2001).
Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1992):
a) Kapasitas besar
b) Selektif
c) Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup
rendah) Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara
penguapan diatas penangas air dengan wadah lebar pada temperature
60oC, destilasi, dan penyulingan vakum.
d) Harus dapat diregenerasi
e) Relative tidak mahal
f) Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam
keadaan uap
g) Viskositas cukup rendah
1. Pemilihan metode ekstraksi
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan
yang mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh
dengancara maserasi sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi.
untuk bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan
cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan
dapat diekstrasi dengan metode sokhletasi (Agoes, 2007).
Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi (Agoes,
2007):
a) Bentuk/tekstur bahan yang digunakan
b) Kandungan air dari bahan yang diekstrasi
c) Jenis senyawa yang akan diekstraksi
d) Sifat senyawa yang akan diekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu antara lain:
1. Ekstraksi Secara Dingin
Proses ekstraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan
pemanasan. Hal ini diperuntukkan untuk bahan alam yang mengandung
komponen kimia yang tidak tahan pemanasan dan bahan alam yang
mempunyai tekstur yang lunak. Yang termasuk ekstraksi secara dingin
adalah (Ditjen POM, 1986):
a. Metode Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya
(Ditjen POM, 1986). Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari,
tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks
dan lilin.Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa
daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk
melarutkan lemak/lipid.
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan simplisia yang
sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian
dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian
ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari
pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah
penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari
lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh
sari 100 bagian.Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat
yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diusahakan. Selain itu, kerusakan pada komponen kimia sangat minimal.
Adapun kerugian cara maserasi ini adalah pengerjaannya lama dan
penyariannya kurang sempurna.
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari
pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk
kedalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didala sel dengan diluar sel.
Larutan yang konentrasinya tinggi akan keluar dan diganti oleh pelarut
dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan
berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan
larutan diluar sel (Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-20o C dalam
waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut , melarut (Ansel,
1989). Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian
simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukan kedalam
bejan kemudian dituangi dangan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambah
cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh
seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dan dibiarkan ditempat
sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan
dipisahkan (Ansel, 1989).
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari
adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Etanol dipertimbangkan seba gai
penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam
etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat
bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang
diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit (Ditjen POM, 1992).
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya (Kataren.1994):
1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan
lemah, yaitu pada suhu 40–50°C. Cara maserasi ini hanya dapat
dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain:

a) Kekentalan pelarut berkurang, yang dapat mengakibatkan


berkurangnya lapisan-lapisan batas.

b) Daya melarutkan cairan penyari akan meningkat, sehingga


pemanasan tersebut mempunyai pengaruh yang sama dengan
pengadukan.

c) Koefisien difusi berbanding lurus dengan suhu absolute dan


berbanding terbalik dengan kekentalan, sehingga kenaikan suhu akan
berpengaruhpada kecepatan difusi. Umumnya kelarutan zat aktif akan
meningkat bila suhu dinaikkan.

d) Jika cairan penyari mudah menguap pada suhu yang digunakan,


maka perlu dilengkapi dengan pendingin balik, sehingga cairan akan
menguap kembali ke dalam bejana.
2. Maserasi dengan Mesin Pengaduk
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu
proses maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.

3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi
dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan
diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.

4. Maserasi Melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan
penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu
mengalir kembali secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya.

5. Maserasi Melingkar Bertingkat


Pada maserasi melingkar, penyarian tidak dapat dilaksanakan
secara sempurna, karena pemindahan massa akan berhenti bila
keseimbangan telah terjadi masalah ini dapat diatasi dengan maserasi
melingkar bertingkat (M.M.B), yang akan didapatkan :
a) Serbuk simplisia mengalami proses penyarian beberapa kali,
sesuai dengan bejana penampung. Pada contoh di atas dilakukan 3 kali,
jumlah tersebut dapat diperbanyak sesuai dengan keperluan.
b) Serbuk simplisia sebelum dikeluarkan dari bejana penyari,
dilakukan penyarian dengan cairan penyari baru. Dengan ini diharapkan
agar memberikan hasil penyarian yang maksimal.
c) Hasil penyarian sebelum diuapkan digunakan dulu untuk menyari
serbuk simplisia yang baru, hingga memberikan sari dengan kepekatan
yang maksimal.
d) Penyarian yang dilakukan berulang-ulang akan mendapatkan
hasil yang lebih baik daripada yang dilakukan sekali dengan jumlah
pelarut yang sama

Kelebihan dan Kekurangan Metode Maserasi yaitu :


Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi adalah Unit alat yang
dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendam, biaya
operasionalnya relatif rendah dan prosesnya relatif hemat penyari dan
tanpa pemanasan. Kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi
adalah proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya
mampu terekstraksi sebesar 50% saja dan Prosesnya lama, butuh waktu
beberapa hari (Kataren.1994):.

b. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkanpenyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi
adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif
dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan
ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan
penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang
cenderung untuk menahan gerakan ke bawah.
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
a) Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
b) Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler
tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan
batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Adapun kerugian dari cara perkolasi ini adalah serbuk kina yang
mengadung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi
pekat dan berhenti mengalir (Ditjen POM, 1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi) (Ditjen POM, 1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan
zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan
sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi
(Ditjen POM, 1986).

2. Ekstraksi Secara Panas


Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen kimia
yang tahan terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin dan minyak-
minyak menguap yang mempunyai titik didih yang tinggi, selain itu
pemanasan juga diperuntukkan untuk membuka pori-pori sel simplisia
sehingga pelarut organik mudah masuk ke dalam sel untuk melarutkan
komponen kimia. Metode ekstraksi yang termasuk cara panas yaitu (Tobo,
2001).
a. Metode Soxhletasi
Soxhletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan,
cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari
terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun
menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke
dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Proses ini berlangsung
hingga penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya
cairan penyari yang melalui pipa sifon atau jika diidentifikasi dengan
kromatografi lapis tipis tidak memberikan noda lagi (Ditjen POM, 1986).
Metode soxhletasi bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas,
karena pelarut atau cairan penyarinya dipanaskan agar dapat menguap
melalui pipa samping dan masuk ke dalam kondensor, walaupun
pemanasan yang dilakukan tidak langsung tapi hanya menggunakan
suatu alat yang bersifat konduktor sebagai penghantar panas. Namun,
proses ekstraksinya secara dingin karena pelarut yang masuk ke dalam
kondensor didinginkan terlebih dahulu sebelum turun ke dalam tabung
yang berisi simplisia yang akan dibasahi atau di sari. Hal tersebutlah yang
mendasari sehingga metode soxhlet digolongkan dalam cara dingin.
Pendinginan pelarut atau cairan penyari sebelum turun ke dalam tabung
yang berisi simplisia dilakukan karena simplisia yang disari tidak tahan
terhadap pemanasan (Ditjen POM, 1986).
Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu
diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam klongsong
yang telah dilapisi dengan kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel
dalam klongsong tidak boleh melebihi pipa sifon), karena dapat
mempengaruhi kesetimbangan pergerakan eluen yang telah terelusi
keluar dari pipa sifon, dimana jika tinggi sampel melebihi kertas saring
(pipa sifon), maka eluen hasil elusi akan keluar melalui pipa aliran uap
yang berada diatas sampel, bukan keluar melalui pipa sifon . Selanjutnya
labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian
ditempatkan di atas waterbath atau heating mantel dan diklem dengan
kuat kemudian klongsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas
bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk
membasahkan sampel yang ada dalam klongsong.Setelah itu kondensor
dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan
pemanas dijalankan hingga terjadi proses ekstraksi dimana pada saat
pelarut telah mendidih, maka uapnya akan melalui pipa samping lalu naik
ke kondensor. Di sini uap akan didinginkan sehingga uap mengembun
dan menjadi tetesan- tetesan cairan yang akan menetes turun ke
klongsong dan membasahi simplisia. Tetesan – tetesan uap air cairan
penyari inIIi akan ditampung di dalam klongsong hingga suatu ketika
ekstrak mencapai ketinggian ujung sifon sehingga pelarut ini akan turun
kembali ke dalam wadah pelarut secara cepat. Proses ini berulang hingga
penyarian yang dilakukan sempurna dalam hal ini, cairan penyari yang
pada awalnya berwarna, di dalam pipa sifon sudah tidak berwarna lagi
atau jika cairan penyari pada awalnya memang tidak berwarna maka
biasanya dilakukan 20-25 kali sirkulasi. Ekstrak yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor (Ditjen POM, 1986).
Adapun keuntungan dari proses soxhletasi ini adalah cara ini lebih
menguntungkan karena uap panas tidak melalui serbuk simplisia, tetapi
melalui pipa samping. Kerugiannya adalah jumlah ekstrak yang diperoleh
lebih sedikit dibandingkan dengan metode maserasi (Ditjen POM, 1986).
b. Metode Refluks
Metode refluks adalah termasuk metode berkesinambungan
dimana cairan penyari secara kontinyu menyari komponen kimia dalam
simplisia cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut
dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi
menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke labu alas bulat
sambil menyari simplisia. Proses ini berlangsung secara
berkesinambungan dan biasanya dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam
(Ditjen POM, 1986).
Simplisia yang biasa diekstraksi adalah simplisia yang mempunyai
komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur
yang keras seperti akar, batang, buah, biji dan herba (Ditjen POM, 1986).
Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan
ditambahkan pelarut organik misalnya methanol sampai serbuk simplisia
terendam kurang lebih 2 cm di atas permukaaan simplisia atau 2/3 dari
volume labu, kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada
waterbath atau heating mantel, lalu kondendor dipasang pada labu alas
bulat yang dikuatkan dengan klem dan statif. Aliran air dan pemanas
(water bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan.
Setelah 4 jam dilakukan penyarian. Filtratnya ditampung pada wadah
penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti
semula, ekstraksi dilakukan selama 3-4 jam.Filtrat yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotavapor, kemudian dilakukan
pengujianselanjutnya (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan dari metode ini adalah (Ditjen POM, 1986):
a) Dapat mencegah kehilangan pelarut oleh penguapan selama proses
pemanasan jika digunakan pelarut yang mudah menguap atau
dilakukan ekstraksi jangka panjang.
b) Dapat digunakan untuk ekstraksi sampel yang tidak mudah rusak
dengan adanya pemanasan.
Adapun kerugian dari metode ini adalah prosesnya sangat lama dan
diperlukan alat – alat yang tahan terhadap pemanasan (Ditjen POM,
1986).
c) Destilasi
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan
kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap
(volatilitas) bahan. Destilasi secara umum adalah pemisahan dua
komponen atau lebih berdasarkan perbedaan titik didih senyawanya.
Secara sederhana destilasi dapat diartikan sebagai proses penguapan
cairan kemudian mengkondensasikannya kedalam suatu wadah dengan
bantuan kondensor (Dedi Irwandi.2014)
Adapun prinsip destilasi yaitu “jika suatu zat dalam larutan tidak sama-
sama menguap, maka uap larutan akan memiliki komponen yang berbeda
dengan larutan aslinya”. Apabila salah satu zat menguap maka
pemisahan akan terjadi sempurna. Adapun tujuan destilasi yaitu untuk
memurnikan zat cair pada titik didihnya dan memisahkan cairan dari zat
padat (Dedi Irwandi.2014)
Metode destilasi ada 3 yaitu :
1. Metode Destilasi uap
Destilasi uap adalah tipe khusus dari destilasi untuk suhu bahan
sensitive seperti senyawa aromatik alami. Jika zat yang akan disuling
sangat sensitive terhadap panas, destilasi uap juga dapat dikombinasikan
dengan destilasi vakum. Setelah distilasi uap dikondensasikan seperti
biasa, biasanya menghasilkan system dua fasa air dan senyawa organic,
sehingga memungkinkan untuk pemisahan sederhana (Dedi Irwandi.2014)
2. Metode destilasi air
Destilasi air adalah salah satu destilasi untuk memisahkan minyak
atsiri dari dalam sampel. Pada metode ini bahan destilasi akan kontak
langsung dengan air mendidih. Sebelum sampel didestilasi, sampel
terlebih dahulu diubah dalam bentuk yang lebih minim untuk
mempermudah proses destilasi (Dedi Irwandi.2014)
3. Metode destilasi uap air
Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia
yang mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia
yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal, misalnya
pada penyarian minyak atsiri yang terkandung dalam tanaman akar alang-
alang (Imperata cylindrica).Pada metode ini uap air digunakan untuk
menyari simplisia dengan adanya pemanasan kecil uap air tersebut
menguap kembali bersama minyak menguap dan dikondensasikan oleh
kondensor sehingga terbentuk molekul-molekul air yang menetes ke
dalam corong pisah penampung yang telah diisi air.Penyulingan dilakukan
hingga sempurna (Ditjen POM, 1986).
Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia selama 2 jam
setelah itu dimasukkan ke dalam bejana B, bejana A diisi air dan pipa-pipa
penyambung serta kondensor dan penampung corong pisah dipasang
dengan kuat. Api Bunsen bejana A dinyalakan sehingga airnya mendidih
dan diperoleh uap air yang selanjutnya masuk ke dalam bejana B melalui
pipa penghubung untuk menyari sampel dengan adanya bantuan api kecil
pada bejana B, minyak menguap yang telah tersari selanjutnya menguap
menuju kondensor, karena adanya pendinginan balik uap dari minyak
menguap ini, maka uap air yang terbentuk menetes ke dalam corong
pisah penampung yang telah berisi air (Ditjen POM, 1986).
Prinsip fisik destilasi uap yaitu jika dua cairan tidak bercampur
digabungkan, tiap cairan bertindak seolah – olah pelarut itu hanya sendiri,
dan menggunakan tekanan uap. Tekanan uap total dari campuran yang
mendidih sama dengan jumlah tekanan uap parsial, yaitu tekanan yang
digunakan oleh komponen tunggal, karena pendidihan yang dimaksud
yaitu tekanan uap total sama dengan tekanan atmosfer, titik didih dicapai
pada temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap – tiap cairan berada
dalam keadaan murni (Ditjen POM, 1986).
Keuntungan dari destilasi uap ini adalah titik didih dicapai pada
temperatur yang lebih rendah daripada jika tiap– tiap cairan berada dalam
keadaan murni. Selain itu, kerusakan zat aktif pada destilasi langsung
dapat diatasi pada destilasi uap ini.Kerugiannya adalah diperlukannya alat
yang lebih kompleks dan pengetahuan yang lebih banyak sebelum
melakukan destilasi uap ini (Ditjen POM, 1986).
d. Metode infundasi
Merupakan metode penyarian dengan cara menyari simplisia dalam
air padasuhu 90˚C selama 15 menit. Infundasi merupakan penyarian yang
umum dilakukanuntuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air
dari bahan-bahan nabati.Penyarian dengan metode ini menghasilkan sari
ekstrak yang tidak stabil dan mudahtercemar oleh kuman dan kapang.
Oleh sebab itu, sari yang diperoleh dengan cara initidak boleh disimpan
lebih dari 24 jam (Ansel,1989)
Sediaan yang dibuat dengan metode infundasi Infus /rebusan
obat,sedian air yang dibuat dengan mengektraksi simplisianabati dengan
air suhu 90˚C selama 15 menit, yang mana ektraksinya dilakukan secara
infundasi. Penyarian adalah peristiwa memindahkan zat aktif yang semula
di dalam selditarik oleh cairan penyanyi sehingga zat aktif larut dalam
cairan penyari. Secara umumpenyarian akan bertambah baik apabila
permukaan simplisia yang bersentuhansemakin luas umumnya infus
selalu dibuat dari simplisia yang mempunyai jaringan lunak yang
mengandung minyak atsiri, dan zat-zat yang tidak tahan pemanasan lama
(Depkes RI.2008).
Keuntungan Dan kekurangan Metode Infundasi ;
Keuntungan metode infundasi yaitu Unit alat yang dipakai
sederhana, dan biaya operasionalnya relatif rendah.Sedangkan
Kerugianmetode infundasi yaitu zat-zat yang tertarik kemungkinan
sebagian akan mengendap kembali, apabila kelarutannya sudah
mendingin (lewat jenuh). hilangnya zat-zat. adanya zat-zat yang tidak
tahan panas lama disamping itu simplisia yang mengandungzat-zat
albumin tentunya zat ini akan menggumpal dan menyukarkan penarikan
zat-zatberkhasiat tersebut (Djamal.1990).
e. Metode Dekokta
Dekokta adalah suatu proses penyarian yang hampir sama dengan
infus, perbedaannya pada dekokta digunakan pemanasan selama 30
menit dihitung mulai suhu mencapai 90oC. Cara ini dapat dilakukan untuk
simplisia yang mengandung bahan aktif yang tahan terhadap
pemanasan(Djamal.1990).
Keuntungan metode infundasi yaitu Unit alat yang dipakai
sederhana, dan biaya operasionalnya relatif rendah. Sedangkan Kerugian
metode infundasi yaitu zat-zat yang tertarik kemungkinan sebagian akan
mengendap kembali, apabila kelarutannya sudah mendingin (lewat
jenuh),hilangnya zat-zat (Djamal.1990).
f. Sokletasi
Sokletasi merupakan suatu cara pengekstraksian tumbuhan
dengan memakai alat soklet. Pada cara ini pelarut dan simplisia
ditempatkan secara terpisah. Sokletasi digunakan untuk simplisia dengan
khasiat yang relatif stabil dan tahan terhadap pemanasan.Prinsip sokletasi
adalah penyarian secara terus menerus sehingga penyarian lebih
sempurna dengan memakai pelarut yang relatif sedikit.Jika penyarian
telah selesai maka pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat yang
tersari (Djamal.1990).
Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang mudah
menguap atau mempunyai titik didih yang lebih rendah.
Cara kerja sokletasi adalah sebagai berikut :Serbuk kering yang akan
diekstraksi berada di dalam kantong sampel yang diletakkan pada alat
ekstraksi (tabung soklet). Tabung soklet yang berisi kantong sampel
diletakkan diantara labu destilasi dan pendingin, disebelah bawah
dipasang pemanas.Setelah pelarut ditambahkan melalui bagian atas alat
soklet dan pemanas dihidupkan, pelarut dalam labu didih menguap dan
mencapai pendingin, berkondensasi dan menetes ke atas kantong sampel
sampai mencapai tinggi tertentu/maksimal (sama tinggi dengan pipa
kapiler), pelarut beserta zat yang tersari didalamnya akan turun ke labu
didih melalui pipa kapiler.Pelarut beserta zat yang tersari pada labu didih
akan menguap lagi dan peristiwa ini akan terjadi berulang-ulang sampai
seluruh zat yang ada dalam sampel tersari sempurna (ditandai dengan
pelarut yang turun melewati pipa kapiler tidak berwarna dan dapat
diperiksa dengan pereaksi yang cocok) (Djamal.1990).
Ekstraksi dengan cara sokletasi mempunyai kelebihan antara lain
yaitu Proses ekstraksi simplisia sempurna, Pelarut yang digunakan sedikit,
Proses isolasi lebih cepat.Kelemahan dari cara sokletasi ini, yaitu tidak
dapat digunakan untuk mengisolasi senyawa yang termolabil atau bahan
tumbuhan yang peka terhadap suhu dan memerlukan energi listrik
(Djamal.1990).
II.2.3 Senyawa Fitokimia

Bahan alam dibedakan menjadi dua berdasarkan fungsi terhadap


makhluk hidup pembuatnya yakni metabolit primer dan metabolit sekunder
(Saifudin, 2014).

1. Metabolit Primer
Senyawa metabolit primer merupakan senyawa yang dihasilkan oleh
makhluk hidup dan bersifat essensial bagi proses metabolisme tersebut.
Senyawa ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok makromolekul yaitu
karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat.Istilah biosontesis berarti
pembentukan senyawa alami oleh organisme hidup. Biosintesis juga
diartikan sebagai pembentukan molekul alami dari molekul lain yang
kurang rumit strukturnya atau suatu proses anabolisme (Harborne, 1987).
2. Metabolit Sekunder
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya
mempunyai kemampuan biokatifitas dan digunakan sebagai pelindung
tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan tersebut atau
lingkungan. Senyawa metabolit sekunder digunakan sebagai zat warna,
racun,aroma makanan dan obat tradisional pada kehidupan sehari-hari
(Robinson, 1995).
Senyawa metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi 4 kelompok utama,
yaitu sebagai berikut (Robinson, 1995):
a) Terpenoid, sebagian besar senyawa terpenoid mengandung karbon
dan hidrogen serta disintesis melalui jalur metabolisme asam
mevalonat. Contohnya monoterpena, seskuiterepena, diterpena,
triterpena, dan polimer terpena.
b) Fenolik, senyawa ini terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin
benzena, hidrogen, dan oksigen dalam struktur kimianya. Contohnya
asam fenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan tanin.Fenolik merupakan
senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan secara nyata mampu
memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi
meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga sesuai
didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek
berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan
penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh
maupun faktor eksternal lainnya.
c) Senyawa yang mengandung nitrogen. Contohnya alkaloid dan
glukosinolat.
d) Golongan sulfur. Contoh: Glutationad, glukosinolat, defensing, tionin,
fitoaleksin.
Metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan sebagai berikut:
a. Flavonoid
Flavonoid berkhasiat mengurangi radikal bebas dengan cara bertindak
sebagai agen, dapat mengurangi ion metal sehingga mengurangi
kapasitasnya untuk menghasilkan radikal bebas, dan menahan vitamin E
dan betacarotene pada partikel LDL (Low Density Lipoprotein) sehingga
melindungi oksidasi dari LDL (Soeharto, 2004).
Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak
reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim.Flavonoid
merupakan golongan terbesar senyawa fenol. Mekanisme kerja flavonoid
berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks
terhadap protein extraseluler yang mengganggu keutuhan membran sel
bakteri. Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel
bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Saponin
Saponin adalah glikosida, yaitu metabolit sekunder yang banyak terdapat
di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau
sapogenin.Pada tanaman saponin banyak ditemukan pada akar dan
daun.Kehadiran saponin memberi banyak manfaat karena memiliki sifat
antibakteri dan antivirus. Isolasi dari senyawa saponin berkhasiat sebagai
obat antikanker, antitumor, dan penurun kolesterol (Harborne, 1987).Sifat
yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air.
b. Steroid/Triterpenoid
Steroid merupakan salah satu dari 4 golongan senyawa triterpenoid
yang memiliki banyak manfaat seperti antiradang dan antiinflamasi.Steroid
adalah gugus senyawa yang mengandung sebuah struktur dengan empat
cicin yang dikenal dengan inti steroid (Harborne, 1987).
Mekanisme triterpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin
(protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri,
membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya
porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa
akan mengurangi permeabilitas membran sel bakteri yang akan
mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Rachmawati, 2009).
c. Alkaloid
Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang terdapat pada
tumbuhan, yang biasa dijumpai pada bagian daun, ranting, biji dan kulit
batang.Alkaloid mempunyai efek farmakologi berupa pemicu sistem saraf,
menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit, antimikroba, obat
penenang dan obat penyakit jantung (Marjoni, 2016).
Senyawa alkaloid memiliki mekanisme penghambatan dengan cara
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,
sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut. Senyawa alkaloid terdapat gugus
basa yang menggandung nitrogen akan bereaksi dengan senyawa asam
amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini
mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino
sehingga akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada
rantai DNA sehingga akan mengalami kerusakan akan mendorong
terjadinya lisis sel bakteri yang akan menyebabkan kematian sel pada
bakteri (Tobo, 2001).
d. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol dari kelompok flavonoid yang
berfungsi sebagai antioksidan kuat, antiperadangan dan antikanker
(anticarcinogenic).Tanin dikenal juga sebagai zat samak untuk
pengawetan kulit, yang merupakan efek tanin yang utama sebagai
adstringensia yang banyak digunakan sebagai pengencang kulit dalam
kosmetik yang termasuk antioksidan kuat (Yuliarti, 2009).Tanin adalah
senyawa yang dapat mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas
yang merusak yang menyatu dan mudah teroksidasi menjadi asam
tanat.Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanisme
yang diperkirakan adalah toksisitas tanin dapat merusak membran sel
bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan
kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya
toksisitas tanin itu sendiri.Mekanisme kerja tanin diduga dapat
mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu
permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak
dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat
dan mati.Tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara
mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai efek yang sama
dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain melalui reaksi
dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi
materi genetik ((Tobo, 2001).
Metabolit sekunder dapat dianalisis dengan melakukan skrinning
fitokimia.Skrining fitokimia dilakukan untuk menganalisis kandungan
bioaktif yang berguna untuk pengobatan. Skrining fitokimia adalah analisis
secara kualitatif dari kandungan kimia yang terdapat di dalam tumbuhan
atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga dan biji) terutama
kandungan metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif seperti
alkaloid, antrakuinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin, tanin,
polifenol dan minyak atsiri. Skirining fitokimia merupakan tahap
pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan memberi
gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman
yang diteliti
II.2.4 Partisi
Partisi merupakan proses pemisahan zat terlarut. Metode dari
partisi dapat dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan dari konsistensi
dari zat yang akan diekstraksi antara lain(Tobo, 2001).
1. Ekstraksi cair-cair (ECC)
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen
kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana
sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase
kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu
didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan
fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase
tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan
konsentrasi yang tetap. Penyarian merupakan proses pemisahan dimana
suatu zat terbagi dalam dua pelarut yang tidak bercampur(Tobo, 2001):
Kd = C1
C2
Ekstraksi pelarut atau disebut juga Ekstraksi Cair-Cair (ECC) merupakan
metode pemisahan yang paling baik dan populer.Alasan utamanya adalah
pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun
mikro.Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur,
seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform(Tobo, 2001).
Ekstraksi dapat dilakukan secara kontinu atau bertahap, ekstraksi
bertahap cukup dilakukan dengan corong pisah.Campuran dua pelarut
dimasukkan dengan corong pemisah, lapisan dengan berat jenis yang
lebih ringan berada pada lapisan atas. Ekstraksi cair-cair dimungkinkan
untuk dilakukan dalam sistem tidak-berair: Dalam suatu sistem yang terdiri
dari logam cair dalam kontak denga lelehan garam, logam dapat
diekstraksi dari satu tahap ke tahap lainnya. Hal ini terkait dengan
elektroda merkuri di mana logam dapat direduksi, logam kemudian akan
larut dalam merkuri untuk membentuk amalgam yang memodifikasi
elektrokimia dengan sangat baik. Sebagai contoh, dimungkinkan untuk
kationnatrium untuk direduksi pada katode merkuri membentuk amalgam
natrium, ketika pada elektrode inert (seperti platina) kation natrium tidak
tereduksi. Tetapi, air direduksi menjadi hidrogen.detergen atau padatan
halus dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi, atau fase ketiga (Tobo,
2001).
2. Partisi Padat-Cair
Partisi Padat Cair merupakan pemisahan satu komponen dari
padatan dengan melarutkannya dalam pelarut, tetapi komponen lainnya
tidak dapat dilarutkan dalam pelarut tersebut.Zat yang diekstraksi terdapat
di dalam campuran yang berbentuk padatan.Ekstraksi jenis ini banyak
dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung di
dalam bahan alam seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada biji-
bijian.Proses ini biasanya dilakukan dalam fase padatan, sehingga disebut
juga ekstraksi padat-cair (Tobo, 2001).
Dalam ekstraksi padat-cair, larutan yang mengandung komponen yang
diinginkan harus bersifat tak campur dengan cairan lainnya.Kandungan
kimia dari suatu tanaman atau simplisia nabati yang berkasiat obat
umumnya mempunyai sifat kepolaran yang berbeda-beda, sehingga perlu
dipisahkan secara selektif menjadi kelompok-kelompok tertentu.Salah satu
contohnya adalah alkaloid yang banyak terdapat pada tanaman
berbunga.Secara kimia alkaloid merupakan basa organik yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen di dalam satu cincin.Alkaloid di
dalam tanaman berada dalam bentuk garam dari asam-asam organik
lemah. Alkaloid bebas dapat larut dalam pelarut organik seperti kloroform,
sedangkan garam-garam organik larut dalam larutan air (Tobo, 2001).
II.2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisika kimia
dan kromatografi cair paling sederhana yaitu dengan menggunakan plat-
plat kaca atau plat aluminium yang dilapasi silika gen dan menggunakan
pelarut tertentu
Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan.Pertama,
dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan
preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem
penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau
kromatografi cair kinerja tinggi. Analisis dari KLT dapat membantu
menentukan pelarut terbaik apa yang akan dipakai dan berapa
perbandingan antar pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak pada
kromatografi kolom. Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam
karena pengaruh fase gerak. Proses ini biasa disebut elusi. Semakin kecil
ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran
fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan
resolusinya.Beberapa alasan digunakan KLT diantaranya adalah
penggunaan yang mudah, dapat digunakan secara luas pada sampel
yang berbeda, sensitivitasnya tinggi, kecepatan pemisahan dan biaya
yang relatif lebih murah. KLT dapat digunakan untuk :
a. Mengetahui kemurnian suatu senyawa
b. Memisahkan dan mengidentifikasi komponen dalam suatu campuran
c. Analisis kuantitatif dari satu atau lebih komponen yang terdapat dalam
sampel.
Kromatografi lapis tipis mempunyai beberapa keuntungan
diantaranya; waktu yang dibutuhkan tidak lama (2-5 menit) dan sampel
yang dipakai hanya sedikit sekali (2-20 µg).Kerugiannya dengan
menggunakan KLT adalah tidak efektif untuk skala industri.Walaupun
lembaran KLT yang digunakan lebih lebar dan tebal, pemisahannya sering
dibatasi hanya sampai beberapa miligram sampel saja (Gritter, 1991).
II.3 Uraian Bahan
1. Aquadest (Dirjen POM, 2014)

Nama Resmi : AQUA DESTILLATA

Nama Lain : Air suling

BM : 18,02 g/mol

RM : H2O

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa

Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

2. Etil asetat (Dirjen POM, 2014)


Nama Resmi : ACIDUM ACETICUM

Nama Lain : Etil asetat

BM : 60,05 g/mol

RM : C2H4O2

Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna

Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, dengan etanol(95%),


dan dengan gliserol.

Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

3. Butanol (Dirjen POM, 2014)

Nama Resmi : BUTANOL

Nama Lain : P butanol, n-butanol, butil alkohol

BM : 74,12 g/mol

RM : CH3CH2CH2CH2OH

Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna

Kelarutan : Larut dalam 11 bagian air

Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

4. Heksan (Dirjen POM, 2014)

Nama Resmi : HEXAMINUM

Nama Lain : Heksamina

BM : 140,19 g/mol

RM : C6H12N4

Pemerian Hablur mengkilap, tidak berwarna atau, serbuk


hablur putih, tidak berbau, rasa membakar manis
kemudian agak pahit
Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, dalam 12,5 ml etanol
(95%) P dan dalam lebih kurang 10 bagian
kloroform P

Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

5. Etanol (Dirjen POM, 2014)


Nama Resmi : ETHANOL
Nama Lain : Etil alkohol
BM : 46,07
RM : C2H6O
Pemerian : Cairan mudah menguap, jernih, tidak berwarna,
bau khas dan menyebabkan rasa terbakar pada
lidah.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan praktis bercampur
dengan semua pelarut organic.
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, jauh dari api.
6. Eter (Dirjen POM, 2014)
Nama Resmi : ETER
Nama Lain : Eter
BM : 74,12
RM : C4H10O
Pemerian : Cairan mudah bergerak, mudah menguap, tak
berwarna, berbau khas.
Kelarutan : Larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol,
dengan benzene, kloroform, heksan, dengan
minyak lemak dan minyak menguap.
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus
cahaya, jauh dari api.
7. Asam Klorida (Dirjen POM, 2014)
Nama Resmi : HYDROCLORIC ACID
Nama Lain : Asam klorida
BM : 36,46
RM : HCl
Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang.
Kelarutan : Larut dalam etanol, asam asetat, tidak larut dalam
air.s
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

8. Asam sulfat (Dirjen POM, 2014)


Nama Resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama Lain : Asam sulfat
BM : 98,07
RM : H2SO4
Pemerian : Cairan kental seperti minyak, korosif, tidak
berwarna, jika ditambahkan kedalam air
menimbulkan panas.
Kelarutan : Bercampur dengan air dan dengan etanol
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
9. Besi (III) Klorida (Dirjen POM, 2014)
Nama Resmi : FERI CHLORIDA
Nama Lain : Besi (III) klorida
BM : 270,29
RM : FeCl3
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan.
Kelarutan : Larut dalam air
Saran Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
10. Natrium klorida (Dirjen POM, 2014)
Nama Resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama Lain : Natrium Klorida
Rumus Molekul : NaCL
Berat Molekul : 54,44 gr/mol
Pemerian : Hablur heksahedral, tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau,rasa asin
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air
mendidih, dan dalam lebih 10 bagian gliserol,
sukar larut dalam etanol (95%) P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
11. Iodium (Dirjen POM, 20114)

Nama Resmi : IODIUM

Nama Lain : Iodium, iodum

RM/BM : 1/126,96

Pemerian : Butir atau kepingan, berat mengkilat seperti


logam

Kelarutan : Larut dalam 3500 bagian air, larut dalam 13


bagian etanol (95%) P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutp rapat

12. Kalium Iodida (Dirjen POM, 2014)

Nama Resmi : KALII IODIUM

Nama Lain : Kalium iodide

RM/BM : KI/166,00

Pemerian : Hablur transparan, hablur butiran putih

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air

Peyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

13. Raksa (II) klorida (Dirjen POM, 2014)

Nama Resmi : HYDRAGYL BICHLORIDUM

Nama Lain : Raksa (II) klorida

Berat Molekul : 271,52


Rumus Molekul : HgCL2

Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur putih,


tidak berbau

Kelarutan : Larut dalam 125 bagian air dalam 2 bagian air


mendidih, dalam 3 bagian etanol (95%) P dan
dalam 15 bagian gliserol P

Penyimpana : Dalam wadah tertutup rapat


BAB III
METODE KERJA
III. 1 Alat dan Bahan Percobaan
III.1.1 Alat Percobaan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini ialah baskom,
batang pengaduk, bejana maserasi (toples), bunsen,cawan porelin,
corong pisa, gelas beaker, gelas ukur, gunting kaki tiga, korek, pipet tetes,
pisau, plat tetes, rak tabung reaksi, sendok besi, sendok tanduk, tabung
reaksi, talenan, timbangan analitik dan vial.
III.1.2 Bahan Percobaan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sampel
alang-alang (Imperata cylindrica), aluminium foil, aquadest, asam asetat,
asam klorida 2 N, asam klorida pekat, besi (III) klorida, etanol, eter, etil
asetat, kertas saring, natrium klorida, n-heksan, pereaksi dragendorf,
pereaksi mayer, pereaksi wagner dan serbuk simplisia. (+ perhatikan
bahan-bahan yang digunakan dari percobaan awal hingga akhir)
III.2 Cara kerja
III.2.1 Penyiapan Sampel
1. Disiapkan alat dan bahan,
2. Dilakukan pengumpulan bahan baku simplisia yan akan dibuat yaitu
akar alng-alang (Imperata cylindrica).
3. Dilakukan sortasi basah untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing dari simplisia.
4. Dilakukan pencucian sampel untuk mengurangi atau mengilangkan
kotoran atau tana yang menempel pada bahan baku simplisia.
5. Dilakukan perajangan untuk memperkecil ukuran baan baku seingga
mempermudah proses pengeringan.
6. Dilakukan proses pengeringan untuk mengurangi kadar air pada
simplisia.
7. Dilakukan sortasi kering untuk memisahkan benda-benda asing yang
masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
8. Dimasukkan kedalam toples dan simplisia siap untuk diekstraksi
III.2.2 Ekstraksi
1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Di timbang simplisia akar alang-alang yang telah kering dan
diserbukkan.
3. Di masukkan ke dalam bejana maserasi atau toples.
4. Dibasai dengan cairan penyari (etanol) hingga semua simplisia
terbasahi dan diamkan selama 10 menit.
5. Ditambahkan cairan penyari (etanol) dengan perbandingan 1:10
6. Ditutup dengan aluminium foil dan tutup rapat dengan penutupnya
7. Dibiarkan selama 3 sampai 5 hari dan diaduk sesekali tiap 8 jam
8. Di saring dan filtratnya di tampung.
9. Dimaserasi kembali (remaserasi) selama 3 sampai 5 hari dan diaduk
sesekali tiap 8 jam ingga semua zat aktif terekstraksi.
10. Di saring dan filtratnya dicampurkan deangan hasil maserasi pertama.
11. Diuapkan hingga diperoleh ekstrak kental
12. Di timbang ekstrak kental yang diperoleh.

III.2.3 Skrining Fitokimia


Pemeriksaan Kandungan Alkaloid
1. Ditimbang ekstrak kental, di masukkan ke dalam tabung reaksi
2. Di tambahkan 2 ml HCl 2N, dipanaskan selama 2-3 menit, didinginkan
3. Dibagi menjadi 3 bagian dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
I. ; + dragendrof endapan merah jingga (+)
II. ; + mayer endapan putih (putih kekuningan)(+)
III. ; + wagner endapan coklat (+)
Pemeriksaan Kandungan Saponin
1. Diambil ekstrak, dimasukkan ke dalam tabung reaksi
2. Ditambakan air panas lalu dikocok kuat-kuat selama satu menit
dengan kekuatan konstan
3. Didiamkan apabila busa yang berbentuk dengan tinggi 1-10 cm stabil
selama 10 menit, maka ditambakan HCL melalui dinding tabung.
4. Jika busa tetap bertaan berarti positif mengandung saponin.
Pemeriksaan Kandungan Steroid/Terpenoid
1. Diambil ekstrak, ditambahkan dengan air dan eter.
2. Diamati terbentuk dua lapisan, lapisan air dibawa dan lapisan eter
diatas.
3. Dipisahkan lapisan
4. Lapisan eter ditambahkan H2SO4 pekat, jika terjadi perubahan warna
menjadi berwarna merah, orange atau kuning berarti positif.
Pemeriksaan Kandungan Flavonoid
1. Diambil ekstrak etanol dan ditambahkan etanol 70%.
2. Ditambahkan serbuk Mg dan HCl pekat.
3. Diamati perubahan warna menjadi merah tua.
Pemeriksaan Kandungan Tanin
1. Diambil ekstrak etanol.
2. Ditambahkan air panas sebanyak 3 ml, lalu dikocok sampai homogen
3. Ditambakan FeCl3 3-4 tetes. Jika berwarna hijau biru (hijau-hitam)
berarti positif adanya tanin ketekol jika sedangkan berwarna biru hitam
berarti positif adanya tanin pirogalol.

III.2.4 Partisi Ekstraksi Cair-Cair


1. Ekstrak ditimbang sebanyak 2 g dan dilarutkan dengan sedikit etanol
dan ditambahkan 20 ml aquadest.
2. Dimasukkan dalam corong pisah dan ditambahkan 20 ml etil asetat.
3. Corong pisah dikocok hingga homogen dan didiamkan selama
beberapa saat hingga terbentuk 2 lapisan pelarut.
4. Lapisan etil asetat kemudian ditampung dan diuapkan sehingga
diperoleh fraksi etil asetat. Lapisan air dimasukkan kembali dan
ditambahkan 20 ml n-butanol. Lapisan n-butanol yang diperoleh
kemudian diuapkan se.hingga didapatkan fraksi n-butanol
5. Dilakukkan identifikasi senyawa dengan menggunakan metode
Krommatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan eluen polar
dan non-polar dengan penampakan noda oleh sinar UV.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1 Hasil Pengamatan
IV. 1.1 Skrining Fitokimia Ekstrak Akar Alang-Alang (Imperata
cylindrica)

Pengujian Pengamatan Reaksi Keterangan

+ Pereaksi Wagner Terbentuk endapan cokelat (+)

+ Pereaksi
Alkaloid ≠ Endapan Jingga (-)
Dragendorf

+Mayer ≠ Endapan Putih (-)

Flavonoid ≠ Merah Tua (-)

≠ Hijau kebiruan/ Biru


Tanin (-)
kehitaman

Saponin ≠ Busa konstan (-)

≠ orange, merah, kuning,


Terpenoid/ Steroid (-)
hijau

IV.1.2 Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Identifikasi Sampel Pengamatan UV 254 Pengamatan UV 356

Akar Alang-Alang
(Imperata
cylindrica) Warna Noda Nilai Rf Warna Noda Nilai Rf

Fraksi N-butanol Biru 0.81 Ungu 0.81

Fraksi Etil Asetat Biru 0.9 Ungu 0.9


Ekstrak Etanol Biru 0.8 Ungu 0.8

IV. 2 Perhitungan
IV.2.1 Perhitungan Rendemen
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
1. % Rendemen Simplisia = 𝑥 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟
300 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 900 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%

= 33.3%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
2. % Rendemen Ekstrak = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑥 100%
98 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100%
300 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 32.6 %
3. % Rendemen Fraksi
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖
Fraksi N- butanol = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑥 100%
1 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 2 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%

= 50%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖
Fraksi Etil asetat = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑥 100%
0.1 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100%
2 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 5%
IV.2.2 Perhitungan Nilai Rf

𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝑵𝒐𝒅𝒂
Rumus : Rf= 𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝑬𝒍𝒖𝒆𝒏

a. Fraksi N-Butanol
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑁𝑜𝑑𝑎 4.5
Rf = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑙𝑢𝑒𝑛= = 0.81
5.5
b. Fraksi Etil Asetil
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑁𝑜𝑑𝑎 5
Rf = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑙𝑢𝑒𝑛= = 0.9
5.5
c. Fraksi Ekstrak Etanol
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑁𝑜𝑑𝑎 4.5
Rf = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑙𝑢𝑒𝑛= = 0.8
5.5

IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan pembuatan simplisia dari akar alang-alang
(Imperata cylindrica). Tahap pembuatan simplisia yang pertama yaitu
pemgumpulan atau pengambilan bahan baku. Proses pengumpulan atau
pengambilan bahan akar alang-alang dilakukan pada tanaman yang
sudah cukup umur atau pada saat proses pertumbuhan terhenti
(Gunawan, 2010).Tahap pembuatan simplisia yang selanjutnya yaitu
sortasi basah untuk memisahkan kotoran atau bahan asing dari bahan
simplisia. Misalnya tanah yang menempel pada.Selanjutnya adalah tahap
pencucian untuk menghilangkan kotoran-kotoran pada bahan simplisia
sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi kadar mikroba pada
bahan tersebut. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air bersih dan
mengalir sehingga kotoran yang menempel pada bahan simplisia dapat
dihilangkan dan tidak dapat menempel kembali.Kemudian dilakukan
proses perajangan. Perajangan dilakukan pada akar alang-alang karena
ukuran dan ketebalannya yang besar sehingga dengan dilakukannya
perajangan maka dapat memperkecil ukurannya yang akan berpengaruh
pada proses pengeringan.Tahap selanjutnya yaitu pengeringan.
Pengeringan dilakukan bisa dengan pengeringan langsung dengan sinar
matahari atau dengan pengeringan buatan. Sampel alang-alang
dikeringkan dengan cara pengeringan dengan sinar matahari tetapi
dengan ditutupi dengan kain hitam diatasnya sehingga dapat mencegah
penguapan zat aktif yang dapat disebabkan jika bahan simplisia terpapar
sinar matahari langsung. Setelah proses pengeringan, simplisia yang telah
kering mengalami tahap sortasi kering untuk menghilangkan benda-benda
asing yang masih menempel pada simplisia kering.
Simplisia yang telah dibuat kemudian diekstraksi untuk menyari zat-zat
berkhasiat atau zat-zat aktif dari simplisia akar alang-alang (Imperata
cylindrica). Metode ekstraksi yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak
dari akar alang-alang yaitu ekstraksi dengan cara dingin secara maserasi.
Maserasi dilakukan dengan perendaman sampel dengan cairan penyari
yaitu alkohol 70% selama 3 hari dan dilakukan pengadukan setiap 8
jam.Setelah dimaserasi selam 3 hari, ekstrak disaring untuk memisahkan
filtrat dan residunya.Kemudian dilakukan remaserasi dari residu yang
didapatkan untuk menyari zat- zat yang masih tersisa.Hasil ekstraksi awal
dan remaserasi kemudian dicampur dan diuapkan sehingga diperoleh
ekstrak pekat akar alang-alang (Imperata cylindrica).Prinsip dari metode
ekstraksi ini yaitu difusi dan osmosis. Dimana osmosis merupakan
perpindahan pelarut dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi melalui
membrane semipermeabel, sedangkan difusi merupakan proses
perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif yang larut dan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan yang
diluar sel, maka larutan yang terpekat akan didesak keluar. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan diluar sel dan didalam sel.
Setelah ekstrak akar alang-alang diperoleh, maka selanjutnya dilakukan
skrining fitokimia ekstrak tersebut. Skrining fitokimia ini merupakan uji
pendahuluan untuk mengetahui komponen senyawa aktif berupa
senyawa-senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, tannin,
saponin, steroid dan terpenoid dari ekstrak akar alang-alang (Imperata
cylindrica) dengan cara penambahan pereaksi-pereaksi yang mampu
memberikan ciri khas dari setiap golongan metabolit sekunder. Dari hasil
pengamatan, ekstrak akar alang-alang (Imperata cylindrica) hanya
menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid dengan penambahan pereaksi
Wagner yang membentuk endapan cokelat.yang menunjukkan bahwa
ekstrak akar alang-alang mengandung alkaloid. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Kurnianti (2018), alang-alang mengandung senyawa
alkaloid. Sedangkan untuk pengujian kandungan senyawa flavonoid,
tanin, dan saponin,pada ekstrak alang-alang tidak menunjukkan hasil
yang positif sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak alang-alang tidak
mengandung ketiga senyawa tersebut. Hal ini sesuai dengan pengujian
sebelumnya yang menyatakan bahwa alang-alang tidak mengandung,
flavonoid, tanin dan saponin (Seniwaty, dkk, 2009).Sedangkan untuk
pengujian steroid dan terpenoid juga menunjukkan hasil negatif, namun
seharusnya menurut Seniwaty (2009) ekstrak alang-alang mengandung
steroid dan terpenoid.
Alasan ditambahkan HCl pada uji alkaloid adalah karena alkaloid bersifat
basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung
asam. Adapun endapan terbentuk, terjadi karena alkaloid merupakan
senyawa dari golongan basa nitrogen, dimana jika basa nitrogen
direaksikan dengan asam, dalam hal ini adalah HCl maka akan
membentuk garam yang tidak larut, sehingga garam inilah yang akan
membentuk endapan (Sanjaya, 2011).
Pada uji flavonoid, sampel ditambahkan asam klorida dan
magnesium yang akan menyebabkan tereduksinya senyawa flavonoid
yang ada sehingga menimbulkan reduksi warna merah yang merupakan
ciri adanya flavonoid pada sampel (Sangi, dkk, 2012).
Pada uji tanin, ekstrak ditambahkan air panas untuk merlarutkan
ekstraknya kemudia disaring dan ditambahkan FeCl3 yang akan bereaksi
dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada tannin. Fungsi FeCl 3
adalah untuk menghidrolisis golongan tannin sehingga menghasilkan
perubahan warna biru kehitaman atau hijau kehitaman (Sangi, dkk, 2012).
Pada uji saponin, ekstrak ditambahkan air hangat lalu kocok kuat-
kuat dengan tujuan dimana senyawa saponin pada saat dikocok kuat akan
membentuk buih karena adanya gugus hidrofil yang berikatan dengan air
dan hidrofob yang berikatan dengan udara. Keadaan inilah yang
membentuk busa, kemudian ditambahkan HCl 2 N yang bertujuan untuk
menambah kepolaran sehingga gugus hidrofil akan berikatan lebih stabil
dan busa yenag terbentuk stabil (Simaman, 2014).
Pada uji terpenoid/steroid, ekstrak temulawak ditambahkan kloroform
dimana senyawa terpenoid larut dalam kloroform lalu di tambahkan eter
sehingga terbentuk 2 lapisan, lapisan eter ditambahkan H2SO4 dan Asam
asetat, jika terjadi perubahan warna menjadi merah atau merah muda
maka dapat disimpulkan bahwa senyawa yersebut mengandung
steroid/terpenoid (Puspitasari, dkk, 2015).
Setelah dilakukan skrining fitokimia terhadap ekstrak akar alang-
alang (Imperata cylindrica), maka tahap selanjutnya adalah partisi dengan
metode ekstraksi cair-cair dengan tujuan untuk memisahkan komponen
zat atau senyawa berdasarkan kepolarannya , dimana senyawa tersebut
akan terdispersi diantara dua fase sesuai dengan derajat kelarutannya
dengan menggunakan dua macam zat pelarut yang tidak saling
bercampur. Ekstraksi cair-cair ekstrak akar alang-alang (Imperata
cylindrica) ini dilakukan dengan penggunaan pelarut etil asetat dan N-
butanol hingga didapatkan fraksi etil asetat dan fraksi N-butanol.
Pada praktikum ini juga dilakukan uji dengan metode kromatografi lapis
tipis untuk lebih memastikan hasil yang didapat dari uji pendahuluan.Eluen
yang digunakan adalah etil asetat : metanol dengan perbandingan 7:3.
Dari hasil pengamatan, nilai Rf yang dihasilkan dari fraksi N-Butanol yaitu
0.81yang diduga adalah senyawa tanin. Hal ini diperkuatdengan nilai Rf
literatur yang menunjukkan nilai Rf tanin yaitu 0.81 (Mukholifah, 2014).
Untuk hasi KLT fraksi etil asetat didapatkan nilai Rf sebesar 0.9 yang
diduga senyawa alkaloid. Dari hasil penelitian Rohmah (2019) nilai Rf
senyawa alkaloid yaitu 0.91 sehingga dapat disimpulkan bahwa fraksi etil
asetat yang didapatkan mengandung senyawa alkaloid karena mendekati
nilai Rf yang digunakan sebagai pembanding senyawa alkaloid.
Sedangkan untuk ekstrak etanol yang digunakan didapatkan nilai Rf
sebesar 0.8 yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut merupakan
salah satu senyawa golongan steroid karena nilai Rf dari senyawa
golongan steroid yaitu 0.8(Rohmah,dkk.,2019).
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada sampel akar alang-
alang (Imperata cylindrica) dapat diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Tahap-tahap pembuatan simplisia meliputi pengumpulan bahan
baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan dan
penyimpanan.
2. Penambahan pereaksi-pereaksi pada skrining fitokimia dilakukan
karena pereaksi-pereaksi ini mampu memberikan ciri khas dari
setiap golongan metabolit sekunder.
3. Partisi dengan metode ekstraksi cair-cair dilakukan untuk
memisahkan komponen zat atau senyawa berdasarkan
kepolarannya , dimana senyawa tersebut akan terdispersi diantara
dua fase sesuai dengan derajat kelarutannya dengan menggunakan
dua macam zat pelarut yang tidak saling bercampur dan untuk lebih
memastikan hasil yang didapat dari uji pendahuluan maka dilakukan
kromatografi lapis tipis (KLT).
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Sebaiknya alat seperti lemari pengering untuk mengeringkan
simplisia ditambah untuk mempermudah proses pengeringan.
V.2.2 Saran Untuk Dosen
Sebaiknya pada saat praktikum lebih ditingkatkan pendampingan dan
pengarahan terhadap praktikan agar prosedur yang dilakukan dapat
sesuai sehingga didapatkan hasil yang oprimal.
V.2.3 Saran Untuk Asisten
Diharapkan pada praktikum selanjutnya semua asisten dapat hadir untuk
mendampingi dan memberikan arahan pada praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C.1989., Pengantar Bentuk sediaan Farmasi, edisi 4,
diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Penerbit UI press, Jakarta.
Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih
bahasa. Ibrahim, F. Jakarta : UI Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2008. Farmakope Herbal
Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Dedi,irwandi.2014.experiment’s Of Organic Chemisthry.UIN Syarif
Hidayatullah P.IPA. Jakarta.
Djamal, R.1990., Prinsip-Prinsip bekerja Dalam Bidang Kimia Bahan Alam,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Padang.
Ditjen POM, 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
Gunawan, Didik dan Sri, M. 2010. Ilmu Obat Alam. Penebar Swadaya :
Jakarta.
Gritter, R.J, Bobbic, J.N., dan Schwarting, A.E., 1991, Pengantar
Kromatografi, diterjemahkan Oleh Kosasih Padmawinata, Edisi II,
halaman 107, ITB Press. Bandung

Kurnianti, Trini,dkk.2018.Uji Toksisitas dan Sifat AlelopatiEkstrak Alang-


Alang Terhadap Perkecambahan Biji Padi. Jurnal Atomik Volume
03 No.1.
Kamsurya, M.Y. 2014. Dampak Alelopati Ekstrak Daun Alang-Alang
(Imperata cylindrica) Terhadap Pertumbuhan Dan Perkembangan
Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogaea L). Ambon
Universitas Pattimura Ambon.
Kartikasari,S.D.,dkk. 2013. Potensi Alang-Alang Dalam Produksi Etanol
Menggunakan Bakteri Zymomonas Mobilis. Sains dan Seni
Pomits, 2337-3520
Ketaren, S., M. Melinda. 1994. Jurnal Teknologi Industri Pertanian.
Pengaruh Ukuran Bahan dan Kondisi EkstraksiTerhadap
Rendemen dan Mutu Oleoresin Bunga Cengkeh.
Laksana, Toga. 2010. Pembuatan Simplisia dan Standarisasi
Simplisia.UGM : Yogyakarta.
Moenandir,J. 1988. Fisiologi Herbisida. Jakarta: Rajawali Press
Prasetyo dan Entang. 2013. Pengelolaan Budidaya Tanaman Obat-
Obatan ( Bahan Simplisia). Fakultas Pertanian UNIB : Bengkulu.

Rohmah, dkk. 2019. Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Selada Merah. Jurnal
Kimia Riset, Volume 4 No.1.
Sari,V.I.,dkk. 2017. Bioherbisida Pra tumbuh Alang-alang untuk
Pengendalian Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit. Citra Widya
Edukasi, 301-308
Sarker SD, Latif Z, & Gray AI. 2006. Natural products isolation. In: Sarker
SD, Latif Z, & Gray AI, editors. Natural Products Isolation.2nd ed.
Totowa (New Jersey).Humana Press Inc. hal.6-10, 18.
Seniwaty, dkk. 2009. Skrining Fitokimia Dari Alang-Alang (Imperata
cylindrica). Jurnal Sains dan Terapan Kimia Volume.3 No.2.

Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Wasir dan Prostat. ERI Kesehatan
Populer : Jakarta.

Tobo, F. 2001. Buku Pengangan Laboratorium Fitokimia I. Universitas


Hasanuddin : Makassar.

Utami, Mei. 2013. Keanekaragaman Simplisia Nabati di Purwokerto.


Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman : Purwokerto.

Utami, Prapti. 2008. Sehat Dengan Ramuan Tradisional. Tim Lentera :


Jakarta.
Yanti, M.,dkk. Pengaruh Zat Aelopati Dari Alang-alang Terhadap
Pertumbuhan Semai Tiga Spesies Akasia. Syva Lestari, 27-38.
Zelly, F.,dkk. 2015. Karakteristik Kondisi Lingkungan, Jumlah Stomata,
Morfometri, Alang-alang.Anatomi dan Fisiologi, 48-53.
LAMPIRAN
1. Pembuatan Simplisia

2. Pembuatan Ekstrak Etanol Temulawak (Curcuma xanthorizaRoxb.)


Gambar Keterangan

Simplisia yang telah dikeringkan ditimbang untuk


menentukan seberapa kadar air yang masih
tersisa disimplisia memenuhi persyaratan yaitu
<10%

Simplisia di bahasi terlebih dahulu dengan


penyari (etanol 70%) sebanyak 500 ml

Simplisia direndam selama 15 menit agar


penyari membasahi simplisia secara merata
sebelum diekstraksi kemudian dicukupkan
dengan etanol 70% hingga 2 L dan didiamkan
selama 3-5 hari sambil sesekali diaduk.

Disaring untuk melakukan remaserasi kembali


Hasil ekstraksi simplisia akar alang-alang
(Imperata cylindrica)
Proses pengumpulan bahan baku Sortasi basah akar alang-alang
(Imperata cylindrica).
simplisia akar alang-alang (Imperata
cylindrica).

Pencucian akar alang-alang Proses perajangan akar alang-alang


(Imperata cylindrica). (Imperata cylindrica).

Pengeringan akar alang-alang Hasil pengeringan simplisia akar


(Imperata cylindrica). alang-alang (Imperata cylindrica).
3. Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Akar Alang-Alang (Imperata
cylindrica)

Gambar Keterangan Hasil

Alkaloid
1. Dragendrof = ↓ merah jingga (-)

2. Mayer = ↓ putih (-)

3. Wagner = ↓ coklat (+)

Saponin
Dilarutkan dengan air panas. Busa (-)
stabil dengan tinggi 1-10 cm selama
10 menit
Flavonoid

(+) 0,5 HCl = merah menandakan


flavonoid dan jingga menandakan
flavon (-)

Tanin
(+) Airpanas
(+) FeCl3 (-)
Menghasilkan hijau biru/ biru hitam
4. Partisi Ekstrak Akar Alang-Alang (Imperata cylindrica)
Gambar Keterangan

Sebelum dilakukan partisi sampel diuji terlebih


dahulu pada plat tetes untuk melihat apakah
ekstrak larut pada pelarut-pelarut yaitu ait,
etanol, n-heksan, n-butanol dan etil asetat.

Dilakukan perlakuan partisi ekstrak dengan


metode ECC (ekstraksi Cair-cair) pelarut yang
digunakan yaitu air dan Etil asetat. Lapisan etil
asetat selanjutnya disimpan pada cawan
porselin untuk diuapkan.
Lapisan air dimasukkan kembali ke corong
pisah dan ditambahkan n-butanol. Lapisan n-
butanol kemudian diuapkan.

Fraksi Etil Asetat

Fraksi n-butanol
5 . Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis) ekstrak rimpang Alang- alang
Gambar Keterangan

Fraksi dan ekstrak yang akan digunakan untuk


uji KLT

Proses uji Kromatografi Lapis Tipis dengan


penggunaan eluen etil asetat : etanol (7:3).

Hasil pengamatan pada lampu UV dengan


panjang gelombang 254
Hasil pengamatan pada lampu UV dengan
panjang gelombang 366

Anda mungkin juga menyukai