OLEH :
KELOMPOK V
MEIVY AURELIA 17.01.008
WILLIAM JOHANES D.P 17.01.012
SURIANI SARIRA 17.01.029
SITI RO’AINUN 17.01.030
NURAFIAT ANTON 17.01.032
JULIANTO 17.01.033
RAHMA TIARA 17.01.041
ABI MATANDE 17.01.052
INTAN ZARA PALEBANGAN 17.01.054
JUMARNI 18.01.405
II.2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota
laut. Zat-zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan
hewan memiliki perbedaan begitu pula ketebalannya sehingga diperlukan
metode ekstraksi dan pelarut tertentu untuk mengekstraksinya (Tobo,
2001).
Ada beberapa metode sederhana yang dapat dilakukan untuk
mengambil komponen berkhasiat ini; diantaranya dengan melakukan
perendaman, mengaliri simplisia dengan pelarut tertentu ataupun yang
lebih umum dengan melakukan perebusan dengan tidak melakukan
proses pendidihan (Tobo, 2001).
1. senyawa yang akan diisolasi
Salah satu metode yang digunakan untuk penemuan obat
tradisional adalah metode ekstraksi. Pemilihan metode ekstraksi
tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan diisolasi. Sebelum
memilih suatu metode, target ekstraksi perlu ditentukan terlebih dahulu.
Ada beberapa target ekstraksi, diantaranya (Sarker SD, dkk., 2006):
1. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui
2. Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme
3. Sekelompok senyawa dalam suatu organisme yang berhubungan
secara struktural.
Semua senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh suatu
sumber tetapi tidak dihasilkan oleh sumber lain dengan kontrol yang
berbeda, misalnya dua jenis dalam marga yang sama atau jenis yang
sama tetapi berada dalam kondisi yang berbeda. Identifikasi seluruh
metabolit sekunder yang ada pada suatu organisme untuk studi sidik jari
kimiawi dan studi metabolomik. Proses ekstraksi khususnya untuk bahan
yang berasal dari tumbuhan adalah sebagai berikut :
1. Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll),
pengeringan dan penggilingan bagian tumbuhan.
2. Pemilihan pelarut
3. Pelarut polar: air, etanol, metanol, dan sebagainya.
4. Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan, dan sebagainya.
5. Pelarut nonpolar: n-heksan, petroleum eter, kloroform, dan
sebagainya.
2. Pemilihan pelarut
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat
kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang
penting adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa
tersebut yaitu gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam
pelarut polar, dan senyawa non polar akan lebih mudah larut dalam
pelarut non polar. Derajat kepolaran tergantung kepada ketetapan
dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin polar pelarut
tersebut(Tobo, 2001).
Syarat-syarat pelarut adalah sebagai berikut (Ditjen POM, 1992):
a) Kapasitas besar
b) Selektif
c) Volabilitas cukup rendah (kemudahan menguap/titik didihnya cukup
rendah) Cara memperoleh penguapannya adalah dengan cara
penguapan diatas penangas air dengan wadah lebar pada temperature
60oC, destilasi, dan penyulingan vakum.
d) Harus dapat diregenerasi
e) Relative tidak mahal
f) Non toksik, non korosif, tidak memberikan kontaminasi serius dalam
keadaan uap
g) Viskositas cukup rendah
1. Pemilihan metode ekstraksi
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan
yang mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh
dengancara maserasi sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi.
untuk bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan
cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan
dapat diekstrasi dengan metode sokhletasi (Agoes, 2007).
Hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi (Agoes,
2007):
a) Bentuk/tekstur bahan yang digunakan
b) Kandungan air dari bahan yang diekstrasi
c) Jenis senyawa yang akan diekstraksi
d) Sifat senyawa yang akan diekstraksi
Ekstraksi dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu antara lain:
1. Ekstraksi Secara Dingin
Proses ekstraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan
pemanasan. Hal ini diperuntukkan untuk bahan alam yang mengandung
komponen kimia yang tidak tahan pemanasan dan bahan alam yang
mempunyai tekstur yang lunak. Yang termasuk ekstraksi secara dingin
adalah (Ditjen POM, 1986):
a. Metode Maserasi
Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang
dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari
selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya
(Ditjen POM, 1986). Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang
mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari,
tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks
dan lilin.Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa
daun, contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk
melarutkan lemak/lipid.
Maserasi umumnya dilakukan dengan cara: memasukkan simplisia yang
sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian
dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian
ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 5 hari
pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah
penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari
lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh
sari 100 bagian.Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat
yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk
dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah
diusahakan. Selain itu, kerusakan pada komponen kimia sangat minimal.
Adapun kerugian cara maserasi ini adalah pengerjaannya lama dan
penyariannya kurang sempurna.
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan
cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari
pada temperature kamar terlindung dari cahaya, pelaut akan masuk
kedalam sel tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena
adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didala sel dengan diluar sel.
Larutan yang konentrasinya tinggi akan keluar dan diganti oleh pelarut
dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan
berulang sampai terjadi keseimbangan antara larutan didalam sel dan
larutan diluar sel (Ansel, 1989).
Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15o-20o C dalam
waktu selama 3 hari sampai bahan-bahan yang larut , melarut (Ansel,
1989). Pada umumnya maserasi dilakukan dengan cara 10 bagian
simplisia dengan derajat kehalusan yang cocok, dimasukan kedalam
bejan kemudian dituangi dangan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang
diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Pada ampas ditambah
cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai sehingga diperoleh
seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup dan dibiarkan ditempat
sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari kemudian endapan
dipisahkan (Ansel, 1989).
Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari
adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Etanol dipertimbangkan seba gai
penyari karena lebih selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam
etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat
bercampur dengan air pada segala perbandingan dan panas yang
diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit (Ditjen POM, 1992).
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya (Kataren.1994):
1. Digesti
Digesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan
lemah, yaitu pada suhu 40–50°C. Cara maserasi ini hanya dapat
dilakukan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
Dengan pemanasan diperoleh keuntungan antara lain:
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi menjadi, Seluruh serbuk simplisia di maserasi
dengan cairan penyari pertama, sesudah diendapkan, tuangkan dan
diperas, ampas dimaserasi lagi dengan cairan penyari yang kedua.
4. Maserasi Melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan
penyari selalu bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu
mengalir kembali secara berkesinambungan melalui sebuk simplisia dan
melarutkan zat aktifnya.
b. Metode Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkanpenyari melalui
serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip ekstraksi dengan perkolasi
adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang
bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif
dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel dalam keadaan jenuh. Gerakan
ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan tekanan
penyari dari cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang
cenderung untuk menahan gerakan ke bawah.
Cara perkolasi lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena:
a) Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang
terjadi dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga
meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi.
b) Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran
tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler
tersebut, maka kecepatan pelarut cukup untuk mengurangi lapisan
batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi.
Adapun kerugian dari cara perkolasi ini adalah serbuk kina yang
mengadung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi
dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi
pekat dan berhenti mengalir (Ditjen POM, 1986).
Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya
kapiler dan daya geseran (friksi) (Ditjen POM, 1986).
Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang
digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan
zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedangkan
sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi
(Ditjen POM, 1986).
1. Metabolit Primer
Senyawa metabolit primer merupakan senyawa yang dihasilkan oleh
makhluk hidup dan bersifat essensial bagi proses metabolisme tersebut.
Senyawa ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok makromolekul yaitu
karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat.Istilah biosontesis berarti
pembentukan senyawa alami oleh organisme hidup. Biosintesis juga
diartikan sebagai pembentukan molekul alami dari molekul lain yang
kurang rumit strukturnya atau suatu proses anabolisme (Harborne, 1987).
2. Metabolit Sekunder
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya
mempunyai kemampuan biokatifitas dan digunakan sebagai pelindung
tumbuhan dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan tersebut atau
lingkungan. Senyawa metabolit sekunder digunakan sebagai zat warna,
racun,aroma makanan dan obat tradisional pada kehidupan sehari-hari
(Robinson, 1995).
Senyawa metabolit sekunder diklasifikasikan menjadi 4 kelompok utama,
yaitu sebagai berikut (Robinson, 1995):
a) Terpenoid, sebagian besar senyawa terpenoid mengandung karbon
dan hidrogen serta disintesis melalui jalur metabolisme asam
mevalonat. Contohnya monoterpena, seskuiterepena, diterpena,
triterpena, dan polimer terpena.
b) Fenolik, senyawa ini terbuat dari gula sederhana dan memiliki cincin
benzena, hidrogen, dan oksigen dalam struktur kimianya. Contohnya
asam fenolat, kumarina, lignin, flavonoid, dan tanin.Fenolik merupakan
senyawa yang berfungsi sebagai antioksidan secara nyata mampu
memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah teroksidasi
meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan juga sesuai
didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek
berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan
penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh
maupun faktor eksternal lainnya.
c) Senyawa yang mengandung nitrogen. Contohnya alkaloid dan
glukosinolat.
d) Golongan sulfur. Contoh: Glutationad, glukosinolat, defensing, tionin,
fitoaleksin.
Metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan sebagai berikut:
a. Flavonoid
Flavonoid berkhasiat mengurangi radikal bebas dengan cara bertindak
sebagai agen, dapat mengurangi ion metal sehingga mengurangi
kapasitasnya untuk menghasilkan radikal bebas, dan menahan vitamin E
dan betacarotene pada partikel LDL (Low Density Lipoprotein) sehingga
melindungi oksidasi dari LDL (Soeharto, 2004).
Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang baik, menghambat banyak
reaksi oksidasi, baik secara enzim maupun non enzim.Flavonoid
merupakan golongan terbesar senyawa fenol. Mekanisme kerja flavonoid
berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks
terhadap protein extraseluler yang mengganggu keutuhan membran sel
bakteri. Mekanisme kerjanya dengan cara mendenaturasi protein sel
bakteri dan merusak membran sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Saponin
Saponin adalah glikosida, yaitu metabolit sekunder yang banyak terdapat
di alam, terdiri dari gugus gula yang berikatan dengan aglikon atau
sapogenin.Pada tanaman saponin banyak ditemukan pada akar dan
daun.Kehadiran saponin memberi banyak manfaat karena memiliki sifat
antibakteri dan antivirus. Isolasi dari senyawa saponin berkhasiat sebagai
obat antikanker, antitumor, dan penurun kolesterol (Harborne, 1987).Sifat
yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air.
b. Steroid/Triterpenoid
Steroid merupakan salah satu dari 4 golongan senyawa triterpenoid
yang memiliki banyak manfaat seperti antiradang dan antiinflamasi.Steroid
adalah gugus senyawa yang mengandung sebuah struktur dengan empat
cicin yang dikenal dengan inti steroid (Harborne, 1987).
Mekanisme triterpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin
(protein transmembran) pada membran luar dinding sel bakteri,
membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya
porin. Rusaknya porin yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa
akan mengurangi permeabilitas membran sel bakteri yang akan
mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Rachmawati, 2009).
c. Alkaloid
Alkaloid merupakan metabolit sekunder yang terdapat pada
tumbuhan, yang biasa dijumpai pada bagian daun, ranting, biji dan kulit
batang.Alkaloid mempunyai efek farmakologi berupa pemicu sistem saraf,
menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit, antimikroba, obat
penenang dan obat penyakit jantung (Marjoni, 2016).
Senyawa alkaloid memiliki mekanisme penghambatan dengan cara
mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri,
sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan
menyebabkan kematian sel tersebut. Senyawa alkaloid terdapat gugus
basa yang menggandung nitrogen akan bereaksi dengan senyawa asam
amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri. Reaksi ini
mengakibatkan terjadinya perubahan struktur dan susunan asam amino
sehingga akan menimbulkan perubahan keseimbangan genetik pada
rantai DNA sehingga akan mengalami kerusakan akan mendorong
terjadinya lisis sel bakteri yang akan menyebabkan kematian sel pada
bakteri (Tobo, 2001).
d. Tanin
Tanin adalah senyawa polifenol dari kelompok flavonoid yang
berfungsi sebagai antioksidan kuat, antiperadangan dan antikanker
(anticarcinogenic).Tanin dikenal juga sebagai zat samak untuk
pengawetan kulit, yang merupakan efek tanin yang utama sebagai
adstringensia yang banyak digunakan sebagai pengencang kulit dalam
kosmetik yang termasuk antioksidan kuat (Yuliarti, 2009).Tanin adalah
senyawa yang dapat mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas
yang merusak yang menyatu dan mudah teroksidasi menjadi asam
tanat.Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanisme
yang diperkirakan adalah toksisitas tanin dapat merusak membran sel
bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan
kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya
toksisitas tanin itu sendiri.Mekanisme kerja tanin diduga dapat
mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu
permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak
dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat
dan mati.Tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara
mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai efek yang sama
dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain melalui reaksi
dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi
materi genetik ((Tobo, 2001).
Metabolit sekunder dapat dianalisis dengan melakukan skrinning
fitokimia.Skrining fitokimia dilakukan untuk menganalisis kandungan
bioaktif yang berguna untuk pengobatan. Skrining fitokimia adalah analisis
secara kualitatif dari kandungan kimia yang terdapat di dalam tumbuhan
atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga dan biji) terutama
kandungan metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif seperti
alkaloid, antrakuinon, flavonoid, glikosida jantung, kumarin, saponin, tanin,
polifenol dan minyak atsiri. Skirining fitokimia merupakan tahap
pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan memberi
gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman
yang diteliti
II.2.4 Partisi
Partisi merupakan proses pemisahan zat terlarut. Metode dari
partisi dapat dibedakan menjadi 2 macam berdasarkan dari konsistensi
dari zat yang akan diekstraksi antara lain(Tobo, 2001).
1. Ekstraksi cair-cair (ECC)
Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen
kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana
sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase
kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu
didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan
fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase
tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan
konsentrasi yang tetap. Penyarian merupakan proses pemisahan dimana
suatu zat terbagi dalam dua pelarut yang tidak bercampur(Tobo, 2001):
Kd = C1
C2
Ekstraksi pelarut atau disebut juga Ekstraksi Cair-Cair (ECC) merupakan
metode pemisahan yang paling baik dan populer.Alasan utamanya adalah
pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro ataupun
mikro.Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan
perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur,
seperti benzena, karbon tetraklorida atau kloroform(Tobo, 2001).
Ekstraksi dapat dilakukan secara kontinu atau bertahap, ekstraksi
bertahap cukup dilakukan dengan corong pisah.Campuran dua pelarut
dimasukkan dengan corong pemisah, lapisan dengan berat jenis yang
lebih ringan berada pada lapisan atas. Ekstraksi cair-cair dimungkinkan
untuk dilakukan dalam sistem tidak-berair: Dalam suatu sistem yang terdiri
dari logam cair dalam kontak denga lelehan garam, logam dapat
diekstraksi dari satu tahap ke tahap lainnya. Hal ini terkait dengan
elektroda merkuri di mana logam dapat direduksi, logam kemudian akan
larut dalam merkuri untuk membentuk amalgam yang memodifikasi
elektrokimia dengan sangat baik. Sebagai contoh, dimungkinkan untuk
kationnatrium untuk direduksi pada katode merkuri membentuk amalgam
natrium, ketika pada elektrode inert (seperti platina) kation natrium tidak
tereduksi. Tetapi, air direduksi menjadi hidrogen.detergen atau padatan
halus dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi, atau fase ketiga (Tobo,
2001).
2. Partisi Padat-Cair
Partisi Padat Cair merupakan pemisahan satu komponen dari
padatan dengan melarutkannya dalam pelarut, tetapi komponen lainnya
tidak dapat dilarutkan dalam pelarut tersebut.Zat yang diekstraksi terdapat
di dalam campuran yang berbentuk padatan.Ekstraksi jenis ini banyak
dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung di
dalam bahan alam seperti steroid, hormon, antibiotika dan lipida pada biji-
bijian.Proses ini biasanya dilakukan dalam fase padatan, sehingga disebut
juga ekstraksi padat-cair (Tobo, 2001).
Dalam ekstraksi padat-cair, larutan yang mengandung komponen yang
diinginkan harus bersifat tak campur dengan cairan lainnya.Kandungan
kimia dari suatu tanaman atau simplisia nabati yang berkasiat obat
umumnya mempunyai sifat kepolaran yang berbeda-beda, sehingga perlu
dipisahkan secara selektif menjadi kelompok-kelompok tertentu.Salah satu
contohnya adalah alkaloid yang banyak terdapat pada tanaman
berbunga.Secara kimia alkaloid merupakan basa organik yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen di dalam satu cincin.Alkaloid di
dalam tanaman berada dalam bentuk garam dari asam-asam organik
lemah. Alkaloid bebas dapat larut dalam pelarut organik seperti kloroform,
sedangkan garam-garam organik larut dalam larutan air (Tobo, 2001).
II.2.5 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis merupakan metode pemisahan fisika kimia
dan kromatografi cair paling sederhana yaitu dengan menggunakan plat-
plat kaca atau plat aluminium yang dilapasi silika gen dan menggunakan
pelarut tertentu
Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat dipakai dengan dua tujuan.Pertama,
dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan
preparatif. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem
penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau
kromatografi cair kinerja tinggi. Analisis dari KLT dapat membantu
menentukan pelarut terbaik apa yang akan dipakai dan berapa
perbandingan antar pelarut yang akan digunakan sebagai fase gerak pada
kromatografi kolom. Prinsip KLT yaitu perpindahan analit pada fase diam
karena pengaruh fase gerak. Proses ini biasa disebut elusi. Semakin kecil
ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran
fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan
resolusinya.Beberapa alasan digunakan KLT diantaranya adalah
penggunaan yang mudah, dapat digunakan secara luas pada sampel
yang berbeda, sensitivitasnya tinggi, kecepatan pemisahan dan biaya
yang relatif lebih murah. KLT dapat digunakan untuk :
a. Mengetahui kemurnian suatu senyawa
b. Memisahkan dan mengidentifikasi komponen dalam suatu campuran
c. Analisis kuantitatif dari satu atau lebih komponen yang terdapat dalam
sampel.
Kromatografi lapis tipis mempunyai beberapa keuntungan
diantaranya; waktu yang dibutuhkan tidak lama (2-5 menit) dan sampel
yang dipakai hanya sedikit sekali (2-20 µg).Kerugiannya dengan
menggunakan KLT adalah tidak efektif untuk skala industri.Walaupun
lembaran KLT yang digunakan lebih lebar dan tebal, pemisahannya sering
dibatasi hanya sampai beberapa miligram sampel saja (Gritter, 1991).
II.3 Uraian Bahan
1. Aquadest (Dirjen POM, 2014)
BM : 18,02 g/mol
RM : H2O
BM : 60,05 g/mol
RM : C2H4O2
BM : 74,12 g/mol
RM : CH3CH2CH2CH2OH
BM : 140,19 g/mol
RM : C6H12N4
RM/BM : 1/126,96
RM/BM : KI/166,00
+ Pereaksi
Alkaloid ≠ Endapan Jingga (-)
Dragendorf
Akar Alang-Alang
(Imperata
cylindrica) Warna Noda Nilai Rf Warna Noda Nilai Rf
IV. 2 Perhitungan
IV.2.1 Perhitungan Rendemen
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
1. % Rendemen Simplisia = 𝑥 100%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑠𝑒𝑔𝑎𝑟
300 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 900 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
= 33.3%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐸𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
2. % Rendemen Ekstrak = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑖𝑚𝑝𝑙𝑖𝑠𝑖𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑥 100%
98 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100%
300 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 32.6 %
3. % Rendemen Fraksi
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖
Fraksi N- butanol = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑥 100%
1 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 2 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100%
= 50%
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐹𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖
Fraksi Etil asetat = 𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘 𝑥 100%
0.1 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥 100%
2 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 5%
IV.2.2 Perhitungan Nilai Rf
𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝑵𝒐𝒅𝒂
Rumus : Rf= 𝑱𝒂𝒓𝒂𝒌 𝑬𝒍𝒖𝒆𝒏
a. Fraksi N-Butanol
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑁𝑜𝑑𝑎 4.5
Rf = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑙𝑢𝑒𝑛= = 0.81
5.5
b. Fraksi Etil Asetil
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑁𝑜𝑑𝑎 5
Rf = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑙𝑢𝑒𝑛= = 0.9
5.5
c. Fraksi Ekstrak Etanol
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑁𝑜𝑑𝑎 4.5
Rf = 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐸𝑙𝑢𝑒𝑛= = 0.8
5.5
IV.2 Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan pembuatan simplisia dari akar alang-alang
(Imperata cylindrica). Tahap pembuatan simplisia yang pertama yaitu
pemgumpulan atau pengambilan bahan baku. Proses pengumpulan atau
pengambilan bahan akar alang-alang dilakukan pada tanaman yang
sudah cukup umur atau pada saat proses pertumbuhan terhenti
(Gunawan, 2010).Tahap pembuatan simplisia yang selanjutnya yaitu
sortasi basah untuk memisahkan kotoran atau bahan asing dari bahan
simplisia. Misalnya tanah yang menempel pada.Selanjutnya adalah tahap
pencucian untuk menghilangkan kotoran-kotoran pada bahan simplisia
sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi kadar mikroba pada
bahan tersebut. Pencucian dilakukan dengan menggunakan air bersih dan
mengalir sehingga kotoran yang menempel pada bahan simplisia dapat
dihilangkan dan tidak dapat menempel kembali.Kemudian dilakukan
proses perajangan. Perajangan dilakukan pada akar alang-alang karena
ukuran dan ketebalannya yang besar sehingga dengan dilakukannya
perajangan maka dapat memperkecil ukurannya yang akan berpengaruh
pada proses pengeringan.Tahap selanjutnya yaitu pengeringan.
Pengeringan dilakukan bisa dengan pengeringan langsung dengan sinar
matahari atau dengan pengeringan buatan. Sampel alang-alang
dikeringkan dengan cara pengeringan dengan sinar matahari tetapi
dengan ditutupi dengan kain hitam diatasnya sehingga dapat mencegah
penguapan zat aktif yang dapat disebabkan jika bahan simplisia terpapar
sinar matahari langsung. Setelah proses pengeringan, simplisia yang telah
kering mengalami tahap sortasi kering untuk menghilangkan benda-benda
asing yang masih menempel pada simplisia kering.
Simplisia yang telah dibuat kemudian diekstraksi untuk menyari zat-zat
berkhasiat atau zat-zat aktif dari simplisia akar alang-alang (Imperata
cylindrica). Metode ekstraksi yang digunakan untuk mendapatkan ekstrak
dari akar alang-alang yaitu ekstraksi dengan cara dingin secara maserasi.
Maserasi dilakukan dengan perendaman sampel dengan cairan penyari
yaitu alkohol 70% selama 3 hari dan dilakukan pengadukan setiap 8
jam.Setelah dimaserasi selam 3 hari, ekstrak disaring untuk memisahkan
filtrat dan residunya.Kemudian dilakukan remaserasi dari residu yang
didapatkan untuk menyari zat- zat yang masih tersisa.Hasil ekstraksi awal
dan remaserasi kemudian dicampur dan diuapkan sehingga diperoleh
ekstrak pekat akar alang-alang (Imperata cylindrica).Prinsip dari metode
ekstraksi ini yaitu difusi dan osmosis. Dimana osmosis merupakan
perpindahan pelarut dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi melalui
membrane semipermeabel, sedangkan difusi merupakan proses
perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif yang larut dan karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan yang
diluar sel, maka larutan yang terpekat akan didesak keluar. Peristiwa
tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan diluar sel dan didalam sel.
Setelah ekstrak akar alang-alang diperoleh, maka selanjutnya dilakukan
skrining fitokimia ekstrak tersebut. Skrining fitokimia ini merupakan uji
pendahuluan untuk mengetahui komponen senyawa aktif berupa
senyawa-senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, tannin,
saponin, steroid dan terpenoid dari ekstrak akar alang-alang (Imperata
cylindrica) dengan cara penambahan pereaksi-pereaksi yang mampu
memberikan ciri khas dari setiap golongan metabolit sekunder. Dari hasil
pengamatan, ekstrak akar alang-alang (Imperata cylindrica) hanya
menunjukkan hasil positif pada uji alkaloid dengan penambahan pereaksi
Wagner yang membentuk endapan cokelat.yang menunjukkan bahwa
ekstrak akar alang-alang mengandung alkaloid. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Kurnianti (2018), alang-alang mengandung senyawa
alkaloid. Sedangkan untuk pengujian kandungan senyawa flavonoid,
tanin, dan saponin,pada ekstrak alang-alang tidak menunjukkan hasil
yang positif sehingga dapat dikatakan bahwa ekstrak alang-alang tidak
mengandung ketiga senyawa tersebut. Hal ini sesuai dengan pengujian
sebelumnya yang menyatakan bahwa alang-alang tidak mengandung,
flavonoid, tanin dan saponin (Seniwaty, dkk, 2009).Sedangkan untuk
pengujian steroid dan terpenoid juga menunjukkan hasil negatif, namun
seharusnya menurut Seniwaty (2009) ekstrak alang-alang mengandung
steroid dan terpenoid.
Alasan ditambahkan HCl pada uji alkaloid adalah karena alkaloid bersifat
basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung
asam. Adapun endapan terbentuk, terjadi karena alkaloid merupakan
senyawa dari golongan basa nitrogen, dimana jika basa nitrogen
direaksikan dengan asam, dalam hal ini adalah HCl maka akan
membentuk garam yang tidak larut, sehingga garam inilah yang akan
membentuk endapan (Sanjaya, 2011).
Pada uji flavonoid, sampel ditambahkan asam klorida dan
magnesium yang akan menyebabkan tereduksinya senyawa flavonoid
yang ada sehingga menimbulkan reduksi warna merah yang merupakan
ciri adanya flavonoid pada sampel (Sangi, dkk, 2012).
Pada uji tanin, ekstrak ditambahkan air panas untuk merlarutkan
ekstraknya kemudia disaring dan ditambahkan FeCl3 yang akan bereaksi
dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada tannin. Fungsi FeCl 3
adalah untuk menghidrolisis golongan tannin sehingga menghasilkan
perubahan warna biru kehitaman atau hijau kehitaman (Sangi, dkk, 2012).
Pada uji saponin, ekstrak ditambahkan air hangat lalu kocok kuat-
kuat dengan tujuan dimana senyawa saponin pada saat dikocok kuat akan
membentuk buih karena adanya gugus hidrofil yang berikatan dengan air
dan hidrofob yang berikatan dengan udara. Keadaan inilah yang
membentuk busa, kemudian ditambahkan HCl 2 N yang bertujuan untuk
menambah kepolaran sehingga gugus hidrofil akan berikatan lebih stabil
dan busa yenag terbentuk stabil (Simaman, 2014).
Pada uji terpenoid/steroid, ekstrak temulawak ditambahkan kloroform
dimana senyawa terpenoid larut dalam kloroform lalu di tambahkan eter
sehingga terbentuk 2 lapisan, lapisan eter ditambahkan H2SO4 dan Asam
asetat, jika terjadi perubahan warna menjadi merah atau merah muda
maka dapat disimpulkan bahwa senyawa yersebut mengandung
steroid/terpenoid (Puspitasari, dkk, 2015).
Setelah dilakukan skrining fitokimia terhadap ekstrak akar alang-
alang (Imperata cylindrica), maka tahap selanjutnya adalah partisi dengan
metode ekstraksi cair-cair dengan tujuan untuk memisahkan komponen
zat atau senyawa berdasarkan kepolarannya , dimana senyawa tersebut
akan terdispersi diantara dua fase sesuai dengan derajat kelarutannya
dengan menggunakan dua macam zat pelarut yang tidak saling
bercampur. Ekstraksi cair-cair ekstrak akar alang-alang (Imperata
cylindrica) ini dilakukan dengan penggunaan pelarut etil asetat dan N-
butanol hingga didapatkan fraksi etil asetat dan fraksi N-butanol.
Pada praktikum ini juga dilakukan uji dengan metode kromatografi lapis
tipis untuk lebih memastikan hasil yang didapat dari uji pendahuluan.Eluen
yang digunakan adalah etil asetat : metanol dengan perbandingan 7:3.
Dari hasil pengamatan, nilai Rf yang dihasilkan dari fraksi N-Butanol yaitu
0.81yang diduga adalah senyawa tanin. Hal ini diperkuatdengan nilai Rf
literatur yang menunjukkan nilai Rf tanin yaitu 0.81 (Mukholifah, 2014).
Untuk hasi KLT fraksi etil asetat didapatkan nilai Rf sebesar 0.9 yang
diduga senyawa alkaloid. Dari hasil penelitian Rohmah (2019) nilai Rf
senyawa alkaloid yaitu 0.91 sehingga dapat disimpulkan bahwa fraksi etil
asetat yang didapatkan mengandung senyawa alkaloid karena mendekati
nilai Rf yang digunakan sebagai pembanding senyawa alkaloid.
Sedangkan untuk ekstrak etanol yang digunakan didapatkan nilai Rf
sebesar 0.8 yang menunjukkan bahwa senyawa tersebut merupakan
salah satu senyawa golongan steroid karena nilai Rf dari senyawa
golongan steroid yaitu 0.8(Rohmah,dkk.,2019).
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan pada sampel akar alang-
alang (Imperata cylindrica) dapat diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Tahap-tahap pembuatan simplisia meliputi pengumpulan bahan
baku, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan dan
penyimpanan.
2. Penambahan pereaksi-pereaksi pada skrining fitokimia dilakukan
karena pereaksi-pereaksi ini mampu memberikan ciri khas dari
setiap golongan metabolit sekunder.
3. Partisi dengan metode ekstraksi cair-cair dilakukan untuk
memisahkan komponen zat atau senyawa berdasarkan
kepolarannya , dimana senyawa tersebut akan terdispersi diantara
dua fase sesuai dengan derajat kelarutannya dengan menggunakan
dua macam zat pelarut yang tidak saling bercampur dan untuk lebih
memastikan hasil yang didapat dari uji pendahuluan maka dilakukan
kromatografi lapis tipis (KLT).
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Laboratorium
Sebaiknya alat seperti lemari pengering untuk mengeringkan
simplisia ditambah untuk mempermudah proses pengeringan.
V.2.2 Saran Untuk Dosen
Sebaiknya pada saat praktikum lebih ditingkatkan pendampingan dan
pengarahan terhadap praktikan agar prosedur yang dilakukan dapat
sesuai sehingga didapatkan hasil yang oprimal.
V.2.3 Saran Untuk Asisten
Diharapkan pada praktikum selanjutnya semua asisten dapat hadir untuk
mendampingi dan memberikan arahan pada praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H. C.1989., Pengantar Bentuk sediaan Farmasi, edisi 4,
diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Penerbit UI press, Jakarta.
Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih
bahasa. Ibrahim, F. Jakarta : UI Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2008. Farmakope Herbal
Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Dedi,irwandi.2014.experiment’s Of Organic Chemisthry.UIN Syarif
Hidayatullah P.IPA. Jakarta.
Djamal, R.1990., Prinsip-Prinsip bekerja Dalam Bidang Kimia Bahan Alam,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Padang.
Ditjen POM, 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
Gunawan, Didik dan Sri, M. 2010. Ilmu Obat Alam. Penebar Swadaya :
Jakarta.
Gritter, R.J, Bobbic, J.N., dan Schwarting, A.E., 1991, Pengantar
Kromatografi, diterjemahkan Oleh Kosasih Padmawinata, Edisi II,
halaman 107, ITB Press. Bandung
Rohmah, dkk. 2019. Uji Aktivitas Sitotoksik Ekstrak Selada Merah. Jurnal
Kimia Riset, Volume 4 No.1.
Sari,V.I.,dkk. 2017. Bioherbisida Pra tumbuh Alang-alang untuk
Pengendalian Gulma di Perkebunan Kelapa Sawit. Citra Widya
Edukasi, 301-308
Sarker SD, Latif Z, & Gray AI. 2006. Natural products isolation. In: Sarker
SD, Latif Z, & Gray AI, editors. Natural Products Isolation.2nd ed.
Totowa (New Jersey).Humana Press Inc. hal.6-10, 18.
Seniwaty, dkk. 2009. Skrining Fitokimia Dari Alang-Alang (Imperata
cylindrica). Jurnal Sains dan Terapan Kimia Volume.3 No.2.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuh Wasir dan Prostat. ERI Kesehatan
Populer : Jakarta.
Alkaloid
1. Dragendrof = ↓ merah jingga (-)
Saponin
Dilarutkan dengan air panas. Busa (-)
stabil dengan tinggi 1-10 cm selama
10 menit
Flavonoid
Tanin
(+) Airpanas
(+) FeCl3 (-)
Menghasilkan hijau biru/ biru hitam
4. Partisi Ekstrak Akar Alang-Alang (Imperata cylindrica)
Gambar Keterangan
Fraksi n-butanol
5 . Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis) ekstrak rimpang Alang- alang
Gambar Keterangan