Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahan-bahan kedokteran gigi merupakan salah satu media penularan agen infeksi

kepada dokter gigi. Menurut Miller dan Cottone yang dikutip oleh Ghahramanloo,

setetes saliva mengandung 50.000 bakteri yang berpotensi patogen. Bakteri patogen ini

dapat dengan mudah menyebar melalui bahan cetak, terutama hidrokoloid ireversibel

yang menjadi tempat berkumpul bakteri lebih banyak daripada bahan cetak lainnya.1

Cetakan mengandung mikroba dalam jumlah yang sangat banyak, di antaranya

streptococci (100%), staphylococci (65,4%), dan P. aeruginosa (7,7%) yang semuanya

telah diketahui bersifat patogen, mengakibatkan nosokomial, dan merupakan infeksi

yang mengancam nyawa bagi orang yang memiliki imunitas rendah.1

The American Dental Association (ADA) menganjurkan bahan cetak harus

dicuci terlebih dahulu dengan air untuk menghilangkan saliva dan darah yang melekat

pada bahan cetak kemudian direndam dalam larutan disinfektan untuk menghindari

terjadinya kontaminasi bakteri sebelum dikirim ke laboratorium.2


Alginat merupakan bahan cetak yang penggunaanya paling luas dalam

kedokteran gigi. Keakuratan dari model kerja atau die selain tergantung kepada sifat-

sifat fisik dan mekanik dari bahan model, juga tergantung kepada sifat-sifat fisik dan

mekanik dari bahan cetak yang digunakan.

Cetakan alginat yang mengandung 85% air dapat mengalami penyusutan yaitu

menguapnya air bila terjadi kenaikan suhu atau bila disimpan di udara terbuka dalam

waktu tertentu sehingga cetakan alginat akan mengalami kontraksi. Cetakan alginat

bersifat imbibisi yakni menyerap air bila berkontak dengan air dalam waktu tertentu

sehingga akan mengembang. Selain itu, alginat juga dapat mengalami sineresis yaitu

reaksi sol yang terus berlanjut. Karena rawan terjadi ekspansi maka perlu diwaspadai

terjadinya perubahan dimensi yang dapat menyebabkan ketidakakuratan cetakan

alginat.3-6,19

Salah satu disinfektan yang tidak mahal namun efektif adalah sodium hipoklorit,

yang selama ini dikenal sebagai bahan pemutih. Hipoklorit telah terdaftar oleh ADA

sebagai disinfektan bahan cetakan dan merupakan bahan disinfeksi cetakan yang paling

banyak dipakai oleh dokter gigi.1,7

Melakukan disinfeksi pada cetakan dapat menjadi sebuat tantangan tersendiri.

Disinfektan harus secara efektif membunuh mikroorganisme yang berpindah ke cetakan

tanpa merusak cetakan atau mengurangi keakuratannya. Waktu perendaman cetakan

merupakan hal yang penting. Idealnya waktu perendaman sesingkat mungkin, tetapi

dapat mendisinfeksi cetakan dan menghindari kemungkinan terjadinya goresan atau

kerusakan detail permukaan cetakan.1


2
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka dapat diambil rumusan

permasalahan, yaitu apakah ada pengaruh lama perendaman cetakan alginat di dalam

larutan disinfektan sodium hipoklorit 1% terhadap perubahan dimensi cetakan alginat

dengan waktu yang berbeda?

1.3 Tujuan Penelitian

a Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama perendaman cetakan

alginat di dalam larutan disinfektan sodium hipoklorit 1% terhadap perubahan dimensi

cetakan alginat dengan waktu yang berbeda.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dan pembaca dan

menambah referensi institusi tentang pengaruh perendaman cetakan alginat di dalam

larutan disinfektan sodium hipoklorit 1% terhadap stabilitas dimensi dengan waktu

yang berbeda.

3
1.5 Hipotesis

Peneliti mengambil hipotesis yakni ada pengaruh lama perendaman cetakan

alginat di dalam larutan disinfektan sodium hipoklorit 1% terhadap perubahan dimensi

cetakan alginat dengan waktu yang berbeda.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BAHAN CETAK

2.1.1 Karakteristik Bahan Cetak

Untuk menghasilkan cetakan yang akurat, bahan yang digunakan untuk

membuat tiruan dari jaringan oral dan ekstraoral harus memenuhi beberapa

kriteria, yaitu (1) bahan tersebut harus cukup cair untuk beradaptasi dengan

jaringan mulut serta cukup kental untuk tetap berada dalam sendok cetak yang

menghantar bahan cetak ke dalam mulut, (2) bahan tersebut harus berubah atau

mengeras menjadi padat menyerupai karet dalam waktu tertentu selama di dalam

mulut, dan (3) cetakan yang mengeras harus tidak berubah atau robek ketika

dikeluarkan dari mulut.8

2.1.2 Klasifikasi Bahan Cetak

Bahan cetak dalam kedokteran gigi digunakan untuk membuat replika

stuktur oral yang ketika digunakan untuk mencetak harus dalam bentuk plastis.

Berdasarkan cara mengerasnya, bahan cetak dapat dikelompokkan menjadi


ireversibel atau reversibel. Ireversibel berarti bahan tersebut tidak dapat kembali ke

bentuk semula karena telah terjadi reaksi kimia, sedangkan reversibel berarti bahan

tersebut dapat melunak dengan pemanasan dan memadat dengan pendinginan

karena tidak terjadi perubahan kimia. Menurut perubahan fisik, reaksi kimia, atau

perubahan polimerisasi, bahan cetak dibedakan menjadi elastis atau non-elastis.

Bahan cetak elastis dapat secara akurat mereproduksi struktur keras dan lunak

rongga mulut, sedangkan bahan cetak non-elastis harus dipatahkan atau diubah

bentuknya terlebih dahulu untuk kemudian dikeluarkan melalui undercut.3,8

2.1.2.1 Bahan Cetak Non-Elastis

1. Gips Cetak

Sekarang Gips Paris jarang digunakan sebagai bahan cetak sejak bahan

elastomer telah tersedia, tetapi dapat digunakan sebagai bahan untuk

membersihkan cetakan edentulous. Gips cetak bersifat rigid dan lebih mudah

patah daripada bengkok.10 Bahan ini kaku setelah mengeras dan dimensinya

stabil, dan karena itu paling cocok digunakan bila tidak ada undercut tulang.3

Gips ini harus disimpan dalam kantung kedap udara karena akan menyerap

air dari udara dan akan mempengaruhi waktu pengerasan.6

6
2. Kompound

Ini merupakan suatu bahan termoplastik yang akan melunak jika

dipanaskan dalam uap air dengan suhu 55-700C.3 Terdapat dua jenis

kompound yang ditentukan oleh ADA. Tipe I digunakan untuk mencetak dan

tipe II digunakan untuk preparasi sendok cetak. Walaupun jarang digunakan,

kompound dapat dipakai untuk pencetakan mahkota penuh (tipe I), cetakan

rahang edentulous sebagian atau seluruhnya (tipe I), dan membuat cetakan

pada sendok cetak di mana cetakan akhir dibuat dengan menggunakan bahan

lainnya (tipe II). Kompound tidak dapat digunakan untuk mencetak undercut

karena tidak bersifat elastik.6

3. Oksida Seng Eugenol (OSE)

Bahan ini kaku setelah mengeras dan dimensinya stabil. Karena itu bahan

ini lebih disukai dibandingkan dengan alginat pada semua kasus yang tidak

mempunyai undercut tulang.3 Pemakaian OSE terutama adalah sebagai bahan

cetak untuk gigitiruan pada lingir edentulous dengan undercut kecil atau

tanpa undercut. OSE juga dapat digunakan sebagai cetakan pembersih di atas

kompound pada sendok cetak atau pada sendok cetak individual akrilik.6

7
2.1.2.2 Bahan Cetak Elastis

1. Hidrokoloid Reversible (Agar)

Hidrokoloid reversible adalah bahan cetak yang paling akurat. Bahan ini

memiliki riwayat keberhasilan yang cukup panjang untuk pembuatan gigi

tiruan tunggal dan gigi tiruan cekat sebagian karena akurasinya yang tinggi.4,8

2. Hidrokoloid Ireversible (Alginat)

Alginat merupakan bahan cetak yang penggunaanya paling luas dalam

kedokteran gigi. Bahan ini dipakai untuk membuat cetakan untuk gigi tiruan

sebagian lepasan, cetakan pendahuluan untuk gigitiruan penuh, ortodontik,

dan model studi. Bahan ini tidak cukup akurat untuk cetakan gigitiruan

sebagian cekat.6

3. Elastomer

Elastomer meliputi bahan cetak polisulfid, polieter, silikon kondensasi,

dan yang berpolimerisasi dengan penambahan. Bahan-bahan ini elatis dan

mudah kembali ke bentuk semula dengan baik, dan stabil dimensinya, tetapi

relatif mahal terutama silikon yang berpolimerisasi dengan penambahan.

Kekentalannya bermacam-macam, mulai dari pasta yang sangat padat sampai

yang sangat encer, menghasilkan kelompok bahan cetak yang cocok untuk

8
berbagai penerapan klinis. Bahan-bahan ini bersih dan mudah

penggunaannya, serta memiliki rentang waktu yang cukup untuk bekerja dan

mengeras, sehingga cocok untuk hampir semua teknik.4

2.2 ALGINAT

2.2.1 Penggunaan Alginat dalam Kedokteran Gigi

Garam asam alginat yang diperoleh dari rumput laut jika dicampur

dengan air dalam proporsi yang tepat akan membentuk hidrokoloid ireversibel,

yakni suatu gel yang dipergunakan dalam pencetakan gigi-geligi.10

Alginat merupakan bahan cetak yang penggunaanya paling luas dalam

kedokteran gigi. Hal ini dikarenakan kemudahan penggunaannya, harga yang

relatif murah, proses pengerasan yang cepat, serta keakuratan yang memuaskan.16

Alginat dipakai menurut viskositasnya. Pada pembuatan geligitiruan

lengkap, jenis kekentalan tinggi dianjurkan untuk pembuatan cetakan pendahuluan

karena derajat kecermatan model yang dihasilkan tidak dituntut setinggi seperti

yang diperlukan bagi model kerja yang akan digunakan untuk membuat

geligitiruan atau sewaktu membuat cetakan akhir yang bertujuan untuk mencatat

seakurat mungkin bentuk mukosa sekaligus sulkus secara fungsional. Selain itu

alginat juga dipakai untuk pencetakan pada pembuatan geligitiruan sebagian

9
lepasan, alat ortodontik, dan model studi. Akan tetapi, alginat tidak cukup akurat

untuk pembuatan mahkota dan jembatan.3,4,6

2.2.2 Komposisi Alginat

Komposisi bahan cetak alginat, fungsi, dan persentase berat dari masing-

masing komponen ditunjukkan pada tabel yang diberikan berikut ini.

TABEL II. Formula komponen bubuk bahan cetak alginat

Persentase
Komponen Fungsi
Berat
Sodium atau potassium alginat Reaktan 12-15

Kalsium sulfat dihidrat Reaktan 8-12

Sodium fosfat Retarder 2

Partikel pengisi, misalnya tanah Partikel pengisi untuk mengontrol


70
diatoma pengerasan gel

Potassium sulfat atau alkali zinc Membuat permukaan model


~10
fluorida gipsum yang baik

Pewarna dan perasa Estetik Sedikit


Sumber: Joseph WO, editor. Dental materials and their selection 3 rd ed. Chicago:
Quintessence Publishing Co, Inc.; 2002. p. 90, 96.

2.2.3 Proses Gelasi

Bubuk alginat yang dicampur dengan air akan menghasilkan bentuk

pasta. Dua reaksi utama terjadi ketika bubuk bereaksi dengan air selama proses

10
setting. Tahap pertama, sodium fosfat bereaksi dengan kalsium sulfat yang

menyediakan waktu pengerjaan yang adekuat:6

2Na3PO4 + 3CaSO4  Ca3 (PO4)2 + 3Na2SO4

Tahap kedua, setelah sodium fosfat telah bereaksi, sisa kalsium sulfat

bereaksi dengan sodium alginat membentuk kalsium alginat yang tidak larut, yang

dengan air akan membentuk gel:6

H2O

Na alginat + CaSO4  Ca alginat + Na2SO4

(bubuk) (gel)

Menurut kecepatan proses gelasinya, alginat dibedakan menjadi dua

jenis, yakni:8

1. Quick Setting Alginate, mengeras dalam 1 menit dan digunakan untuk

mencetak rahang anak-anak atau penderita yang mudah mual.

2. Regular Setting Alginate, mengeras dalam 3 menit dan dipakai untuk

pemakaian rutin.

Gelasi alginat yang normal tercapai dalam 3 menit. Gerakan pada waktu

gelasi berlangsung, misalnya pasien batuk, bergerak, muntah, atau menelan akan

menyebabkan stres internal pada alginat.5

11
2.2.4 Penyimpanan

Temperatur penyimpanan dan kontaminasi kelembaban udara merupakan

faktor utama yang mempengaruhi lama penyimpanan bahan cetak alginat. Bahan

yang sudah disimpan selama satu bulan pada 650C tidak dapat digunakan dalam

perawatan gigi, karena bahan tersebut tidak dapat mengeras sama sekali atau

mengeras terlalu cepat. Simpan persediaan alginat pada lingkungan yang dingin

dan kering.8

Bahan cetak alginat dikemas dalam kantung tertutup secara individual

dengan berat bubuk yang sudah ditakar untuk membuat satu cetakan, atau dalam

jumlah besar di kaleng. Bubuk yang dibungkus per kantung lebih disukai karena

mengurangi kontaminasi selama penyimpanan dan perbandingan air dengan

bubuk lebih terjamin karena dilengkapi dengan takaran plastik untuk mengukur

banyaknya air.8

2.2.5 Stabilitas Dimensi

2.2.5.1 Manipulasi

Suhu air mempengaruhi waktu pengerasan alginat. Penambahan air

dingin meningkatkan waktu kerja dan waktu setting.5,6

Rasio bubuk-air dan waktu pengadukan dengan sendirinya

mempengaruhi hasil adonan alginat. Perbandingan bubuk dan air yang kurang

12
akan meningkatkan kekuatan, mengurangi waktu kerja, waktu setting, dan

fleksibilitas. Pengadukan yang tidak adekuat tidak mencetak secara detail dan

menghasilkan campuran yang berbutir karena tidak tercampur dengan sempurna

sehingga reaksi kimia berlangsung secara tidak seragam di massa adukan. Pada

penempatan alginat ke dalam sendok cetak, usahakan jangan sampai ada udara

terjebak, semua bagian sendok terisi dengan baik, dan perforasi sendok cetak

terisi semua. Bila tidak, alginat dapat terlepas pada saat sendok dikeluarkan dari

mulut.5,6,8

Bahan cetak terlalu tipis menyebabkan cetakan mudah robek dan

berubah bentuk, sedangkan terjebaknya udara atau cairan pada permukaan gigi

atau jaringan akan menyebabkan cetakan jadi porus. Bahan cetak yang terlalu

banyak pada sendok cetak akan menyebabkan menyulitkan pengeluaran atau

pada rahang atas akan menyebabkan bahan cetak mengalir ke belakang.5

2.2.5.2 Pencetakan

Pencetakan dianjurkan untuk tidak langsung dilakukan setelah

pekerjaan profilaksis, karena bila masih ada perdarahan pada gusi, pengerasan

alginat akan terpengaruh.5

Alginat tidak melekat pada permukaan sendok cetak sehingga retensi

harus dipersiapkan dengan menggunakan suatu sendok cetak berlubang atau

13
suatu bahan perekat. Lubang-lubang tersebut juga memungkinkan alginat

mengalir keluar.4

Sendok cetak dikeluarkan dari mulut dengan gerakan sejajar sumbu

panjang gigi. Kadang-kadang sendok harus dikeluarkan dengan cara melepas

penutupan tepi pada sisi kiri atau kanan, tetapi hendaknya hal ini dilakukan

dengan sangat hati-hati untuk mencegah terjadinya distorsi.5

Hidrokoloid adalah bahan yang bergantung pada kecepatan dan

regangan. Jadi, ketahanan terhadap sobekan akan meningkat bila cetakan

dikeluarkan dengan sentakan tiba-tiba.1 Jika cetakan dilepas perlahan-lahan,

kerusakan alginat cenderung akan terjadi.4

2.2.5.3 Pembersihan Cetakan Alginat

Setelah dikeluarkan dari mulut, saliva harus dibersihkan dari

permukaan cetakan dengan mencuci cetakan di bawah aliran air. Kelebihan air

dibuang dengan mengibaskan cetakan3 atau dikeringkan dengan tiupan udara.5

Bila ada saliva berlendir dan tidak dapat dibersihkan dengan air,

cetakan dapat ditaburi bubuk atau adonan gips yang sangat encer. Sesudah itu

bersihkan dengan aliran air sampai semua lendir terbawa.5

14
2.2.5.4 Pemeliharaan Cetakan Alginat

Keburukan utama dari alginat adalah dimensinya tidak stabil waktu

mengeras. Cetakan alginat harus segera diisi dengan dental gipsum sesegera

mungkin dan tidak lebih dari 30 menit atau bila tidak cetakan akan menjadi

tidak akurat dan perlu dilakukan pencetakan ulang karena dimensi yang tepat

telah hilang.16,17 Jika masih ada sisa air di permukaan cetakan atau cetakan

terlalu lama direndam di dalam cairan yang mengandung air selama lebih dari

10 menit, maka akan terjadi imbibisi yang akan menyebabkan alginat

mengembang. Sebaliknya, jika cetakan dibiarkan kering di udara terbuka, akan

terjadi penguapan air dengan akibat mengerutnya alginat. Untuk mencegah hal-

hal tersebut, letakkan cetakan dalam udara lembab, bungkus dengan kain basah

atau paling aman masukkan ke dalam humidor yang mempunyai kelembaban

atmosfir 100%.4,5

Cetakan alginat ditutup secepat mungkin dengan kain lembab dan

dimasukkan ke dalam kantong plastik. Cetakan harus dicor dalam waktu 10

menit setelah cetakan selesai. Selama cetakan menunggu untuk diisi, hendaknya

tidak diletakkan bersandar pada kelebihan alginat yang mengalir ke luar di tepi

posterior sendok cetak karena dapat menyebabkan perubahan bentuk.4

15
2.2.6 Pengecoran

Dalam proses pengecoran, rasio antara bubuk gipsum dan air harus

sesuai dengan petunjuk pabriknya. Adonan terlalu encer akan menghasilkan

model yang rapuh. Sebaliknya, adonan yang terlalu kental akan menyebabkan

ketidaktepatan model karena distorsi alginat begitu gipsum dituang ke dalam

cetakan. Penggetaran berlebih juga dapat menyebabkan distorsi alginat.5

Adanya eksudat mukus pada permukaan cetakan akan memperlambat

reaksi kimia pada model dan menghasilkan permukaan kasar pada model. Hal ini

dapat dihindarkan dengan penggunaan larutan pengeras K2SO4 2%. Larutan ini

berguna mendapatkan permukaan halus dari model, mempercepat pengerasan

bahan gipsum, dan memperoleh konsistensi permukaan model yang lebih padat.

Alginat masa kini biasanya tidak perlu lagi direndam dalam larutan seperti ini.5

Waktu penyimpanan cetakan alginat sampai diisi oleh gips tidak boleh

lebih dari 30 menit.17 Setelah cetakan diisi, sendok cetak harus diletakkan pada

supporting jig atau sendok bagian posterior diberi alas gulungan kapas supaya

tidak terjadi penekanan pada ujung alginat pada sendok.5

2.2.7 Melepas Model dari Cetakan

Cara melepas model dari cetakan tergantung dari bahan cetak yang

digunakan karena tiap jenis bahan membutuhkan perlakuan khusus. Untuk

alginat, segera setelah gipsum mengeras, kurang lebih 30-60 menit, model harus

16
segera dilepas dari cetakan sehingga permukaan model akan tetap halus. Bila

cetakan dibiarkan dan baru besoknya dilepas, alginat biasanya mengerut dan

keras, sehingga bagian-bagian halus model bisa patah.5

2.3 KONTROL INFEKSI

2.3.1 Infeksi Silang

Semua pekerja kesehatan termasuk dokter gigi, penyuluh kesehatan,

perawat, dan pekerja laboratorium amat rentan terhadap bakteri-bakteri patogen.

Di ruang praktik dokter gigi maupun di laboratorium, banyak tempat-tempat yang

berpotensi menjadi sumber infeksi.1,2

Pada dasarnya, danger zone in dental practice berawal dari tiga hal

penting dalam transmisi, yaitu droplet infection atau aerosol infection, smear

infection atau indirect infection, dan yang terakhir adalah direct contact

transmission dari satu orang ke orang lain.7

Infeksi adalah berkembang biaknya mikroorganisme asing pada hospes

disertai dengan respons imunologik dengan gejala klinik atau tanpa gejala klinik.6

Infeksi silang adalah transmisi bakteri patogen dari seorang pasien ke pasien lain.9

Menurut Goeno yang dikutip oleh Rahma, penyakit hepatitis dan

human immunodeficiency virus (HIV) disebut bicod borne disease, yaitu penyakit

yang dapat ditularkan melalui darah atau cairan tubuh. Tingkat potensialisme

17
penularan penyakit hepatitis ternyata lebih tinggi dibandingkan HIV karena daya

hidup virus hepatitis yang lebih tinggi di luar tubuh. Akan tetapi baik dokter gigi

maupun pasien biasanya lebih takut pada HIV, padahal hepatitis lebih banyak

menyebabkan kematian bagi orang yang tertular akibat risiko pekerjaan. Jenis

hepatitis yang cukup berkembang di Indonesia dan cukup mematikan adalah

hepatitis B. Peningkatan insiden infeksi HIV dan virus hepatitis B (HBV)

menyebabkan kewaspadaan terhadap infeksi silang semakin meningkat.7,12

2.3.2 Disinfeksi Cetakan

Disinfeksi adalah penghancuran bakteri-bakteri patogenik dengan cara

pemberian langsung bahan-bahan kimia atau fisik, sedangkan disinfektan adalah

bahan-bahan kimia yang dapat membunuh organisme patogen bila diaplikasikan

pada obyek mati.9

2.3.2.1 Bahan Disinfeksi Cetakan

Bahan disinfeksi yang beredar di pasaran ada beberapa macam yaitu

sodium hipoklorida, iodophor (biocide), phenol, glutaraldehide (sporicidin),

glyoxal glutaraldehid (impresept), dan khlorheksidin.18 Untuk disinfeksi bahan

cetak alginat, Joseph menyarankan untuk melakukan perendaman di dalam

larutan sodium hipoklorit atau iodophor.6 Namun jenis disinfektan ini nampaknya

18
hanya berpengaruh kecil terhadap perubahan dimensi yang diukur pada model

gips.14

Sebuah survei yang dilakukan di Hong Kong menunjukkan bahwa

sodium hipoklorit merupakan larutan disinfeksi bahan cetak yang paling banyak

digunakan dokter gigi swasta (73%), diikuti oleh glutaraldehid (15%), alkohol

(8%), hidrogen peroksida (4%), dan selebihnya menggunakan produk bermerk

(8%).11

Sodium Hipoklorit

Kebijakan infeksi silang perlu sekali dibahas, dipahami, dan disetujui

baik oleh ahli teknik gigi maupun oleh dokter gigi. Kunci untuk mencegah

penyebaran infeksi ini adalah dengan adanya disinfeksi yang biasanya terdiri atas

pencucian yang bersih dengan air, pencelupan ke dalam larutan hipoklorit, dan

kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang tertutup rapat. Disarankan

agar disinfeksi dilakukan oleh pengirim, bukan oleh penerima.4

Salah satu disinfektan yang tidak mahal namun efektif adalah sodium

hipoklorit, yang selama ini dikenal sebagai bahan pemutih. Hipoklorit telah

terdaftar oleh ADA sebagai disinfektan bahan cetakan.1 Selain itu sodium

hipoklorit aman digunakan dan bersifat bakterisid. Disinfektan ini dipakai dengan

cara perendaman selama 10 menit.18

19
Sodium hipoklorit termasuk golongan halogenated yang oxygenating.

Larutan ini merupakan disinfektan derajat tinggi karena sangat aktif pada semua

bakteri, virus, jamur, parasit, dan beberapa spora. Bahan tersebut bekerja cepat,

sangat efektif melawan HBV dan HIV.1

Sodium hipoklorit umumnya digunakan untuk mensterilkan air dengan

cara memasukkannya ke air dengan konsentrasi berbeda-beda. Sodium hipoklorit

juga digunakan untuk bahan irigasi saluran akar. Pemakaian sodium hipoklorit

juga efektif sebagai disinfektan dengan konsentrasi 0,5% untuk merendam

gigitiruan dianjurkan 10 menit setiap hari11, walaupun pendapat lainnya

menyatakan larutan ini dapat menyebabkan korosi pada metal.1 Larutan

hipoklorit efektif dipakai sepanjang malam untuk geligitiruan akrilik.1 Akan

tetapi, perendaman lempeng akrilik dalam sodium hipoklorit mungkin

menyebabkan adanya perubahan dalam matriks interstitial pada struktur

permukaan sehingga terjadi efek pemutihan dan terjadi perubahan warna

lempeng akrilik.13

2.3.2.2 Teknik Disinfeksi Cetakan

Pemakaian disinfektan pada bahan cetak dapat dengan cara perendaman

ataupun penyemprotan dengan menggunakan sprayer. Lamanya perendaman

atau penyemprotan tergantung dari jenis disinfektan yang digunakan.18

20
Berdasarkan aplikasi praktisnya, disinfeksi dengan teknik perendaman

dianggap sebagai metode yang paling sesuai dan aplikatif untuk dokter gigi.

Sementara itu, disinfeksi dengan teknik penyemprotan dengan menggunakan

sprayer dianggap sebagai metode yang paling efektif dan praktis bila jarak

tempat pencetakan dengan laboratorium dental cukup jauh. 14

Survei tentang teknik disinfeksi bahan cetak menunjukkan bahwa

sebagian sebagian besar dokter gigi swasta di Hong Kong merendam cetakannya

ke dalam disinfektan (69%). Sementara itu, teknik lain yang juga dipakai yakni

dengan menggunakan sprayer (23%).11

21
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 KERANGKA TEORI

Klinik atau tempat praktik dokter gigi - laboratorium dental

Sodium
Bakteri Infeksi silang
hipoklorit
patogen
Kontrol infeksi Iodofor

Bahan disinfeksi Glutaraldehid

Disinfeksi Fenol
cetakan
cetakan Memakai
sprayer
Teknik disinfeksi
Merendam

Tempat dan alat Hasil Perubahan dimensi


praktik/laboratorium cetakan

Silikon
Bahan cetak
Polieter

Non-elastis Elastis Polisulfid

Agar

Alginat
3.2 KERANGKA KONSEP

Cetakan alginat

Imbibisi dan sineresis

Perubahan dimensi

Manipulasi Lingkungan Disinfeksi

Rasio bubuk-air Jenis dan temperatur air Konsentrasi larutan


disinfektan
Teknik mencetak Kelembaban
Lama perendaman

Keterangan garis pada kotak:

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti

Keterangan warna kotak:

Variabel bebas

Variabel akibat

Variabel kontrol

Variabel perancu

Variabel penghubung

23
3.3 ALUR PENELITIAN

Pengadukan
alginat

Hasil cetakan

Pengecoran dengan
Perendaman
dental stone

5 menit 10 menit 15 menit

Model stone Pengecoran dengan dental stone

Model stone

Pengukuran dimensi Pengukuran dimensi

Pengumpulan data

Analisis data

Hasil penelitian dan pembahasan

Kesimpulan

24
3.1 JENIS PENELITIAN

3.1.1 Ruang lingkup penelitian

Jenis Penelitian berdasarkan ruang lingkup penelitian adalah laboratorik.

3.1.2 Waktu penelitian

Jenis Penelitian berdasarkan waktu penelitian adalah penelitian

longitudinal.

3.1.3 Substansi

Jenis Penelitian berdasarkan substansinya adalah merupakan penelitian

yang bersifat mendasar.

3.1.4 Analisis Variabel

Jenis Penelitian berdasarkan analisis variabelnya adalah penelitian

analitik.

3.1.5 Perlakuan

Jenis Penelitian berdasarkan perlakuan subjek penelitiannya adalah

penelitian eksperimental.

3.2 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode Classical experimental design

dengan menggunakan satu kelompok eksperimen dan satu kelompok pembanding.

25
3.3 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

3.3.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini bertempat di Laboratorium Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 27-28 April 2011.

3.4 SAMPEL

Sampel pada penelitian ini adalah model gips hasil cetakan alginat yang

tidak direndam dan model gips hasil cetakan alginat yang direndam di dalam

larutan sodium hipoklorit 1% dengan variasi waktu perendaman 5, 10, dan 15

menit.

3.5 VARIABEL

3.5.1 Variabel Sebab: Lama perendaman cetakan alginat

3.5.2 Variabel Akibat: Perubahan dimensi cetakan alginat

3.5.3 Variabel Penghubung: Imbibisi dan Sineresis

3.5.4 Variabel Kendali:

a. Rasio alginat dan air

b. Jenis dan temperatur air (air ledeng, 270C)

c. Jenis alginat dan konsentrasi larutan disinfeksi

26
d. Teknik pengadukan alginat

3.5.5 Variabel perancu: Kelembaban

3.6 JUMLAH SAMPEL

Banyaknya sampel dalam penelitian ini adalah sepuluh buah tiap

perlakuan sehingga jumlahnya adalah empat puluh buah.

3.7 ALAT DAN BAHAN

a. Alat yang digunakan adalah:

- Gelas ukur dan sendok takar alginat

- Rubber bowl

- Spatula

- Wadah plastik berbentuk silinder yang telah dilubangi sisi-sisinya

- Master Die

- Kaliper

- Stop Watch

27
A B C

B
B

Gambar III.1 Alat-alat yang dipakai:


A. Gelas ukur dan sendok takar alginat
B. Rubber bowl dan spatula
C. Kaliper
D. Master die, wadah plastik sisi-sisinya berlubang, dan tutup

b. Bahan yang digunakan adalah:

- Alginat

- Akuades

- Sodium Hipoklorit 1%

- Dental stone tipe II

28
A B C

Gambar III.2 Bahan-bahan yang dipakai:


A. Alginat
B. Akuades
C. Sodium Hipoklorit 1%
D. Dental stone tipe II

3.8 PROSEDUR KERJA

a. Menakar dan mengaduk bahan cetak dengan menggunakan rubber bowl dan

spatula sesuai dengan petunjuk pabrik

b. Mengisi bahan cetak alginat ke dalam wadah plastik

c. Melakukan pencetakan pada master die sebagai model

d. Setelah bahan cetak mengeras, master die dilepas dan segera diisi dengan

dental stone yang telah diaduk dengan P/W ratio 1:1

29
e. Membuat 10 sampel seperti di atas, tapi hasil cetak tidak segera diisi

melainkan direndam selama 5 menit di dalam larutan disinfektan sodium

hipoklorit 1% sebelum diisi dental stone

f. Membuat 10 sampel seperti di atas, tapi hasil cetak tidak segera diisi

melainkan direndam selama 10 menit di dalam larutan disinfektan sodium

hipoklorit 1% sebelum diisi dental stone

g. Membuat 10 sampel seperti di atas, tapi hasil cetak tidak segera diisi

melainkan direndam selama 15 menit di dalam larutan disinfektan sodium

hipoklorit 1% sebelum diisi dental stone

3.9 DEFINISI OPERASIONAL

Lama perendaman cetakan alginat adalah berapa lama cetakan alginat

direndam di dalam larutan disinfektan sodium hipoklorit 1%, dalam penelitian ini

yaitu 5, 10, dan 15 menit.

Perubahan dimensi cetakan alginat adalah adanya perbedaan ukuran yang

terjadi pada cetakan alginat sebelum dan sesudah direndam oleh larutan

disinfektan yang akan dilihat pada die stone .

3.10 ANALISIS DATA

Analisis data yang digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perubahan

dimensi cetakan alginat yang direndam di dalam larutan disinfektan sodium

30
hipoklorit 1% dengan variasi perendaman 5, 10, dan 15 menit maka dilakukan uji

data secara anova satu arah yang mempunyai nilai kemaknaan α = 0,05.

31
BAB IV

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian eksperimental laboratorik mengenai pengaruh perendaman

cetakan alginat di dalam larutan disinfektan sodium hipoklorit dengan konsentrasi 1%

terhadap stabilitas dimensi dengan variasi waktu yang berbeda dapat dilihat pada tabel

IV.1.

TABEL IV.1 Hasil pengukuran perubahan dimensi cetakan alginat

Diameter dental Diameter dental stone (mm) setelah cetakan alginat


Subyek stone (kontrol) direndam di dalam disinfektan selama χ menit
(mm) 5 10 15
A 37,04 37,04 37,04 37,08
B 37,08 37,06 37,06 37,06
C 37,06 37,06 37,06 37,06
D 37,06 37,06 37,08 37,08
E 37,06 37,06 37,06 37,14
F 37,06 37,08 37,048 37,04
G 37,06 37,08 37,08 37,08
H 37,04 37,06 37,08 37,06
I 37,08 37,06 37,06 37,1
J 37,1 37,06 37,04 37,08

Berdasarkan analisis data dengan uji anova satu arah dengan tingkat kemaknaan

(α = 0,05) maka diperoleh hasil yang tertera pada tabel IV.2.


TABEL IV.2 Hasil uji statistik perubahan stabilitas dimensi antara die hasil cetakan alginat yang tidak

direndam ke dalam larutan disinfeksi (kontrol) dengan die hasil cetakan alginat setelah direndam selama

5,10, dan 15 menit di dalam larutan disinfektan

Lama
Perendaman N Rerata 95% Estimasi Interval Std. Deviasi
(menit)
0 10 37.06400
37.05085 - 37.07715 .018379
5 10 37.06200
37.05388 - 37.07012 .011353
10 10 37.06080
37.04978 - 37.07182 .015411
15 10 37.07800
37.05839 - 37.09761 .027406
Total 40 37.06620
37.05993 - 37.07247 .019616

Tabel IV.2 menunjukkan lama perendaman model gips, jumlah subjek masing-

masing kontrol dan perlakuan, rerata diameter model gips, estimasi interval dengan nilai

95%, dan standar deviasi diameter model gips.

Berdasarkan hasil uji statistik dengan anova satu arah, didapatkan hasil

probabilitas 0,174 dengan F hitung 1,749. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara perubahan stabilitas dimensi

antara die hasil cetakan alginat yang tidak direndam ke dalam larutan disinfeksi

(kontrol) dengan die hasil cetakan alginat setelah direndam selama 5,10, dan 15 menit di

dalam larutan disinfektan.

33
Gambar IV. Hasil cetakan alginat pada gips dengan lama perendaman 0, 5, 10, dan 15 menit

34
BAB V

PEMBAHASAN

Hasil cetakan dapat dikatakan baik bila keakuratannya terjamin dan memiliki

kestabilan dimensi sampai nanti akan diisi oleh gips. Akurat adalah kemampuan untuk

mereproduksi nilai hasil pengukuran yang sebenarnya. Stabilitas dimensi adalah

kemampuan untuk mempertahankan keakuratan selama selang waktu tertentu. Namun

demikian, cetakan alginat dapat mengalami ekspansi dengan terjadinya imbibisi,

pengerutan, atau sineresis.19

Keakuratan dimensi model gips hasil pencetakan alginat dipengaruhi oleh

banyak faktor. Imbibisi dan pengerutan disebabkan penguapan air yang terjadi pada

cetakan alginat tergantung dari kondisi penyimpanan sedangkan sineresis lebih

dipengaruhi oleh material yang terkandung di dalam alginat itu sendiri yang terjadinya

tidak dapat dicegah bahkan bila cetakan disimpan di dalam humidor. Kesalahan yang

bersifat random juga dapat menjadi penyebabnya dan dapat berasal dari mana saja.

Misalnya rasio bubuk gips dan air yang tidak tepat, alginat yang tidak terdukung alat

cetak, gerakan selama proses gelasi berlangsung, atau gerakan melepas alginat dari

cetakannya yang tidak tepat.19 Selain itu metode disinfeksi juga ikut berpengaruh.18

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan die kontrol sebanyak sepuluh buah

dengan 3 jenis perlakuan yaitu cetakan alginat yang direndam selama 5, 10, dan 15
menit untuk kemudian dicor dengan gips agar memudahkan perhitungan dan diharapkan

angka yang dihasilkan juga cukup akurat. Hal ini seperti yang dikemukakan Rusfian dkk

yang dikutip oleh Sastrodihardjo bahwa gips tidak terlalu berperan besar dalam

perubahan dimensi hasil cetakan dibandingkan dengan peran bahan cetak.15 Penelitian

serupa mengemukakan bahwa ekspansi maksimal dental gipsum adalah sebesar 0,12%.19

Seperti yang dinyatakan oleh Joseph bahwa salah satu disinfektan yang sesuai

untuk bahan cetak alginat adalah sodium hipoklorit.6 Selain itu sodium hipoklorit

merupakan disinfektan berspektrum luas dengan kemampuan membunuh kuman gram

positif dan kuman gram negatif.1 Disinfektan ini dipakai dengan cara perendaman

selama 10 menit.18

Perubahan dimensi yang tidak bermakna terjadi pada cetakan alginat, baik yang

direndam selama 5,10, dan 15 menit terlihat jelas setelah dilakukan pengujian sampel

dan analisis statistik dengan menggunakan uji anova satu arah. Terjadi hanya sedikit

perubahan dimensi tampaknya berkaitan dengan lamanya waktu perendaman yang relatif

singkat. Namun demikian, perubahan dimensi tetap terjadi disebabkan struktur alginat

yang berbentuk serat dengan air yang mengisi ruangan kapiler tersebut, seperti yang

dinyatakan oleh Leinfelder dkk yang dikutip oleh Jeddy. 16

Hal ini juga telah ditunjukkan oleh percobaan yang dilakukan oleh Hiraguchi

yang menyatakan bahwa perendaman cetakan alginat pada 0,5% atau 1% larutan sodium

hipoklorit selama 15 menit tidak menunjukkan deformasi ukuran yang mencolok yang

diukur pada model die gips.14

36
Pengaruh disinfeksi dengan menggunanakan larutan sodium hipoklorit 1% atau

larutan glutaraldehid 2% pada ketepatan dan kualitas telah diteliti setelah perendaman

10-30 menit. Hasilnya adalah perubahan dimensi yang terjadi hanya sebesar 0,1% yang

tidak signifikan untuk aplikasi klinis seperti preparasi model studi dan model kerja

sedangkan kualitas permukaan tidak mengalami perubahan.20

Stabilitas dimensi alginat mulai berubah setelah direndam selama 10 menit,

semakin lama waktu perendaman akan mengakibatkan cetakan alginat mengalami

imbibisi sehingga kandungan air yang terkandung di dalamnya meningkat yang

menyebabkan cetakan menjadi tidak akurat lagi. Ditambah lagi bahan cetak alginat

mengandung banyak air yaitu sekitar 85% sehingga cenderung untuk terjadi distorsi

yang disebabkan oleh ekspansi yang berhubungan dengan sifat sineresis dan imbibisi

dari cetakan alginat.8,17

37
BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya kontaminasi baik di ruang

praktik dokter gigi maupun di laboratorium teknik gigi harus ditingkatkan untuk

memutus mata rantai terjadinya infeksi silang. Oleh karenanya perlu dilakukan

disinfeksi, termasuk pada bahan cetakan alginat tanpa mengubah dimensi dan

keakuratannya.

Dari penelitian yang dilakukan terhadap empat puluh subjek penelitian,

didapatkan hasil analisis statistik yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan

yang bermakna antara perendaman cetakan alginat selama 5, 10, maupun 15 menit di

dalam larutan disinfektan yang kemudian dicor dengan gipsum terhadap keakuratan

hasil cast yang dihasilkan. Dengan demikian pemakain disinfektan pada bahan cetak

alginat sangat dianjurkan karena dapat mencegah terjadinya infeksi silang.

6.2 Saran

Penelitian ini hanya menggunakan metode dan peralatan yang sederhana seperti

jangka sorong manual serta cara mengaduk alginat dan gips yang masih manual dengan
menggunakan rubber bowl dan spatula. Oleh karena itu diharapkan pada

penelitian selanjutnya digunakan alat pengukuran dan metode yang lebih canggih untuk

mencegah terjadinya human error di dalamya serta mencapai tingkat keakuratan yang

lebih tinggi.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Ghahramanloo A, Sadeghian A, Sohrabi K, Bidi A. A microbiologic


investigation following the disinfection of irreversible hydrocolloid materials
using the spray method. CDA journal [serial online] July 2009; 37(7): 471-7.
Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19653403. Accessed
December 22, 2010.

2. Bhat VS, Shetty MS, Shenoy KK. Infection control in the prosthodontic
laboratory. J Indian Prosthodont Soc [serial online] 2001 [cited 2010 Dec 22];
7(2): 62-5. Available from
http://www.adldental.com/resources/Infection%20Control.pdf?phpMyAdmin=qk
%2Cl9c-CLBG-A3l-ODiEAfRI2I1. Accessed December 22, 2010.

3. Mitchell DA, Mitchell L. Oxford handbook of clinical dentistry (e-book). New


York: Oxford; 2005. p. 686.

4. Basker RM. Perawatan prostodontik bagi pasien tak bergigi edisi ke-3. Alih
bahasa: Soebekti TS, Arsil H. Jakarta: EGC; 1994, h. 70-1; 131-2.

5. Haryanto G. Buku ajar ilmu geligi tiruan sebagian lepasan jilid II. Jakarta:
Hipokrates; 1991. h. 52; 63; 67; 70; 72-3; 75; 77.

6. Joseph WO, editor. Dental materials and their selection 3rd ed. Chicago:
Quintessence Publishing Co, Inc.; 2002. p. 90, 96.

7. Rahma PA. Menyelenggarakan prosedur kontrol infeksi secara sederhana. Dental


& dental, 2010; 2:17.

8. Anusavice KJ. Phillip’s buku ajar ilmu bahan kedokteran gigi edisi ke-10. Alih
bahasa: Budiman JA, Purwoko S. Jakarta: EGC; 2004. h. 94; 109.

9. Baum, Phillips, Lund. Ilmu konservasi gigi edisi ke-3. Alih bahasa: Tarigan S.
Jakarta: EGC; 1994. h. 107.
40
10. Kamus kedokteran gigi. Alih bahasa: Sumawinata W. Jakarta: EGC; 1993.
Alginate; h. 9.

11. Siu Kei Pang, Millar BJ. Cross infection control of impressions: a questionnaire
survey of practice among private dentists in Hong Kong. Hong Kong Dent J
[serial online] December 2006; 3(2): 89-93. Available from
http://www.hkda.org/hkdj/V3/N2/v3N2_P89_OA2.pdf. Accessed December 5,
2010.

12. Wibowo T, Parisihni K, Haryanto D. Proteksi dokter gigi sebagai pemutus rantai
infeksi silang, Jurnal PDGI 2009; 58(2): 6-9.

13. David, Munadziroh E. Perubahan warna lempeng resin akrilik yang direndam
dalam larutan disinfektan sodium hipoklorit dan klorhexidin. Dent J [serial
online] January 2005; 38(1): 36-40. Available from
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/DENTJ-38-1-10.pdf. Accessed November 23,
2010.

14. Hiraguchi H. The influence of storing alginate impressions sprayed with


disinfectant on dimensional accuracy and deformation of maxillary edentulous
stone models. Dent Mater J [serial online] January 2010; 29(3): 309-15.
Available from http://www.scribd.com/doc/45323525/Storing-Alginate.
Accessed June 5, 2011.

15. Sastrodihardjo S. Perubahan dimensi hasil cetakan alginat berbentuk balok,


Dentofasial 2008; 7(1): 63-9.

16. Jeddy. Pengaruh empat macam perlakuan pada bahan cetak alginat terhadap
perubahan dimensi, dentika Dental Journal 2001; 6(1): 1-5.

17. Walker MP, Burckhard J, Mitts DA, Williams KB. Dimensional change over
time of extended-storage alginate impression material. Angle Orthodontist [serial
online] 2010; 80(6): 1110-4. Available from
http://www.scribd.com/doc/45323472/Dimensional-Change-Over-Time-of-
Extended-storage-Alginate. Accessed June 5, 2011.

41
18. Febriani M, Herda E. Pemakaian desinfektan pada bahan cetak elastomer,
JITEKGI 2009; 6(2): 41-4.

19. Imbery TA, Nehring J, Janus C, Moon PC. Accuracy and dimensional stability of
extended-pour and conventional alginate impression materials. J Am Dent Assoc
[serial online] 2010; 141(1): 32-9. Available from
http://jada.ada.org/content/141/1/32.full. Accessed November 23, 2010.

20. Craig RG, Power JM. Restorative Dental Material 11th ed. St. Louis: CV Mosby
Co; 2002. p. 339-40.

42
LAMPIRAN

43

Anda mungkin juga menyukai