Anda di halaman 1dari 7

MENGGAGAS DIGITAL TALKING BOOK LIBRARY

BERBASIS SPOKEN WEB: MENERANGI LANGKAH


DISABILATAS NETRA MEMBACA LITERASI

Subtema: Pendidikan
MENGGAGAS DIGITAL TALKING BOOK LIBRARY
BERBASIS SPOKEN WEB: MENERANGI LANGKAH
DISABILATAS NETRA MEMBACA LITERASI
Jalan Gelap Disabilitas Netra

Awal 2018, saya tak sengaja berjumpa dengannya, Al Diwani, pada acara
pertemuan komunitas anak muda di Makassar. Pertemuan ini bukan kali pertama,
namun cerita tentangnya baru saya ketahui dengan jelas. Tahun 2014, saya
bertemu Al Diwani sebagai pegiat literasi di Makassar. Dia seorang penulis, editor
buku, dan pustakawan yang hobby membaca buku. Namun, akibat kerusakan
retina pada kedua matanya, tahun 2017 Al Diwani mendapat vonis dari dokter dan
harus kehilangan penglihatan secara permanen. Sejak saat itu, Al Diwani
perlahan meninggalkan pekerjaanya dibidang literasi. Al Diwani (33) menjadi
satu dari 3,5 juta penyandang disabilitas netra di Indonesia.

Dunia literasi yang awalnya bergerak cepat bersama Al Diwani mulai tertinggal.
Saat menemuinya, Al Diwani sedang mendengarkan pesan masuk melalui telepon
genggamnya. Sejak perangkat lunak membaca perintah suara dan menerjemahkan
teks menjadi suara untuk pengoperasian telepon genggam dan komputer mulai
digunakan, penggunaan smartphone bagi penyandang disabilitas netra juga kian
populer. Al Diwani juga memanfaatkan telepon gemnggamnya untuk membaca
melalui audiobook. Meski demikian, pilihan dan cara mengaksesnya sangat
terbatas. Al Diwani yang menyandang disabilitas netra pada era milenial adalah
potret yang bisa menggambarkan masih sulitnya aksesibilitas literasi bagi
penyandang disabilitas netra, apalagi bagi yang tidak memiliki kemampuan
membaca huruf braille.

Dalam upaya memenuhi hak akses informasi dan ilmu pengetahuan bagi
penyandang disabilitas netra, pemerintah telah menjaminnya pada pasal 24 B UU
No.8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas bahwa penyandang disabilitas
memiliki hak yang sama untuk berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh
informasi melalui media yang mudah diakses. Satu satu teknologi untuk
memudahkan hak akses disabilitas netra dalam memperoleh ilmu pengehuan,
informasi dalam bentuk buku dan karya sastra adalah memindai buku menjadi
buku format huruf braille. Hanya saja pemanfaatan teknologi huruf braille saat ini
semakin jarang dijadikan pilihan bagi penyandang disabilitas netra saat membaca
buku. Teknologi ini kian tertinggal ditengah cepatnya digitalisasi.

Penyebabnya beragam. Pertama, banyak penyandang disabilitas netra kehilangan


penglihatan saat remaja atau dewasa karena sakit atau kecelakaan seperti Al
Diwani. Disabilitas netra pada kelompok ini tentu memiliki sensibilitas kepekaan
huruf braille yang rendah. Sehingga tidak memungkinkan untuk bisa membaca
buku dengan cepat, tepat, dan nyaman. Kedua, dibutuhkan software dan alat cetak
khusus untuk mengkonversi buku menjadi format braille yang siap dibaca.
Sehingga untuk mengakses atau menyediakan buku dengan dengan format braille
membutuhkan biaya yang lebih mahal. Ketiga, disabilitas netra yang lahir pada
tahun 80-an, 90-an, dan tahun 2000-an memasuki babak milenial. Artinya
generasi disabilitas netra juga telah terpapar dalam percepatan kemajuan
teknologi dan informasi sehingga juga turut membutuhkan teknologi yang lebih
praktis dan cepat.

Lantas, bagaimana mengimbangi gerakan literasi untuk disabilitas netra di era


milenial? Digitalisasi. Digitalisasi menjadi kunci bagi disabiltas netra untuk
membuka ruang berekspresi dan belajar dengan luas. Meski huruf braille tidak
akan tergantikan, namun digitalisai bagi disabilitas netra seperti hadirnya buku
elektronik lalu berkembang menjadi audiobook, juga menjadi pilihan cerdas untuk
mengakses dan membaca informasi dalam bentuk buku.

Al Diwani adalah salah satu pengguna audio book saat membaca. Audiobook yang
hadir dalam bentuk suara memungkinkan disabilitas netra membaca buku dengan
mendengar. Buku terakhir yang dibaca dengan audiobook adalah I Can Dance In
The Rain karya Timotes Talip. Butuh durasi 5 jam 22 menit untuk menamatkan
buku tersebut. Audiobook ini disimpan dalam bentuk file MP3 di smartphone
miliknya. Saat ingin membaca buku, Al Diwani akan memberikan perintah berupa
suara. Setelah menunggu beberapa saat, bukunya akan mulai bercerita. Namun
akses, kuantitas dan kualitas audiobook masih tergantung pada volunteer yang
bersedia menjadi narator sebuah buku.

Revolusi industri 4.0 telah didepan mata. Penyebaran informasi menembus ruang
dan waktu, bergerak secepat menggerakkan jari. Jika tidak ada pemutakhiran
teknologi ramah disabilitas, maka kelompok penyandang disabilitas khususnya
disabilitas netra adalah kelompok yang rentan tergilas oleh serangan informasi.
Untuk itu dibutuhkan inovasi teknologi yang lebih fleksibel dan mampu
memudahkan disabilitas netra menjadi mandiri dan berdaya dalam mengakses dan
membaca buku.

Berdasarkan analisis masalah dan kebutuhan tersebut, maka perlu mengupayakan


inovasi audiobook menjadi Digital Talking Book Library berbasis spoken web.
Inovasi ini adalah gagasan cerdas dan tepat yang mampu menjawab kebutuhan
disabilitas netra. Produk dari gagasan ini adalah platform spoken web interaktif
yang menyediakan dan mengumpulkan audio book dan buku elektronik layaknya
perpustakaan. Spoken web adalah platform yang disertai fitur kemampuan untuk
mengubah suara menjadi perintah dan menerjemahkan huruf menjadi suara.

Maka dengan menggunakan spoken web pada platform tersebut maka bukan
hanya audio book yang bisa terbaca oleh disabilitas netra, tetapi juga buku digital
akan dibaca secara otomatis oleh piranti lunak tersebut. Untuk meningkatkan
awareness masyarakat pada disabilitas, platform spoken web ini bersifat open
accsess bagi pengunjung yang ingin menjadi narator audiobook untuk
kelengkapan buku dalam perpustakaan. Sehingga teknologi ini akan menimalis
ketergantungan disabilitas netra pada volunteer untuk mengakses buku yang
diinginkan. Atas dasar kepraktisan tersebut, maka Digital Talking Book Library
berbasis spoken web adalah langkah milenial yang mampu menerangi jalan
disabilitas netra untuk membaca literasi.
Menerangi Langkah Disabilitas Netra

Digital Talking Book Library berbasis spoken web adalah platform menyediakan
buku dalam bentuk buku elektronik dan audiobook. Dengan menggunakan spoken
web sebagai media penyediaan buku, disabilitas netra dapat membaca buku
berjenis audiobooks dan buku elektronik. Kebaruan dan kemutakhiran dari inovasi
platform perpustakaan ini adanya piranti lunak pada spoken web yang mampu
mengubah suara menjadi perintah dan mengubah text menjadi suara. Pembuatan
Digital Talking Book Library diawali dengan pengumpulan materi berupa
audiobook dan buku elektronik.

Buku yang terkumpul akan tersusun dan tersedia di platform spoken web
berdasarkan jenis buku dan penulis. Selanjutnya, pembuatan Digital Talking Book
pada platform spoken web. Meski diperuntukkan khusus disabilitas netra, namun
skenario platform spoken web yang digunakan untuk perpustakaan adalah open
access. Artinya semua pengunjung bisa mengakses pepustakaan digital ini.

Digital Talking Book Library berbasis spoken web adalah platform interaktif.
Pengunjung diberikan akses untuk mengunduh dan mengunggah buku yang ada
didalamnya. Terdapat dua jenis pegguna bagi pangunjung spoken web ini.
Pengguna pertama adalah untuk penyandang disabilitas netra. Disabilitass netra
bisa mengoperasikan platform ini dengan menggunakan perintah suara.

Saat melakukan pencarian buku, disabilitas netra bisa mengaksesnya dengan dua
cara. Pertama memberikan perintah suara dengan cara cukup menyebutkan kata
kunci berupa judul buku, jenis buku, atau penulis buku. Cara kedua adalah dengan
mengaktifkan text to speech sehingga digital talking book library akan memandu
disabilitas netra untuk memilih buku. Pengguna kedua adalah volunteer.
Volunteer adalah pengunjung perpustakaan talking book yang bersedia
membacakan buku dan membagikannya di spoken web. Sehingga penggunaan
spoken web untuk Digital Talking Book Library mampu memperluas dan
mempermudah aksesibilitas disabilitas netra dalam membaca dan memperoleh
buku. Pertama, menambah jumlah audiobook. Kedua, buku elektronik bisa
terbaca otomatis oleh fitur yang tersedia dalam spoken web.

Di sisi lain, inovasi digital talking book library berbasis spoken web tidak hanya
memperluas jangakuan disabilitas netra saat mengakses buku, melainkan
penggunaan platform ini menyediakan ruang bagi masyarakat untuk turut
berpartisipasi aktif membantu dalam penyediaan buku. Sehingga kehadiran
platform spoken web ini juga mampu meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
turut mengambil bagian dalam pemenuhan hak informasi untuk kelompok
penyandang disabilas.

Disabilitas Netra Siap Menyambut Revolusi Industri 4.0

Demi mencapai keberhasilan di era digital, semua pihak perlu terlibat dan
dilibatkan. Indoensia memiliki bekal yang cukup untuk menjadi cemerlang yakni
bonus demografi dan teknologi. Kedua hal ini harus terkelola dengan tepat
melalui keberanian berivoasi dan berkolaborasi. Pengembangan inovasi digital
talking book library berbasis spoken web sebaiknya mendapat dukungan berupa
komitmen dari pemerintah, pihak swasta, khususnya penerbit berkomitmen
menyediakan buku dalam berbagai format khususnya audiobook dan buku
elektronik. Penggunaan inovasi Digital Talking Book Library efektif membantu
disabilitas netra untuk dapat membaca buku.

Sekali lagi, revolusi industri babak 4 telah berada di depan kita. Maka sudah
saatnya menciptakan teknologi ramah disabilitas sebagai bentuk keadilan dalam
pemenuhan hak. Dan menggagas Digital Talking Book Library berbasis spoken
web adalah bentuk kesiapan disabiltas netra untuk turut mengeksplorasi informasi
dan ilmu pengetahuan di era transformasi teknologi dan informasi. Al Diwani
bersama 3,5 juta penyandang disabilitas netra di Indonesia siap mendorong
gerakan literasi.
BIODATA PENULIS

Nama Lengkap : Harpiana Rahman

Alamat : Perumahan Wesabbe C.17, Jalan Perintis Kemerdekaan,


Kec. Tamalanrea, Makassar, Sulawesi Selatan

Email : harpianarahman@gmail.com

No. Telp aktif : 085395041141

No Whatsapp : 085395041141

Instagram : @anataugi

Anda mungkin juga menyukai